You are on page 1of 13

MANAGEMENT HYPERTENSION

Dr. Hadi Hartono, Sp.JP, FIHA, FAsCC

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

1st Annual Medical Education The Advance Prevention And Treatment Of Global
Pandemic Metabolic Syndrome

21 Januari 2012

ABSTRACT

Hypertension is one of the symptoms of Metabolic Syndrome and currently estimated that
there are 1 billion inhabitants of the earth who suffer hypertension or approximately 20% of
the population. According to the survey of Research and Development Department of
Ministry of Health in 2008, there is 31.7% of Indonesias adult population suffer
hypertension. Ironically, there is only 23.9% of those sufferers were diagnosed and treated.

Hypertension increases the risk of cardiovascular events, such as stroke, heart failure, and
coronary heart disease. The proper treatment of hypertension could reduce the risk of
cardiovascular events to come up, i.e. the risk of stroke will be reduced up to 30-40% and
heart attack will be reduced up to 20-30%. The problem is only 30% of treated patients that
achieve the target in all over the world including Indonesia. JNC 7 recommends that the
achieved target is as follow, for systolic pressure <140mmHg and diastolic pressure
<90mmHg. If there is other indication, then the achieved target is as follow; the systolic
pressure <130mmHg and the diastolic pressure <80mmHg.

Hypertension patients, besides consuming medication, they have to change their lifestyle.
The main medication recommended by JNC 7 and European Society of Hypertension is
Diuretics, Calcium Channel Blockers, Beta Blockers, ACE Inhibitors and Angiotensin Receptor
Blocker. The medication may use single drug and it may also use combination drugs,
depends on the situation of the patient.
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu unsur dari sindroma metabolik yang selama ini
prevalensinya meningkat di semua bagian dunia. Saat ini diperkirakan terdapat 1 milyar
penduduk dewasa yang menderita hipertensi atau sekitar 20% dari populasi dunia. Di
Indonesia menurut badan Litbang DEPKES (tahun 2008) 31% penduduk Indonesia menderita
hipertensi. Ironisnya penegakan diagnosis dan hasil terapi tidak sesuai dengan harapan.
Diperkirakan di Amerika hanya sekitar 30% yang mencapai target pengobatan dan di
Indonesia sekitar 27%. Rendahnya hasil pengobatan tersebut diperkirakan disebabkan oleh
kesadaran yang kurang, dokter yang kurang telaten, penderita yang tidak nyaman dengan
efek samping obat bahkan mungkin karena obat yang salah. (lihat gambar)
PERKEMBANGAN ILMU TENTANG HIPERTENSI

Pada masa lalu hipertensi hanya dikenal sebagai penyakit dengan manifestasi tekanan darah
yang meningkat dan menyebabkan kerusakan target organ. Kemudian diketahui bahwa
sebenarnya yang terjadi adalah kerusakan fungsi pembuluh darah yang menyebabkan
kerusakan organ-organ. Dewasa ini terus berkembang pengetahuan bahwa yang terganggu
adalah fungsi endothel pembuluh darah, kemudian terjadi arterosclerosis dan terjadilah
kerusakan target organ terutama jangtung, otak, ginjal, mata, dan organ-organ yang lain.
(lihat gambar)
KLASIFIKASI HIPERTENSI DAN PENTINGNYA PENGOBATAN HIPERTENSI

Penggolongan hipertensi berubah terus sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.


JNC 7 (tahun 2003) melakukan reklasifikasi terhadap penggolongan yang sudah dilakukan
pada JNC 6 (lihat tabel)
Diagnosis dan staging hipertensi tersebut dilakukan mengingat perbedaan tekanan darah
akan menimbulkan resiko kerusakan target organ yang berbeda. Semakin tinggi tekanan
darah semakin tinggi pula resiko kerusakan organ-organ. Keberhasilan menurunkan tekanan
darah juga akan memperbaiki prognosis penderita. Dengan penurunan tekanan darah
menjadi normal maka angka kejadian stroke akan menurun 35-40%, miocard infark menurun
20-25% dan payah jantung menurun lebih dari 50%. Patut pula diketahui bahwa penderita
prehipertensi mempunyai resiko terjadinya kardio vascular event yang lebih tinggi dibanding
dengan orang normal (lihat grafik)

APA YANG DILAKUKAN PADA PENDERITA HIPERTENSI?

Untuk memudahkan pengobatan diperlukan anamnesa yang lengkap pada penderita


hipertensi antara lain mengenai lamanya menderita hipertensi, adanya penyakit lain, riwayat
keluarga, diet, gaya hidup, dan obat-obatan lain yang mungkin sebelumnya dipakai.

Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada penderita hipertensi untuk mencari kemungkinan
adanya penyakit penyebab dan komplikasi yang sudah terjadi. Pemeriksaan kardio vaskuler
lengkap untuk mencari kelainan irama takichardi mungkin ada hubungan dengan hipertiroid.
Atrial fibrilasi, mungkin akibat atrium yang membesar yang menekan fungsi SAnod.
Pembesaran jantung dan mitral regurditasi dan sembab pada tungkai bawah merupakan
tanda pembesaran jantung dan gagal jantung. Pemeriksaan paru diperlukan untuk
menemukan adanya ronchi yang merupakan tanda sembab paru. Pemeriksaan retina mata
untuk menemukan adanya retinopathy hipertensi. Pemeriksaan penunjang minimal yang
diperlukan adalah laboratorium rutin, kimia darah, exphotothorax dan EKG.
Echocardiography dilakukan bila memang diperlukan.

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki kualitas hidup penderita dan menurunkan


morbidity dan mortality. JNC 7 (tahun 2003) dan European Society of Hipertension (tahun
2005) sepakat tekanan darah diturunkan menjadi <140/90mmHg. Bila ada penyakit lain
misalkan Diabetes Mellitus, gangguan fungsi ginjal dan tanda-tanda gagal jantung, tekanan
darah diturunkan sampai <130/80mmHg.

Sebelum diberikan obat-obatan seyogyanya dilakukan perubahan gaya hidup sesuai keadaan
penderita sebelumnya dan bila gagal baru diberikan obat-obatan. Perubahan gaya hidup
meliputi, penurunan berat badan, diet yang tepat, aktifitas fisik, pengendalian emosi,
mengurangi alkohol dan menghindari rokok (lihat gambar).
Obat-obat anti hipertensi saat ini demikian banyak yang beredar di pasaran dan sebaiknya
penderita diberi obat sesuai dengan kondisi masing-masing. Tetapi sampai saat ini WHO
pada World Congress of Cardiology pada tahun 2010 tetap menganjurkan penggunaan
diuretik (hydroclorothiazid) karena dianggap efektif dan murah. (lihat gambar)
Idealnya obat anti hipertensi yang dipakai mempunyai efek sebagai berikut:

Efektif menurunkan tekanan darah


Seminimal mungkin efek samping
Terbukti meningkatkan kualitas hidup (mengurangi keluhan)
Mencegah komplikasi
Menurunkan mortalitas dan morbiditas
Harga terjangkau

Obat-obat yang dianjurkan (recommended) oleh JNC 7 dan ESH adalah diuretika, beta
blocker, ACE Inhibitor, Calcium Channel Blocker, Angiotensin II Receptor Blocker. Obat baru
jenis direct renin blocker masih belum masuk rekomendasi lembaga-lembaga diatas. Obat
bisa diberikan tunggal maupun kombinasi sesuai kebutuhan penderita. Kombinasi obat-
obatan diharapkan bisa memakai dosis rendah sehingga mengurangi kemungkinan
komplikasi. Kombinasi obat yang dianjurkan lihat gambar

OBAT-OBAT HIPERTENSI
DIURETIKA

Diberikan secara luas dan sering dipakai sebagai terapi pertama. Bekerja dengan cara
mengurangi volume sehingga curah jantung menurun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Penggunaan jangka panjang terbukti bisa mengurangi resiko penyakit jantung koroner, payah
jantung, stroke, dan mengurangi kematian akibat cardio vascular event. Bila dipakai bersama
obat lain yaitu golongan beta blocker, ACE Inhibitor, ARB hasilnya lebih baik. Penggunaan
bersama CCB hasilnya kurang menggembirakan. Pada penggunaan dosis tinggi bisa
menyebabkan gangguan sensitifitas insulin, meningkatkan kadar serum uric acid, dan
menurunkan kadar serum potasium dan magnesium. Dilaporkan sejumlah kasus impotensi
akibat penggunaan hydroclorothyazid.

GOLONGAN BETA BLOCKER

Menurunkan tekanan darah dengan mengurangi frekuensi denyut jantung dan kekuatan
kontraksi miocard. Efek penurunan tekanan darah tidak bisa cepat karena ada reaksi vaso
konstriksi pembuluh darah perifer pada awalnya yang akan berkurang pada hari-hari
berikutnya. Beberapa efek samping yang kurang disukai adalah mengurangi sensifitas insulin,
menurunkan HDL kolesterol, meningkatkan berat badan dan kadang-kadang penderita
mengeluh mudah capek. Sering dipaki untuk secondary prevention bagi penderita jantung
koroner. Di beberapa negara Eropa tidak dianjurkan diberikan pada penderita tua.

GOLONGAN CALCIUM CHANNEL BLOCKER

Bekerja dengan memblok calcium channel sehingga menyebabkan vaso delatasi dan
akhirnya menurunkan tekanan darah dan mengurangi kontraksi otot jantung. Merupakan
obat pilihan yang menurut penelitian terbukti dapat menurunkan resiko stroke. Golongan
dehydropiridine (DPH) rangsang peningkatan plasma cathekolamin, akan tetapi yang
golongan non DPH yaitu diltiazem dan verapamil justru menurunkan plasma cathekolamin.
Maka dari itu golongan DPH tidak disarankan pada penderita jantung koroner, tapi
sebaliknya golongan diltiazem dan verapamil dianjurkan. Penggunaan CCB bersama ACE
Inhibitor akan meningkatkan potensi penurunan tekanan darah dan angka kejadian kardio
vaskuler. CCB sering dianjurkan penggunaannya pada penderita hipertensi yang berumur
lebih dari 60 tahun. Pada penelitian meta analisis CCB dibanding Placebo bisa menurunkan
angka stroke, penyakit jantung koroner, payah jantung dan angka kejadian kardio vaskuler.

ACE INHIBITOR

Pemakaian obat ini jarang menemui efek samping kecuali batuk dan angioedema. Efektif
menurunkan tekanan darah kecuali pada kehamilan dan penderita bilateral stenosis
arteriarenalis. Ada laporan didapatkan kenaikan kadar serum kreatinin dan hiperkalimia. Dari
penelitian meta analisa ACE Inhibitor bisa mencegah terjadinya penyakit jantung koroner,
payah jantung, dan kejadian kardio vaskuler. Juga dipakai pada penderita post-infark untuk
mencegah terjadinya remodelling otot jantung dan gagal jantung. Dalam pencegahan stroke
potensinya sama dengan penggunaan beta blocker. Dianjurkan penggunaannya pada
penderita Diabetes Mellitus dengan hipertensi karena akan mengurangi kejadian kardio
vaskuler.
ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER

Sering digunakan bila penderita yang mengalami efek samping pada penggunaan ACE
Inhibitor terutama batuk. Dibanding ACE Inhibitor potensi penurunan tekanan darah lebih
rendah. Khusus untuk gangguan fungsi ginjal ARB menjadi obat pilihan. Penggunaan untuk
gagal jantung dan pasien post-infark hasilnya dibawah kemampuan ACE Inhibitor. Penelitian
yang saat ini masih berlangsung yaitu ONTARGET membandingkan ACE Inhibitor dan ARB
masih berlangsung.

RINGKASAN

Hipertensi merupakan salah satu dari gejala Sindroma Metabolik dan saat ini diperkirakan
terdapat 1 milyar penduduk bumi yang menderita hipertensi atau sekitar 20% dari populasi.
Di Indonesia menurut survey Badan Litbang DEPKES Tahun 2008, 31,7% penduduk dewasa
Indonesia menderita hipertensi. Ironisnya dari seluruh penderita tadi hanya 23,9% yang
terdiagnosis dan berobat.

Hipertensi akan meningkatkan resiko terjadinya kardiovaskular event yaitu stroke, gagal
jantung dan penyakit jantung koroner. Dengan pengobatan yang tepat, resiko stroke akan
diturunkan 30-40%, serangan jantung akan diturunkan 20-30%. Masalahnya adalah di
seluruh penjuru dunia termasuk di Indonesia penderita yang diobati dan mencapai target
hanya sekitar 30%. JNC 7 menganjurkan target yang dicapai adalah tekanan sistolik < 140
mmHg dan tekanan diastolik < 90 mmHg. Bila ada indikasi lain maka tekanan sistolik < 130
mmHg dan tekanan diastolik < 80 mmHg.

Selain obat-obatan, yang harus dilakukan penderita adalah merubah gaya hidup. Obat-
obatan utama yang dianjurkan oleh JNC 7 dan European Society Hipertention adalah
Diuretika, Calcium Channel Blocker, Beta Blocker, ACE Inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker. Penggunaan obat bisa tunggal dan bisa juga obat kombinasi tergantung kondisi
pasien.

You might also like