You are on page 1of 31

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi

1. Definisi Karies Gigi

Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries, yang artinya kebusukan.

Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif, yang dimulai dengan larutnya

mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan, antara email dan

sekelilingnya, yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat,

sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik, yang akhirnya terjadi

kavitas. Dengan kata lain, proses karies terjadi secara terus menerus, berjalan ke

bagian yang lebih dalam dari gigi, sehingga membentuk lubang, yang tidak dapat

diperbaiki kembali oleh tubuh, melalui proses penyembuhan, pada proses ini

terjadi demineralisasi, yang disebabkan oleh adanya interaksi bakteri dan

karbohidrat yang sesuai, pada permukaan gigi dan waktu (Richard, 2005).

2. Etiologi Karies Gigi

Terdapat perbedaan faktor etiologi atau penyebab karies, atas faktor

penyebab primer, yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada

permukaan gigi yang berasal dari saliva), dan faktor modifikasi yang tidak

langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan oleh satu

kejadian saja, seperti penyakit menular lainnya, tetapi disebabkan serangkaian

proses, yang terjadi selama beberapa kurun waktu (Richard, 2005).

6
7

Karies merupakan penyakit multifaktorial, dengan beberapa faktor

penyebab terjadinya karies. Terdapat 4 faktor utama yang memegang peranan,

yaitu faktor host (tuan rumah), agent (mikroorganisme), substrat (diet), dan

faktor waktu, yang digambarkan sebagai empat lingkaran, yang bertumpang

tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling

mendukung, yaitu host yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat

yang sesuai, dan waktu yang lama (Richard, 2005).

3. Proses Terjadinya Karies Gigi

Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email.

Seperti kita ketahui, bahwa email adalah bagian terkeras dari gigi, bahkan

paling keras dan padat di seluruh tubuh. Sisa makanan yang bergula (termasuk

karbohidrat), atau susu yang menempel pada permukaan email, akan

bertumpuk menjadi plak, dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi

bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut, akan

menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email, sehingga terjadi proses

demineralisasi (Houwink, 2000).

Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email.

Apabila ini sudah terjadi, maka terjadi progresivitas yang tidak dapat berhenti

sendiri, kecuali dilakukan pembuangan jaringan karies, dan dilakukan

penumpatan (penambalan), pada permukaan gigi yang terkena karies, oleh

dokter gigi (Houwink, 2000).


8

4. Pencegahan Karies

Beberapa cara pencegahan karies gigi antara lain:

a. Plaque Control

Plaque control merupakan cara menghilangkan plaque dan mencegah

akumulasinya. Tindakan tersebut merupakan tingkatan utama, dalam mencegah

terjadinya karies dan radang gusi. Menurut Wirayuni (2003), terdapat beberapa

hal yang perlu diperhatikan, dalam pelaksanaan plaque control antara lain:

1) Scalling

Scalling yaitu tindakan membersihkan karang gigi, pada semua

permukaan gigi, dan pemolesan terhadap semua permukaan gigi.

2) Penggunaan Dental Floss (benang gigi)

Dental floss ada yang berlilin, ada pula yang tidak, yang terbuat dari

nilon. Floss dapat digunakan untuk menghilangkan plaque, dan memoles

daerah interproksimal (celah diantara dua gigi), serta membersihkan sisa

makanan, yang tertinggal di bawah titik kontak.

3) Diet

Diet merupakan makanan, yang dikonsumsi setiap hari, dalam jumlah

dan jangka waktu tertentu. Hendaknya dihindari makanan yang

mengandung karbohidrat, seperti dodol, gula, permen, demikian pula

makanan yang lengket hendaknya dihindari.

4) Kontrol secara Periodik

Kontrol dilakukan setiap 6 bulan sekali, untuk mengetahui kelainan dan

penyakit gigi dan mulut secara dini.


9

5) Penggunaan Fluorida

Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluorida adalah untuk

melindungi gigi dari karies, fluorida bekerja dengan cara menghambat

metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat, melalui

perubahan hidroksil apatit, pada enamel menjadi fluorida apatit yang lebih

stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan asam. Reaksi kimia :

Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF), menghasilkan enamel yang

lebih tahan asam, sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan

meningkatkan remineralisasi.

Penggunaan fluorida sebagai bahan topikal aplikasi, telah dilakukan

sejak lama, dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan

pertumbuhan mikroorganisme, sehingga menghasilkan peningkatan yang

signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies

(Yanti, 2002). Penggunaan fluorida secara topikal, untuk gigi yang sudah

erupsi, dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a) Topikal Aplikasi Flourida

Topikal aplikasi fluorida adalah pengolesan langsung fluorida pada

enamel. Setelah gigi dioleskan fluorida, lalu dibiarkan kering selama 5

menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum atau berkumur

(Lubis, 2001). Sediaan fluorida dibuat dalam berbagai bentuk, yaitu

NaF, SnF, APF yang memakainya diulaskan pada permukaan gigi, dan

pemberian varnish fluorida. NaF merupakan salah satu yg sering

digunakan, karena dapat disimpan untuk waktu yang agak lama,


10

memiliki rasa yang cukup baik, tidak mewarnai gigi serta tidak

mengiritasi gingiva. NaF digunakan pertama kali, sebagai bahan

pencegah karies. Senyawa ini dianjurkan penggunaannnya, dengan

konsentrasi 2%, dilarutkan dalam bentuk bubuk 0,2 gram dengan air

destilasi 10 ml (Yanti, 2002).

Sekarang SnF jarang digunakan karena menimbulkan banyak

kesukaran, misalnya rasa tidak enak sebagai suatu zat astringent, dan

kecenderungannya mengubah warna gigi, karena beraksinya ion Sn

dengan sulfida dari makanan, serta mengiritasi gingiva. SnF juga akan

segera dihidrolisa, sehingga harus selalu memakai sediaan yang masih

baru (Kidd dan Bechal, 1991). Konsentrasi senyawa ini yang dianjurkan

adalah 8%. Konsentrasi ini diperoleh dengan melarutkan bubuk SnF2

0,8 gram dengan air destilasi 10 ml. Larutan ini sedikit asam dengan pH

2,4-2,8 (Yanti, 2002).

APF lebih sering digunakan, karena memiliki sifat yang stabil,

tersedia dalam bermacam-macam rasa, tidak menyebabkan pewarnaan

pada gigi, dan tidak mengiritasi gingiva. Bahan ini tersedia dalam

bentuk larutan atau gel, siap pakai, dan merupakan bahan topikal

aplikasi yang banyak di pasaran dan dijual bebas. APF dalam bentuk

gel sering mempunyai tambahan rasa, seperti rasa jeruk, anggur, dan

jeruk nipis (Yanti, 2002).

Pemberian varnish fluorida dianjurkan, apabila penggunaan pasta

gigi mengandung fluorida, tablet fluorida, dan obat kumur tidak cukup
11

untuk mencegah, atau menghambat perkembangan karies. Pemberian

varnish fluorida, diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada

anak, yang mempunyai resiko karies tinggi. Salah satu varnish fluorida

adalah duraphat (colgate oral care). Duraphat (colagate oral cara)

merupakan larutan alkohol varnis alami, yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5

% sampai kira-kira 25.000 ppm fluor). Varnish dilakukan pada anak-

anak umur 6 tahun ke atas, karena anak dibawah umur 6 tahun belum

dapat menelan ludah dengan baik, sehingga dikhawatirkan varnish

dapat tertelan, dan dapat menyebabkan fluorosis enamel (Angela,

2005).

b) Pasta Gigi Fluorida

Penyikatan gigi dua kali sehari, menggunakan pasta gigi yang

mengandung fluorida terbukti dapat menurunkan karies (Angela, 2005).

Akan tetapi, pemakaiannya pada anak pra sekolah harus diawasi, karena

pada umunya mereka masih belum mampu berkumur dengan baik,

sehingga sebagian pasta giginya bisa tertelan. Kebanyakan pasta gigi

terdapat di pasaran mengandung kira-kira 1 mg F/g (1 gram setara

dengan 12 mm pasta gigi pada sikat gigi) (Kidd dan Bechal, 1991).

c) Obat Kumur dengan Fluorida

Obat kumur yang mengandung fluorida, dapat menurunkan karies

sebanyak 20-50%. Penggunaan obat kumur disarankan, untuk anak

yang berisiko karies tinggi, atau selama terjadi kenaikan karies (Angela,

2005). Berkumur fluorida diindikasikan, untuk anak yang berumur


12

diatas enam tahun, karena telah mampu berkumur dengan baik, dan

orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi pasien-pasien

yang memakai alat ortho (Kidd dan Bechal, 1991).

b. Fissure Sealants

Fissure sealants adalah bahan yang dirancang sebagai pencegah karies di

fissure. Bahan ini dipakai pada daerah oklusal gigi, untuk menambal fissure

oklusal, sehingga daerah tersembunyi yang memungkinkan timbulnya karies

dapat dihilangkan (Kidd dan Bechal, 1991). Aplikasi bahan fissure sealants

bermanfaat, untuk mencegah berkembangnya karies di fissure. Fissure sealant

berbasis resin, dapat diaplikasikan pada email, setelah permukaan email

dibersihkan, diisolasi, dipersiapkan (dikondisikan), dan dikeringkan (Ford,

1993).

Menurut Kervanto (2009), fissure sealants yang sering digunakan adalah

fissure sealants berbasis resin dan fissure sealants semen ionomer kaca. Fissure

sealants berbasis ionomer kaca, mengandung gelas aluminosilikat, dan asam

poliakrilat, yang merupakan bahan restorasi pertama yang adhesif, terhadap

email, dan dentin secara kimia. Pengetsaan email tidak diperlukan, tetapi debris

organik harus dibersihkan, dengan menggunakan bahan kondisioner, khusus

yang terdapat di kemasannya (asam poliakrilat). Asam poliakrilat ini menjamin

bersihnya permukaan, sehingga ikatan tidak terganggu. Semen ionomer kaca

mengandung flourida, yang dapat menimbulkan efek kariostatika (Kidd dan

Bechal, 1991).
13

5. Klasifikasi Karies

a. Karies Menurut Lokasi Kavitas

G. V. Black menyatakan bahwa urutan frekuensi dari karies gigi, dimulai

dari daerah gigi pada permukaan paling tinggi, sampai yang paling rendah.

Klasifikasi karies menurut G. V. Black dibagi dalam lima kelas, yaitu:

1) Karies Kelas I

a) Semua karies pada pit dan fissure yang terjadi pada :

i. Permukaan oklusal posterior (permukaan pengunyahan gigi geraham).

ii. 2/3 bagian oklusal, permukaan bukal dan lingual/palatal gigi posterior

(bagian pengunyahan, permukaan dekat pipi, dan dekat lidah/langit-langit

gigi geraham).

iii. Permukaan palatal insisal insisivus rahang atas.

b) Karies pada permukaan halus, yang terjadi pada 2/3 oklusal, atau insisal

semua gigi.

2) Karies Kelas II

Karies pada permukaan proksimal gigi posterior (sela antar gigi geraham).

3) Karies Kelas III

Karies pada permukaan proksimal insisivus dan kaninus (sela antar gigi

depan), belum melibatkan sudut atau tepi insisal.

4) Karies Kelas IV

Karies pada permukanan proksiamal insisivus dan kaninus (sela antar gigi

depan), sudah melibatkan sudut insisal.


14

5) Karies kelas V

Karies pada 1/3 gusi (gingival third) permukaan labial (dekat bibir), lingual

(dekat lidah), atau permukaan bukal (dekat pipi) semua gigi.

6) Karies Kelas VI

Karies yang terjadi pada insisal gigi insisivus dan kaninus serta tonjol gigi

molar dan premolar. Biasanya disebabkan oleh karena atrisi.

b. Karies Menurut Kedalamannya

Berdasarkan kedalamannya, karies dibagi menjadi:

1) Karies superfisialis yaitu kedalaman karies baru mengenai email saja

(sampai dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena.

2) Karies media yaitu karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi

setengah dentin.

3) Karies profunda yaitu karies yang sudah mengenai lebih dari setengah

dentin, dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa (Kidd, 1992).

B. Bahan Restorasi

1. Definisi Bahan Restorasi

Bahan restorasi merupakan suatu bahan, yang banyak digunakan dalam

bidang Kedokteran Gigi, untuk memperbaiki dan merestorasi struktur gigi yang

rusak. Adapun yang menyebabkan rusaknya struktur gigi, dan memerlukan

perbaikan adalah karies, gigi aus akibat pemakaian, trauma, dan kelainan

pertumbuhan (Indriani, 2008).


15

2. Klasifikasi Bahan Restorasi

Secara garis besar bahan restorasi gigi dapat dibedakan menjadi:

a. Bahan plastis

1) Amalgam.

2) Resin komposit.

3) Silikat.

4) Semen ionomer kaca (Indriani, 2008).

b. Bahan non plastis (dari bahan kaku)

1) Inlay.

2) Onlay.

3) Mahkota full veneer.

4) Mahkota logam-porselen.

5) Mahkota jaket porselen (Indriani, 2008).

Tujuan restorasi gigi tidak hanya membuang penyakit, dan mencegah

timbulnya kembali karies, tetapi juga dalam rangka mengembalikan fungsi gigi

geligi. Untuk dapat diterima secara klinis, dokter gigi harus mengetahui sifat-sifat

bahan yang akan dipakai, sehingga jika bahan-bahan baru keluar di pasaran, kita

dapat segera mengenali kebaikan dan keburukan, dibanding dengan bahan yang

lama. Dua sifat yang sangat penting dan harus dimiliki oleh bahan restorasi adalah

harus mudah digunakan, serta tahan lama dalam penggunaannya didalam rongga

mulut (Indriani, 2008).


16

3. Sifat-sifat dari Bahan Restorasi

Sedangkan sifat-sifat yang lainnya yang diperlukan adalah :

a. Kekuatan tarik (tensil) yang baik.

b. Tidak larut dan tidak mengalami korosi dalam lingkungan mulut.

c. Sifat eksotermisnya rendah, dan perubahan volume selama pengerasannya

dapat diabaikan.

d. Tidak bersifat toksik dan tidak mengiritasi, terhadap jaringan pulpa, serta

gingiva.

e. Mudah dibentuk dan dipoles.

f. Derajat keausannya sama dengan email.

g. Mampu melindungi jaringan sekitar gigi, dari serangan karies sekunder.

h. Koefisien muai termalnya sama dengan email dan dentin.

i. Difusi termiknya sama dengan pada email dan dentin.

j. Penyerapan airnya rendah.

k. Adhesif terhadap jaringan gigi.

l. Radiopak.

m. Warna translusensinya sama dengan warna email.

n. Tahan lama dalam penyimpanan.

o. Biaya yang terjangkau masyarakat banyak (Indriani, 2008).


17

C. Resin Komposit

1. Definisi Resin Komposit

Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi, yang telah lama digunakan,

untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang, dan mampu memodifikasi warna,

serta kontur gigi, sehingga meningkatkan faktor estetik restorasi (Craig dan

Powers, 2006). Resin komposit dapat digunakan, untuk beberapa macam aplikasi,

antara lain, untuk merestorasi gigi anterior, dan posterior yang patah, atau terkena

karies, penyesuaian oklusi, sementasi dari restorasi indirect (tidak langsung),

perekat braket ortodontik, dan mentransformasi gigi secara estetik (Schneider

dkk., 2010).

Faktor estetik merupakan faktor utama, yang dikembangkan dalam

perkembangan bahan restorasi, sedangkan sifat-sifat biomaterial seperti besarnya

pengerutan polimerisasi, dan kemampuan adhesi terhadap jaringan keras gigi,

merupakan syarat utama, untuk mencapai keberhasilan klinis (Frankenberger

dkk., 2010). Keberhasilan klinis bahan restorasi telah ditingkatkan, melalui

pengembangan resin komposit, yang menghasilkan sifat mekanis yang lebih baik,

perubahan dimensi yang lebih rendah saat setting, dan wear resistance (Craig dan

Powers, 2006).

Bahan resin komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi, dari

sekurang-kurangnya dua bahan kimia yang berbeda, dengan satu komponen

pemisah yang nyata diantara keduanya. Apabila konstruksi tepat, kombinasi ini

akan memberikan kekuatan yang tidak dapat diperoleh, apabila hanya digunakan

satu komponen saja. Bahan restorasi resin komposit adalah suatu bahan matriks
18

resin, yang di dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz dan partikel silika

koloidal), sedemikian rupa, sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan

(Anusavice, 2003).

Dalam ilmu Kedokteran Gigi, istilah resin komposit secara umum mengacu

pada penambahan polimer, yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan

dentin. Resin komposit digunakan untuk mengganti struktur gigi, dan

memodifikasi bentuk dan warna gigi, sehingga akhirnya dapat mengembalikan

fungsinya. Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin

matriks, partikel bahan pengisi, dan bahan coupling (Anusavice, 2003).

Gambar 2.1 Bahan Restorasi Resin Komposit

2. Syarat Bahan Resin Komposit

Syarat bahan restorasi dalam Kedokteran Gigi Resin Komposit antara lain :

a. Bahannya tidak mengiritasi.

b. Tidak toksik.

c. Tidak mudah larut dalam saliva.

d. Mudah digunakan.

e. Estetika yang baik (Hermina, 2003).


19

Menurut Anand (2010), syarat bahan restorasi resin komposit dalam

Kedokteran Gigi, yang dipakai dalam pengaplikasiannya resin komposit antara

lain:

a. The American Dental Association telah mengindikasikan kelayakan resin

komposit, untuk digunakan sebagai pit dan fissure sealant, resin preventif, lesi

awal kelas I dan II, yang menggunakan modifikasi preparasi gigi konservatif,

restorasi kelas I dan II yang berukuran sedang, restorasi kelas V, restorasi pada

tempat-tempat yang memerlukan estetika, dan restorasi pada pasien yang

alergi, atau sensitif terhadap logam.

b. The American Dental Association tidak mendukung penggunaan resin

komposit pada gigi, dengan tekanan oklusal yang besar, tempat atau area yang

tidak dapat diisolasi, atau pasien yang alergi atau sensitif terhadap material

resin komposit.

3. Komposisi dari Resin Komposit

a. Bahan Utama/Matriks Resin

Kebanyakan resin komposit menggunakan campuran monomer aromatik

dan/atau aliphatic dimetacrylate, seperti bisphenol A glycidyl methacrylate

(BIS-GMA). Selain itu, juga banyak dipakai adalah tryethylene glycol

dimethacrylate (TEGDMA), dan urethane dimethacrylate (UDMA) adalah

dimethacrylate, yang umum digunakan dalam resin komposit gigi.

Perkembangan bahan restorasi Kedokteran Gigi (resin komposit) dimulai dari

akhir tahun 1950-an dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk
20

memperkuat resin epoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem

epoksi, seperti lamanya pengerasan dan kecenderungan perubahan warna,

mendorong Bowen mengkombinasikan keunggulan epoksi (CH-O-CH2), dan

akrilat (CH2=CHCOO-). Percobaan-percobaan ini menghasilkan

pengembangan molekul BIS-GMA (Annusavice, 2003).

Molekul tersebut memenuhi persyaratan matriks resin suatu resin

komposit gigi. BIS-GMA memiliki viskositas yang tinggi, sehingga

membutuhkan tambahan cairan dari dimethacrylate lain, yang memiliki

viskositas rendah, yaitu TEGDMA, untuk menghasilkan cairan resin, yang

dapat diisi secara maksimal, dengan partikel glass. Sifatnya yang lain yaitu

sulit melakukan sintesa, antara struktur molekul yang alami, dan kurang

melekat dengan baik, terhadap struktur gigi (Anusavice, 2003).

b. Filler

Dikenali sebagai filler inorganik. Filler inorganik mengisi 70 persen dari

berat material. Beberapa jenis filler yang sering dijumpai adalah berbentuk

manik-manik kaca dan batang, partikel seramik seperti quartz (SiO2), litium-

aluminium silikat (Li2O, Al2O3, dan 4SiO2), dan kaca barium (BaO) yang

ditambahkan, untuk membuat resin komposit menjadi radiopak. Ukuran

partikel yang sering dipakai berkisar antara 4 hingga, 15 m. Partikel yang

dikategorikan berukuran besar, sehingga mencapai 60 m pernah digunakan,

tetapi permukaan tumpatan akan menjadi kasar, sehingga mengganggu

kenyamanan pasien (Anusavice, 2003).


21

Bentuk dari partikel juga terbukti penting, karena manik-manik bulat

sering terlepas dari material, mengakibatkan permukaan menjadi aus. Bentuk

filler yang tidak beraturan, mempunyai permukaan yang lebih baik, dan

tersedia untuk bonding dan dapat dipertahankan di dalam resin (Anusavice,

2003).

Penambahan partikel filler dapat memperbaiki sifat resin komposit :

1) Lebih sedikit jumlah resin, pengerutan sewaktu curing dapat dikurangi.

2) Mengurangkan penyerapan cairan dan koefisien ekspansi termal.

3) Memperbaiki sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan

resisten terhadap abrasi (Anusavice, 2003).

c. Coupling Agent

Komponen penting yang terdapat pada resin komposit, yang banyak

dipergunakan pada saat ini adalah coupling agent. Resin akrilik yang awal

digunakan tidak berfungsi dengan baik, karena ikatan antara matriks dan filler

adalah tidak kuat. Melapiskan partikel filler dengan coupling agent, contohnya

vinyl silane, memperkuat ikatan antara filler dan matriks. Coupling agent

memperkuat ikatan antara filler dan matriks resin, dengan cara bereaksi secara

kimia dengan keduanya. Hal ini menyebabkan lebih banyak matriks resin

memindahkan tekanan, kepada partikel filler yang lebih kaku. Kegunaan

coupling agent tidak hanya untuk memperbaiki sifat kimia dari resin komposit,

tetapi juga meminimalisasi kehilangan awal dari partikel filler, yang

diakibatkan dari penetrasi oleh cairan diantara resin dan filler (Anusavice,

2003).
22

Fungsi bagi coupling agent adalah:

1) Memperbaiki sifat fisik dan mekanis dari resin komposit.

2) Mencegah cairan dari penetrasi kedalam filler-resin (Anusavice, 2003).

d. Bahan Tambahan Lain

1) Pigmen : Pigmen inorganik ditambahkan dalam jumlah kecil, sehingga

warna resin komposit sama dengan struktur gigi. Resin komposit disediakan

dalam 10 atau lebih warna yang berkisar pada warna gigi.

2) Inisiator : Organik peroksida atau diketon.

3) Accelerator : Organik amina (Power, 2008)

4. Klasifikasi Resin Komposit

Klasifikasi resin komposit, digolongkan berdasarkan partikel filler dan

ukuran distribusi. Secara umum, terdapat 4 jenis resin komposit, yaitu macrofilled

composite (resin komposit konvensional), small particle-filled composite,

microfilled composite, hybrid composite, dan nanofilled composite (Gladwin dan

Bagby, 2009)

a. Microfilled Composite

Resin komposit memiliki permukaan yang halus, serupa dengan restorasi

resin akrilik, tanpa bahan pengisi. Kekuatan konpresif dan kekuatan tensil

menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi, dibandingkan dengan resin komposit

konvensional (Anusavice, 2003).


23

b. Small Particle-filled Composite

Beberapa bahan pengisi partikel kecil menggunakan quartz sebagai

bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai kaca yang mengandung logam berat

(Anusavice, 2003).

c. Microfilled Composite

Resin komposit ini dianjurkan, untuk penggunaan restorasi kelas III dan

V yang mengutamakan estetik, dan kilap yang tinggi (Anusavice, 2003).

d. Hybrid Composite

Hybrid composite menggabungkan beberapa jenis filler, dari resin

komposit konvensional dengan microfiller (submikron, partikel filler koloid).

Resin komposit dengan filler, yang mengandung fiber dan/atau nano-partikel

dapat dimasukkan dalam kategori hybrid (Anusavice, 2003). Resin komposit

ini, dikembangkan pada akhir tahun 1980 dan memiliki kekuatan yang lebih

baik, dibandingkan jenis resin komposit lainnya (Gladwin dan Bagby, 2009).

Hybrid composite mengandung komposisi filler 70-80% dan memiliki

ukuran rata-rata partikel 0.01-0.05 m. Sejak tahun 2000, jenis hybrid yang

paling sering digunakan mengandung filler, dengan ukuran partikel 0,5 hingga

1.0 m, yang dikombinasikan dengan microfiller, yang memiliki wt% sebesar

10-15% (Anusavice, 2003). Secara umum, resin komposit jenis ini digunakan

di Kedokteran Gigi, karena memiliki daya tahan abrasif yang baik, untuk

restorasi kelas I, II, III, dan IV (Van Noort, 2007; Gladwin dan Bagby, 2009).
24

e. Nanofilled Composite

Mempunyai ukuran partikel 1 nm - 0.02 m dan biasa digunakan untuk

restorasi gigi anterior. Selain jenis yang telah disebutkan di atas, terdapat

beberapa varian resin komposit yang didapat dengan memodifikasi komposisi

dari resin komposit antara lain :

1) Resin Komposit yang mengandung Fluorida

Resin komposit ini, dapat melepaskan fluorida pada enamel dan dentin,

sehingga mencegah terjadinya karies sekunder, dan dapat menimbulkan efek

remineralisasi, dalam interval 2-3 minggu.

2) Komposit Fiber

Resin komposit yang mengandung lembaran pita/fiber yang diulas, dengan

bahan bonding dan diberi flowable composite, meningkatkan retensi

restorasi pada gigi, yang mengalami perawatan saluran akar, dan untuk

pembuatan pasak dan mahkota pasak.

3) Polyacid Modified Composite Resin/Kompomer

Resin komposit dengan campuran SIK (Gladwin dan Bagby, 2009).

5. Sifat-sifat Resin Komposit

Sama halnya dengan bahan restorasi Kedokteran Gigi yang lain, resin

komposit juga memiliki sifat.


25

Terdapat beberapa sifat-sifat yang terdapat pada resin komposit, antara lain:

a. Sifat Fisik

Secara fisik resin komposit memiliki nilai estetik yang baik, sehingga

nyaman digunakan pada gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu

pengerasan, dan karakteristik permukaan juga menjadi pertimbangan, dalam

penggunaan bahan ini. Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya:

1) Warna

Resin komposit resisten terhadap perubahan warna, yang disebabkan

oleh oksidasi, tetapi sensitif pada penodaan. Stabilitas warna resin komposit

dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur,

arak, dan minyak wijen. Perubahan warna dapat juga terjadi, dengan

oksidasi, dan akibat dari penggantian air dalam polimer matriks. Untuk

mencocokan dengan warna gigi, resin komposit Kedokteran Gigi harus

memiliki warna visual (shading), dan translusensi yang dapat menyerupai

struktur gigi. Translusensi atau opasitas, dibuat untuk menyesuaikan dengan

warna email dan dentin (Anusavice, 2004).

2) Strength

Tensile dan compressive strength resin komposit ini lebih rendah, dari

amalgam. Hal ini memungkinkan, bahan yang digunakan untuk pembuatan

restorasi, pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan dari masing-masing jenis

bahan resin komposit berbeda (Anusavice, 2004).


26

3) Setting

Dari aspek klinis, setting resin komposit ini terjadi selama 20-60 detik,

sedikitnya waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan

setting bahan dengan light cured dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar.

Sedangkan, pada bahan yang diaktifkan secara kimia, memerlukan setting

time 30 detik selama pengadukan (Anusavice, 2004).

b. Sifat Mekanis

Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor

yang penting, terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini

juga harus menjamin bahan restorasi berfungsi secara efektif, aman, dan tahan

untuk jangka waktu tertentu. Sifat-sifat yang mendukung bahan resin komposit

diantaranya yaitu :

1) Adhesi

Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu

berkontak, disebabkan adanya gaya tarik-menarik, yang timbul antara kedua

benda tersebut. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan email.

Adhesi diperoleh dengan dua cara. Pertama dengan menciptakan ikatan

fisik, antara resin komposit dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan

pada email menyebabkan terbentuknya porositas tersebut, sehingga tercipta

retensi mekanis yang cukup baik. Kedua dengan penggunaan lapisan, yang

diaplikasikan antara dentin dan resin komposit, dengan maksud


27

menciptakan ikatan antara dentin, dengan resin komposit tersebut (dentin

bonding agent) (Anusavice, 2004).

2) Kekuatan dan Keausan

Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih unggul,

dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil resin komposit dan daya tahan

terhadap fraktur, memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini, untuk

merestorasi sudut insisal. Akan tetapi, memiliki derajat keausan yang sangat

tinggi, karena resin matriks yang lunak lebih cepat hilang, sehingga

akhirnya filler lepas (Anusavice, 2004).

c. Sifat Kimia

Resin gigi menjadi padat, apabila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah

serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari

sejumlah molekul-molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk

dalam sistem ini dapat berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan

pada ujung-ujung rantai, atau pada ujung-ujung rantai percabangan. Salah satu

metakrilat multifungsional yang pertama kali digunakan dalam Kedokteran

Gigi adalah resin Bowen (BIS-GMA) (Anusavice, 2004).

6. Kelebihan dan Kekurangan Resin Komposit

a. Kelebihan Resin Komposit

1) Warna dan tekstur material dapat disamakan dengan gigi pasien, dengan

menambah material pengisi.

2) Dapat digunakan untuk merubah warna, ukuran, dan bentuk gigi.


28

3) Tidak mengandung merkuri.

4) Sangat bermanfaat untuk gigi anterior dan kavitas kecil pada gigi posterior,

dengan beban gigitan yang tidak terlalu besar, dan mementingkan estetis.

5) Hanya sedikit gigi yang perlu dipreparasi, untuk pengisian bahan tambalan

dibanding amalgam (Anusavice, 2003).

b. Kekurangan Resin Komposit

1) Kurang daya tahan dibanding amalgam, serta tidak begitu kuat, dalam

menahan tekanan gigitan pada bagian posterior.

2) Tidak dapat digunakan untuk restorasi yang besar. Lebih cepat aus

dibanding amalgam.

3) Teknik etsa asam dapat melemahkan material polimer resin komposit.

4) Kontras bahan restorasi resin komposit dan karies, yang kurang

menyebabkan sukar untuk mendeteksi karies baru.

5) Memerlukan keterampilan serta, biaya tinggi (Anusavice, 2003).

D. Semen Ionomer Kaca (SIK/GIC)

1. Definisi Semen Ionomer Kaca

Semen ionomer kaca merupakan bahan restorasi yang banyak digunakan

oleh dokter gigi, dan terus dikembangkan. Semen ionomer kaca memiliki

kemampuan berikatan secara fisikokimia baik pada email, maupun dentin.

Suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil, juga

disebut sebagai semen polialkenoat (Anusavice, 2003). Bahan restorasi yang


29

paling akhir berkembang, dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Semen

ini melekat pada enamel dan dentin, melalui ikatan kimia (Robert, 2002).

Semen ionomer kaca melepaskan ion fluorida, dalam jangka waktu yang

cukup lama, sehingga dapat menghilangkan sensitivitas, dan mencegah

terjadinya karies sekunder. Kemampuan dalam melepaskan ion fluorida,

terhadap compressive strength dari bahan restorasi semen ionomer kaca,

mengakibatkan korelasi negatif, antara pelepasan ion fluorida dengan

compressive strength. Bahan material yang memiliki tingkat pelepasan

ion fluorida yang lebih tinggi, secara umum mempunyai kekuatan yang lebih

rendah, daripada material yang memiliki tingkat pelepasan ion fluorida yang

rendah. Semen ionomer kaca sering disebut dengan alumine silicate and

polyacrylic acid (ASPA). Reaksi yang terbentuk, dari semen ionomer kaca

adalah reaksi antara alumina silikat kaca, dalam bentuk powder, dengan asam

poliakrilik sebagai liquid (Robert, 2002).

Selain sebagai bahan restorasi, semen ionomer kaca dapat digunakan

sebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior dan

posterior, pelapis kavitas, penutup pit dan fisura, bonding agent pada resin

komposit, serta sebagai semen adhesif pada perawatan ortodontik. Ukuran

partikel gelas semen ionomer kaca bervariasi, yaitu sekitar 50 m sebagai

bahan restorasi, dan sekitar 20 m sebagai bahan lutting (Robert, 2002).


30

2. Klasifikasi Semen Ionomer Kaca Berdasarkan Bahan Pengisi

a. Konvensional

Semen ionomer kaca konvensional secara luas digunakan, untuk kavitas

Klas V, hasil klinis dari prosedur ini cukup baik, meskipun penelitian in vitro

berpendapat, bahwa semen ionomer kaca modifikasi resin dengan ketahanan

fraktur yang lebih tinggi, dan peningkatan kekuatan perlekatan memberikan

hasil yang jauh lebih baik (Gladwin, 2009).

b. Semen Ionomer Hybrid

Komponen bubuk terdiri dari partikel kaca ion-leachable fluoroalumino

silicate, dan inisiator untuk light curing, atau chemical curing. Komponen

cairan biasanya terdiri dari air, dan asam polyacrylic, atau asam polyacrilyc,

yang dimodifikasi dengan monomer methacrylate hydroxyethyl methacrylate

(Gladwin, 2009).

c. Semen Ionomer Tri-Cure

Terdiri dari partikel kaca silicate, sodium florida, dan monomer yang

dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitif terhadap cairan,

sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti air (Gladwin, 2009).

d. Semen Ionomer Kaca yang diperkuat dengan Metal

Semen ionomer kaca ini kurang kuat, dikarenakan tidak dapat menahan

gaya mastikasi yang besar. Semen ini juga tidak tahan terhadap keausan

penggunaan, dibandingkan bahan restorasi estetik lainnya, seperti resin

komposit dan keramik (Gladwin, 2009).


31

3. Klasifikasi Semen Ionomer Kaca berdasarkan Aplikasinya

a. Tipe I : Luting pada mahkota, jembatan, dan bracket.

b. Tipe II a : Semen restorasi untuk estetika.

c. Tipe II b : Semen restorasi untuk kekuatan.

(Tipe II dapat juga digunakan sebagai fissure sealant, restorasi untuk gigi

sulung).

d. Tipe III : Lining cement dan base.

e. Tipe IV : Meliputi light cure dan dual cure GI (Mitchell et al, 2005).

4. Komposisi Semen Ionomer Kaca

a. Komposisi Bubuk

Bubuk semen ionomer kaca adalah kaca alumina-silikat. Walaupun

memiliki karakteristik yang sama dengan silikat, tetapi perbandingan alumina-

silikat lebih tinggi pada semen silikat (Anusavice, 2003).

b. Komposisi Cairan

Cairan yang digunakan semen ionomer kaca adalah larutan dari asam

poliakrilat, dalam konsentrasi kira-kira 50%. Cairan ini cukup kental

cenderung membentuk gel, setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar

semen, cairan asam poliakrilat adalah dalam bentuk kopolimer dengan

asamitikonik, maleik, atau asam trikarbalik. Asam-asam ini cenderung

menambah resktifitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi

kecenderungan membentuk gel (Anusavice, 2003).


32

Ketika bubuk dan cairan semen ionomer kaca dicampurkan, cairan asam

akan memasuki permukaan partikel kaca, kemudian bereaksi dengan

membentuk lapisan semen tipis, yang akan mengikuti inti. Selain cairan asam,

kalsium, aluminium, sodium sebagai ion-ion fluorida pada bubuk semen

ionomer kaca, akan memasuki partikel kaca, yang akan membentuk ion

kalsium (Ca2+), kemudian ion aluminium (Al3+), dan garam fluorida, yang

dianggap dapat mencegah timbulnya karies sekunder. Selanjutnya,

partikel-partikel kaca lapisan luar membentuk lapisan (Anusavice, 2003).

Gambar 2.2 Bahan Tumpatan Semen Ionomer Kaca

5. Sifat Semen Ionomer Kaca

a. Sifat Fisis

1) Anti karies ion fluorida yang dilepaskan terus menerus, membuat gigi lebih

tahan terhadap karies.

2) Termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel.

3) Tahan terhadap abrasi, ini penting, khususnya pada penggunaan dalam

restorasi dari groove (Power, 2008).


33

b. Sifat Mekanis

1) Compressive strength: 150 Mpa, lebih rendah dari silikat.

2) Tensile strength : 6,6 Mpa, lebih tinggi dari silikat.

3) Hardness : 4,9 KHN, lebih lunak dari silikat.

4) Frakture toughness : beban yang kuat dapat terjadi fraktur (Power, 2008).

c. Sifat Kimia

Semen ionomer kaca melekat dengan baik ke enamel dan dentin,

perlekatan ini berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi dan ion

COOH dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar,

daripada ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini, maka kebocoran tepi

tambalan dapat dikurangi. Semen ionomer kaca tahan terhadap suasana asam,

oleh karena adanya ikatan silang, diantara rantai-rantai semen ionomer kaca.

Ikatan ini terjadi karena adanya polyanion, dengan berat molekul yang tinggi

(Anusavice, 2003).

d. Sifat Biologis

Restorasi semen ionomer kaca memiliki bikompatibilitas, terhadap

jaringan gigi yang baik, karena dapat melekat dengan enamel dan dentin

dengan baik (Annusavice, 2003)

6. Indikasi dan Kontraindikasi Semen Ionomer Kaca

a. Indikasi Semen Ionomer Kaca

1) Restorasi pada lesi erosi/abrasi tanpa preparasi kavitas.

2) Penumpatan pit dan fissure oklusal.


34

3) Restorasi gigi sulung.

4) Restorasi lesi karies kelas III dan V.

5) Reparasi kerusakan tepi restorasi mahkota (Craig, 2004).

b. Kontraindikasi Semen Ionomer Kaca

1) Kavitas-kavitas yang ketebalannya kurang.

2) Kavitas-kavitas yang terletak pada daerah yang menerima tekanan tinggi.

3) Lesi karies kelas I dan IV.

4) Lesi yang melibatkan area luas pada email labial, yang mengutamakan

faktor estetika (Craig, 2004).

7. Kelebihan dan Kekurangan Semen Ionomer Kaca

a. Kelebihan Semen Ionomer Kaca

1) Potensi antikariogenik.

2) Translusen.

3) Biokompatibel.

4) Melekat secara kimia dengan struktur gigi.

5) Sifat fisik yang stabil.

6) Mudah dimanipulasi (Craig, 2004).

b. Kekurangan Semen Ionomer Kaca

1) Compressive strenght kurang baik.

2) Resistensi terhadap abrasi menurun.

3) Estetik kurang baik.


35

4) Warna tambalan lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas,

antara tambalan dengan gigi asli (Craig, 2004).

8. Manipulasi Semen Ionomer Kaca

a. Powder dan liquid dikeluarkan dengan jumlah yang tepat pada paper pad.

b. Bubuk dibagi menjadi 2 bagian, dan salah satu bagian dicampur dengan

liquid.

c. Manipulasi dilakukan dengan gerakan melipat searah. Hal ini dikarenakan

bentuk molekul semen ionomer kaca yang kotak, dan hanya dapat

tercampur, dengan cara melipat.

d. Sisa powder ditambahkan, dan total waktu yang digunakan untuk

mencampur adalah 30-40 detik, dengan setting time 4 menit.

e. Setelah restorasi ditempatkan, diukur konturnya dengan benar, permukaan

harus dilindungi dari kontaminasi saliva, dengan menggunakan varnish.

f. Kelengkapan dan finishing akan selesai setelah 24 jam.

9. Tatalaksana Restorasi Semen Ionomer Kaca

a. Preparasi gigi yang akan di restorasi (mengalami karies).

b. Aplikasikan dentin conditioning dengan cairan semen ionomer kaca yang

diencerkan.

c. Aplikasikan pada kavitas selama 10-15 detik.

d. Bersihkan kavitas dan keringkan.

e. Manipulasi semen ionomer kaca.


36

f. Aplikasikan tumpatan dengan menggunakan instrumen plastis.

g. Oleskan varnis di atas tumpatan, biarkan 1-2 menit.

10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Pengerasan

Beberapa faktor kimia dan fisik mempengaruhi karakteristik pengerasan

bahan semen ionomer kaca. Meskipun telah disepakati bahwa setting semen

ionomer kaca dengan reaksi asam-basa, namun sebenarnya begitu kompleks. Hal

ini berpengaruh kepada pelepasan dan pengendapan ion-ion kalsium, dan

aluminium dikarenakan ion-ion fluorida dan tartar. Sedangkan beberapa faktor

lainnya seperti temperatur, ukuran partikel dari powder, hanya mempercepat atau

memperlambat reaksi, tentu saja bahan kimia sangat memberikan pengaruh dan

memiliki peranan penting dalam memodifikasi reaksinya sendiri. Bahan kimia

yang sangat berpengaruh penting adalah fluorida dan asam tartar (Anusavice,

2003).

You might also like