You are on page 1of 61

Abstract

Background. A mother who has generally to give an increasing food before a baby
has 6 month old, there is difficult to understand a new feed method which its more
healthy. While this fact can annoyance the healthyof baby and the frequentations of
visiting to the healthy servant is often more.
Objective. This research to tendency to know a relation an increasing feeding at
younger old with phase of visiting to healthy servant.
Methods. Type of the research is observational of research which us a correlation
kind for looking a condition objectively. The research has done in Pasar Minggu with
taking sample to 21 of baby at 12-59 months old. A total sampling method was used
to take and interview. The data, then, was analyzed by using a nonparametric
statistic, a bivariate technique, namely, with correlation analysis of Rank Spearman.
Conclusions. Results of the research indicated that: (1) Increasing feed method for a
baby at 12-59 months old in Pasar Minggu that base done the research results is look
in that an increasing feed except ASI was gift although the age of baby is not 6
month complete and there is often gift although a baby was suckled. (2) A baby with
12-59 months old in Sine is often visited to the healthy servant. High frequentation of
visiting to the healthy servant because an often of the children have a diseases like
diarrhea, allergic, or difficult to defecate.
It means there is a positive relation that significance between an increasing feed at
younger old with the level of visiting to the healthy servant. An increasing feeding
that so early will make a healthy disturbing to the baby in other day.

1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah
gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan
serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.
Gizi buruk akut yang berat merupakan penyebab kematian terbesar pada anak
usia di bawah 5 tahun. Diperkirakan sekitar 20 juta anak di seluruh dunia menderita
gizi buruk.1
Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan terdapat 4,9% kasus gizi
buruk yang terdapat di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk DKI Jakarta, prevalensi
gizi buruk adalah 2,6% dengan menggunakan ratio berat badan perumur.2
Berdasarkan Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun
2011 terdapat 21 anak penderita gizi buruk sebelum intervensi Pemberian Makanan
Tambahan. Dan setelah intervensi menjadi 14 anak penderita gizi buruk.3

I.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian apakah Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan Pada Balita
Gizi Buruk di Puskesmas Pasar Minggu Tahun 2011?

2
I.3 TUJUAN
Tujuan Umum:
Untuk mengevaluasi pelaksanaan program Pemberian Makanan Tambahan
pada balita gizi buruk di Puskesmas Pasar Minggu tahun 2011
Tujuan Khusus:
1. Untuk mengevaluasi input (tenaga, dana, sarana, bahan dan metode)
dalam pelaksanaan program Pemberian Makanan Tambahan pada balita
gizi buruk di Puskesmas Pasar Minggu tahun 2011
2. Untuk mengevaluasi proses (perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan
dan penilaian) dalam program Pemberian Makanan Tambahan pada balita
gizi buruk di Puskesmas Pasar Minggu tahun 2011
3. Untuk mengevaluasi output (jumlah balita gizi buruk) dalam pelaksanaan
program Pemberian Makanan Tambahan pada balita gizi buruk di
Puskesmas Pasar Minggu tahun 2011

I.4 MANFAAT
Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa, staf pengajar, dan institusi pendidikan terkait lainnya, khususnya
mengenai evaluasi program Pemberian Makanan Tambahan pada balita gizi
buruk di Puskesmas Pasar Minggu tahun 2011
Masyarakat
Dengan mengetahui evaluasi program Pemberian Makanan Tambahan pada
balita gizi buruk di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, maka diharapkan
penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada orang tua agar dapat
memberikan makanan tambahan dengan baik sehingga dapat meningkatkan
berat badan balita menuju perbaikan status gizi
Bagi instansi terkait
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dapat memanfaatkan penelitian ini
sebagai bahan untuk menambah wawasan terhadap pelayanan di poli
Manajemen Terpadu Bayi Sakit (MTBS) dan poli Gizi, terutama tentang
pelaksanaan program Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dapat
mengoptimalkan penatalaksanaan gizi buruk dengan pemberian makanan

3
tambahan yang adekuat dan juga melalui edukasi yang baik kepada orang tua
balita penderita gizi buruk tersebut.

I.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini mencari informasi untuk mengevaluasi pelaksanaan program
Pemberian Makanan Tambahan pada balita gizi buruk di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu dilihat dari input, proses dan output program
tersebut.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

Pemberian makanan tambahan pada balita adalah program intervensi gizi bagi balita
yang menderita kurang kalori protein yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan
gizi balita agar meningkat status gizinya sampai menjadi baik, pada keluarga rawan
gizi intervensi gizi melalui pemberian makanan tambahan ini menjadi yang utama
mengingat kemampuan keluarga tidak memungkinkan dalam penyediaan makan
yang cukup. Disamping itu pemberian makanan tambahan ini juga akan menjadi
sarana penyuluhan untuk mengembangkan kemampuan ibu menyediakan makan
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan balitanya. Tujuan dari program PMT
adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi balita dari keluarga
miskin.

Sasaran PMT adalah balita berusia 12-59 bulan dengan BB/U dibawah garis
merah (BGM) pada KMS dan berasal dari keluarga miskin (GAKIN). BGM pada
balita GAKIN tersebut didapatkan dari data sekunder Pemantauan Status Gizi,
laporan bulanan Puskesmas, register balita di Posyandu, pelacakan kasus gizi
buruk/kurang di klinik gizi.

Gambar 2.1 Kriteria sasaran Pemberian Makanan Tambahan

PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang. PMT ini disebut
PMT Pemulihan (PMT-P). PMT-P dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi di

5
Posyandu dan secara terus menerus di rumah tangga. Lama pemberian PMT-P yaitu
diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari). Dalam hal ini, makanan
tambahan pabrikan berupa berupa susu dan biskuit.

II.2 GIZI BURUK

Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah yang mencakup keadaan gizi kurang maupun
gizi lebih. Secara imum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau protein
dan dilapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita defisiensi
murni ataupun defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya
disertai pula dengan defisiensi energi atau nutrient lainnya. Karena itu istilah yang
lazim dipakai adalah malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan energi protein
(KKP).3
MEP dapat diklasifikasikan menjadi MEP ringan dan MEP berat. MEP berat
dibagi lagi menjadi marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwasiorkor. Kasus-kasus
kwashiorkor tidak terlepas dari adanya faktor kekurangan energi dan pada kasus-
kasus marasmus terdapat adanya kekurangan protein.3 System Welcome Trust
Working Party membedakan berat badan dan oedema sebagai berikut:4
1. Kwashiorkor
BB lebih dari 60% dari BB baku disertai oedema
2. Marasmus-Kwashiorkor
BB kurang dari 60% dari BB baku disertai oedema
3. Marasmus
BB kurang dari 60% dari BB baku tanpa disertai oedema

Undernutrition dipakai untuk keadaan defisiensi berbagai nutrisi yang lebih


khusus ditujukan kepada defisiensi energi yang sifatnya ringan. Underweight hanya
dipakai untuk keadaan dengan berat badan yang lebih rendah dari berat badan baku.3
II.1.a. Malnutrisi Energi Protein
Defisiensi nutrisi tunggal adalah sebuah contoh dari undernutrisi atau
malnutrisi. Biasanya, ini merupakan defisiensi beberapa nutrisi. MEP,
contohnya, dimanifestasikan sebagai intake diet protein dan energi yang tidak
adekuat, baik karena intake diet dari dua nutrisi yang lebih sedikit dibutuhkan
pada pertumbuhan normal atau karena kebutuhan pertumbuhan lebih besar

6
daripada yang disuply oleh apa yang dibutuhkan adekuat untuk pertumbuhan.
Bagaimanapun, PEM hampir selalu bersamaan dengan defisiensi nutrisi yang
lain.5
Gambaran klinis MEP sangat bervariasi dalam derajat beratnya dan
lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita serta gambaran klinis
lain yang menyertai akibat defisiensi vitamin dan mineral. MEP berat sering
disertai dengan hambatan pertumbuhan.3
II.1.b. MEP ringan/ sedang 3
Istilah lain adalah gizi kurang atau undernutrition. Keadaan ini seringkali
pada masa menyusui berkisar umur 9 bulan dan 2 tahun. Gambaran yang
mencolok adalah adanya gagal tumbuh, seringkali terkena infeksi, adanya
anemia, berkurangnya aktivitas jasmani, serta hambatan perkembangan
mental dan psikomotor sedangkan perubahan rambut dan kulit jarang
ditemukan.

Gagal tumbuh
Ditandai oleh adanya hal berikut:
1) Perlambatan atau terhentinya pertumbuhan linier
2) Perlambatan/terhentinya kenaikan berat badan bahkan terhenti
3) Berkurangnya ukuran LLA
4) Pematangan/ usia tulang terhambat
5) Rasio berat badan terhadap tinggi badan berkurang atau normal
6) Tebal lipatan kulit berkurang atau normal
Pola gagal tumbuh dapat bervariasi tergantung dan bagaimana terjadinya
kekurangan masukan makanan. Pada kekurangan masukan makanan yang akut,
seperti pada gastroenteritis dan campak, maka berat badan menurun banyak sekali
sedangkan tinggi badan tidak, sehingga rasio berat badan terhadap tinggi badan
menjadi berkurang. Pada keadaan masukan makanan kurang dan berlangsung dalam
waktu lama, baik kenaikan berat badan maupun tinggi badan keduanya berkurang
sehingga rasio berat badan terhadap tinggi badan tetap normal atau tidak berubah.

7
Infeksi
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadinya infeksi,
khususnya gastroenteritis, campak dan pneumonia. Penyebab lain seringnya terjadi
dan rentannya terhadap infeksi pada anak dengan gizi kurang adalah karena
berkurangnya cadangan metabolisme.
Anemia
Jenis makanan yang mengakibatkan kurang gizi umumnya kurang
mengandung besi, asam folat dan berbagai vitamin, sehingga pada kebanyakan anak
dengan gizi kurang disertai oleh adanya anemia ringan sampai sedang. Gambaran
sumsum tulang menunjukkan adanya hipoplasia dan pada kebanyakan kasus juga
gambaran defisiensi dan anemia megaloblastik
Aktivitas Jasmani
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus MEP. Anak tampak
lesu dan tidak bergairah dan pada anak yang lebih tua terjadi penurunan produktivitas
kerja.
Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor
Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor merupakan
karakteristik MEP. Kemampuan bicara dan berjalan umumnya lebih lambat dari anak
normal. Kelainan ini umumnya segera pulih pada terapi nutrisi yang sdekuat.
Perubahan warna kulit dan rambut
Umumnya terjadi pada kasus yang berat. Kadang terdapat rambat yang kasar,
disamping ukuran antropometri yang berkurang di beberapa daerah berkembang.

II.1.c. Marasmus 3
Marasmus sering terjadi dari malnutrisi energi protein primer dan menyebabkan
kekurangan kalori berat. Sedangkan bentuk dari MEP sekunder bersamaan dengan
penyakir seperti fibrosis kistik, tuberkulosis, kanker, AIDS dan penyakit celiac.
Prinsip gejala klinik pada anak dengan melnutrisi berat adalah badan
mengurus dengan BB <60% dari usia yang diharapkan atau <70% dari BB ideal/ TB
ideal. Kehilangan muskulus dan jaringan subkutis yang tampak dapat
dikonfirmasikan dengan inspeksi dan palpasi serta banyaknya dari pengukuran
antropometrik. Kepala tampak membesar tetapi umumnya proporsional dengan

8
panjang tubuh. Oedema biasanya tidak ada. Kulit kering dan tipis, rambut tipis dan
jarang, mudah dicabut. Anak marasmus apatis dan lemah. Bradikardia dan
hipotermia menandakan malnutrisi berat.sering terdapat atrofi papil filiformis lidah
dan stomatitis monilial. Banyak ditemukan dinegara miskin dan pengaruh dari
masukan kalori yang kurang dapat terjadi kesalahan pemberian makanan.

Patofisiologi 3,4
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejumlah energi yang dalam keadaan
normal dapat dipenuhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak dipenuhi
pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan
protein sebagai sumber energi. Destruksi jaringan pada defisiensi kalori tidak saja
membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit esensial lainnya (asam amino esensial). Karena itu pada marasmus,
kadang masih ditemukan kadar asam amino yang normal sehingga hati masih dapat
membentuk cukup albumin.
Tidak seperti kwashiorkor, marasmus dapat dipertimbangkan sebagai adaptasi
intake insufisiensi energi. Marasmus merupakan hasil dari keseimbangan energi
negatif. Ketidakseimbangan ini merupakan hasil dari penurunan intake energi,
peningkatan pemakaian energi, atau keduanya, seperti pada penyakit akut atau
kronis. Anak-anak beradaptasi dengan defisit energi melalui penurunan aktivitas,
letargi, penurunan metabolisme energi basal, pertumbuhan yang lambat dan akhirnya
penurunan berat badan. Perubahan patofisiologi berhubungan dengan defisit nutrisi
dan energi dapat dijelaskan melalui:
a. Perubahan komposisi tubuh
1) Massa tubuh
Massa tubuh secara signifikan berkurang pada beberapa cara.
2) Massa lemak
Simpanan lemak dapat menurun sampai serendah 5% total massa tubuh dan
secara makroskopik tidak tampak. Sisa lemak biasanya disimpan di hepar
yang sering diobservasi pada kwashiorkor tetapi juga agak sedikit pada
marasmus.

9
3) Total body water
Jumlah air dalam tubuh meningkat dengan tingginya keseriusan MEP
(marasmus atau kwashiorkor) dan berhubungan dengan kehilangan massa
lemak yang rendah didalam air. Jumlah air ekstraselular juga meningkat,
sering mengakibatkan oedema. Oedema sangat signifikan pada kwashiorkor
dan juga bisa pada marasmus atau sering pada bentuk campur pada MEP.
Peningkatan air ekstraselular sesuai dengan peningkatan total body water.
Selama terapi hari I, sebagian dari air ekstraselular menggantikan
kompartemen intraselular dan sebagian lainnya keluar melalui urin.
4) Massa protein
Terutama tampak pada otot dan beberapa organ (seperti jantung), massa
protein dapat menurun sampai 30% pada jenis yang parah. Serat otot tipis
dengan hilangnya batas. Sel-sel otot atrofi dan jaringan otot diinfiltrasi oleh
jaringan lemak dan fibrosa. Penyembuhan total sangat lama tetapi
memungkinkan.
5) Massa organ lain
Otak, skeleton dan ginjal melemah, dengan hepar, jantung, pankreas dan
traktus digestif lebih dulu terkena.
6) Perubahan fisiologis pediatrik dan dewasa
Akhirnya, perubahan fisiologis berbeda pada bayi dan anak ketika dibanding
dengan orang dewasa. Sebagai contoh, bayi marasmus telah mempunyai
kecenderungan meningkatnya hipotermia dan hipoglikemia, yang
memerlukan makanan yang kecil. Hal ini dapat dijelaskan melalui
ketidakseimbangan komposisi tubuh pada anak marasmus dengan organ
yang membutuhkan banyak energi, seperti otak dan ginjal, dibandingkan
dengan organ penyimpan energi, seperti otot dan lemak.
7) Penilaian massa lemak dan otot
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penilaian kehilangan massa lemak dan
otot dapat ditampilkan secara klinik dengan mengukur LLA atau ketebalan
kulit seperti lipatan kulit tricep. Karena LLA relatif konstan pada anak sehat
usia 1-5 tahun, yang secara kasar memperlihatkan penilaian umum status
gizi.

10
b. Perubahan metabolisme
1. Metabolisme energi
Dengan intake energi yang berkurang, penurunan aktivitas fisik terjadi
secara perlahan dan berakhir pada hambatan pertumbuhan. Kehilangan berat
badan pertama terjadi secara penurunan massa lemak, kemudian penurunan
massa otot yang secara klinis diukur melalui perubahan LLA. Hilangnya
massa otot mengakibatkan penurunan energi yang besar. Penurunan
metabolisme energi dapat melemahkan respon pada pasien marasmus
terhadap perubahan suhu lingkungan, yang mengakibatkan meningkatnya
resiko hipotermia. Pada kasus defisiensi nutrisi.
2. Metabolisme protein
Absorpsi intestinal asam amino dijaga walaupun terdapat atrofi mukosa
intestinal. Perubahan protein menurun (>40% pada keadaan berat) dan
mekanisme penyimpanan protein yang diatur oleh kompleks hormonal
mengontrol redirect asam amino ke organ vital. Asam amino yang bebas
direcycle lebih utama oleh hepar untuk sintesis esensial protein. Protein
plasma total (termasuk albumin) menurun dimana gamma globulin sering
meningkat bersamaan dengan adanya infeksi.
3. Albumin
Konsentrasi albumin > 30 gr/l sering dipertimbangkan sebagai batas bawah
dimana oedema berkembang dengan menurunnya tekanan onkotik.
Bagaimanapun pada marasmus konsentrasi albumin dapat dibawah ini tanpa
oedema. Konsentrasi prealbumin merupakan indeks sensitif dari sintesis
protein. Hal ini menurun dengan menurunnya intake protein dan secara cepat
meningkat dalam beberapa hari dengan rehabilitasi nutrisi yang sesuai.
Insulin like Growth Factor (IGF-1) merupakan marker sensitif lain dari
status gizi.
4. Metabolisme karbohidrat
Hal ini telah dipelajari untuk menjelaskan hipoglikemia fatal yang terjadi
pada fase renutrisi awal pada anak marasmus. Level glukosa diawal
menurun dan simpanan glikogen menurun. Makanan kecil dan frekuensi
direkomendasikan termasuk pada malam hari untuk menghindari kematian

11
pada pagi hari. Kemudian, pencernaan pati diturunkan oleh produksi amilase
yang menurun oleh pankreas. Malabsorpsi laktose sering tetapi umumnya
tanpa konsekuensi klinis. Pada banyak kasus, renutrisi susu memungkinkan.
5. Metabolisme lemak
Diet lemak sering dimalabsorpsi pada fase inisial pada renutrisi marasmus.
Mobilisasi penyimpanan lemak untuk metabolisme energi mengambil alih
dibawah kontrol hormonal oleh adrenalin dan growth hormone. Level lipid
darah biasanya menurun dan metabolisme disregulasi lipid dapat terjadi
terutama selama kwashiorkor dan jarang selama marasmus.
c. Perubahan Anatomi
1) Traktus digestif
Seluruh traktus digestif mulai dari mulut sampai rektum terkena. Permukaan
mukosanya licin dan tipis, fungsi sekresinya dilemahkan. Penurunan dari
ekskresi asam lambung mengakibatkan pertumbuhan bakteri di duodenum.
Peristaltik melambat. Traktus digestif merupakan sistem organ yang
kehilangan banyak massa selama marasmus. Sehingga, renutrisi enteral awal
bukan kontraindikasi tetapi didahului karena beberapa nutrisi penting untuk
penyembuhan mukosa intestinal yang digunakan langsung dari lumen.
Volume hepar biasanya menurun, sama halnya dengan organ yang lain.
Fungsi sintesis hepar biasanya dipelihara, walaupun sintesa protein menurun
yang direfleksikan melalui penurunan kadar albumin dan prealbumin.
Glukoneogenesis menurun yang kemudian meningkatkan resiko
hipoglikemia. Fungsi deoksifikasi hepar dipertahankan dengan perubahan
struktur sel hepar. Sehingga, obat-obat yang dimetabolisme di hepar
sebaiknya diperhatikan dan LFT dimonitor.
2) Sistem endokrin
Gangguan utama diperhatikan pada tiroid, insulin dan sistem growth
hormone. Sebagaimana pada keadaan stres, respon adrenergik diaktifkan.
Respon ini berfungsi pada marasmus dan tidak pada kwashiorkor. Protein otot
diubah menjadi asam amino yang digunakan untuk sintesa lipoprotein di
hepar. Lipoprotein ini membantu mobilisasi trigliserid dari hepar. Pada
marasmus yang serius, derajat signifikan hipotalamus, dengan penurunan dari

12
ukuran tiroid dan pantulan dari fungsi otak dan perkembangan psikomotor
terjadi. Kadar insulin rendah dan menyokong untuk tingkat tertentu dari
intoleransi glukosa, terutama selama kwashiorkor. Sehingga, diet tinggi
karbohidrat tidak sesuai. Kadar growth hormone didahului sesuai dengan
batasan normal, tetapi secara progresif menurun bersamaan dengan waktu,
yang menjelaskan penghentian secara linier pertumbuhan pada marasmus.
3) Sistem hematopoetik
Anemia normokrom atau hipokrom biasanya terjadi, dengan ukuran eritrosit
yang normal, defisiensi Fe dan asam folat, parasit intestinal, malaria dan
penyakit kronis lainnya mengeksaserbasi anemia. Bagaimanapun, simpanan
besi terdapat di hepar. Sehingga, suplemen besi sebaiknya tidak diberikan
dahulu. Pemberian Fe oral sangat tidak diterima oleh traktus digestif. Sel-sel
darah lain (seperti trombosit, leukosit) juga terpengaruh, tetapi secara umum
terbatas pada konsekuensi klinis. Mekanisme pembekuan darah juga menurun
kecuali pada kasus serius defisiensi vitamin K.
4) Sistem imun
Penurunan imunitas dan infeksi biasanya berhubungan dengan marasmus.
Atrofi tymus merupakan karakteristik dari marasmus, dan jaringan yang
memproduksi limfosit T juga berpengaruh. Jaringan limfosit B, seperti
Plaques Peyeri, lien dan tonsil, relatif menurun. Imunitas selular juga terkena,
dengan karakteristik anergi tuberkulin. Pada marasmus, AIDS terjadi, dengan
penurunan sekresi IgA dan penurunan sistem pertahanan lokal nonspesifik,
seperti integritas mukosa dan produksi limfokin. Bakteriemia, kandidiasis dan
infeksi pneumonia carinii sering terjadi. Penyembuhan imunitas pada
umumnya cepat, kecuali terjadi campak.
5) Sistem saraf pusat dan perifer
Jaringan otak biasanya melemah selama marasmus. Atrofi otak dengan
penurunan fungsi cerebral hanya terjadi pada keadaan marasmus yang parah.
Pengaruh pada otak menjadi penting jika malnutrisi terjadi selama satu tahun
pertama atau selama janin. Iritabilitas dan apatis merupakan karakteristik
marasmus, tetapi cepat diperbaiki dengan penyembuhan.

13
6) Sistem kardiovaskular
Serat otot jantung tipis dan kontraksi miofibril melemah. Cardiac output,
terutama pada fungsi sitolik, menurun bersamaan dengan penurunan berat
badan. Bradikardi dan hipotensi biasanya terjadi pada malnutrisi yang parah.
Ketidakseimbangan elektrolit terjadi selama marasmus mengubah gambaran
EKG. Dengan penurunan fungsi jantung, peningkatan volume intravaskuler
selama rehidrasi atau transfusi darah dapat menyebabkan insufisiensi jantung
yang signifikan. Dengan metabolisme yang cepat, energi dan elektrolit
mengubah fase inisial renutrisi, periode ini juga merupakan periode resiko
tinggi untuk aritmia atau cardiac arrest.

Gejala Klinis 3
Gambaran klinis marasmus memperlihatkan penampilan anak yang kurus kering.
Anaknya rewel, cengeng walaupun telah diberi minum dan sering terbangun waktu
malam hari. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik, dan nafsu makan
menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh kembang akan terlihat berat badan
menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga turgor menjadi jelek dan kulit
berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat jaringan lemah pipi pun menghilang,
sehingga wajah anak menyerupai wajah orang usia lanjut. Vena superfisialis kepala
lebih nyata, fontanel cekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata tampak
lebih besar dan cekung. Perut dapat membuncit atau mencekung dengan gambaran
usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan hipotonia. Kadang-kadang terdapat
oedema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada muka. Suhu tubuh umumnya
subnormal, nadi lambat dan metabolisme basal menurun, sehingga ujung tangan dan
kaki terasa dingin dan nampak sianosis.
Marasmus didahului dengan adanya kegagalan naiknya berat badan dan
iritabilitas, yang diikuti dengan kehilangan berat badan dan tidak mampu
mengangkat sampai badannya mengurus. Kehilangan turgor kulit dan menjadi
keriput dan hilangnya lemak subkutaneus. Hilangnya lemak dari bantalan lemak pada
pipi dapat terjadi belakangan dan wajah bayi dapat relatif normal bila dibandingkan
dengan bagian tubuh yang lain, yang mungkin menjadi kerut dan kering. Abdomen
dapat distensi atau datar dengan gambaran intestinal yang cepat terlihat. Terdapat

14
atrofi otot dan meyebabkan hipotonia. Suhunya biasanya subnormal dan denyutnya
lambat. Pada bayi biasanya konstipasi dan dapat berkembang menjadi starvation
diarrhea dngan frekuensi sedikit yang mengandung mukus.
Penilaian status gizi 3
Cara penilaian status gizi dilakukan berdasarkan:
1. Anamnesis
Ditanyakan tentang riwayat nutrisi selama dalam kandungan, saat kelahiran,
keadaan waktu lahir (BB dan PB), penyakit dan kelainan yang diderita,
imunisasi, data keluarga, riwayat kontak dengan penderita penyakit menular.
2. Pemeriksaan fisik
Diperhatikan bentuk tubuh serta perbandingan bagian kepala, tubuh dan
anggota gerak. Keadaan mental anak (compos mentis, cengeng, apatis). Pada
kepala diperhatikan rambut (warna, tekstur, mudah dicabur), wajah (seperti
anak sehat, orang tua susah, moon face), mata sinar mata (biasa, apatis,
sayu), bulu mata (biasa, lurus, panjang dan jarang), gejala defisiensi vitamin
A, mulut (stomatitis, noma).
Toraks diperhatikan bentuknya (seperti gambang, rakhitis). Abdomen (biasa,
buncit, asites, hepatomegali, splenomegali). Ekstremitas (oedema, hipotrofi
otot). Kulit (tanda perdarahan, hiperkeratosis, dermatosis dan crazy
pavement).
3. Antropometri
Yang sering dipakai adalah BB (indikator terbaik), PB, lingkar kepala, LLA
dan lipatan kulit. Berat badan nerupakan indikator tunggal terbaik untuk
menilai keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Tinggi badan merupakan
indikator kedua yang penting. Lingkar kepala mencerminkan volume
intrakranial yang digunakan untuk menilai pertumbuhan otak. Lingkar lengan
atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot dan tidak
terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan berat badan.
Lipatan kulit dibawah triceps dan subscapula merupakan refleksi tumbuh
kembang jaringan lemak bawah kulit dan kecukupan energi.

15
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin seperti kadar Hb dan protein serum (albumin,
globulin) serta pemeriksaan kimia darah lain bila perlu (hormon,
perbandingan asam amino esensial dengan non-esensial, lipid dan kolesterol).
5. Pemeriksaan radiologi
Untuk menilai umur biologik contoh umur tulang.

Penyakit Penyerta3
Penyakit penyerta yang sering dijumpai adalah enteritis, infestasi cacing,
tuberculosis, dan defisiensi vitamin A. Karena itu pada pemeriksaan anak dengan
marasmus hendaknya diperhatikan kemungkinan adanya penyakit tersebut yang akan
mempengaruhi tindakan pengobatannya.
Diagnosis Banding 4
Tidak ada diferential diagnosa untuk marasmus. Bagaimanapun, jika oedema timbul,
hal ini dapat mengarah ke komponen kwashiorkor dari malnutrisi atau dasar dari
penyakit insufisiensi jantung atau ginjal. Tes laboratorium tambahan atau radiologi
dapat diperlukan.
Penatalaksanaan Malnutrisi 4
Manajemen marasmus sedang dapat diatasi tanpa harus dirawat di RS tetapi pada
marasmus berat atau dengan komplikasi disyaratkan untuk dirawat. Pada kasus ini,
manajemen dibagi atas fase intensif inisial yang diikuti oleh fase konsolidasi
(rehabilitasi). Karena banyak pasein dengan kasus marasmus sedang dapat diterapi
dengan rawat jalan. Rehabilitasi nutrisi sebaiknya termasuk makanan yang sesuai
untuk intake >100-150 kkal/ kg/ hari. Terapi lain atau aksi preventif sebaiknya
termasuk rehidrasi yang menggunakan larutan WHO pada kasus bersamaan dengan
diare, suplemen mikronutrien (seperti Fe, vitamin A).
1. Manajemen nutrisi pada fase akut marasmus berat (minggu 1)
Pada fase ini ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, hipoglikemia dan hipotermia
diatasi kemudian pemberian makanan dimulai. Nutrisi oral pada anak marasmus
sebaiknya diberikan segera setelah anak stabil dan ketidakseimbangan elektrolit
dikoreksi. Pemberian enteral mengurangi diare dan mencegah bakteriemia dari
translokasi bakteri. Pasien dengan marasmus sebaiknya diisolasi dari pasien lain,

16
terutama anak dengan infeksi. Area terapi sebisa mungkin hangat dan mandi
sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia. Pemasangan nasogastric tube
penting untuk terapi inisail (seperti rehidrasi, koreksi ketidakseimbanagn elektrolit)
dan rehabilitasi (untuk menyediakan kebutuhan diet anak setiap 2-4 jam, sehari
semalam). Anak marasmus dengan dehidrasi sulit dinilai, overdiagnosa atau
misinterpretasi sebagai syok septic. Rehidrasi sebaiknya menggunakan enteral atau
nasogastric tube, kecuali pada kasus koma dan syok. Larutan standar dapat
digunakan untuk diare seperti kolera. Volume yang direkomendasikan 5-15 ml/ kg/
jam dengan jumlah dari 70 ml/ kg untuk 12 jam pertama. Karena resiko gagal
jantung meningkat pada pasien marasmus, rehidrasi harus hati-hati dibandingkan
pada anak dengan gizi cukup. Sehingga perlu monitor tanda-tanda gagal jantung,
seperti takipnoe, takikardia, oedema atau hepatomegali. Pada kasus syok, rehidrasi
IV direkomendasikan menggunakan larutan RL dengan dextrose 5% atau campuran
NaCl 0,9% dengan dextrose 5%. Aturan dibawah ini sebaiknya dilaksanakan pada
fase inisial atau rahidrasi:
Menggunakan NG tube
Lanjutkan ASI kecuali keadaan syok atau koma
Mulai membari makanan lain setelah 3-4 jam rehidrasi
Tujuan keseluruhan rehabilitasi nutrisi adalah untuk mencegah anoreksia
yang sering terjadi bersamaan dengan marasmus. Tujuan lain adalah untuk mencegah
gagal jantung sementara penyediaan energi untuk mencegah katabolisme. Biasanya
disediakan 80-100 kkal/ kg/ hari dalam 12 kali makan atau diteruskan melalui NG
tube untuk mencegah hipoglikemia.
2. Fase rehabilitasi (minggu ke 2-6)
Pada fase ini intake nutrisi dapat mencapai 200 kkal/ kg/ hari. Tujuannya untuk
mencapai pertumbuhan berat badan dan tinggi badan supaya mengembalikan berat
badan sehat. Hanya anak yang telah terlepas dari NG tube dapat dipertimbangkan
untuk fase ini.
Tujuan khusus dari fase ini antara lain:
Untuk memberanikan anak untuk makan sebanyak mungkin
Untuk mengulang kembali pemberian ASI secepat mungkin
Untuk merangsang perkembangan fisik dan emosi

17
Untuk secara aktif mempersiapkan anak dan ibunya untuk kembali ke rumah dan
mecegah terjadinya malnutrisi
Nilai metabolik basal dan kebutuhan nutrisi dalam keadaan malnutrisi
menurun. Ketika nutrisi diberikan, nilai metabolic basal meningkat yang merangsang
anabolisme dan meningkatkan persediaan nutrisi. Anak dengan malnutrisi telah
mengkompensasi defisiensi vitamin dan mineral dengan cara metabolisme dan
pertumbuhan yang rendah. Pemberian makanan kembali tidak dapat menutupi
defisiensi ini. Selanjutnya, traktus gastrointestinal tidak dapat mentoleransi intake
yang cepat dan meningkat. Rehabilitasi nutrisi sebaiknya didahului dan secara
perlahan mengurangi komplikasi-komplikasi ini. Cairan dan pengenceran harus
dimonitor untuk mengurangi stress dari fungsi miokardial. Intake cairan sebaiknya
disimpan stabil sampai oedema dapat ditanggulangi.
Kalori dapat didahului dengan aman pada 20% diatas intake dari anak-anak
biasanya. Jika penaksiran kebutuhan kalori tidak tersedia, 50-70% dari kebutuhan
energi normal adalah aman. Intake kalori dapat meningkat 10-20%/ hari, dengan
memonitor ketidakseimbangan elektrolit, kelemahan fungsi jantung, oedema atau
makanan intoleransi. Jika hal ini terjadi, peningkatan kalori tidak dibuat sampai
statusnya stabil. Intake kalori ditingkatkan sampai pertumbuhan kembali yang sesuai
didahului. Kebutuhan protein ditingkatkan sebagai permulaan anabolisme dan
disediakan dalam proporsi (10-20%) dari intake kalori.
Pada banyak kasus, susu sapi kebutuhan dasar ditoleransi dan menyediakan
nutrisi yang sesuai. Makanan lain yang mudah dicerna, sesuai untuk umur, juga dapat
diberikan secara perlahan. Jika pemberian makanan intoleransi terjadi, LLM atau
nutrisi parenteral dapat dipertimbangkan. Selama 2-3 minggu perbaikan gizi,
hipermetabilisme (nutritional recovery syndrome) dapat berkembang yang
dikarakteristik sebagai diaforesis postprandial, glikogenesis hepatic dan oesinofilia.
Komplikasi Malnutrisi 4,5
Anak-anak malnutrisi lebih rentan terkena infeksi, khususnya sepsis, pneumonia dan
gastroenteritis. Hipoglikemia sering terjadi setelah periode puasa berat dan juga
terjadi tanda-tanda sepsis. Apnue dapat terjadi bersamaan dengan hipoglikemia.
Hipotermia dapat menggambarkan infeksi (dengan bradikardia), dapat manandakan
penurunan metabolisme untuk membentuk energi. Bradikardia dan output jantung

18
yang lemah merupakan predisposisi anak-anak dengan malnutrisi menjadi gagal
jantung yang dipicu dengan pengisian cairan akut. Defisiensi vitamin juga
melengkapi malnutrisi. Defisiensi vitamin A sering pada masa perkembangan dan
penyebab penting dari respon imun dan meningkatkan morbiditas (infeksi, kebutaan)
dan mortalitas (campak). Tergantung usia dan lamanya malnutrisi, seperti anak dapat
menderita penghentian pertumbuhan permanen (malnutrisi di uterus, bayi dan
remaja) dan pertumbuhan terhambat (malnutrisi di uterus).
Beberapa komplikasi dapat menuju ke sekuele permanent. Sekuele yang
panjang dengan beberapa masalah perkembangan dapat terjadi. Jika ada gangguan
pertumbuhan maka anemia defisiensi besi dapat terjadi, retardasi fisik dan mental
dapat menjadi permanen.

19
II.3 KERANGKA TEORI

Peran Orang Tua:

1.Sosial

2.Ekonomi

3.Budaya
1. Durasi Pemberian
4.Pendidikan pemberian Makanan
ASI eksklusif Tambahan
5.Ketaatan pada
edukasi Puskesmas 2. PASI di Rumah

Faktor Internal

GIZI BURUK

Faktor Eksternal

Infeksi kronis: Imunisasi Lingkungan Peran Puskesmas:


lengkap sehat
1.Tuberkulosis 1.Program Penyuluhan

2.HIV 2. Pendataan kasus Gizi


Buruk

3.Intervensi dengan
pemberian PMT

4. Tatalaksana penyakit
infeksi secara adekuat
Gambar 2.2 Kerangka Teori Gizi Buruk

20
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

III. 1. Kerangka Konsep

Lingkungan

1.Fisik

2.Non fisik

Masukan Keluaran
Proses Dampak
1. tenaga Jumlah
Pelaksanaan balita 1.Morbiditas
2. dana
program Pemberian penderita
2. sarana Makanan Tambahan gizi buruk 2.Mortalitas

4. bahan

Umpan balik

Evaluasi akhir
tahun

Gambar 2.3 Kerangka konsep Pemberian Makanan Tambahan

Kerangka konsep di atas menunjukkan bahwa proses pelaksanaan program


Pemberian Makanan Tambahan bergantung pada masukan berupa tenaga, dana,
sarana, bahan dan metode. Selain itu juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan non
fisik. Dan yang menjadi keluaran dalam program ini merupakan jumlah balita
penderita gizi buruk di Kecamatan Pasar Minggu tahun 2011, yang dievaluasi tiap
akhir tahun sebagai umpan baliknya. Lalu, dampak yang timbul adalah morbiditas
dan mortalitas yang diupayakan menurun angkanya.

21
III. 2. Variabel Penelitian
1. Variabel Tergantung :
- Pemberian Makanan Tambahan
2. Variabel Bebas :
- Masukan:
a. Tenaga
b. dana
c. sarana
d. bahan
e. metode
- Proses:
Pelaksanaan program Pemberian Makanan Tambahan
- Lingkungan:
a. Fisik
o Lokasi
o Transportasi
b. Non fisik
o Pendidikan
o Ekonomi
- Umpan balik: Evaluasi akhir tahun
- Dampak
o Morbiditas
o Mortalitas

22
III.3 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Instrumen Hasil Ukur Skala
pengambilan
Variabel Tergantung
Pemberian Makanan Pemberian makanan bergizi Wawancara Kuisioner 1. Lengkap: 90 hari ordinal
2. Kurang lengkap: 30 -
Tambahan sebagai tambahan selain makanan
<90 hari
utama bagi kelompok sasaran guna
3. Tidak lengkap: <30
memenuhi kebutuhan gizi, berupa
hari
biskuit dan susu selama 90 hari. 4. Tidak dapat
Variabel Bebas
Masukan
-Pedoman PMT Buku pedoman yang dgunakan Data Data 1. Ada ordinal
sebagai acuan program PMT di 2. Tidak ada
Sekunder Sekunder
Kecamatan Pasar Minggu,
mencakup: Jadwal Pelaksanaan,
Jumlah peserta, Metode
Pemberian, Tenaga kerja, Dana,
Sarana dan Bahan
-Jadwal Pelaksanaan Waktu pelaksanaan program PMT Data Data 1. Sesuai ordinal
2. Tidak sesuai
di Kecamatan Pasar Minggu Sekunder Sekunder
-Jumlah Peserta Jumlah balita gizi buruk yang Data Data 1. Sesuai ordinal
2. Tidak sesuai
mendapatkan PMT, yaitu anak usia Sekunder Sekunder
12 bulan 59 bulan sebanyak 60
anak.
-Tenaga kerja Petugas yang terlibat dalam Data Data 1. Sesuai ordinal
2. Tidak sesuai
program PMT Sekunder Sekunder

23
-Sarana Sarana yang dipakai untuk Data Data 1. Sesuai ordinal
2. Tidak sesuai
menyalurkan PMT, yaitu Posyandu Sekunder Sekunder
dan Puskesmas
- Bahan Makanan tambahan yang diberikan Data Data 1. Sesuai ordinal
2. Tidak sesuai
kepada peserta PMT berupa Susu Sekunder Sekunder
dan biscuit
Proses
-Perencanaan Rapat awal tahun untuk membahas Data Data 1. Ada ordinal
2. Tidak ada
mengenai program PMT yang Sekunder Sekunder
akan dilaksanakan setahun
kedepan di Kecamatan Pasar
Minggu

-Pengorganisasian Susunan organisasi petugas yang Data Data 1. Ada ordinal


2. Tidak ada
berkaitan dengan program PMT, Sekunder Sekunder
termasuk petugas gizi kecamatan
dan kelurahan serta kader
posyandu di Kecamatan Pasar
Minggu
-Pencatatan Pendataan balita yang mengalami Data Data 1. Ada ordinal
2. Tidak ada
gizi buruk dan mendapatkan PMT Sekunder Sekunder
di Kecamatan Pasar Minggu
secara menyeluruh
-Pelaporan Pelaporan data balita gizi buruk Data Data 1. Ada ordinal
2. Tidak ada
setiap bulan oleh kader ke Sekunder Sekunder

24
puskesmas kelurahan dan
dilanjutkan ke puskesmas
kecamatan Pasar Minggu
-Pengawasan Pemantauan balita gizi buruk yang Data Data 1. Ada ordinal
2. Tidak ada
mendapatkan PMT oleh kader Sekunder Sekunder
posyandu setempat, berupa
penimbangan berat badan setiap
bulan
Lingkungan
-Lokasi Jarak Posyandu atau Puskesmas Wawancara kuisioner 1. Jauh ordinal
2. Dekat
tempat pengambilan PMT dari
rumah peserta PMT
-Transportasi Alat transportasi yang digunakan Wawancara kuisioner 1. Milik Pribadi Nominal
2. Angkutan umum
ibu dan peserta PMT untuk ke
3. Jalan kaki
Posyandu atau Puskesmas tempat
pengambilan PMT
-Pendidikan Tingkat pendidikan terakhir yang Wawancara kuisioner 1. Tidak sekolah nominal
dicapai orangtua 2. SD
3. SMP
4. SMA
5. D3/S1
-Ekonomi Pendapatan orangtua Wawancara kuesioner 1. <Rp500.000,- nominal
2. Rp500.000,- s/d
Rp1.000.000,-

25
3. >Rp1.000.000,-
Umpan Balik
Evaluasi akhir tahun Rapat di akhir tahun untuk Data Data 1. Ada ordinal
membahas dan mengevaluasi Sekunder Sekunder 2. Tidak ada
program PMT yang telah berjalan
pada tahun tersebut
Dampak
-Morbiditas Angka kesakitan balita tahun 2011 Data Data 1. Tinggi ordinal
di Kecamatan Pasar Minggu Sekunder Sekunder 2. Rendah
3. Tidak diketahui
-Mortalitas Angka kematian balita tahun 2011 Data Data 1. Tinggi ordinal
di Kecamatan Pasar Minggu Sekunder Sekunder 2. Rendah
3. Tidak diketahui

26
BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1 JENIS PENELITIAN


Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian yang bersifat deskriptif.

IV.2 TEMPAT DAN WAKTU


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, pada pertengahan Juli sampai
dengan pertengahan Agustus 2012.

IV.3 POPULASI TERJANGKAU DAN SAMPEL


Balita dengan status gizi buruk yang diperoleh dari laporan tahunan Puskesmas Pasar Minggu
tahun 2011, yang mendapatkan intevensi Pemberian Makanan Tambahan. Berdasarkan hasil
pencatatan data puskesmas pasar minggu tahun 2011 terdapat 21 anak dengan gizi buruk, lalu
dilakukan intervensi dengan pemberian makanan tambahan susu dan biscuit sebanyak 518
kalori/hari dengan protein 7,2 gram selama 90 hari. Setelah dilakukan intervensi, diperoleh data
14 balita gizi buruk tanpa perbaikan status gizi dan 7 balita gizi buruk dengan perbaikan status
gizi.

1V.4 JUMLAH SAMPEL


Sampel dalam penelitian ini adalah 21 balita penderita gizi buruk yang mendapatkan Pemberian
Makanan Tambahan yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan memenuhi kriteria inklusi
penelitian.

IV.5 KRITERIA PEMILIHAN


- Kriteria Inklusi:
Balita gizi buruk yang telah mendapatkan intervensi PMT di Puskesmas Pasar Minggu
tahun 2011.
Balita gizi buruk yang tidak mendapatkan PMT di Puskesmas Pasar Minggu pada tahun
2011.
Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

- Kriteria Eksklusi:

27
Balita dengan gizi buruk yang menderita penyakit tertentu.
Subyek tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Subyek menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

IV.6 INSTRUMEN PENELITIAN


Untuk menunjang pelaksanaan penelitian ini diperlukan instrumen yang diambil dengan
menggunakan timbangan berat badan yang digunakan untuk mendapatkan data antropometri.
Selain itu juga menggunakan sebuah kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup dan terbuka
tentang variabel-variabel penelitian yang diberikan langsung kepada responden untuk diisi, dan
melalui proses wawancara dan observasi.

IV.7 PENGUMPULAN DATA


Data primer, yaitu data yang didapat dengan cara langsung yaitu data-data yang diperoleh dari
pengukuran berat badan, wawancara dan kuesioner pada orang tua dan petugas puskesmas di
Kecamatan Pasar Minggu.
Data sekunder, yaitu data jumlah balita yang terdata sebagai balita gizi buruk tahun 2011
di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu.
Data tersier, yaitu data yang diperoleh dari buku, jurnal, hasil penelitian sebelumnya dan
internet, termasuk data statistik kependudukan.

IV.8 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
1. Editing data: Memeriksa kelengkapan data yang diperoleh melalui hasil penimbangan
berat badan, pengukuran tinggi badan dan lingkar lengan atas, dan jawaban kuesioner.
2. Pengelompokan data: Seluruh jawaban yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan
variabel.
3. Koding: Memberi kode pada masing-masing jawaban untuk memperoleh pengolahan
data.
4. Entri data: Proses pemindahan data ke dalam komputer agar diperoleh data masukan yang
siap diolah.
5. Tabulasi: Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan
ke dalam tabel.

28
IV.9 PENYAJIAN DATA
Tekstural : hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat
Tabulasi : hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel
Grafik :hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie

IV. 10. ANALISIS DATA


Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan program SPSS 17.0 :
- Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel. Hasil ini berupa distribusi dan
prosentase pada variabel.
- Penilaian program Pemberian Makanan Tambahan
Penilaian ini disajikan dalam bentuk tabel, hasilnya membedakan antara variabel yang
menjadi permasalahan dan variabel yang tidak menjadi permasalahan dalam pelaksanaan
program PMT tersebut.

29
IV.11 RENCANA KEGIATAN
No. Rencana Kerja Minggu ke :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Orientasi menentukan masalah untuk bahan


penelitian
2. Mengajukan usul judul penelitian
3. Membuat proposal, dan daftar pertanyaan
4. Persiapan lapangan
5. Presentasi proposal
6. Pengumpulan data dan pencarian data penelitian
7. Pengolahan data
8. Analisa data/pembahasan
9. Penyusunan hasil laporan dan POA
10 Presentasi hasil penelitian

IV.12 ORGANISASI PENELITIAN


1. Pembimbing dari Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti : dr. Maskito AS, MS
2. Pembimbing dari Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu : Rusdaniah, SKM
3. Pelaksana dan penyusun penelitian:
Ayu Wulandari 030.06.040
Fitri Aulia 030.06.095
Iis Afrianti 030.06.118
Wilutami R 030.06.277

30
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. HASIL UNIVARIAT

Penelitian dilakukan pada kelompok balita gizi buruk yang mendapat PMT di Puskesmas Pasar
Mingu. Jumlah sampel sebanyak 27 responden berusia kurang dari 5 tahun. Diantaranya 16
responden berjenis kelamin laki-laki dan 11 responden berjenis kelamin perempuan.

Tabel 5.1. Frekuensi Perolehan PMT

Frekuensi Persentase
Lengkap : 90 hari 6 22.2
Kurang lengkap : 30 - <90 hari 7 25.9
Tidak lengkap : < 30 hari 5 18.5
Tidak dapat 9 33.3
Total 27 100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi peroleh PMT di Puskesmas Pasar Minggu sebanyak
22.2% responden memperoleh PMT selama 90 hari, 25.9% responden hanya memperoleh PMT
selama 30 - < 90 hari. Dan 18.5% responden hanya memperoleh PMT selama < 30 hari. Dan
juga terdapat 33.3% responden yang tidak memperoleh PMT.

Tabel 5.2. Frekuensi Lokasi Rumah Responden

Frekuensi Persentase
Jauh 9 33.3
Dekat 18 66.7
Total 27 100.0
Berdasarkan frekuensi lokasi rumah responden diperoleh 33.3% responden memiliki
lokasi jauh dengan puskesmas/posyandu, sedangkan sisanya sebanyak 66.7% responden
memiliki lokasi dekat dengan puskesmas/posyandu.

Tabel 5.3. Frekuensi Transportasi Responden

31
Frekuensi Persentase
Milik Pribadi 2 7.4
Transportasi Umum 11 40.7
Jalan Kaki 14 51.9
Total 27 100.0

Berdasarkan frekuensi transportasi resposnden, diperoleh sebanyak 51.9% responden


menggunakan berjalan kaki, dan 40.7% responden yang menggunakan transportasi umum dan
7.4% responden yang menggunakan transportasi milik pribadi.

Tabel 5.4. Frekuensi Pendapatan Responden

Frekuensi Persentase

< Rp. 500.000,- 8 29.6


Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000 11 40.7
> Rp. 1.000.000,- 8 29.6
Total 27 100.0

Berdasarkan frekuensi pendapatan responden, diperoleh sebanyak 29.6% responden


mendapatkan penghasilan sebesar <Rp 500.000,- per bulan, sebanyak 40.7% responden
mendapatkan penghasilan antara Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,- dan sebanyak 29.6%
responden mendapatkan penghasilan sebesar >Rp1.000.000,- per bulan.

Tabel 5.5. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden

Frekuensi Persentase

Tidak sekolah 2 7.4

32
SD 6 22.2
SMP 10 37.0
SMA 8 29.6
D3/S1 1 3.7
Total 27 100.0

Berdasarkan frekuensi pendidikan terakhir responden, diperoleh sebanyak 7.4%


responden tidak sekolah, 22.2% responden berpendidikan terakhir SD, sebanyak 37.0%
responden berpendidikan SMP, sebanyak 29.6% responden berpendidikan SMA, dan sebanyak
3.7% berpendidikan D3/S1.

Tabel 5.6. Perubahan Status Gizi Sebelum dan Sesudah Pemberian PMT Tahun 2011

Status Gizi Sebelum PMT Frekuensi % Status Gizi Sesudah PMT Frekuensi %

Buruk 24 88.9 Buruk 17 63.0


Kurang 3 11.1 Kurang 10 37.0
Total 27 100.0 Total 27 100.0

Berdasarkan tabel diatas, sebelum diberikan PMT terdapat 88.9% responden dengan
status gizi buruk dan 11.1% responden dengan status gizi kurang pada tahun 2011 sebelum
diberikan PMT. Dan setelah diberikan PMT terdapat 63.0% responden dengan status gizi buruk
dan 37.0% responden dengan status gizi kurang

Tabel 5.7. Frekuensi Konsumsi PMT Responden

Frekuensi Persentase
Mau mengkonsumsi PMT 1-2x/hari 15 55.6
Tidak mau mengkonsumsi 3 11.1
Tidak mendapat PMT 9 33.3
Total 27 100.0

33
Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 55.6% responden mau mengkonsumsi PMT berupa
susu 1-2x/hari, 11.1% responden tidak mau mengkonsumsi PMT dan 33.3% responden tidak
mendapatkan PMT.

V.2 Tabel Penilaian Pemberian Makanan Tambahan

Tabel 5.8 Tabel Penilaian Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Gizi Buruk di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu
No. Variabel E O P
1. KELUARAN
a. Jumlah balita gizi buruk 21 anak 27 anak +
di Kecamatan Pasar
Minggu tahun 2011
b. Jumlah balita gizi buruk 0 anak 5 anak +
di Kecamatan Pasar
Minggu yang pindah
alamat
c. Jumlah balita gizi buruk 0 anak 11 anak +
di Kecamatan Pasar
Minggu yang tidak
terdata
d. Jumlah balita gizi buruk 21 anak 18 anak +
yang mendapatkan PMT

No. Variabel E O P
2. MASUKAN
a. Isi Pedoman PMT di - Jadwal Pelaksanaan - Jadwal Pelaksanaan +
- Jumlah peserta - Jumlah peserta
Puskesmas Kecamatan
- Metode Pemberian - Metode Pemberian
Pasar Minggu - Tenaga kerja - Bahan
- Dana
- Sarana
- Bahan
b. Jadwal Pelaksanaan - 90 hari +
-22.2% responden
memperoleh PMT selama
90 hari

34
-25.9% responden hanya
memperoleh PMT selama
30 - < 90 hari.

-18.5% responden hanya


memperoleh PMT selama
< 30 hari.

-33.3% responden yang


tidak memperoleh PMT.
c. Jumlah Peserta Anak usia 12 bulan 59 Anak usia 12 bulan 59 +
bulan sebanyak 60 anak bulan sebanyak 21 anak
d. Tenaga Kerja - Kader Posyandu - Kader Posyandu -
- Petugas gizi - Petugas gizi puskesmas
puskesmas
e. Sarana - Posyandu - Posyandu -
- Puskesmas - Puskesmas

No. Variabel E O P
f. Bahan Susu dan biscuit Susu +
Cara pemberian susu:
- Jumlah susu yang
14 kotak Dancow < 7 kotak Dancow
diberikan
+
Balita/anak Batita/anak

3 PROSES
a. Perencanaan Ada Ada -
b. Pengorganisasian
- Struktur organisasi Ada Tidak ada
+
- Pembagian Kerja Ada Tidak ada
+
c. Pelaksanaan
- Penyuluhan Ada Ada
-
- Pembinaan peran serta Ada Ada
-
masyarakat
d. Pencatatan Ada Ada -
- Kelengkapan Identitas Lengkap Tidak Lengkap
+
- Kartu Pemantauan PMT Ada Tidak Ada

35
yang berisi Nama +
Balita, Umur balita,
anjuran makan sehari,
hasil anamnesis diet,
PMT yang dianjurkan,
Status KEP, Penyakit
Penyerta
e. Pelaporan Ada Ada -
f. Pengawasan Ada Ada -

No. Variabel E O P
4. LINGKUNGAN
a. Lingkungan Fisik
- Lokasi Baik Baik
-
- Transportasi Baik Baik
-
b. Lingkungan Non Fisik
- Pendidikan Baik Baik
-
- Ekonomi Baik Baik
-
5. UMPAN BALIK
- Evaluasi akhir tahun Ada Ada -
Puskesmas
6. DAMPAK
- Morbiditas Rendah Tidak diketahui -
- Mortalitas Rendah Tidak diketahui
-

Tabel di atas menggambarkan adanya 14 variabel yang menjadi permasalahan dan 15 variabel
yang tidak menjadi permasalahan dalam program pelaksanaan PMT.

Keterangan tabel:

E: Expected (yang diharapkan dari penelitian)

O: Observed (yang ditemukan di lapangan)

P: Problem (masalah)

36
37
BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan data sekunder dari laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun
2011, didapatkan jumlah balita gizi buruk di Kecamatan Pasar Minggu tahun 2011 sebanyak 21
anak. Namun setelah dilakukan peninjauan ke seluruh puskesmas kelurahan dan posyandu
dimana terdapat balita gizi buruk tersebut, ternyata terdapat 27 balita gizi buruk di Kecamatan
Pasar Minggu.

Di antara 21 balita gizi buruk yang tercatat di Kecamatan Pasar Minggu, ditemukan
adanya 5 balita gizi buruk yang tidak dapat ditemui karena sudah pindah rumah ataupun tidak
berdomisili tetap berdasarkan info kader serta ketua RT setempat. Sehingga responden berkurang
menjadi berjumlah 16 balita.

Akan tetapi responden bertambah lagi karena pada saat mengkonfirmasi jumlah balita
gizi buruk di Posyandu bersama dengan kader yang bertanggung jawab di daerah tersebut,
didapatkan sejumlah balita gizi buruk di Kecamatan Pasar Minggu yang tidak terdata dalam
laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar minggu namun terdata pada penimbangan setiap
bulan oleh kader di Posyandu, yaitu sebanyak 11 balita penderita gizi buruk yang tidak terdata
pada laporan Puskesmas tahun 2011.

Setelah dilakukan wawancara dengan kuesioner, didapatkan hanya 18 anak yang


mendapatkan PMT. Sedangkan balita gizi buruk yang tidak mendapatkan PMT berjumlah 11
orang.

Dari berbagai permasalahan di atas, kemungkinan disebabkan oleh:

1. Masukan
- Jadwal pelaksanaan yang berbeda di pedoman PMT dengan kenyataan di lapangan
- Bahan PMT yang diberikan tidak sesuai dengan pedoman, jumlah susu yang
diberikan juga tidak sesuai dengan pedoman yang seharusnya, responden yang
memiliki kesukaan yang berbeda-beda pada rasa susu.

2. Proses

38
- Proses pencatatan yang tidak lengkap, dan tidak adanya kartu pemantauan PMT,
sehingga data balita dengan status gizi buruk yang diterima oleh Puskesmas
Kecamatan berbeda dengan fakta dilapangan
- Proses struktur organisasi yang tidak ada sehingga dalam penyaluran PMT tidak
terorganisasi dengan baik dan tidak merata.

Sedangkan mengenai dampak, tidak terdapat permasalahan dalam evaluasi akhir tahun
Puskesmas yang dilakukan oleh petugas Puskesmas yang bertanggung jawab pada program
PMT. Puskesmas mengadakan evaluasi akhir tahun setiap tahunnya berdasarkan pelaporan yang
diberikan oleh kader posyandu atau Puskesmas kelurahan.

KURANG:

BANDINGKAN HASIL YANG DIDAPAT DENGAN MASALAH PENELITIAN DI


BAB I DAN TUJUAN KHUSUS.

BANDINGKAN DENGAN STANDAR YANG ADA DI WILAYAH LOKASI LAIN


DAN BANDINGKAN DENGAN PENELITIAN LAIN YANG SEJENIS.

BAB VII

39
KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1 Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai program Pemberian Makanan tambahan
(PMT) di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, dapat ditemui berbagai permasalahan dalam
pelaksanaan program PMT di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, baik mengenai gambaran
input (tenaga, dana, sarana, bahan dan metode), proses (perencanaan, pelaksanaan, serta
pengawasan dan penilaian) maupun output (jumlah balita gizi buruk) sehingga menyebabkan
pelaksanaan program PMT menjadi kurang optimal untuk menurunkan angka balita penderita
gizi buruk di Kecamatan Pasar Minggu tahun 2011.

VII.2 Saran

7.1.1 Saran Operasional

1. Bagi Puskesmas

Agar meningkatkan komunikasi antara petugas di puskesmas kecamatan dengan


petugas di kelurahan dan juga kader dari masing- masing wilayah, sehingga tidak
terdapat pencatatan yang kurang dan data diperoleh secara lengkap.
Meningkatkan upaya promotif dan preventif. Hal ini dilakukan agar tingkat
pengetahuan orangtua mengenai gizi buruk lebih baik sehingga para orangtua
dapat lebih perhatian dan waspada terhadap masalah gizi buruk yang dialami oleh
anak- anak mereka. Upaya promotif dapat berupa penyuluhan mengenai gizi
buruk. Sebaiknya penyuluhan dilakukan secara kontinu dari pihak puskesmas
kepada para kader dan warga terutama keluarga yang memiliki balita gizi buruk.
Sedangkan upaya preventif dapat berupa melanjutkan kegiatan penimbangan yang
rutin dilakukan setiap bulan tanpa terputus, dan mengunjungi balita yang tidak
datang ke posyandu untuk penimbangan.
Penilaian program penyuluhan tentang gizi buruk pada balita secara
berkesinambungan dan menilai keberhasilan program penyuluhan tersebut dengan
memantau secara berkala perkembangan status gizi balita.

40
Meningkatkan komunikasi petugas di puskesmas kecamatan dengan petugas di
puskesmas kelurahan dan para kader, sehingga program pemberian makanan
tambahan terhadap balita gizi buruk dapat berjalan secara serentak dan
menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pertemuan setiap tiga
bulan untuk membahas mengenai hasil pelaksaan program PMT dan perencanaan
untuk program PMT selanjutnya.
Adanya buku pemantauan PMT yang berisi Nama Balita, Umur balita, anjuran
makan sehari, hasil anamnesis diet, PMT yang dianjurkan, Status KEP, serta
Penyakit Penyerta sehingga perkembangan status gizi balita dapat dimonitor dan
tercatat secara jelas.

2. Bagi Keluarga dan Penderita

Diberikan edukasi dan penyuluhan kepada keluarga, khususnya yang memiliki


balita gizi buruk sehingga orangtua dapat lebih perhatian dan waspada akan
masalah gizi dan kesehatan yang dialami oleh anak mereka.
Melaksanakan pemantauan rutin balita gizi buruk, sehingga status gizi dan juga
kesehatan balita dapat ditingkatkan.
Memberikan dukungan kepada keluarga yang memiliki balita gizi buruk, sehingga
tidak ada perasaan minder atau tidak mampu bagi keluarga.

3. Bagi Masyarakat

Sebaiknya masyarakat dapat lebih meningkatkan pengetahuan mengenai gizi


buruk sehingga dapat meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menghadapi
permasalahan gizi buruk yang ada di wilayah tempat tinggal mereka .
Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi
buruk, diperlukan peran serta masyarakat dengan cara mengikut-sertakan
program-program yang dianjurkan puskesmas.
7.1.2 Saran Bagi Institusi/Peneliti Lain

41
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam melakukan penelitian ini,
tidak semua faktor dapat diteliti dan diukur dengan parameter yang tepat karena
keterbatasan waktu, dana dan tenaga. Oleh karena itu sangat diharapkan ada peneliti lain
yang berminat melanjutkan penelitian ini berupa penelitian lanjutan mengenai evaluasi
program pemberian makanan tambahan pada balita gizi buruk, dapat lebih mendalam
melakukan evaluasi mengenai program PMT yang telah kami lakukan, demi
kesempurnaan penelitian mengenai efektifitas program PMT dalam meningkatkan status
gizi balita.

42
LAMPIRAN

Data laporan tahunan Puskesmas Pasar Minggu

43
DATA RESPONDEN

44
2011 Keterangan 2012
PKM No. Nama L/P Data Awal Data Akhir Ada/Tidak Data Sekarang PMT
Umur(bln) BB St. gizi Umur BB St. gizi ADA TIDAK Umur BB St. gizi
PB I 1 An. MR L 12 7.1 Buruk 15 7.6 Buruk ADA 23 8.5 Kurang
PB III 2 An. AR L 34 8.4 Buruk 37 9.2 Buruk ADA 46 10 Kurang
3 An. W L 34 10 Buruk 37 10.2 Kurang ADA 45 14 Baik
KBGSN 4 An. I P 17 6.7 Buruk 20 6.9 Buruk TIDAK
5 An. A L 13 5.9 Buruk 16 6 Buruk TIDAK
6 An. TV L 11 6.3 Buruk 14 7 Buruk ADA 26 7.9 Buruk
7 An. R L 17 6.7 Buruk 20 6.8 Buruk ADA 28 8.1 Kurang
P.TIM 8 An. W P 32 6.8 Buruk 35 7.4 Buruk TIDAK
9 An. H L 27 8.5 Buruk 30 9 Buruk ADA 36 9.5 Kurang
10 An. A L 22 7.8 Buruk 25 7.9 buruk ADA 33 8.9 buruk X
11 An. B P 35 9 buruk 38 11.2 kurang ADA 46 11.8 kurang X
PM I 12 An. N L 9 6.7 Buruk 12 7.2 Kurang ADA 17 8 Kurang
RGNN 13 An. A P 15 6.6 Buruk 18 6.7 Buruk TIDAK
14 An. B L 17 8 Buruk 20 8.4 Kurang ADA 28 10.5 Kurang
15 An. M L 26 8.8 Buruk 29 9.2 Kurang ADA 26 10.8 Baik
16 An. N P 15 6.7 buruk 18 7.5 kurang ADA 26 9.4 kurang X
17 An. V P 19 7.2 Buruk 22 8 kurang ADA 30 9.1 kurang X
18 An. AF L 27 8.3 Buruk 30 9 Buruk ADA 24 9.1 Kurang

45
2011 Keterangan 2012
PKM No. Nama L/P Data Awal Data Akhir Ada/Tidak Data Sekarang PMT
Umur(bln) BB St. gizi Umur BB St. gizi ADA TIDAK Umur BB St. gizi
PM II 19 An. I L 23 7.9 Buruk 26 8.2 Buruk ADA 34 9.1 Kurang
20 An. N P 30 7.7 Buruk 33 7.2 Buruk ADA 41 9 Kurang
21 An. R P 44 10 Buruk 47 10.2 Buruk ADA 55 11 Kurang
22 An. AH P 35 9.3 Buruk 38 10.9 Buruk ADA 48 12 Kurang
CIL.TIM 23 An. JC P 36 8.6 Buruk 39 9.1 Kurang TIDAK
24 An. A P 34 9.1 Buruk 37 9.4 Buruk ADA 42 9.5 Kurang
25 An. AR P 34 8.4 Buruk 37 9.8 Kurang ADA 46 10.6 Kurang
JP 26 An. ZA L 12 3.5 Kurang 13 4.7 Buruk ADA 25 8.6 Kurang
27 An. AR L 37 10.1 Kurang 43 10.2 Kurang ADA 43 10.2 Kurang X
28 An. N P 24 8.1 Kurang 31 9 Kurang ADA 31 9 Kurang X
29 An. R L 31 9.1 Buruk 32 9.1 Buruk ADA 36 9.6 Kurang
30 An. V P 10 4.3 buruk 13 4.6 buruk ADA 21 5.2 buruk X
31 An. A L 21 7.7 buruk 24 8.1 buruk ADA 32 9 buruk X
32 An. S P 43 9.7 Buruk 45 10.1 buruk ADA 53 10.8 buruk X

46
ORANG TUA KUESTIONER PENELITIAN
Kepala Keluarga PMT
No. Nama
Suku Pendidikan Pekerjaan Gaji a b c d e f g h i j k l m n o p q 2 s t

1 An. MR 1 4 3 2 1a 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
2 An. AR 3 4 1 2 1a 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
3 An. W 3 3 7 1 1a 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
4 An. R 2 2 7 1 1a 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 An. TV 2 2 5 2 1b 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1
6 An. H 3 3 7 1 1a 2 2 1 1 1 2 1 1 3 1 1 1 1 2 2 1 1
7 An. A 1 2 4 2 1a 3
8 An. B 2 1 5 3 1a 3
9 An. N 2 4 3 2 1a 2 2 1 1 1 2 1 1 3 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1
10 An. BG 3 3 2 1 1a 1 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 3 1 2 2 2 1 1
11 An. M 1 4 3 2 1a 1 2 1 3 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1
12 An. N 2 3 2 1 1a 3
13 An. V 2 1 3 3 1a 3
14 An. AF 2 3 2 1 1a 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 3 1 2 2 1 1 1
15 An. I 3 3 3 2 1a 2 2 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 2 1 1
16 An. N 1 3 7 1 1a 3 2 1 1 1 2 1 2 1 2 3 1 2 2 1 1 1
17 An. RA 3 3 7 1 1a 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 3 1 2 2 2 1 1
18 An. AH 2 4 3 2 1a 1 2 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 2 1 1 2 2 1 1
19 An. A 2 2 3 3 1b 1 2 2 1 1 1 1 1 4 4 1 1 2 1 1 3 2 1 1
20 An. AR 2 3 3 3 1b 3 2 2 1 1 1 1 1 4 3 1 1 2 1 1 3 2 1 1
21 An. ZA 3 2 3 3 1a 3 2 1 4 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 3 2 1 1

47
ORANG TUA KUESTIONER PENELITIAN

Kepala Keluarga PMT


No. Nama

Suku Pendidikan Pekerjaan Gaji a b c d e f g h i j k l m n o p q 2 s t

22 An. AR 1 3 3 3 3
23 An. N 1 4 2 2 1a 3
24 An. R 3 5 2 2 2 3 2 1 1 1 1 1 1 4 1 3 1 2 3 2 1 1
25 An. V 2 4 1 3 1a 3
26 An. A 3 2 7 3 1a 3
27 An. S 1 4 3 2 1a 3

No. KUESTIONER PENELITIAN


Jenis dan Frekuensi Makan

48
0-6 bulan 7-11 bulan 12 bln - 5 tahun
Bubur saring Nasi tm makanan biasa
ASI Sari buah bbr tpg ASI Buah Rot
Pokok Lauk Sayur Pokok Lauk sayur ASI/PASI Pokok Lauk sayur
1 K K 1 2 2 1 2 2 1 K 2
2 K K 3 3 3 3 K 3 3 3
3 K K 1 2 2 2 2 K 2 2
4 K K 2 1 2 1 3 2 1
5 K 1 3 K 1 3 2 1 3 2 1 2 K 2 1 1
6 K K
7 K 2 2 4 1 2 2 3 1 2 3 2 K 3 2 1
8 K 3 1 5 1 1 1 1 3 2 3 2 2 2 2 1
9 K 2 K 2 1 3 3 2 2 1 K 3 3
10 6 2 2 6 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
11 4 1 2 4 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2
12 K K 1 6 3 3 2 3 2 K 2 3 2 2 1 2
13 K K 1 6 2 3 K 1 2 3 2 3 2 3 3 2
14 5 2 5 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
15 K 5 1 3 2 1 3 1 2 3 3 1
16 3 2 3 2 1 3 3 1 2 3 2 1
17 K 2 1 K 1 1 3 2 3 2 4 2 2
18 K 2 1 K 1 1 3 3 1 3 2 1 K 3 2 1
19 K 5 1 3 2 1 3 2 1 4 3 2 1
20 K 3 4 5 1 2 3 2 3 2 3 3 2
21 K K 3 5 3 3 3 K 3 3 3

KUESTIONER PENELITIAN
No.
Jenis dan Frekuensi Makan

49
0-6 bulan 7-11 bulan 12 bln - 5 tahun

Bubur saring Nasi tm makanan biasa


ASI Sari buah bbr tpg ASI Buah Rot
Pokok Lauk Sayur Pokok Lauk sayur ASI/PASI Pokok Lauk sayur
22 K K 2 3 3 3 3 2

23 K

24 K 2 K K 2 K 3 3 K 3 3 K 3 3 3

25 K 1 2 5 1 1 1 1 1 2 1 1 4 2 3 1

26 K 1 3 5 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1

27 K 2 3 5 3 2 3 2 3 K 2 1 4 3 1 3

50
Data hasil penelitian dengan SPSS Statistic 17.0

Perolehan PMT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Lengkap : 90 hari 6 22.2 22.2 22.2

Kurang lengkap : 30 - <90 hari 7 25.9 25.9 48.1

Tidak lengkap : < 30 hari 5 18.5 18.5 66.7

Tidak dapat 9 33.3 33.3 100.0

Total 27 100.0 100.0

51
Lokasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Jauh 9 33.3 33.3 33.3

Dekat 18 66.7 66.7 100.0

Total 27 100.0 100.0

52
Transportasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Milik Pribadi 2 7.4 7.4 7.4

Jalan Kaki 14 51.9 51.9 59.3

Transportasi Umum 11 40.7 40.7 100.0

Total 27 100.0 100.0

53
Pendapatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

< Rp. 500.000,- 8 29.6 29.6 29.6

Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000 11 40.7 40.7 70.4

> Rp. 1.000.000,- 8 29.6 29.6 100.0

Total 27 100.0 100.0

54
Pendidikan Terakhir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak sekolah 2 7.4 7.4 7.4

SD 6 22.2 22.2 29.6

SMP 10 37.0 37.0 66.7

SMA 8 29.6 29.6 96.3

D3/S1 1 3.7 3.7 100.0

Total 27 100.0 100.0

55
Perubahan Status Gizi 2011 (Gizi Awal Gizi Akhir)

Gizi awal 2011

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

buruk 24 88.9 88.9 88.9

kurang 3 11.1 11.1 100.0

Total 27 100.0 100.0

56
Gizi akhir 2011

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

buruk 17 63.0 63.0 63.0

kurang 10 37.0 37.0 100.0

Total 27 100.0 100.0

57
Konsumsi PMT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Mau mengkonsumsi PMT 1-2 x/hari 15 55.6 55.6 55.6

Tidak mau mengkonsumi 3 11.1 11.1 66.7

Tidak mendapat PMT 9 33.3 33.3 100.0

Total 27 100.0 100.0

58
59
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Community-Based Management of Severe Acute Malnutrition, Available at
http://www.unicef.org/media/files/Community_Based__Management_of_Severe_Acute_
Malnutrition.pdf. was accessed on July 11st 2012
2. BPPK-Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar. Indonesia. 2010. Available from:
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/laporan_Riskesdas_2010.pdf. was
accessed on July 11st 2012
3. Laporan Tahunan Puskesmas Pasar Minggu 1. Jakarta; 2011.
4. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI; 1991. p. 163-71
5. Latief, Abdul. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003. p.
32-4
6. Behrman. Nelson Textbook of Pediatric 18th edition. Philadelphia: Saunders; 2007.
7. Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan
PMT pada Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1997

61

You might also like