Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Rumusan masalah dalam penelitian Ini adalah Bagaimanakah Pengembangan Sumber Daya Aparatur dilakukan oleh
Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Bagaimana Keberhasilan program pengembangan Sumber Daya Aparatur tersebut
Pengumpulan data digunakan melalui teknik observasi wawancara dan dokumentasi, Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang menggunakan pendekatan analisa kualitatif. Penelitian ini bermaksud mendeskripsikan sebuah proses sosial
terutama terkait dengan permasalahan Pengembangan Sumber Daya Aparatur yang terjadi di Pemerintah Kota Bandar
Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pengembangan Sumber Daya Aparatur yang dinilai efektif adalah
diklat teknis dan pemberian tugas be/ajar Hal ini jika dikaitkan dengan kompetensi pegawai Namun jika dikaitkan dengan
pengembangan karier maka pegawai akan mendahulukan program promosi dan diklat-diklat struktural.
Kata Kunci: Sumberdaya Aparatur, Kinerja, Organisasi Publik;
ABSTRACT
The formulating Problem of this research is howls Resource Development Program of the apparatus done by the
Bandar Lampung Government and how Is the achievement of the Apparatus's Resource development program ?
Data collecting technique is applied through observation technique, interview and documentation. This research
is descriptive research using approach of qualitative analysis. This research means description a social process
especially related to problems of Resource Development Program of the apparatus at the Government of Bandar
Lampung The Result of the research shows that Resource development program of the apparatus valued
effectively is technical training and giving of scholarship assignment This thing is if It Is related to officer
competence. But /fit is related to career development hence officer will prioritize the promotion program and
structural training.
Salah satu faktor yang menjadi alasan Pemerintah Pusat (selanjutnya disebut Pemerintah) enggan
melaksanakan Otonomi Daerah pada masa lalu adalah masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia di
Daerah. Pemerintah beranggapan bahwa dengan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, mana
mungkin Daerah itu nantinya mampu melaksanakan otonomi Daerah secara baik . Padahal kualitas sumber daya
manusia merupakan hal pokok yang harus dipenuhi oleh setiap organisasi, apalagi organisasi sebesar
Pemerintah Daerah.
Sebagai salah satu sumber daya organisasi yang sangat penting, maka sumber daya aparatur
Pemerintah perlu perhatikan/dirancang sedemikian rupa agar memenuhi harapan organisasi. Hal ini dapat
terwujud melalui strategi pengembangan sumber daya aparatur Pemerintah Daerah yang benar dan tepat.
Pentingnya strategi pengembangan sumber daya manusia (human resources development strategy) ini karena
aparatur merupakan subjek dalam setiap akfivitas Pemerintahan dan sebagai pelaku administrasi Pemerintahan.
Organisasi Pemerintahan Daerah pada masa datang harus berorientasi pada human centered
development, yaitu sebuah paradigma pengembangan sumber daya aparatur yang bukan saja sekedar
membentuk aparatur yang profesional dan trampil tetapi jugs merencanakan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan dan rencana strategis suatu daerah. Dengan demikian maka organisasi baik publik seyogyanya
merencanakan kebutuhan sumber daya manusianya dan mendayagunakan sumberdaya tersebutsebaik mungkin.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor: 22 tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah yang telah direvisi
menjadi undang-undang Nomor: 32 tahun 2004 sebagai bentuk kebijakan nasional maka Pemerintah Daerah
harus mampu mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Langkah persiapan diri dalam rangka melaksanakan otonomi
Daerah salah satunya adalah upaya menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini aparat Pemerintah
Daerah yang memadai. Keberadaan aparatur Daerah diharapkan akan mampu memainkan peranan sebagai
perencana, pelaksana sekaligus pengawas terhadap jalannya kegiatan pembangunan dan pembinaan
masyarakat. Pentingnya peranan ini menuntut Pemerintah Daerah melakukan upaya pembinaan pegawai dari
awal seleksi, penerimaan, pengembangan perwajian, maupun pengawasan dan pengendalian sampai yang
bersangkutan pensiun atau memasuki masa purna tugas.
Menyadari pentingnya peranan dan kedudukan aparatur publik yang strategis dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat maka upaya pengembangan sumberdaya aparatur pemerintah daerah harus
mengacu pada perwujudan-perwujudan tujuan pembangunan daerah dalam upaya menentukan masa depan bagi
daerah tersebut. Pengembangan sumberdaya aparatur sangat penting karena dapat meningkatkan kemampuan
aparatur yang baik kemampuan profesional, wawasan, kemampuan kepemimpinannya maupun kemampun
pengabdiannya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja seorang aparatur (Notoatmojo, 1998).
Berdasarkan uraian diungkapkan pada bagian terdahulu, maka peneliti merasa tertarik dan tertantang
untuk meneliti program-program pengembangan sumber daya manusia, khususnya yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung. Ketertarikan peneliti terhadap masalah ini disebabkan oleh pemikiran
dan perenungan atas kinerja organisasi publik yang selalu menjadi sorotan masyarakat. Dimana lebih banyak hal
negatif yang dilihat oleh masyarakat daripada hal-hal yang positif. Padahal sesungguhnya di internal organisasi
publik , terutama di era otonomi daerah telah melakukan upaya-upaya perbaikan organisasi melalui berbagai
kegiatan pengembangan sumber daya manusia.
Persoalan sumber daya aparatur bagi organisasi publik, terutama pemerintah daerah merupakan hal
yang paling menentukan terhadap berhasil atau gagalnya pelaksanaan program-program pembangunan. Untuk
mengatasi agar hal itu jangan sampai terjadi, maka perlu diupayakan berbagai tindakan untuk meningkatkan
profesionalitasaparatur publik. Karena itu, sebagai salah satu upaya perlu dilakukan program-program
pengembangan sumberdaya aparatur. Namun demikian, seringkali pelaksanaan program pengembangan sumber
daya aparatur tersebut kurang disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan. Oleh sebab itu
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pengembangan Sumber Daya Aparatur dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar
Lampung dan Bagaimana Keberhasilan program pengembangan Sumber Daya Aparatur tersebut?
2. Pola Pengembangan Sumber Daya Aparatur manakah yang paling efektif dilakukan untuk Aparatur
Pemerintah Kota Bandar Lampung?
3. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam
mengembangkan Sumber Daya Aparaturnya?
KAJIAN PUSTAKA
Masalah sumber daya aparatur atau yang lebih sering disebut secara umum sebagai sumber daya
manusia, saat ini menjadi fokus utama dalam pengembangan suatu organisasi, disamping tentunya masih ada
hal-hal lain yang tidak dapat diabaikan seperti teknologi, informasi, komunikasi, infrastruktur, finansial, pasar dan
sebagainya. Pentingnya peran sumber daya manusia ini tidak lain adalah dikarenakan manusia sebagai
penggerak utama jalannya rods organisasi.
Dalam organisasi apa pun, manusia merupakan sumber daya paling penting, karena dapat menunjang
organisasi dengan karya, bakat, kreatifitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan ekonomi
tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan organisasi akan tercapai ( The man behind the gun). Manusia dalam hal
ini adalah unsur vital dalam suatu organisasi ( Winarty, 2003). Terlebih lagi dalam kondisi persaingan saat ini,
maka peran manusia (aparatur) sangat menentukan. Kemampuan dan potensi sumber daya aparatur perlu
dikembangkan dalam upaya mewujudkan eksistensinya berupa tercapainya tujuan organisasi dan manfaat-
manfaat lainnya. Begitu pula halnya dalam organisasi publik, maka peran sumber daya aparatur perlu
mendapatkan perhatian. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa sumber daya aparatur dalam organisasi perlu
dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan yang menunjang dalam pelaksanaan tugas dan tanggung
jawabnya. Selain itu dorongan (motivasi) dalam mencapai tujuan bersama merupakan hal yang harus ada.
Setiap organisasi mempunyai keterbatasan akan sumber daya aparatur, uang dan fisik untuk mencapai
tujuan organisasi. Keberhasilan untuk mencapai tujuan organisasi tergantung pada pemilihan tujuan yang akan
dicapai dan cara menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen. dalam hal
ini,.snenentukan keefektifan dan efisiensi kegiatan-kegiatan organisasi. Menurut Greene et al. (1985) (dalam
Sabardi, 1997), efisiensi ditekankan pada pengertian melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right),
sedangkan pengertian efektif adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things). Efektif mengacu
pada pencapaian tujuan sedangkan efisien mengacu pada penggunaan sumber daya minimum untuk
menghasilkan keluaran (outputs) yang telah ditentukan. Bagi manajemen, menurut Sabardi (1997), diutamakan
efektifterlebih dahulu baru kemudian efisien. Lebih lanjut Sabardi (1997) menegaskan bahwa setiap organisasi
membutuhkan manajemen terutama untuk tiga hal yang terpenting, yaitu:
- Pencapaian tujuan secara efektif dan efisien;
- Menyeimbangkan tujuan-tujuan yang sating bertentangan dan menentukan skala prioritas;
- Mempunyai keunggulan daya saing (competitive advantages) dalam menghadapi persaingan global.
Pengertian manajemen sumber daya Aparatur tidak terlepas dari pengertian manajemen personalia
karena manajemen sumber daya aparatur ini dulunya disebut manajemen personalia (Schuler et al., 1999).
Menurut Ranupandoyo dan Husnan (1992) Manajemen personalia adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi dan
pemeliharaan tenaga kerja (pegawai) dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan-tujuan perusahan,
individu, masyarakat".
Melalui suatu produk kebijaksanaan atau program Maslow (1908-1970) (dalam Notoadmodjo, 1992;9),
menyatakan bahwa diantara segala sumber daya yang tersedia bagi seorang manajer, SDM/ aparatur adalah
yang paling penting. Sebab Manusialah yang merupakan unsur pemberi kehidupan dalam organisasi. Oleh
karena itu pengelolaan sumber daya aparatur bagi birokrasi pemerintah pun harus mengikuti prinsip-prinsip yang
ada di dalam fungsi-fungsi manajemen.
Aspek pengembangan sumber daya aparatur dalam kaitannya dengan penerapan otonomi Kabupaten/
kota menjadi isu penting dan berdampak strategis, karena kualitas sumberdaya aparatur sebagai pelaksana
otonomi secara signifikan mempengaruhi hasil yang akan dicapai. Unsur organisasi, lingkungan, kultur dan
sistem pemerintahan sangat berpengaruh terhadap usaha-usaha pendidikan dan pengembangan, dan yang
terpenting dapat mengantisipasi fenomena global yang secara deras mempengaruhi perilaku manajemen dan
kinerja organisasi.
Dalam konteks makro pengembangan sumber daya aparatur adalah suatu proses peningkatan kualitas
atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Dalam pengembangan
sumber daya aparatur, diharapkan segenap aparatur Pemerintah Daerah mampu bertindak sebagai perencana
dan pelaksana dari berbagai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat secara efisien, dan mampu menghadapi tantangan dan perubahan di masa yang akan datang.
Untuk mencapai harapan yang demikian ini maka pada scat ini dan nantinya dibutuhkan sumber daya
aparatur yang dinamis, proakfif, memiliki visi, inovatif, korektif, sadar teknologi dan peka terhadap perubahan dan
tuntutan. Atas dasar kualifikasi sumber daya aparatur yang demikian ini, tidak saja akan menghadapkan daerah
untuk bersifatterbuka, tetapijuga akan mengubah kebijakan daerah terhadap pembentukan Quality of Working
Life (OWL).
Aparatur yang tangguh adalah aparatur yang memiliki QWL (Kualitas Pekerjaan) yang tinggi yang
berorientasi kepada:
Karena itu dalam menjalankan rods administrasi pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan
pada umumnya, pemerintah dituntut untuk berbenah diri, mendinamisasikan dirinya menjadi sebuah pemerintah
yang efisien, disemangati oleh jiwa kewiraswastaan atau enterpreneural government (Abdul Wahab, 1997).
Dengan demikian maka tidak berlebihan jika aparatur Pemerintah Daerah harus memiliki semangat
kewiraswastaan. Karena semangat kewiraswastaan merupakan "spotting opportunities and marshalling
resources to produce inovation"(Drucker, 1985).
Keberadaan aparatur yang berada dalam suatu organisasi pemerintah daerah hendaknya dapat
menghindarkan terjadinya "Organizational Slack' , yang ditandai dengan menurunnya mutu pelayanan yang
diberikan oleh aparatur, organisasi menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin. Untuk itu,
menurut Islamy (1998), perlu memadukan paradigma Role Governance dan Goal Governance. Role governance
berimplikasikan pada eksistensi dan aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dimana "Government should be
small and organized in accordance with clear rule that promote predictability and Iegalli6/(La ne, 1995).
Dengan menggunakan paradigma good governance maka akan menghilangkan praktek-pratek aparatur
yang negatif seperti struktur birokrasi yang hierarkhikal menghasilkan biaya operasional yang lebih mahal; dari
pada keuntungan yang diperolehnya, merajalelanya redtape, rendahnya inisiatifdan kreatifitas dan inefisiensi.
Tuntutan Sumber Daya Aparatur yang berkualitas tinggi tidak saja pada tingkat pusat, akan tetapi juga
pada tingkatdaerah yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat. Berbicara tentang kualitas sumber
daya manusia menurut Ginanjar Kartasasmita, ada dua ciri pokok manusia Indonesia masa depan yang ingin
dibangun, yaitu:
(a) Manusia yang memiliki idialisme kuat dan,
(b) Manusia profesional yang mampu memberikan sumbangan bagi masyarakatnya.
Sekula (dalam Martoyo,1994), menyebutkan 8 (delapan) jenis tujuan pengembangan Sumber Daya
Aparatur, yaitu :(1)ProductiviMproduktifitas personil dan organisasi), (2) Quallfr(kualitas produk organisasi), (3)
Human Resources Planning ( Perencanaan SDM), (4)Morale(semangat personil dan moral organisasi), (5)
Indirect Compensation (meningkatkan kompensasi secara tidak langsung), (6) Health and Savety (kesehatan dan
keselamatan kerja), (7) Absolescence Prevention (pencegahan merosotnya kemampuan personil), (8)
Persona/Growth(pertumbuhan kemampuan personil).
Peningkatan Sumber daya aparatur sebenamya bertujuan meningkatkan kualitas Profesionalisme
Aparatur Negara atau entrepreneurialprofesionalism.
Enterpreneurial profesionalisme, yang ditandai oleh: Pertama, kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang
ada bagi pertumbuhan ekonomi, keberanian mengambil resiko dalam memanfaatkan peluang, dan kemampuan
untuk menggeser alokasi sumber dari kegiatan yang berproduktivitas rendah, menuju ke kegiatan yang
berproduktivitas tinggi yang terbuka dalam peluang, kualitas profesional. Kedua adalah kemampuan
empoweringsehingga mampu untuk membuat keputusan dan langkah-langkah yang perlu dengan mengacu pada
misi yang ingin dicapai (mission ¥ profesionalisme), dan tidak semata-mata mengacu kepada peraturan yang
berlaku (rule-driven profesionalisme), Ketiga adalah kemampuan untuk environmental-scanning, yang berkaitan
dengan kemampuan untuk mengindentifikasi subyek-subyek yang mempunyai potensi memberikan berbagai
input dan sumber bagi proses pembangunan (Tjokrowinoto, 1996).
Pasal 2 PP 101 tahun 2000 menyatakan bahwa program pengembangan sumber daya aparatur publik
yang dilakukan bertujuan untuk:
1) Meningkatkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugasjabatan
secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi
0) Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan
bangsa.
1) Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan
pemberdayaan masyarakat.
2) Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan
pembangunan dimi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Kinerja merupakan sesuatu yang dikerjakan atau produk/ jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh
individu atau sekelompok individu. Pengertian ini melihat kinerja dari dua sisi, yaitu dari sisi individu dari sisi
organisasi. Kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan
bersangkutan. Senada dengan pengertian kinerja tersebut di atas (Moenir, 1992), mendefinisikan kinerja adalah
sebagai hasil kerja seseorang pada kesatuan waktu atau ukuran tertentu. Oleh karena itu Swasto (1996), mensitir
pendapat Seymour menyatakan Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang dapat
diukur. Dengan demikian pada prinsipnya kinerja adalah tingkat prestasi kerja individu yang muncul setelah
usaha dilakukan. Sedangkan dalam perspektif teori harapan, Kinerja merupakan fungsi perkalian dari
kemampuan dan motivasi (Gibson,1994).
Dari pendapat beberapa pendapat tersebut di atas, kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
hasil yang telah diperoleh oleh pegawai berdasarkan ukuran yang berlaku untuk suatu tugas atau pekerjaan yang
dilaksanakan dalam waktu tertentu. Dengan demikian maka Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang
dapatdicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosendtono dalam Widodo 2001).
Birokrasi sebagaimana dipopulerkan oleh Max Weber seharusnya memiliki ciri-ciri/ karakteristik ideal
yang disebut sebagai Birokrasi yang Rasional sebagai berikut (Ismani, 2001): Para anggota staf secara pribadi
bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan mereka; Ada hierarki jabatan yang jelas; Fungsi -
fungsi jabatan ditentukan secara jelas; Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak; Mereka dipilih
berdasarkan kualifikasi profesional; Mereka memiliki gaji dan hak-hak pensiun, secara berjenjang menurut
kedudukan masing-masing. Para pejabat dapat menempati posnya dan dalam keadaan tertentu ia dapat
diberhentikan; Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya; Ada struktur Karir
dan promosi dimungkinkan melalui senioritas dan keahlian (merit system) maupun keunggulan (superioritas);
Pejabat mungkin saja tidak sesuai dengan posnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia diposnya;
Namun is tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya organizational slack ini menurut Irfan Islamy (1998)
adalah: (1) Pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, (2) Visi Pelayanan yang sempit. (3) Penguasaan
atas adminitrative engineering yang tidak memadai, (4) Unit-unit Publik yang semakin gemuk namun tidak
difalitisasi dengan 3P yang cukup dan handal (personalia, peralatan dan pengangaran).
Untuk memperbaiki kesan buruk terhadap birokrasi Miftach Toha menyatakan perlunya melakukan
revitalisasi birokrasi. Revitalisasi Birokrasi dalam pandangan Miftach Toha (dalam Widodo, 2000) adalah sebagai
berikut: (1) Dari suka mengatur dan memerintah menjadi suka melayani, (2) Dari suka menggunakan pendekatan
kekuasaan menjadi suka menolong menuju kearah yang fleksibel, kolaboraturis dan dialogis, (3) Dari cara-cara
sloganis menuju kepada tindakan yang realistik-pragmatis.
Kinerja Birokrasi merupakan perihal yang penting dan perlu mendapat perhatian yang cukup dalam
rangka untuk peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan publik. Penilaian terhadap kinerja birokrasi akan
sangat berguna untuk melihat atau menilai kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan; mendorong birokrasi untuk
lebih memahami kebutuhan masyarakat yang dilayani serta untuk melakukan perbaikan pelayanan publik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan analisa kualitatif. Penelitian
ini bermaksud mendeskripsikan sebuah proses sosial terutama terkait dengan permasalahan Pengembangan
Sumber Daya Aparatur yang terjadi Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Dalam penelitian ini pengambilan dan pengolahan data akan dibatasi melalui upaya focusing terhadap
data-data agar sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Berdasarkan pada hal tersebut, maka fokus dari
penelitian ini sebagai berikut:
1. Program-program Pengembangan Sumber Daya Aparatur yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar
Lampung, meliputi antara lain: (1) Pendidikan dan Pelatihan, (2) Kursus-kursus singkat (Short Course), (3)
Pemberian Insentif/ Perbaikan Kesejahteraan, (4) Penilaian Prestasi (Pemberian Reward dan Funishmenty
2. Hasil program pengembangan sumber daya aparatur dan pola pengembangan yang paling efektif dalam
meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Bandar Lampung
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengembangkan Sumber
Daya Aparaturnya, meliputi: (1) Kendala Teknis, (2) Kendala Non-teknis
Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan lebih dari satu metode/ teknik, yaitu: wawancara,
observasi dan dokumentasi. Penggunaan metode pengumpulan data lebih dari satu, bertujuan untuk menutupi
kelemahan-kelemahan dari yang satu ke yang lain. Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk memperoleh
data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumbernya yaitu dengan cars terjun langsung ke lapangan.
Untuk melakukan analisis data digunakan teknik analisis data siklus sebagaimana disampaikan oleh
Milles dan Hubberman (1992). Dalam Penelitian ini digunakan teknik analisis tersebut karena dengan teknik
analisis ini semua data yang terkumpul akan dapat diseleksi secara ketat (melalui reduksi) sehingga data-data
yang akan dianalisis nantinya merupakan data-data yang valid dan relevan sebagaimana dipersyaratkan dalam
penelitian kualitatif.Analisis data pada penelitian kualitatif meliputi tahap-tahap sebagai berikut: (1) Reduksi Data
(reduction data), (2) Penyajian Data (data display), (3) Penarikan Kesimpulan ( verification).
Tabel 1:
Komposisi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Bandar Lampung Non Guru berdasarkan Golongan hingga
tahun 2002.
No Golongan Jumlah Keterangan
1. Golongan I 132 Orang
2. Golongan II 1.904 Orang
3. Golongan III 2.135 Orang Termasuk pemilik TK, SD
dan Pengawas Sekolah
4. Golongan IV 219 Orang
Jumlah 4.390 Orang
Dari sejumlah pegawai yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dari unsur non
guru hari 50 (lima puluh) persen berada pada golongan tiga. Jika memperhatikan hal ini maka Pemerintah
Daerah sesungguhnya memiliki potensi yang besar untuk mampu mewujudkan kebijakan-kebijakan strategis
dalam pembangunan Kota Bandar Lampung.
Sedangkan jumlah pegawai negeri sipil daerah yang berasal dari unsur guru adalah sebagai berikut:
Tabel 2:
Komposisi Pegawai Negeri Sipil Guru Pemerintah Kota Bandar Lampung berdasarkan Golongan hingga tahun
2002
No Golongan Jumlah Keterangan
1. Golongan I 2 Orang Mengajar pada sekolah-
2. Golongan II 317 Orang
sekolah negeri di Kota
3. Golongan III 4.730 Orang
4. Golongan IV 905 Orang Banda Lampung mulai TK
hingga SMU
Jumlah 5.954 Orang
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah (2004) berdasarkan Renstra BKD 2002
Dari data tabel di atas dapat dikemukakan bahwa hampir 80 (delapan puluh) persen pegawai negeri sipil
unsur guru di Kota Bandar Lampung memiliki golongan III dengan berbagai variasi: a, b, c atau d. Kondisi ini juga
seharusnya mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Bandar Lampung khususnya untuk pendidikan
tingkat dasar dan menengah serta kejuruan.
0. Program Pengembangan Sumber Daya Aparatur yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar
Lampung
Pengembangan sumber daya aparatur adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan
manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Dalam pengembangan sumber daya
aparatur, diharapkan segenap aparatur Pemerintah Daerah mampu bertindak sebagai perencana dan pelaksana
dari berbagai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara
efisien, dan mampu menghadapi tantangan dan perubahan di masa yang akan datang.
Program-program pengembangan sumberdaya aparatur yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan Pelatihan Struktural
1) Diklatpim (pendidikan dan pelatihan pimpinan) tingkat IV
Pada tahun 2003 telah dilakukan pendidikan dan pelatihan pimpinan tingkat IV. Diklatpim IV ini diikuti
oleh sebanyak 119 orang PNS Kota Bandar Lampung dari berbagai instansi/ perangkat daerah dari yang
direncanakan semula sebanyak 120 orang. Diklatpim tingkat IV secara khusus ditujukan untuk pars PNS yang
akan menduduki jabatan struktural eselon IV.
Diklat ini merupakan diklat fungsional dan bersifat teknis sesuai dengan bidang tugas PNS yang
bersangkutan. Diklat ini bertujuan untuk memberikan ketrampilan kepada para pimpinan proyek yang ada di
setiap instansi/ perangkat daerah di Kota Bandar Lampung. Pada tahun 2003 Jana yang digunakan untuk diklat
ini sebesar Rp. 194.991.750
Diklat ini ditujukan untuk memberikan ketrampilan kepada para staf Bari masing-masing instansi agar
mampu melaksanakan fungsi dan tugas pokok sehari-harinya, terutama terkait dengan konsep surat menyurat.
1) Diktat Bendahara Daerah
Diklat ini ditujukan pada bendahara-bendahara yang ada pada setiap unit kerja. Diklat ini bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas bendahara unit kerja agar mampu mengelola laporan keuangannya sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang profesional.
Disamping program pengembangan aparatur pemerintah dengan cara memberikan diklat-diklat baik
diklat struktural maupun diklat teknis/ fungsional, pelaksanaan program pengembangan aparatur pemerintah juga
dilakukan dengan cara lain yakni: promosi, mutasi, penilaian prestasi dengan konsep reward and punishment
Program pengembangan Sumber Daya Aparatur Publik sesungguhnya juga dapat dilakukan melalui
program mutasi, promosi, demosi dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk program-program ini terkesan tertutup,
hanya pihak-pihak tertentu saja yang mengetahui secara persis yaitu Baperjakat (badan pertimbangan jabatan
dan kepangkatan). Kesan tertutup ini dikarenakan sifat rahasia dari penilaian yang dilakukan oleh pihak yang
berwenang terhadap pegawai yang dinilai kelayakan atau ketidaklayakan seseorang mend uduki suatu jabatan
strategis. Pada dasarnya program pengembangan sumber daya aparatur publik ini adalah program yang rutin
dilakukan setiap tahunnya. Namun demikian dampak dari pelaksanaan program ini tidak banyak merubah kinerja
organisasi publik secara dramatis.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu ada program khusus yang diselenggarakan oleh
pemerintah dalam rangka mendapatkan pimpinanpimpinan unit kerja yang mampu menjadi motivator bag
bawahannya, inovatif dan kreatif serta mampu beker la secara profesional dapat menjadi tauladan bag
bawahannya. Dengan demikian, maka faktor pimpinan dan kepemimpinan dalam organisasi publik masih menjadi
faktor dominan dalam menentukan kinerja organisasi publik. Apalagi proses penilaian pegawai melalui DP3
memberikan otoritas kepada pimpinan langsung dari seorang bawahan untuk menilai layak atau tidaknya
bawahan yang bersangkutan mendapatkan penghargaan dari kerjanya selama ini. Karena itu tidak
mengherankan jika bawahan mengambil sikap diam dan taat tanpa reserve kepada atasannya langsung tersebut
sehingga bawahan akan mengikuti saja apa yang dikehendaki oleh pimpinan. Hal ini tentu menjadi kotradiksi
dengan semangat membangun dan memberdayakan pegawai negeri untuk dapat memberikan pelayanan publik
yang prima (exellent service).
4. Hasil Pelaksanaan dan Dampak Program Pengembangan Suber Daya Aparatur oleh
Pemerintah Kota Bandar Lampung
Organisasi Pemerintah adalah organisasi yang besar dan kompleks, baik dari sisi tugas dan tanggung
jawab maupun karakter sumber daya aparatur yang dibutuhkan. Oleh karena itu banyaknya program-program
pengembangan sumber daya aparatur sesungguhnya menjadi konsekuensi dari kompleksitas tersebut. Sebab
untuk melaksanakan banyak tugas dan karakter tugas yang berbeda tidak mungkin dilaksanakan dengan
memberikan satu atau beberapa jenis pengembangan untuk semua jenis tugas tersebut. Hanya saja yang
penting untuk diperhatikan adalah bahwa program tersebut sesungguhnya memiliki tujuan-tujuan tertentu yang
harus dapat dicapai.
Dari hasil penelitian terhadap program pengembangan sumber daya aparatur yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Bandar Lampung, maka dapat dikatakan bahwa para pegawai umumnya lebih senang dan
merasa diuntungkan jika mendapatkan pogram pengembangan sumber daya aparatur berupa diklat fungsional
dan tugas belajar, dengan catatan bahwa tidak ada pengaruh yang luar biasa jika mereka tidak mengikuti diklat
struktural dalam arti diklat struktural tidak menjadi satu-satunya syarat untuk dapat menduduki jabatan struktural.
Namun jika mengamati pernyataan para informan di atas, mereka sesungguhnya bukan tidak senang dengan
diklat struktural, hanya saja mereka merasa diklat itu tidak ada gunanya jika tidak ada sikap sikap terbuka dan
profesional dari para atasannya.
5. Kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Pengembanga
Sumber Daya Aparatur
Hambatan atau kendala adalah hal umum yang ada pada setiap pelaksanaan suatu kegiatan. Begitu pula
dalam pelaksanaan program pengembangan sumber daya aparatur publik di kota Bandar Lampung. Kendala -
kendala ini umumnya bersifat teknis yaitu: keterbatasan alokasi anggaran, waktu, ijin atasan, dan persyaratan
formal yang harus dipenuhi oleh pegawai.
Kendala atau hambatan muncul setelah program pengembangan pegawai ini selesai dilaksanakan.
ldealnya, setelah para pegawai menerima pendidikan dan pelatihan dapat memberikan kontribusi positif terhadap
kinerja organisasi karena adanya inspirasi-inspirasi tertentu yang dimiliki oleh pegawai yang didapatkan selama
mereka mengikuti pelatihan. Pada kenyataannya hal ini tidak terjadi. Hambatan atau kendala utama, pada
umumnya justru terletak pada pimpinan instansi masing-masing yang seharusnya bertugas memberikan motivasi
bagi pegawainya.
Dari berbagai kendala baik yang teknis maupun nonteknis tersebut, yang dirasakan sangat berat adalah
kendala yang datang dari atasannya sendiri. Padahal seorang atasan idealnya adalah memberikan motivasi,
merangsang inovasi dan kreasi bawahan serta membuka peluang partisipasi bagi bawahannya untuk turut aktif
mengambil keputusan-keputusan strategis di unit kerjanya. Hal ini akan dapat menimbulkan sense of belonging
dari pegawai terhadap keputusan intansi sehingga mereka akan merasa bertanggung jawab atas sukses atau
gagalnya pelaksanaan keputusan dimaksud.
1. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan dan analisis yang telah dibahas pada bagian
terdahulu maka ada beberapa kesimpulan dari penelitian ini yang diajukan penulis:
1) Program-program pengembangan sumber daya manusia yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Kota Bandar Lampung, melalui Badan Kepegawaian Daerah hanya menjadi instrumen pelaksananya saja
dengan menyediakan: tempat. waktu, peserta dan pemateri serta pendanannya yang dalam hal ini bekerja
sama dengan Baca Diklat Daerah Propinsi Lampung. Program-prog -apengembangan Sumber Daya Aparatur
ini lain adalah: (a) Pendidikan dan Pelatihan, yang terdiri dari Diklat Struktural dan Diknal Fungsional/ Teknis,
(b) Tugas Belajar bagi PNS, (c) Promosi, Mutasi Demosi dan lain-lain.
2) Program pengembangan Sumber Daya Aparatur yang dinilai efektif adalah diklat teknis dan pemberian
togas belajar. Hal ini jika dikaitkan dengan kompetensi pegawai. Namun jika dikaitkan dengan
pengembangan karier maka pegawai akan mendahulukan program promosi dan diklat-diklat struktural.
3) Kendala umum yang dihadapi dalam penyelenggaraan pengembangan sumber daya aparatur ini adalah
kendala yang bersifat teknis: waktu, alokasi biaya dan persyaratan administratif yang harus dipenuhi calon
peserta. Kendala yang bersifat non teknis justru ditemui setelah program pengembangan selesai dan peserta
akan mengimplementasikan di unit kerja masing-masing.
2. Saran
Dari kesimpulan di atas maka direkomendasikan beberapa saran-saran yaitu:
2) Program-program pengembangan sumber daya aparatur yang dapat menunjang pelayanan publik
umumnya program-program yang berkaitan dengan kompetensi teknis dari aparatur publik. Program
diklatteknis ini hendaknya benar-benar berasal dan dibutuhkan oleh unit kerja yang bersangkutan. Jika ada
hambatan teknis seperti jumlah peserta maka hal ini dapat dikoordinasikan dengan daerah lain di sekitar
Bandar Lampung.
3) Untuk mengatasi kendala teknis salah satunya adalah perbaikan sistem perencanaan diklat. Sedangkan
untuk mengatasi kendala nonteknis, yakni terkait dengan sikap pimpinan maka hal ini
harus ada political will dan ketegasan dari para pengambil kebijakan strategis misalnya: walikota, kepala
dings bersama-sama dengan DPRD. Karena itu perlu dikembangkan mekanisme yang paling adil dan tepat
agar tidak merugikan organisasi secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, 1987., Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, PT. Media Sarana Press, Jakarta
Billah, Mutasim, 2002., Kinerja Birokrasi Pemerintahan dalam Pelayanan Publik (Stud/ Evaluasi pada Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Jakarta Se/atan, DKI Jakarta), Thesis, Malang PPS Universitas
Brawijaya
Effendi, Sofian, 1991., Mengembangkan Kapasitas Administrasi Untuk Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta.
Frederickson, George W, 1980, New Public Administration, University of Alabama Press, Alabama, USA
Hardijanto, 2003., Peningkatan Kualitas PNS Dalam Rangka Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance),
Jurnal Good Governance Vol.2 No. 2003, Program Magister LAN, Jakarta
Hasibuan, Melayu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta
Heidjarachman, Ranu, dan Suad Husnan, 1997., Manajemen Personalla, BPFE UGM, Yogyakarta
Islamy, M. lrfan, 1998., Agenda KebOkan Reformasi Administrasi Negara, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Fakultas Ilmu Administrasi, 1 Agustus 1998, Universitas Brawijaya, Malang
Ismani, HP, 2001, Etika Birokrasi; artikel dalam Jurnal Administrasi Negara, edisi September 2001 Volume III
Nomor 1, Malang
Jabra, JG., And Dwivedi, OP., 1989. Public Service Accountability, Kumarian Press, Inc. Conecticut
Ka ho, J. Riwu, 1997. Prospek Otonomi di Negara Republik Indonesia, Raja Gratindo Persada, Jakarta
Keban, Yeremias T.,1999. F'endekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan Kepegawalan, Gunung
Agung, Jakarta
Lembaga Administrasi Negara dan BPKP, 2000. Modul I Sosiallsasi &stem Akuntabilitas Kinega Instansi
Pemerintah (AK/P) Jakarta
Manusia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta Moleong, Lexy J,1994,. Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung
Milles, M. B. & Hubberman, M. A, 1992. Qualitative Data Analisys, Sage Publication Inc. UK
Moenir, AS., 1992., Pendekatan Man USI:a dan Organisasi terhadap Pembinaan Kepegawalan, Gunung Agung,
Jakarta
Notoadmodjo, Soekidjo, 1992. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta
Osborne, David & Peter Plastrik, 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Staregi Menuju Pemerintahan Wirausaha,
Terjemahan Abdul Rosyid dan Ramelan, Seri Manajemen Strategi No. 3, enerbit PPm, Jakarta
Robbins, Stephen P,1996., PerllakuOrganisasi,Konsepkonsep Aplikasl Edisi Bahasa Indonesia, PT. Prenhallindo,
Jakarta
Suryono, Ag us, 2002., Peningkatan Profesionalisme Birokrasi,dalam Jumal Administrasi Negara, edisi 2002
Volume III Nomor 2, FIA Universitas Brawijaya, Malang
Swasto, B, 1996., Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pengaruhnya terhadap Kinerja, BP Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya, Malang
Widodo, Joko, 2001. Good Governance: Telaah Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pad Era Desentralisasi dan
Otonomi Daerah, I nsa n Cendekia, Surabaya.
Winarty, Army, 2003., Pemberdayaan Sumber Daya Aparatur Da/am Rangka Peningkatan Kinerja
OrganisasiPublik, Jurnal Good Governance Vol.2 No. 2003, Jakarta Program Magister LAN
3umal Wacana Publik. 37-42. Juni 2006 ISSN : 1858-2400
ABSTRAK
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik
yang diberikan oleh instansi Pemerintah Kota Metro ?Penelitian in/ bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan sebagai parameter pengukuran terhadap kinerja instansi
pemerintah-pemerintah Kota Metro dalam menjalankan fungsi pelayanan publik. Data yang digunakan dalam
penelitian in/ meliputi data yang diambil secara langsung dari masyarakat (data primer) maupun data yang
dihimpun dari berbagai publikasi resmi (data sekunder). Data primer diambil dari masyarakat secara acak
sederhana (simple random sampling) terhadap warga yang sedang memanfaatkan layanan public oleh instansi
pemerintah. Teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui pemanfaatan questioner. Data yang telah terkumpul
selanjutnya dianalisis dalam bentuk tabulasi yang ditampilkan dalam bentuk table sebagai upaya memperjelas
tingkat kepuasan masyarakat Penilaian masyarakat terhadap layanan yang diberikan Pemda Kota Metro
khususnya 5 layanan, tingkat kepuasan masyarakat telah mencapai diatas 50% sehingga dapat diartikan
masyarakat telah merasa puas, meskipun demikian namun masih ada beberapa keluhan warga yang perlu
menjadi perhatian Pemda Kota Metro. Indicator yang persentase tingkat kepuasan masyarakat cenderung
rendah adalah Responsiveness dan Emphaty.
ABSTRACT
The formulating Problem of this research is "How Is the level of satisfaction of public through the public service
given by institution of the Government of Metro City?" This research aim to know the level of public satisfaction
through the service given as measurement's parameter to institution performance of government of government
Kota Metro in implementing function of public service. Data applied In this research covers data taken directly
from public ( primary data) and data mustered from various opening publications ( secondary data). Primary data
taken away from public at random simple ( simple random sampling) to the member being exploits service public
by institution of government. The data collecting technique is done by using questioner Data which has collected
hereinafter is analyzed In the form of tabulation presented in the form of table as effort clarifies level of
satisfaction of public. Assessment of public to service given local government Metro City especially for the 5
service, level of satisfaction of the public has reached to 50% so that it can be interpreted public has satisfied,
nevertheless but there are still some sighs of member that need to become attention local government Kota
Metro. Indicator which percentage level of satisfaction of public tends to low is Responsiveness and Empathy.
Fungsi utama pemerintahan adalah pengaturan (regulation) dan pelayanan (service) dan fungsi ini
hendaknya di jalankan secara seimbang. Namun yang selama ini terjadi pemerintah lebih menonjolkan fungsi
pengaturannya saja. sehingga aparat birokrasi lebih cenderung sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat.
Akibatnya meritokrasi dan profesionalisme yang menjadi dasar administrasi public juga dikesampingkan demi
loyalitas pada kepentingan penguasa. Untuk itu ketika otonomi daerah diberlakukan dengan didasari nilai-nilai
demokrasi menuju prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) budaya minta dilayani ini haruslah
dirubah menjadi budaya melayani. Masyarakat ditempatkan sebagai warga yang harus dilayani dan bukan
sebagai klien yang nasibnya tergantung pada pemerintah dan birokrasinya.
Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor: 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah sebagai Public Producer dan
Public Provider. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lugs untuk memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat lokal, tentu saja di dalamnya termasuk pemberian pelayanan. Hal ini sejalan dengan salah satu
karakteristik good governance dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan mengutamakan pelayanan
prima kepada masyarakat tanpa diskriminasi. (Mustopodidjaja: 1999). Disamping itu prinsip representative
democracy dimana keterwakilan public local tidak hanya sebatas pada wakil-wakil rakyat di DPRD, tetapi juga
harus merepresentasikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang terwujud dalam kebijakan maupun
program-program pembangunan yang di sediakan pemerintah daerah.
Sungguh pun demikian, tidak dipungkiri bahwasannya ini bukanlaMh hal yang mudah untuk di lakukan
apalagi menyangkut perubahan budaya yang telah mengakar sejak jaman kerajaan, dan dilanjutkan oleh
pemerintah kolonial. Sehingga setelah 6 tahun otonomi daerah secara resmi dilaksanakan yakni mulai Januari
2000 seringkali masih terdengar ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan instansi
pemerintah. Warga masih saja mengeluhkan panjangnya jalur birokrasi, tidak nyamannya pelayanan di rumah
sakit dan rasa was-was ketika di terminal dan masih banyak lagi potret buram birokrasi yang dikeluhkan warga,
termasuk warga Kota Metro, sebagai pengguna Iayanan public yang diberikan Instansi Pemerintah Kota Metro.
Pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat Kota Metro terhadap
pelayanan yang diberikan instansi Pemerintah Kota Metro ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat Kota Metro terhadap pelayanan
yang diberikan instansi Pemerintah Kota Metro sebagai bentuk pengukuran terhadap kinerja pemerintah dalam
menjalankan fungsinya dalam hal pelaksanaan pelayanan public pemerintah.
KAJIAN PUSTAKA
A. Kinerja
Kinerja adalah ukuran kuantitatif maupun kualitatif yang dapat menggambarkan tingkat pencapaian
sasaran dan tujuan organisasi, baik pada tahap perencanaan (ex-ante), pelaksanaan (on-going) maupun setelah
kegiatan selesai (ex post). Sedangkan menurut Bernadin, Kane dan Johnson dalam kajian paradigma (Modul
Diklat Pim Tk . II Angkatan XIII LAN RI 2004) mendefinisikan kinerja sebagai out come hasil kerja keras
organisasi, kepuasan pelanggan serta kontribusinya terhadap perkembangan ekonomi masyarakat. Sepintas
kinerja juga diartikan sebagai perilaku berkarya, berpenampilan atau hasil karya. Oleh karena itu kinerja
merupakan bentuk bangunan multidimensional, sehingga cara pengukurannya sangat bervariasi tergantung
kepada banyaknya factor .
Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk menilai keberhasilan maupun kegagalan
pelaksanaan strategic dalam mencapai tujuan/sasaran organisai dengan memperhatikan input, out Put, outcome,
benefit dan impact. Adapun unsur-unsur kunci pengukuran kinerja adalah : (1) perencanaan tujuan, sasaran dan
stratejik; (2) pengembangan system pengukuran yang relevan; (3) penggunaan informasi; (4) pelaporan hasil
secara formal. Menurut Dwiyanto (2003) evaluasi untuk menilai kinerja pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah secara garis besar dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu pendekatan yang melihat kinerja
pelayanan dari perspektif pemberi Iayanan (birokrasi-Pemerintah Daerah) dan pendekatan yang melihat kinerja
kinerja pelayanan dari perspektif pengguna Iayanan atau public. Kedua pendekatan ini tidaklah dilihat secara
dikotomis, melainkan sebagai rangkaian kesatuan yang sating mempengaruhi.
B. Pelayanan Publik
Pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Dapat
dikatakan pula bahwa pelayanan adalah usaha membantu menyiapkan (mengurus) apa yang di perlukan orang
lain. Dengan demikian pelayanan merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan
penjual (pemberi layanan). Dalam konteks pelayanan public menurut Drs Sampara Lukman (2003) penjual
adalah organisasi pemerintah sedangkan pelanggan terdiri dari pelanggan internal dan pelanggan eksternal.
Pelanggan internal pegawai intansi pemerintah dan para pemimpin intansi pemerintah. Pelanggan eksternal
adalah masyarakat.
Kunci utama keberhasilan pelayanan public terletak pada cars intansi pemerintah memperlakukan
pelanggan eksternal yaitu tercapainya kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama pelayanan. Dimana kepuasan
diartikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang di rasakan dengan
harapannya (S.Lukman : 2003). Menurut Zeithaml, Parasuraman, Berry dalam Forum Inovasi (edisi desember
2003) Kepuasan dapat dilihat dalam indikator-indikator sebagai berikut :
1. Tangible
Yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sarana fisik yang kasat mats, misalnya berupa fasilitas atau sarana
perkantoran, komputerisasi, administrasi, ruang tunggu, tempat informasi.
2. Reliability
Yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.
3. Responsiveness
Yaitu kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepatdan tepat, serta tanggap
terhadap keinginan konsumen.
4. Assurance
Yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam menyakinkan kepercayaan konsumen.
5. Empathy
Yaitu sikap tegas tapi penuh perhatian terhadap konsumen.
Disamping itu ada komponen-komponen pelayanan yang seharusnya dimiliki aparatur pemerintah
sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menpan Nomor 81/1993 dan Surat Edaran Menkowasbangpan
Nomor 56/MK.WASPAN/6/1998 adalah (1) kejelasan; (2) konsistensi; (3) komunikasi; (4) komitmen.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif (Singarimbun dan Effendi: 1981). Penelitian dilakukan pada 5
sektor layanan yang ditentukan secara sengaja oleh peneliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
data yang diambil secara langsung dari masyarakat (data primer) maupun data yang dihimpun dari berbagai
publikasi resmi (data sekunder). Data primer diambil dari masyarakat secara acak sederhana (simple random
sampling) terhadap warga yang sedang memanfaatkan layanan public oleh instansi pemerintah. Teknik
pengumpulan datanya dilakukan melalui pemanfaatan questioner. Data yang telah terkumpul selanjutnya
dianalisis dalam bentuk tabulasi yang ditampilkan dalam bentuk table sebagai upaya memperjelas tingkat
kepuasan masyarakat.
A. Pelayanan Kesehatan
Penilaian kinerja pelayanan kesehatan Pemda Kota Metro dilakukan terhadap instansi pemberi
pelayanan kesehatan yaitu puskesmas, RSU. Ahmad Yani dan Apotek. Tingkat kepuasan pengguna pelayanan
kesehatan di Kota Metro nampak pada tabel 1 berikut :
Tingkat kepuasan masyarakat cenderung rendah dari 5 indikator hanya 1 indikator tingkat kepuasan
masyarakat lebih dari 50%. lndikator Reliabilty tingkat kepuasan mencapai 40%, ketidakpuasan warga terletak
pada rendahnya kehandalan pengobatan darurat sedangkan pada responsiveness hanya 48% saja tingkat
kepuasan masyarakat, dimana warga mengeluhkan lamban nya pelayanan yang diberikan. Untuk Indikator
Assurance tingkat kepuasan yang terendah dimana hanya mencapai 38%, ketidakpuasan warga tertinggi terletak
pada kekurang ramahan dokter, tenaga medis dan petugas administras1 Sedangkan indicator emphaty tingkat
kepuasan hanya mencapai 48% dikeluhkan warga dengan ketidaktegasan dokter dalam mendiagnosa hal ini
dikarenakan seringnya terjadi salah diaqnosa
B. Pelayanan Terminal
Penilaian kinerja pelayanan transportasi Pemda Kota Metro dilakukan pada pelayanan terminal baik
terminal induk 16C maupun terminal kota sebagai salah satu instansi (UPTD) pemberi pelayanan transportasi.
Tingkat kepuasan pengguna pelayanan terminal di Kota Metro nampak pada table 2. berikut :
Tabel 2. Penilaian Kinerja Pelayanan Terminal
Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan terminal cenderung tinggi dari 5 indikator ada 4
indikator tingkat kepuasan masyarakat lebih dari dan sama dengan 50%. Indikator Tangible tingkat kepuasan
mencapai 50 % warga mengeluhkan kenyamanan suasana terminal dan jumlah petugas pengatur terminal
Indikator Reliability tingkat kepuasan mencapai 42%, ketidakpuasan warga terletak pada kurangnya informasi
(Kurangnya pemberitahuan) keberangkatan dan kedatangan angkutan umum. Sedangkan pada responsiveness
tingkat kepuasan masyarakat mencapai 72%, dimana warga merasa puas atas kecepatan pelayanan yang di
berikan petugas. Untuk Indikator Assurance masyarakat manilai petugas pengatur terminal telah memiliki
kemampuan yang memadai sehingga tingkat kepuasan yang mencapai 76%. Sedangkan indicator emphaty,
tingkat kepuasan warga juga memiliki nilai yang cukup yaitu mencapai 54%, namun warga masih mengeluhkan
kurang tegasnya petugas menindak penumpang dan pengemudi yang membandel sehingga muncul terminal
bayangan dan tidak berfungsinya terminal Tejo Agung sebagai terminal bongkar muat.
C. Pelayanan Terminal
Penilaian kinerja pelayanan kebersihan termasuk didalammnya pengelolaan sampah yang dilakukan
Pemda Kota Metro. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kebersihan nampak pada tabel berikut :
Tingkat kepuasan masyarakat cenderung tinggi dari 5 indikator hanya 1 indikator tingkat kepuasan
masyarakat kurang dari 50%. Indikator Tangible tingkat kepuasan mencapai 68%, warga merasa puas karena
keberadaan TPA Sampah tidak mengganggu kenyamanan. lndikator Reliability tingkat kepuasan mencapai 76%,
Dinas Tata Kota sebagai instansi penyelenggara pelayanan kebersihan dinilai warga handal sehingga Kota Metro
memperoleh Adipura sedangkan pada responsiveness hanya 48% saja tingkat kepuasan masyarakat, dimana
warga mengeluhkan keterlambatan mobil sampah mengambil sampah di rumah penduduk. Untuk lndikator
Assurance tingkat kepuasan mencapai 76%, kepuasan warga terletak pada sikap petugas kebersihan yang tidak
pernah meminta tip. Sedangkan indicator emphaty tingkat kepuasan mencapai 66%, warga merasa puas atas
gerakan jumat bersih yang dilakukan Walikota Metro.
Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dasar cenderung tinggi dari 5 indikator
ada 4 indikator yang mencapai lebih dari 50%. Indikator Tangible tingkat kepuasan mencapai 40%, warga merasa
belum puas terhadap fasilitas pendidikan yang ada. Indikator Rebbi4ktingkat kepuasan mencapai 80%,
Masyarakat puas alas prestasi yang &alb para siswa dan siswi sedangkan pada responsiveness tingkat
kepuasan masyarakat mencapai 52%, dimana warga masih mengeluhkan kurangnya saran untuk menampung
keluhan siswa. Untuk Indikator Assurance tingkat kepuasan mencapai 78%, kepuasan warga terletak pada sikap
guru yang tidak pernah meminta hadiah/sumbangan orang tua murid Sedangkan indicator empthy tingkat
kepuasan mencapai 66%, warga merasa puas atas upaya pemberian beasiswa bag/ murid yang teak mampu.
Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pembuatan KTP cenderung tinggi dari 5 indikator ada
3 indikator yang mencapai lebih dari 50%. Indikator Tangible tingkat kepuasan mencapai 86%, warga merasa
puas terhadap kenyamanan suasana kantor kelurahan dan kecamatan. Indikator Reliability tingkat kepuasan
mencapai 84%, Masyarakat puas alas kemudahan memperoleh informasi sedangkan pada responsiveness
tingkat kepuasan masyarakat mencapai 44%, dimana warga masih mengeluhkan lamanya waktu pembuatan
KTP . Untuk Indikator Assurance tingkat kepuasan mencapai 74%, kepuasan warga terletak pada sikap petugas
yang tidak pernah meminta tip. Sedangkan indicator emphaty tingkat kepuasan mencapai 48%, warga merasa
direpotkan atas ,prosedur pembuatan KTP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kinerja pelayanan Pemerintah dan kepuasan masyarakat di Kota
Metro dapat ditarik kesimpulan :
1. Total tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan dari masing-masing indicator nampak
pada Tabel 6 berikut :
2. Dari pembahasan terlihat bahwa penilaian masyarakatterhadap layanan yang diberikan Pemda Kota
Metro khususnya 5 layanan diatas tingkat kepuasan masyarakat telah mencapai diatas 50% sehingga dapat
diartikan masyarakat telah merasa puas, meskipun demikian namun masih ada beberapa keluhan warga yang
perlu menjadi perhatian Pemda Kota Metro.
3. Dari table.6 diatas nampak bahwa tingkat kepuasan masyarakat paling rendah terhadap pelayanan
kesehatan yakni dari 5 Indikator hanya 1 indikator saja tingkat kepuasan masyarakat lebih dari 50%.
Sedangkan tingkat kepuasan masyarakat tertinggi terhadap pelayanan kebersihan yaitu dari 5 Indikator ada 4
indikator tingkat kepuasan masyarakat lebih dari 50%.
4. Indicator yang persentase tingkat kepuasan masyarakat cenderung rendah adalah
Responsiveness dan Emphaty, dengan demikian rendahnya kinerja pelayanan pemerintah Kota Metro
disebabkan ketidaksiapan sumberdaya manusia, kelembagaan dan belum kondusifnya system yang berjalan
baik itu secara administrative, budaya dan politik dengan demikian Pemerintah Kota Metro harus terus
melakukan reformasi manajemen pemerintahan daerah dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance.
. .
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto, Agus (Ed).2003. ReformasiTata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat Studi Kependudukan dan
kebijakan UGM. Yogyakarta Forum Inovasi Vol. III No 4 / Desember 2003. UI. Jakarta
Haris, Syamsudin (Ed). 2002. Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilltas Pemerintahan Daerah. AIPI.
Jakarta.
Osbone, David and Peter Plastrik.1996. Banishing Bureaucracy : The Five Strategies For Reinventing
Government. Addison-Wesley Publishing Company. New York
Sampara, Lukman Drs. MA dan Drs Sutopo, MA. 2003. Pelayanan Prima. Lembaga Administrasi Negara RI.
Jakarta.
Soemartono, HR. Lily II-, MSc. 2004. Modul Diklat Pim Tk II Angkatan XIII. LAN RI Jakarta
(Studi tentang Disiplin Kerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah)
ABSTRACT
Tujuan penelitian ini adalah Ingin mengetahui korelasi antara human relation dengan kerja Pegawai Negeri Sipil
pada Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket dan
dokumentasi. Penentuan sample dilakukan terhadap 54 pegawai negeri sipil pada dinas perhubungan Kabupaten
Lampung Tengah. Teknik analisis data digunakan melalui uji statistik korelasi produk moment Hasil penelitian
menunjukkan korelasi antara human relation dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Perhubungan
Kabupaten Lampung Tengah cukup dengan r hitung 0,795> r label 0,220.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the correlation between human relations with Civil Public Servant job at
Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah. Data collecting technique is done through questionnaire and
documentation. Determination of sample is done to 54 civil public servants at on duty communication Kabupaten
Lampung Tengah. Data analytical technique applied through correlation statistic test of product moment. Result of
research shows correlation between human relation with civil public servant job's discipline at Dinas Perhubungan
Kabupaten Lampung Tengah is quite using with calculate r 0,795 > table r 0,220.
Dalam setiap organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi pemerintahan, masalah
kepegawaian merupakan faktor penentu di dalam mencapai tujuan organisasi. Karena manusialah yang menjadi
perencana, pelaku, dan menentukan di dalam pencapaian organisasi. Walaupun di dalam abad modern
tekhnologi telah dapat menggantikan sebagian besar tugas manusia, tetapi faktor manusia sangat menentukan
tercapai atau tidaknya tujuan organisasi.
Kedudukan dan peranan kepegawaian negeri dalam setiap organisasi pemerintah sangat menentukan,
sebab pegawai negeri merupakan tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Namun demikian di dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan yang bermacam-macam banyak mengalami
kesulitan-kesulitan karena masalah pegawai adalah masalah manusia sehingga memerlukan pengaturan dan
pembinaan yang sebaik-baiknya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 pasal 13 dinyatakan bahwa (1) Kebijaksanaan
manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norms, standar, prosedur, formasi, pengangkatan,
pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan gaji, tunjangan, kesejahteraan
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. (2) Kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
Selanjutnya dalam usaha untuk mendapatkan suatu pegawai yang baik perlu adanya kelompok
pembinaan dari berbagai unsur seperti ; Pimpinan, organisasi, keuangan, moral dan yang lebih penting adalah
pembinaan pegawai negeri tersebut menjadi tugas dari pada setiap pemimpin unit organisasi yang bersangkutan.
Pentingnya pembinaan pegawai dalam suatu organisasi pemerintah adalah untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan secara keseluruhan. Aspek organisasi dalam rangka mencapai tujuan dengan aspek manajemen
kepegawaian adalah mengenai lowongan jabatan untuk petugas pelaksana yang dibebani tugas kearah
pencapaian misi dari pada organisasi.
Oleh karena itu manajemen kepegawaian yang mempunyai tugas pokok bagaimana usaha yang harus
dilakukan untuk mendapatkan, dan memelihara, serta membina pegawai kearah suatu kapabilitas dalam suasana
kerja yang menyenangkan dengan syarat kerja yang memuaskan. Sedangkan tugas lainnya adalah bagaimana
dapat memanfaatkan pegawai secara efesien untuk menjamin agar proses pencapain tujuan tersebut berjalan
secara efektif dan efesien.
Oleh karena itu segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pencapaian tujuan perlu
direncanakan. Kemudian di dalam kerja sama antar manusia di dalam usaha pencapaian tujuan perlu diadakan
peraturan dan penyelenggaraan dalam hal pembinaan tugas, wewenang, tanggung jawab, pemberian motivasi,
human relation yang dilakukan oleh pimpinan sangat penting dalam upaya meningkatkan disiplin, kreativitas,
hadir tepat waktunya, mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan, melaksanakan tugas
dengan baik dan mempunyai pengaruh antara pegawai dengan pegawai serta mempunyai pengaruh yang baik
dengan pimpinan sehingga tercapai suatu prestasi kerja yang optimal. Berdasarkan pengamatan sementara pada
Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah, dapat dikatakan bahwa disiplin kerja pegawai belumlah
optimal. Hal ini dapat dilihat dari daftar kehadiran pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perlu dirumuskan masalah penelitian
"Bagaimana korelasi hubungan antar manusia (human relation) dengan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil pada
Dinas Perhuhubungan Kabupaten Lampung Tengah".
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui korelasi hubungan antar manusia (human relation)
dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Siagian (1985 : 92 - 95) prinsip-prinsip human relation adalah sebagai berikut : (1) Harus ada
sinkronisasi antara tujuan organisasi dengan tujuan individu. Dapat dikatakan bahwa setiap manusia mempunyai
kemampuan yang sangat terbatas, baik karena keterbatasan fisik maupun biologis. Karena keterbatasan itu tidak
mampu untuk memuaskan semua kebutuhannya dengan efesien dan ekonomis tanpa bekerja sama dengan
orang lain; (2) Suasana kerja yang menyenangkan Hal ini terdiri dari empat hal yaitu 1) pekerjaan yang menarik,
penuh tantangan dan tidak rutin. 2) Hubungan kerja yang intim. 3) Hubungan kerja dengan lingkungan kerja yang
membangkitkan kegairahan kerja misalnya penerangan lampu yang cukup. 4) Hubungan prilaku yang adil; (3)
Informalitas yang wajar dalam hubungan kerja Merupakan suatu organisasi yang baik adalah suatu organisasi
yang dipimpin secara demokratis, sifat keterbukaan dari demokratis menyebabkan hubungan kerja yang
maksimal; (4) Manusia bawahan bukan mesin; (5) Artinya berbeda dari uang mesin, metode matrial dan alat
produksi yang lain, manusia ingin dilakukan secara terhormat, kepribadian yang diakui, keinginan yang dipenuhi.
Untuk itu pengertian penghargaan merupakan hal yang terpenting dalam menentukan pelaksanaan kerja (6)
Kembangkan kemampuan bawahan sampai maksimal; (7) Dalam setiap organisasi bahwa orang yang berada di
dalamnya haruslah diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kapasitas mentalnya,
melalui pendidikan dan latihan. Untuk menerapkan prinsip ini sebaiknya adalah tugas pimpinan untuk mengetahui
bakat bawahan; (8) Pekerjaan yang menarik dan penuh tantangan Seorang yang sungguh -sungguh bekerja akan
tidak menyenangi pekerjaan yang sifatnya rutin, pekerjaan yang demikian akan menyebabkan kebosanan, hal ini
akan menyebabkan kerugian dalam organisasi.
Mencermati dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa prinsip dalam human relation adalah perlu
adanya kerja sama yang baik antara organisasi di satu sisi dengan anggota di sisi yang lainnya, dimana
organisasi dapat dikatakan adalah para pengelolanya sedangkan anggotanya disini adalah para pegawainya atau
para karyawan. Dimana kerja sama yang baik tersebut dapat terlaksana jika dilaksanakan dengan berpedoman
pada prinsip-prinsip di atas.
Mencermati dari kriteria yang disebutkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam penerapan human
relation sangat diperlukan adanya loyalitas yang tinggi dari para anggotanya, baik itu ditingkat pimpinan maupun
para bawahan. Pimpinan menurut Malayu Hasibuan (1995 : 42) adalah : Seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai
tujuan. Jadi pimpinan itu harus mempunyai bawahan, harus membagi.
Sedangkan menurut Terry dalam Hasibuan (1995 : 207) sifat-sifat atau kualifikasi-kualifikasi pimpinan
adalah sebagai berikut : (1) Energi, artinya mempunyai kekuatan mental dan fisik, (2) Stabilisasi emosi, artinya
seorang pemimpin tidak boleh cepat marah, dia harus dapat menahan emosinya, boleh marah tetapi pikiran tetap
tenang dan percaya dih, (3) Human relationship, artinya pemimpin harus banyak mengetahui tentang hubungan
manusia, perilaku manusia, sifat manusia, dan kebutuhan manusia, (4) Personal motivation, artinya dapat
memotivasi diri sendiri, memotivasi orang lain, dan berkemauan keras untuk menjadi pemimpin.(5)
Communication skills, artinya mempunyai kecakapan dalam berkomunikasi yang jelas, baik lisan maupun tulisan,
(6) Teaching skills, artinya cakap untuk mendidik, membimbing, mengajar, memberi petunjuk, membina, dan
mengembangkan bawahannya. (7) Social skills, artinya mempunyai pergaulan yang luas, suka menolong,
pemurah, peramah, dan senang melihat bawahannya maju, serta dapat menghargai pendirian orang lain, (8)
Technical competent, artinya kemampuan tehnik, kecakapan menganalisis, perencanaan, pengorganisasian,
pendelegasian wewenang, dan tangkas dalam mengambil keputusan.
3. Disiplin Kerja
Nitisemito (1982 : 199) mengemukakan yang dimaksud dengan disiplin kerja adalah suatu sikap, tingkah
laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Tujuan dari
pembinaan disiplin kerja menurut Satrohadiwiryo (2002: 292) adalah sebagai berikut : (1) agar pegawai menepati
peraturan dan melaksanakan perintah manajemen, (2) dapat melaksanakan pekerjaan
Daud Husni dan Tri Widodo : Korelasi Human Relation dengan Disiplin Kerja Pegawai
serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum sesuai bidang pekerjaannya, (3) dapat menggunakan dan
memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa dengan sebaik-baiknya, (4) dapat bertindak dan berperilaku
sesuai dengan norma-norma yang berlaku, (5) pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
Faktor-faktor yang dapat menunjang disiplin kerja menurut Nitisemito (1982 : 207) adalah sebagai berikut
(1) Teladan Pemimpin. Keteladanan pemimpin dapat dikembangkan dengan cara kepemimpinan yang dapat
dijadikan panutan/teladan bagi para bawahan.Atau yang biasa dikenal dengan Ing Ngarso Suntulodo, Ing Madyo
Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, (2) Kesejahteraan. Kesejahteraan yang baik , akan membuat pegawai
merasa tenang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. (3)Ancaman.Ancaman yang diberikan berupa peraturan
yang mendidik akan membuat para pegawai lebih disiplin.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh James Menzies Black (1984 : 174) yang
mengatakan bahwa faktor-faktor yang menunjang disiplin kerja adalah (1)Hubungan yang baik antara pemimpin
dengan pegawainya; (2) Kepentingan yang diletakkan pegawai atas pekerjaannya; (3) Minat dan kemampuan
pegawai; (4) Kegairahan kerja; (5)Kepemimpinan yang diterima oleh pegawai; (6)Moral dan sikap kelompok kerja;
(7) Perasaan pegawai bahwa usahanya diakui dan dihargai; (8) Iklim kerja
Mencermati pendapat di atas, jelaslah bahwa faktor-faktor yang dapat menunjang disiplin kerja pegawai
adalah teladan pemimpin, kesejahteraan, ancaman, ketegasan, tujuan dan kemampuan, hubungan antara atasan
dengan bawahan, moral dan sikap kelompok kerja, perasaran pegawai, dan iklim kerja.
Mencermati pengertian-pengertian di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai neger.
sipil adalah orang yang bekerja pada negara atau aparatur negara yang diangkat dan digaji berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku dan diberikan tugas menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan
dalam rangka usaha dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.
Pegawai negeri sipil menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, memiliki beberapa kewajiban,
antara lain sebagai berikut :
1) Pegawai negeri sipil wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan
Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2) Pegawai negeri sipil wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan
tanggung jawab.
Disamping kewajiban, pegawai negeri sipil menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 juga memiliki
hak-haknya, sebagai berikut :
1) Pegawai negeri sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggungjawabnya. Gaji yang diterima oleh pegawai negeri harus mampu memacu produktivitas dan
menjamin kesejahteraannya. Gaji pegawai negeri yang adil dan layak tersebut ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
1) Pegawai negeri sipil berhak memperoleh perawatan, jika pegawai tersebut ditimpa suatu kecelakaan
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Disamping kewajiban, pegawai negeri sipil menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 juga memiliki
hak-haknya, sebagai berikut :
1) Pegawai negeri sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggungjawabnya. Gaji yang diterima oleh pegawai negeri harus mampu memacu produktivitas dan
menjamin kesejahteraannya. Gaji pegawai negeri yang adil dan layak tersebut ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Adapun tugas dari pegawai negeri sipil menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah sebagai
aparatur negara yang bertugas sebagai a bdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil
dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang undang
Dasar 1945, diperlukan pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara dalam rangka mencapai tujuan nasional
yakni mewujudkan masyarakat madani yang tact hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan
bermoral tinggi.
5. Hipotesis
Sesuai dengan pendapat Arikunto (1981: 63) yang mangatakan bahwa hipotesis adalah :Duggan yang
mungkin benar atau mungkin salah satu palsu. Dia akan ditolak jika salah/palsu jika diterima faktanya
membenarkannya, penolakan dan penerimaan hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian
yang harus diuji kebenarannya melalui riset.
Adapun hipotesis yang penulis rumuskan dalam penelitian ini adalah :
a. Hipotesis alternatif (Ha) adalah tidak ada korelasi antara hubungan antar manusia (human relation)
pimpinan dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung
Tengah.
b. Hipotesis nol (Ho) adalah ada korelasi antara hubungan antar manusia (human relation)pimpinan dengan
disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
METODE PENELITIAN
Di dalam suatu penelitian, menurut Kartono (1980: 200) teknik pengumpulan data yang digunakan dapat
berupa dokumentasi dan angket. Dokumentasi yang diambil adalah dokumen yang relevan dengan focus
penelitian, sedangkan angket disampaikan dan harus dijawab oleh responden yang sudah ditentukan. Untuk
menentukan alternatif jawaban yang dibuat dalam angket, hal ini ditentukan dari beberapa indikator -indikator
variabel. Menurut Singarimbun (1989: 25), Operasionalisasi variabel adalah suatu petunjuk bagaimana suatu
variabel diukur.
1) Human relation adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam
kehidupan. Adapun human relation dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut (1) Hubungan
kerja pegawai; (2) Komunikasi antar pegawai; (3) Komunikasi antara pimpinan dengan bawahan.
2) Disiplin kerja pegawai adalah ketaatan, sikap, kelakuan, ketekunan dan kehormatan yang nampak sesuai
dengan peraturan yang disepakati. Sedangkan disiplin kerja akan diukur dari indikator sebagai berikut (1)
Penyelesaian pekerjaan; (2) Tingkat absensi; (3) Ketaatan melaksanakan tugas; (4) Sangsi yang diperoleh.
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai sampel adalah seluruh pegawai dilingkungan Dinas
Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 54 orang pegawai atau yang disebut dengan sampel
total (sensus). Hal ini sesuai dengan pendapat Usman dan Akbar (2000 : 181) yang menyatakan bahwa
penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut dengan sampel total (sensus). Penggunaan
teknik ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil.
Dalam penelitian ini, untuk dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pengaruh human relation
pimpinan terhadap disiplin kerja pegawai pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah, maka
digunakan tehnik deskriptif. Tehnik deskriptif ini digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskriptifkan
atau menggambarkan data yang telah terkumpul. Sedangkan data yang digunakan adalah fakta-fakta yang ada
dalam pelaksanaannya, dimana bentuk fakta tersebut dida pat dari keterangan yang diperoleh dari sumbernya
yang berasal dari seluruh pegawai yang berada di Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah. Dimana
tahapan dalam analisis data adalah sebagai berikut (1) Mengedit data (2) Melakukan pengkodean data; (3)
Mentabulasi data; (4) Setelah itu barulah data diolah.
Sedangkan untuk menguji hipotesis digunakan rumus sebagai berikut :
t hitung -_________
keterangan : (Usman dan Akbar, 2000 :124-125)
x = rata-rata data yang ada
= rata-rata sekarang
s = simpangan Baku
n = jumlah data sampel
Selain itu untuk data yang berbentuk kuantitatif dianalisa dengan mempergunakan tehnik Korelasi
Product Moment yaitu :
Ex))
rxy __________________________
VEx2 ly2)
keterangan : (Usman dan Akbar, 2000 : 197-202) r = koefisien korelasi
xy
x = variabel bebas (human relation)
y = variabel terikat (disiplin kerja pegawai)
Setelah dilakukan analisa barulah dapatditarik suatu kesimpulan tentang korelasi hubungan atar manusia
(human relation) pimpinan dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten
Lampung Tengah, dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1) Jika r hitung > r tabel, taraf signifikan 95 % dengan sampel yang ada, maka dapatdikatakan bahwa ada
korelasi antara hubungan antar manusia (human relation) pimpinan dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil
pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
2) Jika r hitung < r tabel, taraf signifikan 95 % dengan sampel yang ada, maka dapat dikatakan bahwa tidak
ada korelasi antara hubungan antar manusia (human relation) pemimpin dengan disiplin kerja pegawai negeri
sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tugas dan Fungsi Dinas Perhubungan
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Dijelaskan bahwa Dinas Perhubungan merupakan Unsur
Pelaksana Pemerintah Daerah di Bidang Perhubungan. Dimana Dinas Perhubungan dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab Kepada Bupati.
48
Sebagai Unsur Pelaksana Pemerintah Daerah, maka Dinas Perhubungan mempunyai tugas
melaksanakan urusan Rumah Tangga Daerah dalam bidang perhubungan yang menjadi tanggung jawabnya
meliputi Perhubungan Darat, Pos dan Telekomunikasi, Keselamatan Lalu Lintas dan Tugas Pembentukan yang
diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Propinsi.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, maka Dinas Perhubungan mempunyai tugas yaitu 1)
Menyiapkan perumusan kebijaksanaan teknis; (2) Melaksanakan pembinaan teknis berdasarkan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi; (3) Melaksanakan pembinaan operasional dan
memberikan perizinan dan pelayanan kepada masyarakat.
1. Vlsi Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tersedianya sarana dan
prasarana transportasi yang memadai bagi warganya, mengingat transportasi merupakan urat nadi bagi
pertumbuhan ekonomi daerah. Fungsi, peran, serta masalah yang ditimbulkan oleh sarana dan prasarana
transportasi ini semakin berat seiring dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan penduduk. Selain sektor
transportasi, pengaturan dibidang perhubungan jugs mencakup sub bidang pos dan telekomunikasi yang
mempunyai peran tidak kalah penting dalam menunjang kelancaran komunikasi dan informasi.
Untuk menunjang dan meningkatkan peran sektor perhubungan dan telekomunikasi dalam
mewujudkan tujuan pembangunan daerah, maka Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah akan
berpedoman pada visi sebagai berikut :
"Terwujudnya Dinas Perhubungan yang Profesional dan mampu menciptakan sistem transportasi dan
sistem telekomunikasi yang aman, lancar, terpadu dan terjangkau oleh masyarakat Kabupaten Lampung
Tengah".
Dalam pengolahan data dapat dikelompokkan data-data tentang korelasi antara hubungan antar
manusia (human relation) disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten
Lampung Tengah, data-data tersebut adalah data-data yang dapat menunjang atau membantu.
1) Korelasi antara Hubungan antar Manusia (Human Relation) Pimpinan dengan Disiplin Kerja Pegawai Negeri
Sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah
1
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan uji Product Moment didapat hasil sebagai berikut : r hitung
= 0,795 sebagaimana lampiran, sedangkan rit 8 dapat dilihat pada lampiran, untuk taraf nyata 99 %= 0,307 dan
taraf nyata 95 % = 0,220, sehingga nilai r hitung > nilai rtabei dengan jumlah sampel 54 orang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada korelasi antara human relation pimpinan terhadap disiplin kerja pegawai pada Kantor
Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
Dar) penarikan hasil kuesioner kepada responden, ternyata jawaban yang diberikan rata-rata mencapai
skor yang cukup tinggi, hal ini membuktikan sekaligus menunjukkan bahwa human relation pimpinan adalah
cukup tinggi, sehingga disiplin kerja pegawai pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah juga
cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan dengan menggunakan uji Product Moment didapat hasil
sebagai berikut : rmu. ng= 0,795 sebagaimana lampiran, sedangkan r,ab untuk taraf nyata 99 % = 0,307 dan taraf
nyata 958/0= 0,220, sehingga nilai rh.g> nilai r,abel dengan jumlah sampel 54 orang.
Hal tersebut di atas, dapat dilihat pada jawaban responden tentang human relation dengan indikator -
indikator sebagai berikut pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1.
Jawaban Responden tentang Human Relation
No. Indikator Sangahat (4endah Cukuplinggi Sa.ringng: Total
1 Hubungan kega 44 10 54
2 Komurikasi pegawai 54 54
3 Komurikasi pegawai I 54 -
dengan atasan I 54
Berdasarkan data di atas, maka dapat diketengahkan bahwa :
1) Hubungan kerja pegawai
Hubungan kerja pegawai menurut responden yaitu sebagian besar responden menjawab hubungan kerja
sesama rekan pegawai di Kantor adalah baik yakni 49 orang atau 90.74 %, dan yang menjawab sangat baik
sebanyak 5 orang atau 9,26 %. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan kerja pegawai adalah
baik .
2) Komunikasi pegawai
Komunikasi pegawai menurut responden yaitu seluruh responden menjawab melalui tatap muka langsung
sebanyak 54 orang atau 100%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi pegawai di Kantor
Dinas Perhubungan dapat berjalan dengan baik .
. . . . . . . ... . . ,
3) Komunikasi antara pimpinan dengan bawahan Komunikasi antara pimpinan dengan bawahan menurut
responden yaitu seluruh responden menjawab baik dan harmonis yakni 54 orang atau 100%. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi antara pimpinan dengan bawahan adalah baik dan harmonis.
Sedangkan jawaban responden tentang disiplin kerja pegawai dengan indikator-indikator sebagai berikut
pada tabel 2 :
Tabel 2.
Jawaban Responden tentang Disiplin Kerja
Saygat Sangat
No Indicator FL.nctah Wimp TInggi
Rend Tinggi
1 Penyelesaian pekerjaan - - - 49 5 54
2 %Oat absensi 5 24 25 - 54
3Ketaatan melaksanakan
kolas - 10 44 - 54
4 Sangsi yang dpenleh 24 15 15 - 54
Berdasarkan data di atas, maka dapatdikatakan
bahwa :
1) Penyelesaian pekerjaan
Penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pegawai menurut jawaban respoden adalah mereka
memberikan laporan kepada atasan sebanyak 49 orang atau 90,74 %, dan 5 orang atau 9,26 % menjawab
selalu memberikan laporan kepada atasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyelesaian
pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai adalah baik , hal ini dikarenakan mereka memberikan laporan
kepada atasan atas pekerjaan yang menjadi tugas mereka.
2) Tingkat absensi
Tingkat absensi para pegawai di Kantor Dinas Perhubungan adalah yang menjawab baik sebanyak 25
orang atau 46,30 `)/0, yang menjawab cukup baik sebanyak 24 orang atau 44,44 %, dan yang menjawab
kurang baik sebanyak 5 orang atau 9,26 %. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa tingkat absensi di
Kantor Dinas Perhubungan adalah cukup baik .
2) Ketaatan melaksanakan pekerjaan
Ketaatan melaksanakan pekerjaan oleh para pegawai di Kantor Dinas Perhubungan adalah 44
VASAilkh.------------- 49
orang atau 81,48 % menjawab menyenangi pekerjaan, dan 10 orang menjawab cukup menyenangi
pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketaatan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
adalah baik, hal ini dikarenakan mereka dalam menghindari kebosanan dalam melaksanakan pekerjaan
dengan cara menyenangi pekerjaan tersebut.
3) Sangsi yang diperoleh
Sangsi yang diperoleh para pegawai Kantor Dinas Perhubungan adalah 24 orang atau 44,44 /0 menjawab
tidak tegas, 15 orang atau 27,78 `)/0 menjawab kurang tegas, dan 15 orang atau 27,78
menjawab cukup tegas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangsi yang diperoleh oleh para
pegawai adalah kurang tegas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korelasi antara hubungan antar manusia (human relafron)
dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah dapat
dilihat pada tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3.
Korelasi antara Human Relation dengan Disiplin Kerja Pegawai
pin Kola Ripki
113. Huren Radion PEneah Sang gro Total
Padsh C1/44) 11144Tin g)
1 Snit TOO - - 69 69
2 lingl - 116 - 116
3 C44 _____________________49 - - 49
4 Renit 20 23
5 Sagt Renth -
Jun* - 23 43 116 69 254
Berdasarkan data di atas, maka dapat dikatakan bahwa korelasi antara human relation dengan disiplin
kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Lampung Tengah adalah tinggi. Hal ini dikarenakan
bahwa nilai dari kategori tinggi yaitu 116, sangat tinggi yaitu 69, cukup yaitu 49, dan rendah yaitu 20.
Sehingga dengan tingginya hubungan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ada korelasi antara human
relation dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Lampung Tengah. Hal ini
diperkuat dengan perhitungan dengan menggunakan uji Product Moment didapat hasil r hnu. = 0,795 yang
mengandung arti hubungan tersebut tinggi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada korelasi antara variabel
X dan variabel Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara human relation dengan disiplin kerja
pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
50 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan dalam bab terdahulu, maka dapat penulis
kemukakan kesimpulan yaitu :
1) Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji Produck Moment didapat hasil bahwa ada korelasi
yang signifikan antara variabel bebas (X) yaitu human relation pimpinan dan variabel tak bebas (Y) yaitu
disiplin kerja pegawai negeri sipil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada korelasi antara human
relation pimpinan dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten
Lampung Tengah, sehingga dengan adanya korelasi tersebut, maka terlihat jelas peranan human relation
pimpinan dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai yang berada dilingkungan Kantor Dinas Perhubungan
Kabupaten Lampung Tengah.
2) Hipotesis nol (Ho) yang diajukan dapat diterima, atau dengan kata lain ada korelasi antara human
relation pimpinan dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten
Lampung Tengah.
3) Dengan demikian tujuan dari penelitian ini dapat terjawab yaitu ada korelasi antara human relation pimpinan
dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
2. Saran-saran.
Mencermati dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai
berikut :
1) Untuk dapat mempertahankan bahkan meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai pada Kantor Dinas
Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah, maka disarankan kepada Kepala Dinas selaku pimpinan agar
selalu menjaga hubungan kerja yang profesional dengan para pegawai, melakukan komunikasi yang baik
dengan para pegawai, dan juga membina komunikasi yang baik antar para pegawai yang ada di Kantor
Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Tengah.
2) Untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan disiplin kerja pegawai, maka disarankan
kepada Kepala Dinas selaku pimpinan, agar selalu memberikan reward dan punish kepada para
pegawai dalam rangka menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, memperhatikan tingkat
absensi pegawai, memperhatikan ketaatan para pegawai dalam melaksanakan tugas yang menjadi
tangggung jawabnya, dan memberikan sangsi jika mereka melakukan kesalahan, serta memberikan pujian
jika mereka melaksanakan tugas dengan efektif dan efesien.
DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang, 1998. Administrasi Perkantoran Modern, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hasibuan, Melayu, 1995. Manajemen: Dasar, Pengetian
dan Masalah, Gunung Agung, Jakarta Nainggolan, H.,1982. Pembinaan Pegawal Negeri SOIL,
PT Inerta, Jakarta.
Nazir, Moh., 2003. Metode Penelitian, Ghalian Indonesia, Jakarta.
Nitisemito, Alex, S.,1992. Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Siagian, Sondang., 1985. FilsafatAdministras4 Gunung Agung, Jakarta.
Singarimbun, Masri, 1989. Metodologi Penegan Survey, LP3ES, Jakarta.
Soekarno, K.,1994. Dasar-dasar Manajemen, Miswar, Jakarta,
Sugiyono, 2002. Metode Penelitlan AdmInistrasi, Alfa Beta, Bandung.
Undang-undang Nomor: 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor: 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawa/an, BP
Cipta Jaya, Jakarta.
Wijaya, Alwi, 1996, Administrasi Kepegawaian, Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.
lurnal Wacana Publik, 53-60, hint 2006
TRANSPARANSI PELAKSANAAN REKRUITMEN CPNSD
KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2005
Novita Tresiana
Dosen Ilmu Administrasi Publik FISIP UNILA
ABSTRAK
Panelitian ini merumuskan permasalahan Bagaimanakah Transparansi Rekruitmen dan Seleksi CPNSD
PemerintalKota Bandar Lampung? Permasalahan berangkat dari banyaknya kebOkan-kebOkan di bidang
kepegawalan yang kurang terarah. Akibatnya, ketiadaan visi pengelolaan kepegawaian yang jelas telah
menyesatkan pola-pola yang dikembangkan dalam rekrutmen dan seleksi. Disisi lain amanah good governance.
menuntut keterlibatan masyarakat responsivitas, apalagi transparansi menjadi penting untuk diberdayakan dan
ditumbuhkembangkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Job analysis yang o'llakukan o/eh Pemerintah Kota
Bandar Lampung belum didasarkan pada pertimbangan ratio antara beban kelp dan jumlah pegawai dengan
kondisi dan karakter nil kebutuhan masyarakat tetapi ditafsirkan atas dasar kebutuhan organisasi Disamping itu
kebijakan kepegawaian belum menjadi nafas implementatif tetapi bare sebatas tataran normatil-simbolik.
Sedangkan penentuan Formasi, Proses Seleksi dan Rekrutmen CPNSD di lingkungan Pemerintah Kota Bandar
Lampung Tabun Anggaran 2005 juga belum transparan.
Kata Kunci: Transparansi, Rekruitmen
ABSTRACT
The formulating Problem of this research is How Transparence Recruitment and Selection CPNSD at The
Government Bandar Lampung City?. The Problems start from the many policies in officer area that is less of
direction. As a result, there are no clear management vision of officer and has misled patterns developed in
recruitment and selection. On the other side of trust good governance, claims in of public, responsively, more
than anything else transparency become important for powered and grown up. Result of research of show that
Job analysis done by the Government Bandar Lampung City has not been based on consideration of ratio
between workloads and number of officers with condition and requfrement reel characterof public; but interpreted
based on the requirement of organization. Beside that is the policy of officer has not become breath of the
implemented, but has just limited to level normative - symbolic. While determination of Formation. Selection
Process and Recruitment of CPNSD in the Govemmentof Bandar Lampung City in Budget 2005 also has not
been transparent.
Keyword: Transparency, Recruitment
PENDAHULUAN
Secara kuantitas, jumlah pegawai (PNS) sangatlah besar dan mengalami tingkat pertumbuhan yang
tinggi dari tahun ke-tahun yang dimulai sejak prakemerdekaan. Kenaikan jumlah PNS ini sangat mencolok dalam
beberapa dasawarsa terakhir, dari 515.000 orang pada tahun 1970 menjadi 2 juta orang tahun 1980. PNS
mencapai 3,9 juta orang (termasuk guru/dosen TK hingga Perguruan Tinggi) pada tahun 1990-an, 1,5 juta orang
pada tahun 2000, bahkan terakhir sekitar 4,5 juta orang atau sekitar 2% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sayangnya, jumlah kuantitas yang besar ternyata berbanding terbalik dengan kualitas yang diharapkan. Muncul
permasalahan-permasalahan pegawai, mulai dari: a) besarnya jumlah PNS dengan tingkat pertumbuhan yang
semakin tinggi; b) rendahnya kualitas dan ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki; c) kesalahan penempatan
dan d) ketidakjelasan jalur karier yang harus ditempuh (Sulistiyani, 2004). Beberapa hasil penelitian maupun jejak
pendapat yang dilakukan baik oleh lembaga maupun media bahkan memperkuat gambaran di atas.
Akar penyebab munculnya persoalan pegawai diatas, salah satunya dikarenakan kebijakan-kebijakan di
bidang kepegawaian yang kurang terarah.Akibatnya, ketiadaan visi pengelolaan kepegawaian yang jelas telah
menyesatkan pola-pola yang dikembangkan dalam rekrutmen dan seleksi. Karenanya, melalui Undang Undang
Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah yang direvisi dengan Undang-undang Nomor: 32 Tahun
2004 yang mengisyaratkan diselenggarakannya otonomi daerah yang dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi,
pemberdayaan, partisipasi masyarakat, transparansi, akuntabilitas, pemerataan dan keadilan. Amanah tersebut
menjadi penting dalam rangka mewujudkan good governance, dimana keterlibatan masyarakat, responsivitas,
utamanya lagi transparansi menjadi penting untuk diberdayakan dan ditumbuhkembangkan.
Tahun 2003, Pemerintah Kota Bandar Lampung pun melakukan restrukturisasi unit-unit kelembagaan
berupa penggabungan beberapa instansi yang memiliki fungsi sejenis dan dianggap berkaitan menjadi satu, dan
juga pengembangan/peningkatan status kelembagaan. Tujuannya adalah tentu untuk efisiensi, efektifitas dan
revitalisasi birokrasi. Akan tetapi, suatu hal yang menarik ditengah gencarnya semangat restrukturisasi/
pemangkasan kelembagaan pemerintah dan isu - rasionalisasi PNS di level nasional dan daerah. pada tahun
2004 sampai dengan sekarang, Pemkot Banda Lampung justru melakukan proses rekruitmen dan seleksi
birokrat lokal dengan alasan pengembangan struktur, banyak pegawai yang pensiun dan ketersediaan anggaran
daerah untuk belanja pegawai. Fakta implementasinya kemudian didapati ketidakterbukaan dan kecurangan
dalam proses rekruitmen dan seleksi, bernuansa kolusi, korupsi,nepotisme (KKN), penuh dengan kebohongan
publik dan tidak menjawab apa yang menjadi kebutuhan dan tuntutan publik. Banyak formasi yang ditetapkan
dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan; inkonsistensi antara kuota formasi awal dengan pengumuman hasil
seleksi; adanya kontradiktif pelaksanaan kebijakan pengangkatan tenaga honorer yang ternyata masa kerja dan
umur yang justru sangat muda; Selisih waktu pengumuman seleksi yang cukup lama dengan diterimanya berkas
koreksi dari Universitas Padjajaran yang menimbulkan kecurigaan manipulas data dan lainnya.
Karenanya, didasari semangat reformasi dan otonomi daerah berupa pergeseran paradigma dari
government ke governance, maka penyelenggaraan pemerintahan bukan hanya menjadi tanggungjawab institusi
pemerintah, melainkan juga memberikan kesempatan lebih lugs kepada masyarakat menjadi bagian didalamnya.
Dalam hal ini, peneliti akan mengkaji, apakah penyelenggaraan rekruitmen dan seleksi CPNSD pada tahun 2006,
sudah mengarah pada terciptanya good governance, terutama dilihat dari transparansi pelaksanaannya.
Penelitian ini merumuskan masalah Bagaimanakah Transparansi Rekruitmen dan Seleksi CPNSD
Pemerintah Kota Bandar Lampung?. Tujuannya untuk mendeskripsikan dan menganalisis transparansi
rekruitmen dan seleksi CPNSD. sehingga dapat dilihat arah/kecenderungan, pola, hambatan terhadap objek
telaah.
KAJIAN PUSTAKA
1. Permasalahan Rekruitmen dan Tiadanya Standar Rekruitmen di Lingkungan Birokrasi
Pola rekrutmen yang terjadi di birokrasi Indonesia selama ini tidak berpedoman kepada analisis
kebutuhan. Di lingkungan birokrasi publik belum ada perencanaan kebutuhan pegawai yang matang, kebijakan
rekrutmen bersifat inkremental saja, dengan
AgatAlamagik.-.LIaL
demikian rekrutmen dan tahun ke tahun tidak dapat dikendalikan, berlangsung secara partial. Proses rekrutmen
yang kurang terencana ini dapat menghasilkan para pegawai yang kurang memenuhi standard kualifikasi
minimal. Tidak tersedianya sistem informasi manajemen yang memadai di bidang kepegawaian juga telah
menjadi persoalan di dalam memfasilitasi perencanaan pegawai. Data base yang dimiliki di bidang kepegawaian
belum mampu memberikan informasi secara valid mengenai sistem kepegawaian, berapa jumlah dan kualifikasi
minimal yang dibutuhkan oleh birokrasi pemerintah dari tahun ke tahun. Dengan demikian sangat sulit untuk
menentukan sebuah rekrutmen yang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Pola rekrutmen yang dijalankan
biasanya hanya untuk merespon kebutuhan jangka pendek dengan menyesuaikan besamya anggaran pegawai
yang sudah dipatok APBN. Sangat sulit untuk dapat merancang sebuah kebutuhan pegawai dalam jangka
panjang dan berjalan berkesinambungan. Oleh karena itu akibatnya pegawai yang direkrut, memiliki kualitas
rendah, atau tidak mampu memenuhi kualifikasi minimal; ketidakseimbangan distribusi PNS pada setiap instansi,
karena proses rekrutmen yang partial; jumlah maupun komposisi pegawai masing-masing instansi kurang
proporsional; dan kinerja serta motivasi pegawai yang rendah.
Dewasa ini rekrutmen bukan lagi sekedar upaya pengisian formasi kosong dengan tenaga kerja dengan
kualifikasi minimal yang sesuai. Rekrutmen juga dibebani tanggung jawab untuk mensterilisasi birokrasi dari
segala praktek KKN, baik pada proses penarikannya maupun setelah menduduki posisi tertentu hendaknya juga
tidak terkena polarisasi KKN saat bertugas dan berstatus sebagai PNS. Pada era baru yang menuntut terjadinya
good governance di lingkungan birokrasi ini, rekruitmen diharapkan mampu menarik tenaga kerja yang disamping
memenuhi kualifikasi minimal, juga harus punya tanggungjawab, punya komitmen tinggi terhadap tugas-
tugasnya, jujur dan transparan, akuntabel, mampu berperan aktif (partisipatif) dan lain-lain. Dengan ciri pegawai
seperti ini maka birokrasi menjadi lebih dinamis. Harapan tersebut sebenarnya akan dapat menjadi realita
manakala proses rekrutmen dilakukan secara bersih dan bertanggung jawab, dengan mempergunakan standar
rekrutmen yang jelas. Namun kenyataannya masih terdapat praktek-praktek yang kurang baik dalam proses
rekrutmen yang menjadi
bagian dari permasalahan birokrasi publik, misainya pada aspek standar rekruitmen.
Standar rekrutmen di lingkungan birokras selama ini dapat dikatakan umum artinya persyaratai
yang diberikan kepada pelamar baru tidaklah sulit satin itu ada persyaratan yang dapatdikatakan beratdai
bda< semua orang mampu mencapainya, yaitu bagi sarjana, ada batas nilai atau IPK (Indeks Prestasi
Kumulatif). Hal ini kadang-kadang tidak dapat dipenuhi oleh sejumlah pelamar. Karena tidak semua
mahasiswal sarjana dapat mencapai IPK yang bagus. Sedangkan untuk menduduki posisi-posisi
elit/struktural harus memenuhi syarat formal administratif, yang hanya ditentuan oleh ruang dan
kepangkatan.
Proses rekrutmen yang kurang ditopang oleh kualifikasi yang standard menjadi bersifat
disfungsional, sehingga tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan yang semestinya. Kondisi demikian ini
menyebabkan permasalahan pada penempatan pegawai di lingkungan birokrasi yaitu 'the wrong man in the
place'. Apa yang menjadi tuntutan birokrasi akan kebutuhan pegawai sesungguhnya adalah The fight man in
the tight place' supaya terjadi efisiensi dan efektivitas.
Untuk memenuhi tuntutan 'tepat orang tepat tempat' tersebut diperlukan sebuah proses rekrutmen
yang memperhatikan kebutuhan birokrasi akan tenaga kerja yang sesuai. Dengan pertimbangan ini maka
rekrutmen harus memperhatikan job analysis dan job description yang seharusnya telah ada dan dapat
dijadikan pedoman penarikan pegawai. Hanya sayangnya tidak semua birokrasi pemerintah memiliki uraian
dan analisis pekerjaan terhadap semua jenis pekerjaan yang dikembangkan di kantornya. Padahal
bersumber pada uraian dan analisis pekerjaan inilah akan diketahui peta kebutuhan keahlian dan kecakapan
calon pegawai yang dapat direkrut. Dari uraian dan analisis pekerjaan ini selanjutnya dapat disusun
kompetensi pegawai yang dibutuhkan.
2. Rekruitmen dan Seleksi Pegawai Di Lingkungan Birokrasi
Siagian (1994) mendifinisikan rekrutmen sebagai proses mencari, menemukan, dan menarik para
pelamar untuk dipekerjakan dalam dan oleh suatu organisasi. Sementara Eugene McKenna & Nic Beech
(1995) menilai sebagai proses penarikan sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Dengan
demikian inti dari pengertian ini adalah proses ataupun kegiatan mencari, dan menemukan serta menarik
para
---- - -
' ' '11-tr-t-v-4-44.1notAttamaitNia,z,-;7- 55
pelamar untuk mengisi posisi ataupun jabatan tertentu dalam suatu organisasi baik itu organisasi publik maupun
swasta. Dalam proses penarikan ini bisa pegawai baru maupun pegawai lama yang sudah bekerja pada
organisasi tersebut. Rekrutmen merupakan bagian perencanaan dalam manajemen sumberdaya manusia. Maka
dapat dipahami perannya sangat besar dalam pengembangan manajemen sumberdaya manusia. la memberikan
kontribusi yang sangat penting di dalam mendapatkan sumberdaya manusia yang dibutuhkan oleh lembaga, atau
birokrasi dalam konteks ini, sesuai dengan tuntutan kualifikasi minimal yang dikehendaki. Dengan demikian
proses rekrutmen menjadi bagian penting dalam mencari sumberdaya manusia sehingga kebutuhan pegawai
terpenuhi baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.
Sedangkan maksud dilakukan rekruitmen yaitu, untuk menarik pegawai baru maupun pegawai lama
untuk menduduki posisi ataupun jabatan yang lowong. Hal ini juga bertujuan meningkatkan karier pegawai lama
dan bagi pegawai baru untuk mendapatkan pekerjaan serta dapat menyumbangkan kreativitas, tenaga,
pikiran/Ide, ketrampilan yang dimiliki kepada organisasi tersebut. Sedangkan tujuan lain rekrutmen dilakukan
menurut Cardoso (1995) adalah beraneka ragam alasan, antara lain: (a) Berdirinya organisasi baru; (b) Adanya
perluasan kegiatan organisasi; (c) Terciptanya pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan baru; (d) Adanya
pekerja yang pindah ke organisasi lain; (e) Adanya pekerja yang berhenti, baik dengan hormat maupun tidak
dengan hormat sebagai tindakan punitive; (f) Adanya pekerja yang berhenti karena memasuki usia pensiun; (g).
Dan adanya pekerja yang meninggal dunia.
Beberapa teknik rekruitmen yang umum dilakukan yaitu mulai teknik sentralisasi dan desentralisasi
seperti yang diungkapkan oleh Cardoso (1995). Teknik tersebut dapat dipakai dalam proses rekrutmen dan ini
tergantung dan organisasi seberapa banyak merekrut pegawai yang dibutuhkan. Kedua Teknik ini sebagaimana
dikemukakan Sulistiyani dan Rosidah (2003) sebagai berikut: teknik tersentralisir digunakan apabila suatu
instansi memerlukan pegawai dalam jumlah besar. Sedangkan teknik Rekrutmen yang didesentralisasikan
biasanya digunakan oleh instansiinstansi yang relatif lebih kecil, untuk kebutuhankebutuhan rekrutmen yang
bersifat terbatas dan dalam suatu instansi yang memiliki berbagai tipe pegawai. Rekrutmen semacam ini
dipergunakan untuk posisi-
posisi yang bersifat khusus, misalnya untuk jabatanjabatan profesional, ilmiah, atau administratif untuk
instansi tertentu.
Seleksi merupakan bagian dari tahap akhir proses rekruitmen. Setelah melalui beberapa
persyaratan, maka diputuskan calon yang akan diterima menjadi pegawai dalam organisasi melalui suatu tes
yang menjadi standar dalam organisasi. Eugene (1996) dalam Sulistiyani (2004) melihat teknik seleksi terdiri
dari beberapa macam, yaitu : a) Interview, baik one-to-one interviewataupun interview panel guna
mengetahui karakter seseorang; b) Tes Psikologi. Tes ini terdiri dari tes intelegensia, yang merupakan
kemampuan numerik dan verbal dan tes kepribadian, yang berhubungan dengan kompetensi individu untuk
melakukan pekerjaan: c) Tes Behavioral atau Tes In-Tray, yaitu tes yang berhubungan dengan pekerjaan
guna mengetahui rencana calon pegawai terhadap pekerjaannya; d) Pusat penilaian, melalui penggunaan
beragam metode seleksi untuk mendapatkan pengambilan keputusan yang terbaik. Termasuk dalam metode
ini interview, tes psikomotorik, dan pelatihan individual atau kelompok, seperti memainkan simulasi
tugas/pekerjaan, termasuk juga latihan in-tray; e) Biodata, data berisi nama, umur, pendidikan, alamat,
pengalaman yang merupakan data penting sebagai informasi atau sejarah pribadi calon pegawai yang
direkrut.
Landasan transparansi atau keterbukaan kegiatan pengadaan calon Pegawai Negeri Sipil diatur dengan
Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Dalam pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan Pegawai
Negeri Sipil disebutkan bahwa: (1) lowongan formasi Pegawai Negeri Sipil diumumkan seluas-luasnya oleh Peja-
bat Pembina Kepegawaian: (2) pengumunan dilakukan paling lambat 15 (lima betas) hari sebelum tanggal
penerimaan lamaran; (3) dalam pengumuman dicantumkan: jumlah dan jenis jabatan yang lowong, syarat yang
harus dipenuhi oleh setiap pelamar, alamat dan tempat lamaran ditujukan, serta betas waktu pengajuan lamaran.
Selanjutnya, dalam pasal 8 disebutkan bahwa Peja-bat Pembina Kepegawaian menetapkan dan mengumumkan
pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan.
Paralel dengan hal diatas, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga
Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa pengangkatan tenaga honorer tersebut
dilakukan secara obyektif dan transparan (pasal 7). Dalam penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud dengan
obyektif adalah dilakukan sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam peraturan Perundang-undangan,
sedangkan yang dimaksud dengan transparan adalah dilakukan secara terbuka dan diumumkan melalui media
yang tersedia oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan, sehingga dapat diakses dan diketahui
baik oleh masyarakat daerah tersebut hingga pelosok maupun lintas daerah.
Berkaitan dengan pengadaan calon Pegawai Negeri Sipil dari tenaga honorer, Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 21 tahun 2005 tentang Pengadaan, Pendataan dan Pengolahan Tenaga Honorer
Tahun 2005 mewajibkan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk mengumumkan kepada publik daftar akhirTenaga
Honorer Calon PNS yang ada di daftar tenaga honorer instansi yang bersangkutan melalui media massa cetak,
internet, dan atau menggunakan papan pengumuman. Kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi instansi Pusat,
tetapi jugs berlaku bagi Provinsi, Kabupaten maupun Kota di seluruh wilayah Indonesia. Landasan lain tentang
perlunya mengedepankan prinsip transparansi termuat dalam Keputusan Menteri PAN No. 79/M.Pant7/2005
tentang Tim Koordinasi Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Tingkat Nasional Tahun Anggaran 2005, sayangnya
prinsip transparansi dalam proses pengadaan PNSPNSD itu belum dijabarkan kedalam bentuk yang lebih
operasional.
Dari hasil investigasi peneliti terhadap beberapa dokumen dan media lokal, maka dapat disimpulkan
bahwa penentuan Formasi, Proses Seleksi dan Rekrutmen CPNSD di lingkungan Pemerintah Kota Bandar
Lampung TahunAnggaran 2005 belum transparan sebagaimana ditunjukan data pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4.
Sandaran Kebijakan, Substansi, Fakta dan Interpretasi tentang Transparansi Seleksi dan Rekrutmen CPNSD di
lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2005
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1) Job analysis yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung belum didasarkan pada
pertimbangan rasio antara beban kerja dan jumlah pegawai dengan kondisi dan karakter ril kebutuhan
masyarakat (aspek demografi, geografi, peralatan, dan kondisi keuangan daerah); tetapi ditafsirkan atas
dasar kebutuhan organisasi. Disamping itu kebijakan kepegawaian belum menjadi nafas implementatif, tetapi
baru sebatas tataran normatifsimbolik. Dengan demikian responsivitas Pemerintah Kota Bandar Lampung
belum tampak pada proses seleksi dan rekrutmen CPNSD Tahun Anggaran 2005.
0) Penentuan Formasi, Proses Seleksi dan Rekrutmen CPNSD di lingkungan Pemerintah Kota Bandar
Lampung Tahun Anggaran 2005 belum transparan.
2. Saran
1) Perlunya peninjauan ulang dan reformasi kebijakan kepegawaian negara untuk menghilangkan
inkonsistensi dan substansi yang sating kontradiktif.
2) Diperlukan komitmen yang kuatdari pimpinan untuk menindaklanjuti penyelewengan melalui 'law
enforcement'.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M. Joko., (2006). Partisipasi Publik dalam Manajemen Kepegawalan; Peluang dan Masalahnya. Makalah
Expert Meeting 3 Peng uatan Reformasi Birokrasi melalui Penggalangan Partisipasi Publik Dalam
Pengadaan PNS. Jakarta. 12 Januari 2006, yang diselenggarakan oleh PIRAC (Public Interest Research and
Advocacy Center).
McKenna,Eugene&Nic beech (1996). The Essence of Human resource management, Alih bahasa Totok
(2002.Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Andi offset.
Nur,Arif Ala m&Basirun. (2002). Pelayanan Publik Pemerintah Lokal:Hak dasar Warga Negara Jurnal
PSPK, Edisi April-Juni 2002
Sulistiyani, Ambar teguh dan Rosidah (2003). Manajemen Sumberdaya Manusia:Konsep. Dimensi dan
Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara
Sulistiyani, Ambar teguh (2004). Memahami Good Governance: Dalam perspektif Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta: Gaya Media