You are on page 1of 4

Steroid : nonpolar, krn dia golongan lipid

Flavonoid, tannin, polifenol : polar, krn ada gugus hidroksil


Alkaloid : semipolar

Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai
samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi
dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya.
Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah
dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan
yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus
hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai
kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa
fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses
oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.
Sifat antioksidan dari flavonoid berasal dari kemampuan untuk mentransfer sebuah
elektron ke senyawa radikal bebas dan juga membentuk kompleks dengan logam. Kedua
mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat
peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat
aktivitas beberapa enzim.

Alkaloida: dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Pereaksi Mayer


mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan
memberikan endapan berwarna putih. Pereaksi Dragendorff mengandung bismuth nitrat
dan merkuri klorida dalam asam nitrat berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika
setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff membentuk warna jingga
(Sastrohamidjojo, 1996).

Steroid: 1,0 mL sampel ditambah dengan 1,0 mL pereaksi Lieberman- Buchard, bila
bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna biru, hijau, merah, atau jingga.

Flavonoid: ke dalam 1,0 mL larutan sampel alkoholik ditambahkan sedikit serbuk


magnesium dan beberapa tetes HCl pekat (pereaksi Shinoda), bila bereaksi positif, akan
menghasilkan larutan berwarna jingga, merah muda atau merah.

Saponin: 2,0 mL larutan sampel dikocok beberapa menit, bila bereaksi positif akan
terbentuk busa yang stabil selama 15 menit.

Polifenol: 1,0 mL larutan sampel ditambah dengan beberapa tetes larutan feri klorida 5%,
bila bereaksi positif akan menghasilkan endapan coklat.
Glikosida: 2-3 mg sampel ditambahkan ke dalam 2 mL pereaksi Baljet, bila bereaksi
positif akan menghasilkan warna jingga sampai merah (Djalil et al, 2006).

Pelarut yang bersifat polar


Pelarut polar ini cocok untuk mengekstraksi senyawa polar dari tanaman.
Contohnya:
a) Metanol
b) Etanol
c) Asam asetat
d) Air
<2. Pelarut yang bersifat semi-polar
Pada pelarut ini kepolarannya lebih rendah dibandingkan dengan pelarut polar, sehingga pelarut
semi polar ini cocok digunakan untuk senyawa yang bersifat semi polar pula dari tanamn
tersebut.
Contohnya:
a) Kloroforom
b) Aseton asetat
<3. Pelarut yang bersifat non-polar
Pada pelarut ini, bearti senyawa yang diekstrak tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa yang
diekstrak lebih menuju kepada jenis minyak sehingga pelarut yang digunakn cocok yaitu pelarut
non-polar.
Contohnya:
a) Eter
b) Heksana
Berdasarkan kaidah dan kepolaran pelarut ini, maka saya dapat menyimpulkan bahwa pelarut
yang digunakan pada saat mengisolasi senyawa-senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan
steroid akan berbeda-beda pula pelarut yang digunakan.
<A. Untuk Flavonoid
Kita ketahui bahwa flavonoid ini bersifat kurang polar, akan tetapi jika kita menggunakan pelarut
non-polar kiat tidak akan mendapatkan senyawa yang diekstraksi. Flavonoid ini lebih cocok
menggunakan pelarut polar atau semi-polar.
Contohnya:
Etanol
<B. Untuk Alkaloid
Kita ketahui bahwa alkaloid ini bersifat non-polar,sehingga pelarut yang cocok digunakan untuk
mengisolasi alkaloid yaitu pelarut non polar pula.
Contohnya:
Heksana
<C. Untuk Terpenoid
Kita ketahui bahwa terpenoid ini memiliki sifat kutub sehingga dapat digunakan pelarut yang
bersifat semi-polar atau polar yaitu.
Contohnya:
Metanol
<D. Untuk Steroid
Kita ketahui bahwa steroid ini bersifat semi-polar, sehingga pelarut yang cocok untuk
mengisolasi senyawa steroid ini menggunakn pelarut semi-polar atau polar.
Contohnya:
kloroforom

Senyawa kimia alam yang terkandung di dalam tumbuhan berupa senyawa metabolit
sekunder yaitu triterpen/steroid, flavonoid, tanin, saponin, kumarin, alkaloid, glikosida
dan lain sebagainya. Golongan triterpenoid/ steroid merupakan senyawa yang larut dalam
pelarut non polar seperti n-heksan, sedangkan golongan alkaloid termasuk senyawa semi
polar yang dapat larut dalam pelarut semi polar. Sedangkan senyawa flavonoid dan tanin
dapat larut dalam pelarut polar seperti metanol, etanol, etilasetat atau pelarut polar
lainnya (Harbourne, 1984).

a. Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang polar
dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar,
tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh
pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
b. Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut
polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh
pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
c. Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak
berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter

Alkaloid memiliki basa nitrogen pada rantai sikliknya dan mengandung beragam substituen
sehingga alkaloid bersifat semipolar (Purba, 2001). Tanin termasuk golongan polifenol yang
terbagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi. Hasil uji tanin
berwarna hijau kehitaman menunjukkan tanin pada kulit buah manggis merupakan tanin
terkondensasi yang bersifat nonpolar (Sangi, dkk., 2008, Gupita, 2012). Flavonoid memilik
gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga bersifat polar (Akbar, 2010). Saponin memiliki
glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid sebagai gugus nonpolar (Sangi,
dkk., 2008). Seperti halnya saponin, triterpenoid memiliki bagian nonpolar dan polar.
Triterpenoid tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan sifatnya nonpolar
dan memiliki gugus hidroksi sehingga memiliki sifat polar (Taofik dkk., 2010). Etil asetat yang
merupakan pelarut semi polar mampu menarik senyawasenyawa dengan rentang polaritas lebar
dari polar hingga nonpolar. Hasil negatif ditunjukkan pada uji steroid dan glikosida. Steroid
tersusun dari isopren-isopren dari rantai panjang hidrokarbon sehingga bersifat sangat nonpolar
(Taofik dkk., 2010). Glikosida merupakan senyawa yang terdiri dari bagian gula dan bukan gula,
serta memiliki sifat sangat polar (Suryati, 2002). Etil asetat sebagai pelarut semi polar tidak
mampu menarik senyawa yang terlalu polar maupun terlalu nonpolar.

Kemudian untuk uji kloroform dari hasil pengamatam kloroform terjadi pembelokan maka
kloroform bersifat polar. Jika dilihat dari strukturnya kloroform berebentuk tidak simetris akan
tetapi bila dilihat dari literatur kloroform mempunyai momen dipol sebesar 1,86. Semakin besar
momen dipol maka semakin besar pula kepolarannya. Maka kloroform bisa dikatakan polar
ketika mengacu pada momen dipol dan non polar jika dilihat dari bentuk struktur.

You might also like