Professional Documents
Culture Documents
Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai
samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi
dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya.
Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah
dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan
yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus
hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai
kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa
fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses
oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.
Sifat antioksidan dari flavonoid berasal dari kemampuan untuk mentransfer sebuah
elektron ke senyawa radikal bebas dan juga membentuk kompleks dengan logam. Kedua
mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat
peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat
aktivitas beberapa enzim.
Steroid: 1,0 mL sampel ditambah dengan 1,0 mL pereaksi Lieberman- Buchard, bila
bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna biru, hijau, merah, atau jingga.
Saponin: 2,0 mL larutan sampel dikocok beberapa menit, bila bereaksi positif akan
terbentuk busa yang stabil selama 15 menit.
Polifenol: 1,0 mL larutan sampel ditambah dengan beberapa tetes larutan feri klorida 5%,
bila bereaksi positif akan menghasilkan endapan coklat.
Glikosida: 2-3 mg sampel ditambahkan ke dalam 2 mL pereaksi Baljet, bila bereaksi
positif akan menghasilkan warna jingga sampai merah (Djalil et al, 2006).
Senyawa kimia alam yang terkandung di dalam tumbuhan berupa senyawa metabolit
sekunder yaitu triterpen/steroid, flavonoid, tanin, saponin, kumarin, alkaloid, glikosida
dan lain sebagainya. Golongan triterpenoid/ steroid merupakan senyawa yang larut dalam
pelarut non polar seperti n-heksan, sedangkan golongan alkaloid termasuk senyawa semi
polar yang dapat larut dalam pelarut semi polar. Sedangkan senyawa flavonoid dan tanin
dapat larut dalam pelarut polar seperti metanol, etanol, etilasetat atau pelarut polar
lainnya (Harbourne, 1984).
a. Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang polar
dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar,
tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh
pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
b. Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut
polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh
pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
c. Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak
berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter
Alkaloid memiliki basa nitrogen pada rantai sikliknya dan mengandung beragam substituen
sehingga alkaloid bersifat semipolar (Purba, 2001). Tanin termasuk golongan polifenol yang
terbagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi. Hasil uji tanin
berwarna hijau kehitaman menunjukkan tanin pada kulit buah manggis merupakan tanin
terkondensasi yang bersifat nonpolar (Sangi, dkk., 2008, Gupita, 2012). Flavonoid memilik
gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga bersifat polar (Akbar, 2010). Saponin memiliki
glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid sebagai gugus nonpolar (Sangi,
dkk., 2008). Seperti halnya saponin, triterpenoid memiliki bagian nonpolar dan polar.
Triterpenoid tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan sifatnya nonpolar
dan memiliki gugus hidroksi sehingga memiliki sifat polar (Taofik dkk., 2010). Etil asetat yang
merupakan pelarut semi polar mampu menarik senyawasenyawa dengan rentang polaritas lebar
dari polar hingga nonpolar. Hasil negatif ditunjukkan pada uji steroid dan glikosida. Steroid
tersusun dari isopren-isopren dari rantai panjang hidrokarbon sehingga bersifat sangat nonpolar
(Taofik dkk., 2010). Glikosida merupakan senyawa yang terdiri dari bagian gula dan bukan gula,
serta memiliki sifat sangat polar (Suryati, 2002). Etil asetat sebagai pelarut semi polar tidak
mampu menarik senyawa yang terlalu polar maupun terlalu nonpolar.
Kemudian untuk uji kloroform dari hasil pengamatam kloroform terjadi pembelokan maka
kloroform bersifat polar. Jika dilihat dari strukturnya kloroform berebentuk tidak simetris akan
tetapi bila dilihat dari literatur kloroform mempunyai momen dipol sebesar 1,86. Semakin besar
momen dipol maka semakin besar pula kepolarannya. Maka kloroform bisa dikatakan polar
ketika mengacu pada momen dipol dan non polar jika dilihat dari bentuk struktur.