Professional Documents
Culture Documents
BLOOM
Konsep Sehat
Kesehatan adalah merupakan suatu pandangan akan kondisi yang fleksibel antara kesehatan
badan jasmani dengan kesehatan mental rohani yang dibedakan dalam sebuah rentang yang selalu
berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat
yang sempurna. Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu,
tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis.
Pengertian konsep sehat menurut WHO adalah merupakan suatu keadaan yang sempurna
baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.Sehingga makna
kesehatan secara umum adalah merupakan keadaan sehat baik dalam hal fisik mental serta
sosial.Maka bila saja ada kekurangan dalam satu hal saja, misal ada gangguan mental, maka
seseorang tidak dapat dikatakan sebagai manusia individu yang sehat. Untuk itulah penting juga
akan arti sehat mental psikologis bagi kita semuanya.
Dewasa ini seseorang dikatakan sehat banyak diartikan dalam kadar dan taraf tingkatan yang
normal atau lazim yang terjadi pada individu yang artinya bahwa individu seseorang tidak
merasakan keluhan atau pun gejala penyakit atau kurang sehat. Adapun sebaliknya keadaan sakit
pada umumnya diartikan suatu keadaan yang tidak normal atau lazim pada diri
seseorang.Contohnya saja bila seseorang mempunyai keluhan pusing yang tidak tertahankan,
panas, dan lain sebagainya.
Pengertian Sehat Sakit
1. Sakit
Definisi sakit adalah merupakan suatu keadaan dari badan atau sebagian dari organ badan
dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.Sakit adalah merupakan ketidak seimbangan dari
kondisi normal tubuh manusia diantaranya sistem biologik dan kondisi penyesuaian.
Pengertian sakit yang merupakan bagian dari konsep rentang sehat sakit menurut para ahli ini
yaitu :
Pengertian konsep sakit menurut Perkins bahwa sakit adalah sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivitas
sehari-hari baik itu dalam aktivitas jasmani, rohani dan sosial.
Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organisme
sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialny. (Pemons, 1972)
Sakit sebagai suatu keadaan dari badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya
terganggu atau menyimpang. (Oxford English Dictionary)
2. Sehat
Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, tetapi sehat
harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spektrum merupakan
suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan dalam rentang yang selalu
berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat
yang sempurna.
Beberapa pengertian sehat diantaranya yaitu :
Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan.(WHO, 1947)
Sehat / kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.(UU N0. 23/1992
tentang kesehatan)
Sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan
orang lain (aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten
sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural.
( Pender, 1982 )
Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces) yang
menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care actions) secara adekuat. Self care Resouces :
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Self care Actions merupakan perilaku yang sesuai
dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan fungsi
psikososial dan spiritual. (Paune, 1983)
Bila kita menilik dan juga menyimpulkan dari beberapa pengertian sehat di atas maka bahwa
kesehatan itu terdiri dari 3 dimensi yaitu fisik, psikis dan sosial yang dapat diartikan secara lebih
positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya
kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat.
Hendrik L Blum juga menyebutkan 12 indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan, yaitu:
1. Life spam: yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat, atau dapat juga dipandang
sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua.
2. Disease or infirmity: yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis dari masyarakat.
3. Discomfort or ilness: yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatik, kejiwaan
maupun sosial dari dirinya.
6. Health behaviour: yaitu perilaku manusia yang nyata dari anggota masyarakat secara langsung
berkaitan dengan masalah kesehatan.
7. Ecologic behaviour: yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan, spesies lain, sumber daya
alam, dan ekosistem.
8. Social behaviour: yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya, keluarga, komunitas dan
bangsanya.
Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini maka cara pandang kita terhadap kesehatan
juga mengalami perubahan. Apabila dahulu kita mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan
hanya dipandang sebagai upaya menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin hubungan dokter
dengan pasien (dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang dipakai adalah paradigma sehat,
dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu tindakan untuk menjaga dan meningkatkan
derajat kesehatan individu ataupun masyarakat. Dengan demikian konsep paradigma sehat H.L.
Blum memandang pola hidup sehat seseorang secara holistik dan komprehensif. Masyarakat yang
sehat tidak dilihat dari sudut pandang tindakan penyembuhan penyakit melainkan upaya yang
berkesinambungan dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peranan
Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam hal ini memegang kendali dominan dibandingkan peranan
dokter. Sebab hubungan dokter dengan pasien hanya sebatas individu dengan individu tidak secara
langsung menyentuh masyarakat luas. Untuk negara berkembang seperti Indonesia justru,
paradigma sakit yang digunakan. Dimana kebijakan pemerintah berorientasi pada penyembuhan
pasien sehingga terlihat jelas peranan dokter, perawat dan bidan sebagai tenaga medis dan
paramedis mendominasi. Padahal upaya semacam itu sudah lama ditinggalkan karena secara
financial justru merugikan Negara. Anggaran APBN untuk pendanaan kesehatan
diIndonesiasemakin tinggi dan sebagian besar digunakan untuk upaya pengobatan seperti pembelian
obat, sarana kesehatan dan pembangunan gedung. Seharusnya untuk meningkatan derajat kesehatan
kita harus menaruh perhatian besar pada akar masalahnya dan selanjutnya melakukan upaya
pencegahannya. Untuk itulah maka upaya kesehatan harus fokus pada upaya preventif (pencegahan)
bukannya curative (pengobatan).
Namun yang terjadi anggaran untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui program promosi
dan preventif dikurangi secara signifikan. Akibat yang ditimbulkan adalah banyaknya masyarakat
yang kekurangan gizi, biaya obat untuk puskesmas meningkat, pencemaran lingkungan tidak
terkendali dan korupsi penggunaan askeskin. Dampak sampingan yang terjadi tersebut dapat timbul
karena kebijakan kita yang keliru.
2.4 KONSEP BLUM
Semua Negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga kesehatan warga
negaranya. Untuk Negara maju saat ini sudah fokus pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Sehingga asupan makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan
melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialamiIndonesiasebagai Negara
agraris, segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan
kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak masyarakatkotayang mengalami
kekurangan gizi. Padahal dari hasil penelitian membuktikan wilayahIndonesiapotensial sebagai
lahan pangan dan perternakan karena wilayahnya yang luas dengan topografi yang
mendukung.Adaapa dengan pemerintah?. Satu jawaban yang pasti seringkali dalam analisis
kesehatan pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public
health) sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang kejadian sehat-sakit.
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor saling
keterkaitan berikut penjelasannya :
1. Lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang
memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat
dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga
lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam
mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di
puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang
berasal dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial
kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus
terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.
2. Perilaku masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk
mewujudkan Indonesia Sehat. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat
dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program
untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat. Sebagai tenaga motorik tersebut
adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai
kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan
budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk
menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya
bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam
menyukseskan program-program kesehatan.
3. Pelayanan kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas,
rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan
perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan
masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti
ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar
perananya. sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan
perawatan primer. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki
kompetensi di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program
kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga
masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare, demam berdarah,
malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke, diabetes
militus dan lainnya. penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan masyarakat paham dan
melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
4. Genetik / Keturunan
Seperti apa keturunan generasi muda yang diinginkan ???. Pertanyaan itu menjadi kunci dalam
mengetahui harapan yang akan datang. Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi
mudanya. Oleh sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka
mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah
perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja
anakIndonesiayang status gizinya kurang bahkan buruk. Padahal potensi alamIndonesiacukup
mendukung. oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status
gizi masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya dilaksanakan
di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara dini status gizi
masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus dijalankan, terutamanya
daeraha yang miskin dan tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita
sesuai dengan kms harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita.
Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana kualitas generasi
mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia mendatang.
Perilaku Sehat (health behavior) menjadi perhatian besar pada pemecahan masalah kesehatan
masyarakat. Dalam pencegahan suatu penyakit dapat melalui pendidikan kesehatan atau promosi
kesehatan melalui pendekatan perilaku sehat. Apabila perubahan perilaku dilakukan namun tingkat
kesehatan tidak meningkat harus dilakukan pemeriksaan terhadap faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya. Pengambilan keputusan yang tepat diinginkan untuk mengatasi masalah
kesehatan, dan keputusan bersama dapat meningkatkan kepuasan pasien/orang serta tingkat
kesehatan yang lebih baik. Dalam arti luas, Health Behavior mengacu pada tindakan individu,
kelompok, dan organisasi, maupun faktor-faktor, hubungan, dan konsekuensi yang
mempengaruhinya.
Para ahli di bidang kesehatan masyarakat dalam rangka intervensi ke dalam perilaku sehat
menggunakan beberapa theory dan model. Salah satu model yang digunakan oleh ahli kesehatan
masyarakat adalah Health Believe Model, yang telah dikembangkan sejak awal tahun 1950-an
sebagai bagian dari upaya oleh para psikolog sosial di Dinas Kesehatan AS untuk menjelaskan
kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan dan program pencegahan.
Hochbaum (1958) mempelajari persepsi individu, apakah individu percaya akan kerentanan
terhadap penyakit tuberculosis dan keyakinan akan manfaat dari deteksi dini penyakit Tuberculosis.
Health Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan
memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada sikap dan keyakinan individu.
2. Sejarah lahirnya Teori Health Belief Model
HBM atau Health Belief Model dikembangkan pertama kali tahun 1950-an oleh seorang psikologis
sosial di layanan kesehatan Publik AS yaitu dimulai dengan adanya kegagalan pada program
pencegahan dan pencegahan penyakit (Hocbaum 1958, Rosenstok 1960.1974). Selama awal 1950-
an, akademisi psikolog sosial mengembangkan pendekatan pemahaman perilaku yang tumbuh dari
teori pembelajaran yang berasal dari dua sumber utama :
1. Stimulus Response (SR) Teori (Watson, 1925).
SR teori percaya hasil pembelajaran akibat dari peristiwa (disibut rei nfocement) yang menjadikan
gerakan fisiologis adalah aktifitas perilaku. Skinner (1938), merumuskan hipotesis diterima secara
luas bahwa frekuensi perilaku ditentukan oleh konsekuensinya atau reinforcement. Bagi Skinner,
asosiasi temporal antara perilaku dan immediately following reward dianggap cukup untuk
meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang. Dalam pandangan ini, konsep
seperti penalaran atau berpikir tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku.
2. TeoriKognitif(Lewin,1951;Tolman, 1932).
Teori kognitif menekankan peranan hipotesis subyektif dan harapan dimiliki oleh individu, percaya
bahwa perilaku adalah fungsi dari nilai subjektif yang dihasil dan probabilitas subyektif, atau
harapan, bahwa tindakan tertentu akan mencapai hasil itu.
Formulasi tersebut umumnya diistilahkan value expectancy teori. Proses mental seperti berpikir,
penalaran, hipotesa, atau pengharapan merupakan komponen penting dari semua teori kognitif.
Teori kognitif percaya bahwa penguatan dengan mempengaruhi Pengharapan tentang situasi lebih
baik daripada dengan mempengaruhi perilaku secara langsung Ketika konsep nilai-harapan (value-
expectancy ) secara bertahap dirumuskan dalam konteks perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, diasumsikan bahwa individu (1) Nilai menghindari penyakit / menjadi sehat dan (2)
berharap bahwa tindakan kesehatan tertentu mungkin mencegah (atau memperbaiki) penyakit.
Harapan tersebut selanjutnya digambarkan dalam hal perkiraan individu thd kerentanan pribadi dan
keseriusan atas penyakit, dan kemungkinan untuk bisa mengurangi ancaman bahwa melalui
tindakan pribadi.
Jika individu percaya akan kerentanan diri mereka terhadap suatu penyakit, percaya akan dampak
pada dirinya, percaya akan tindakan (dini) akan memberikan manfaat akan kerentanan dan dampak
penyakit, percaya akan keuntungan dari tindakan yang akan dilakukan, maka individu tersebut
cenderung untuk mengambil tindakan yang akan mengurangi resiko dirinya
HBM terdiri dari beberapa konsep dasar yang memprediksi mengapa masyarakat melakukan
tindakan pencegahan, mengontrol kondisi penyakit yang didalamnya termasuk
kerentanan,keseriusan,hambatan untuk suatu perilaku, petunjuk untuk bertindak, dan yang terbaru
self-efficacy.
Terdapat 4 variabel utama dalam Health Belief Model (HBM), yaitu Perceived susceptibility,
Perceived Severity, Perceived Benevits, dan Perceived Barriers. Namun, baru-baru ini ditambahkan
beberapa tahap dalam HBM, yaitu Cues to action, Motivating factors, dan Self efficacy.
Persepsi individu terhadap resiko tertular penyakit. Ini merupakan salah satu persepsi yang kuat
untuk mendorong individu dalam berperilaku sehat. Semakin besar persepsi resiko maka akan
semakin besar kemungkinan ketertarikan dalam kebiasaan sehat untuk mengurangi resiko yang
akan terjadi. Persepsi keretanan ini seseorang merasakan keyakinan/percaya akan kemungkinan
sakit yang terjadi pada dirinya. Misalnya, seorang wanita percaya adanya kemungkinan terkena
kanker payudara sebelum dia akan tertarik untuk melakukan pemeriksaan mammogram.
Persepsi seseorang yang memprediksikan tingkat keparahan apabila menderita penyakit tersebut.
Perasaan dimana tertular penyakit apabila tidak diobati atau meninggalkannya, persepsi ini
didasarkan pada informasi kesehatan atau pengetahuan. Tahap ini meliputi evaluasi konsekuensi
kesehatan (misalnya, kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi social (seperti efek dari kondisi
pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Kombinasi kerentanan dan keparahan
ditandai sebagai ancaman.
Mengacu pada pendapat individu terhadap keuntungan yang didapat atau dirasakan dari suatu
kebiasaan baru dalam menguangi resiko suatu penyakit. Masyarakat akan berperilaku sehat jika
mereka percaya bahwa kebiasaan baru tersebut dapat menurunkan resiko penyakit atau terkena
penyakit. Persepsi ini seseorang menimbang keuntungan yang diperoleh antara biaya yang
dikeluarkan dengan tingkat sakitnya, misalnya apakah efektif biaya yang dikeluarkan pada
pemeriksaan Papsmear yang mahal bila dibandingkan dengan tingkat keseriusan atau resiko
penyakitnya juga dapat mempengaruhi keputusan perilaku. Dengan demikian, individu
menunjukkan keyakinan yang optimal dalam kerentanan dan keparahan yang tidak diharapkan
untuk menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan kecuali mereka juga menganggap tindakan itu
sebagai berpotensi menguntungkan dengan mengurangi ancaman.
Persepsi ini mengacu pada evaluasi individu terhadap hambatan dalam berperilaku/ kebiasaan sehat.
Perceived Barriers merupakan factor yang cukup penting dalam perubahan kebiasaan. Ketika
orang/masyarakat percaya bahwa kebiasaan/perilaku sehat yang baru lebih menguntungkan dari
pada kebiasaan yang lama dalam menurunkan resiko, maka kebiasaan/perilaku sehat yang baru
tersebut akan digunakan. Potensi aspek negatif dari tindakan kesehatan tertentu sebagai hambatan
untuk melakukan perilaku yang direkomendasikan. Seperti, analisis biaya dan manfaatnya dimana
individu menimbang manfaat tindakan yang diharapkan dengan hambatan yang dirasakan, ini bisa
membantu saya, tapi mungkin mahal, memiliki efek samping negatif, tidak menyenangkan,
nyaman, atau memakan waktu.
Tingkat gabungan kerentanan dan keparahan menyediakan energi atau kekuatan untuk bertindak
dan persepsi manfaat (minus hambatan) menyediakan pilihan tindakan.
5. Modifying Factor
Merupakan kejadian, orang, atau sesuatu yang dapat membuat orang merubah kebiasaanya.
Merupakan kepercayaan kemampuan diri seseorang dalam melakukan sesuatu. Kebanyakan orang
tidak akan melakukan atau mencoba melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka percaya bahwa
meraka dapat melakukannya. Jika seseorang percaya bahwa kebiasaan baru sangat bermanfaat
tetapi ia tidak berfikir atau merasa dapat melakukannya, maka perubahan kebiasaan tersebut tidak
akan pernah terjadi atau dilakukannya.
Mengukur seluruh rentang faktor yang mungkin mempengaruhi perilaku sangatlah penting, hal ini
untuk mengurangi adanya kesalahan pengukuran (Measurable Error) dan tentu akan semakin
validitas serta realibilitas. Pengukuran harus spesifik terhadap perilaku tertentu (misalnya
hambatan pada mammografy mungkin agak berbeda dengan hambatan Colonoscopy) dan harus
relavan untuk populasi mana pengukuran itu akan digunakan. Perbedaan budaya dan populasi
membuat skala penerapan tanpa pemeriksaan seperti itu cenderung menghasilkan kesalahan.
Artinya setiap skala ukur sesuatu tindakan harus jelas dan sudah diteliti apakah layak atau tidak.
Misalnya pada kasus kanker payudara, untuk membuktikan apakah gejala sakit pada payudara
seseorang ada hubungannya dengan kanker payudara atau hanya gejala biasa maka alat ukurnya
harus jelas yaitu dengan penggunaan mammografy.
Penelitian Health Belief Model banyak digunakan untuk mengukur atau menganalisis perilaku
kesehatan pada populasi. Sebagai contoh, Peneliti mengaplikasikan Health Belief Model dalam
menjelaskan dan memprediksi seseorang dalam partisipasi di program influenza, tekanan darah
tinggi, cara-cara berhenti merokok, pemakaian seatbelt, nutrisi dan lain-lain.
Munculnya kasus HIV/AIDS, model ini digunakan dalam penelitian tentang bahaya perilaku seks
bebas. Sumber yang digunakan dalam studi ini adalah orang Amerika Serikat yang didalamnya
terdapat homoseksual, remaja dan wanita hamil.
Penelitian lain dibidang kesehatan dilakukan oleh Tang dan Wong dari The Chinese University of
Hongkong. Pada saat itu, wabah SARS sedang berkembang di Cina. Penelitian Tang dan Wong
difokuskan pada Health Belief Model untuk mempermudah pemahaman terhadap praktek perilaku-
perilaku preventif orang-orang tua. Berdasarkan The Health Belief Model (Janz & Becker, 1984;
Risenstock dkk, 1988), Praktek Perilaku preventif merupakan fungsi dari tingkat persepsi individu
mengenai kerentanannya terhadap gangguan kesehatan, sedikitnya hambatan yang dihadapi, dan
penilaian bahwa hasil yang dicapai akan mengikuti perilaku preventifnya. Dalam penelitiannya,
mereka melibatkan 354 orang subjek (167 pria dan 187 wanita) China dewasa berusia 60 tahun atau
lebih. Hasil penelitian Tang dan Wong menunjukkan bahwa persepsi mengenai gangguan kesehatan
secara khusus dan kepercayaan mengenai kemampuan merupakan dua dimensi utama factor-faktor
yang memotivasu praktek perilaku preventif terhadap SARS pada para oramg tua. Namun, persepsi
mengenai gangguan kesehatan hanya berhubungan dengan kerentanan, tidak didukung oleh
awareness; dan kepercayaan pada kemampuan otoritas kesehatan local, tetapi tidak pada efektifitas
perilaku itu sendiri.
Dimensi Health Belief Model dapat dirasakan manfaatnya dengan identifikasi variable yang
signifikan. Baru-baru ini peneliti menunjukkan bahwa kemampuan individu dianggap berhasil
dalam melaksanakan strageti kesehatan. Sebagai contoh pemakaian kondom saat melakukan seks
bebas, hal ini dapat merubah perlakuan individu bila dilakukan secara konsisten.
1. Penelitian yang berbasis Health Belief Model hanya memilih beberapa komponen HBM,
sehingga tidak menguji kegunaan model secara keseluruhan.
2. Health Belief Model merupakan model psikologi, sehingga factor-faktor lingkungan atau
ekonomi yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan tidak dipertimbangkan.
3. Model ini tidak memasukkan factor sosial dan teman sebaya narasumber, terutama bila ingin
meneliti tentang HIV/AIDS.
Status kesehatan merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat sakit
yang bersifat dinamis dan dipengaruhi antara lain oleh:
1. Perkembangan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh factor perkembangan yang mempunyai arti
bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh factor usia dalam hal ini adlah
pertumbuhan dan perkembangan, mengingat proses perkembangan itu dimulai dari usia bayi
sampai lanjut yang memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda. Respond an pemahaman itulah yang dapat mempengaruhi status kesehatan
seseorang. Apabila seseorang merespon dengan baik terhadap perubahan kesehatannya, maka
akan memiliki kesehatan yang baik sehingga mencapai kesehatan optimal, demikian
sebaliknya.
Contoh perubahan status kesehatan yang dapat dipengaruhi oleh perkembangan adalah
bayi atau anak-anak yang tahap perkembangannya belum mencapai kematangan, maka status
kesehatannya sangat rentan terhadap penyakit. Bayi dan anak-anak mudah sekali terkena
penyakit dibandingkan orang dewasa, demikian juga dengan usia lanjut, dimana semua daya
imunitas akan menurun.
Sosial dan cultural dapat juga mempengaruhi proses perubahan status kesehatan
seseorang karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan
perubahan dalam perilaku kesehatan. Contoh: seseorang yang memiliki lingkungan tempat
tinggal yang kotor namun jarang terjadi penyakit pada lingkungan itu, demikian juga seseorang
yang memiliki social ekonomi rendah akan berespon baik ketika mengalami penyakit flu dan
menganggaphal tersebut tidak menjadi masalah dan sebaliknya jika penyakit flu menyerang
kepada social ekonominya tinggi, penyakit tersebut dianggap sebagai masalah kesehatan yang
dapat mengganggu dirinya dalam kehidupan.
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan. Jika ada
pengalaman yang tidak diinginkan atau pengalaman kesehatan yang buruk sehingga berdampak
besar dalam status kesehatan. Contoh: seseorang yang mengalami diare yang menyebabkan
dirinya masuk rumah sakit, maka dalam kehidupannya sehari-hari orang tersebut akan selalu
berusaha untuk tidak mengulangi pengalaman masa lalunya dengan mencegah hal-hal yang
dapat menyebabkan diare.
Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status
kesehatan kea rah yang optimal. Harapan dapat menghasilkan status kesehatan ke tingkat lebih
baik secara fisik maupun psikologis, karena melalui harapan akan timbul motivasi bergaya
hidup sehat dan selalu menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan dirinya.
5. Keturunan
6. Lingkungan
7. Pelayanan
Pelayanan kesehatan dapat berupa tempat pelayanan atau system pelayanan dapat
mempengaruhi status kesehatan. Hal ini dapat dijumpai apabila tempat pelayanan kesehatan
terlalu jauh atau kualitas dalam memberikan pelayanan kurang baik, maka dapat mempengaruhi
seseorang dalam berprilaku hidup sehat.
1. Tahap Gejala
Tahap ini merupakan tahapan awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai
adanya perasaan tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala yang dapat
meliputi gejala fisik seperti adanya perasaan nyeri, panas dan lain-lain sebagai manifestasi
terjadinya ketidakseimbangan dalam tubuh. Setiap gejala timbul sebagai manifestasi fisik.
Pada tahap ini seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang dialaminya dan
akan merasakan keragu-raguan pada kelainan atau gangguan yang dirasakan pada tubuhnya.
Setelah menginterpretasi gejala itu, maka seorang akan merespon dalam bentuk emosi terhadap
gejala tersebut seperti merasakan ketakutan atau kecemasan. Untuk mengatasi ketakutan atau
kecemasan tersebut, kemudian dilakukan proses konsultasi dengan sekitar atau orang yang
dianggap lebih mengetahui atau dating ke tempat pengobatan. Tahap ini dapat berakhir dengan
ditemukan gejala yang pasti dan terjadi perubahan dari sakitnya. Proses ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa factor diantaranya pengetahuan atau pengalaman masa lalu.
Dalam kondisi ini seseorang dapat melakukan peran selama sakit dengan tujuan
memperoleh kesehatan. Peran tersebut menurut Parsons dapa meliputi:
Tahapan ini seseorang telah mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan
meminta nasehat dari profesi kesehatan seperti dokter, perawat, atau lainnya yang dilakukan
atas inisiatif dirinya sendiri. Proses pencarian ini dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala
yang tidak dimengerti oleh klien dan adanya keyakinan bahwa dirinya akan lebih baik. Jika
setelah konsultasi tidak ditemukan lagi gejala yang ada, maka klien menganggap dirinya telah
sembuh. Namun apabila gejala tersebut muncul kembali, maka dirinya akan dating ke
pelayanan kesehatan.
4. Tahap Ketergantungan
Tahapan ini terjadi setelah seseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang tentunya
akan mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kondisi seseorang sudah mulai
ketergantungan dalam pengobatan akan tetapi tidak semua orang mempunyai tingkat
ketergantungan yang sama melainkan berbeda berdasarkan tingkat kebutuhannya. Kondisi ini
juga dapat dipengaruhi oleh tingkat penyakitnya. Thapan ini dapat dilakukan dengan
pengkajian kebutuhan terhadap ketergantungan dan dapat diberi support agar seseorang
mengalami kemandirian.
5. Tahap Penyembuhan
Tahap ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk
beradaptasi, dimana seseorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya
selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit serta adanya persiapan untuk berfungsi
dalam kehidupan social. Peran tenaga kesehatan disini dengan membantu klien untuk
meningkatkan kemandirian serta memberikan harapan dan kehidupan menuju kesejahteraan.
DAMPAK SAKIT
Selama sakit peran dalam keluarga akan mengalami gangguan mengingat terjadi
pergantian peran dari salah satu anggota keluarga yang mengalami sakit.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya stress sampai mengalami kecemasan yang
berat, apabila psikologisnya tidak disiapkan dengan baik. Proses terganggunya psikologis ini
diawali dengan adnya konflik terhadap dirinya seperti kecemasan, ketakutan, dll.
3. Masalah Keuangan
Dampak ini jelas akan terjadi karena adanya beberapa pengeluaran keuangan yang
sebelumnya tidak diduga selama sakit mengingat biaya keperawatan dan obat-obatan cukup
mahal.
Dampak ini dapat terjadi pada seseorang yang sebelumnya selalu berkumpul dengan
keluarga, namun ketika sakit orang tersebut harus dirawat dan berpisah dari keluarganya.
7. Otonomi
Adanya peraturan dan ketentuan dari rumah sakit khususnya perilaku sehat serta aturan
dalam makanan, obat, dan aktivitas agar seseorang akan mengalami perubahan dalam gaya
hidupnya yakni selalu hati-hati dan menghindari hal-hal yang dilarang sesuai dengan ketentuan
proses perawatan dan pengobatan.
Perubahan perilaku ini dapat terjadi pada semua orang dengan ditandai adanya perasaan takut
sebagai dampak dari sakit. Apabila sikap penerimaan terhadap sakitnya serta dampak yang
ditimbulkan belum dapat diterima secara penuh pada seseorang yang mengalami sakit, maka orang
tersebut akan terhantui perasaan ketakutan dan hal ini apabila dibiarkan akan mengganggu status
mental seseorang.
2. Menarik Diri
Pada orang yang sakit akan selalu mengalami proses kecemasan. Tingkat kecemasan yang
dialami seseorang pun berbeda. Untuk mengurangi kecemasan, maka seseorang akan berprilaku
menarik diri seperti diam jika tidak diberi pertanyaan. Hal tersebut sebagai bentuk upaya
menghindari kecemasan.
3. Egosentris
Perilaku ini dapat terjadi pada orang sakit yang ditunjukkan dengan selalu banyak
mempersoalkan dirinya sendiri dan tidak mau mendengarkan orang lain atau memikirkan orang
lain. Perilaku ini juga ditunjukkan dengan selalu ingin bercerita tentang penyakitnya.
Pada orang sakit perubahan perilaku ini biasanya selalu ditimbulkan dengan selalu
mempersoalkan hal-hal yang kecil sebagai dampak terganggunya psikologis seperti selalu
mengomel jika keadaan tersebut tidak sesuai dengan dirinya.
Perilaku ini dapat ditunjukkan dari seseorang yang mengalami sakit dengan mudah menangis,
tersinggung, marah serta tuntutan perhatian yang lebid dari orang sekitar.
6. Perubahan Persepsi
Terjadinya perubahan persepsi selama sakit ini dapat ditunjukkan dengan persepsi bahwa
dokter dan perawat adalah orang yang dapat membantu untuk menyembuhkannya sehingga
menaruh harapan sangat besar pada dokter dan perawat tersebut.
7. Berkurangnya Minat
Perubahan perilaku yang ditunjukkan pada seseorang yang mengalami sakit ini adalah
berkurangnya minat karena terjadi stress yang diakibatkan penyakit yang dirasakan serta
menurunnya kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
6. Disable : Cacat
7. Confined : Terbatas
9. Isolated : Terisolasi
Konsep sehat dan upaya kesehatan yang dianut dunia telah banyak bergeser. Di Indonesia
pergeseran cara penanganan kesehatan masyarakat tak bias cepat diikuti karena kekurangan orang
yang mampu menerjemahkan berbagai konsep kesehatan menjadi kebijakan yang bias diterapkan.
Untuk itu upaya kesehatan tidak lagi hanya kuratif tetapi juga promotif dan preventif. Upaya
kesehatan untuk pembangunan manusia bukan hanya tanggung jawab sector kesehatan melainkan
perlu kerja sama lintas sector.
Keterbatasan dana menyebabkan upaya penyebarluasan paradigm sehat dan kebijakan program
Indonesia Sehat 2010 tidak lancar. Analisa dan pembahasan kebijakan baru serta upaya sosialisasi
makin kabur. Peraturan pemerintah yang memuat kebijakan kesehatan tingkat pusat dan provinsi
tidak pernah dibahas secara mendalam. Bahkan saat ini terasa kecenderungan pemerintah kabupaten
dan kota menetapkan sendiri kebijakan yang terkait dengan program-program yang telah
didesentralisasikan.
3. Manusia menilai perkembangan sebagai suatu nilai yang positif dan mencoba mencapai
keseimbangan antara perubahan dan stabilitas.
6. Profesional kesehatan merupakan bagian dari lingkungan interpersonal yang berpengaruh terhadap
manusia sepanjang hidupnya.
7. Pembentukan kembali konsep diri manusia dengan lingkungan adalah penting untuk perubahan
perilaku.
4. Promosi atau pemanfaatan diri akan menambah kemampuan untuk melakukan tindakan dan
perbuatan dari perilaku.
5. Pemanfaatan diri yang terbesar akan menghasilkan sedikit rintangan pada perilaku kesehatan
spesifik.
6. Pengaruh positif pada perilaku akibat pemanfaatan diri yang baik dapat menambah hasil positif.
7. Ketika emosi yang positif atau pengaruh yang berhubungan dengan perilaku, maka kemungkinan
menambah komitmen untuk bertindak.
8. Manusia lebih suka melakukan promosi kesehatan ketika model perilaku itu menarik, perilaku yang
diharapkan terjadi dan dapat mendukung perilaku yang sudah ada.
9. Keluarga, kelompok dan pemberi layanan kesehatan adalah sumber interpersonal yang penting yag
mempengaruhi, menambah atau mengurangi keinginan untuk berperilaku promosi kesehatan.
10. Pengaruh situasional pada lingkungan eksternal dapat menambah atau mengurangi keinginan untuk
berpartisipasi dalam perilaku promosi kesehatan.
11. Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih memungkinkan perilaku
promosi kesehatan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.
12. Komitmen pada rencana kegiatan kemungkinan kurang menunjukkan perilaku yang diharapkan
ketika seseorang mempunyai kontrol yang sedikit dan kebutuhan yang diinginkan tidak tersedia.
13. Komitmen pada rencana kegiatan kurang menunjukkan perilaku yang diharapkan ketika tindakan-
tindakan lain lebih atraktif dan juga lebih suka pada perilaku yang diharapkan.
14. Seseorang dapat memodifikasi kognisi, mempengaruhi interpersonal dan lingkungan fisik yang
mendorong melakukan tindakan kesehatan.
Pada tahun 1975, Dr. Pender mempublikasikan model konsepsual kesehatan preventif. Dasar
studinya adalah bagaimana individu membuat keputusan tentang perawatan kesehatan mereka
sendiri dalam konteks keperawatan. Artikel tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang ditemukan
dalam pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan yang diperlukan individu dalam pencegahan
penyakit. Pada tahun 1982, edisi pertama promosi kesehatan dalam praktek keperawatan
dipublikasikan dengan konsep promosi optimal tentang kesehatan mendesak perlunya pencegahan
penyakit. Model promosi kesehatan pertama kali dimuat tahun 1975 dan mengalami revisi pada
tahun 1987 di edisi buku edisi kedua. Edisi III tahun 1996 memuat revisi terakhir tentang model
promosi kesehatan dan di presentasikan.
1. Kemampuan teori menghubungkan konsep dalam melihat fenomena
Nola J. Pender mengembangkan Health Promotion Model untuk mendemontrasikan hubungan
antara manusia dengan lingkungan pisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini
menggabungkan dua teori yaitu teori Nilai Pengharapan dan Teori Pembelajaran Sosial dalam
perspekstif keperawatan manusia dilihat dari fungsi holistik. Konsep dalam teorinya dengan
menekankan bahwa sakit membutuhkan biaya yang mahal dan perilaku promosi kesehatan adalah
ekonomis. Pada beberapa bagian teorinya memiliki kesamaan pola pandang dengan teori lain
seperti memandang bahwa fokus dari perawatan adalah individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat.
2. Tingkat Generalisasi Teori
Teori dan model yang dikemukan oleh Pender adalah berfokus pada upaya promosi kesehatan dan
prevensi penyakit. Sehingga teori bersifat spesifik dan sederhana, namun demikian teori ini dapat
didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan justifikasi dan pembenaran bagaimana
konsep-konsep yang dikemukakan saling berhubungan. Teori ini dikemukakan dengan
menampilkan contoh-contoh yang berdasarkan pengalaman pribadi dan hasil penelitian, sehingga
dapat digeneralisasi dan konsep-konsep yang dikemukakan dalam teori dapat diaplikasikan.
3. Tingkat Kelogisan Teori
Teori ini cukup logis untuk dipahami karena memberi pemahaman yang luas dan komprehensif
tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada klien. Pandangan tentang aspek promotif
adalah lebih murah daripada aspek kuratif dan rehabilitatif sangat logis dan telah diterima
masyarakat.
4. Testabilitas teori
Teori Health Promotion Model dikembangkan berdasarkan atas riset kualitatif dan kuantitatif, baik
di Amerika maupun negara lain. Bahkan teori ini saat ini terlibat dalam prakarsa kesehatan global
dan telah diuji oleh para sarjana dari Jepang, China dan Taiwan untuk mempromosikan gaya hidup
secara kultural sesuai dengan negara mereka. Selama perkembangan teori banyak studi yang
behubungan dengan pengaplikasian teori yang dapat dijadikan sebagai dasar riset.
5. Kemanfaatan Teori bagi Peningkatan Body Of Knowledge
Riset yang berhubungan dengan Helath Promotion Model memberikan kontribusi secara umum
bagi pengembangan body of knowledge dari ilmu keperawatan. Pergeseran paradigma dari kuratif
rehabilitatif kea rah promotif dan preventif. Pender meyakini bahwa dengan mutu kepedulian
terhadap promosi kesehatan akan memperbaiki system kesehatan secara integral.
6. Kemanfaatan Teori pada Pengembangan Praktek Keperawatan
Peluang untuk melakukan praktek keperawatan dalam fokus promosi kesehatan akan sangat
terbuka. Bagi Pender adalah sesuatu yang sangat menggairahkan untuk membawa praktek
keperawatan untuk mengubah perilaku kuratif dan rehabilitatif ke arah perilaku promotif dan
rehabilitatif. Pender menekankan practical nurse dapat memainkan suatu peran yang sangat penting
dalam partnership antar ilmuan dan konsumen serta praktisi untuk mengembangkan strategi
kepedulian sesuai dengan spesifikasi populasi
7. Konsistensi Teori
Teori Pender consisten dengan semua teori yang memandang pentingnya promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit adalah sesuatu yang logis dan ekonomis. Teori ini telah mengalami 3 kali
revisi namun focus teori ini tetap pada aspek promotif.