You are on page 1of 36
HII. TEORI DASAR A. Pengertian Batubara Batubera adalah salah satubahan bakar fosil Pengertion umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa. umbuhan dan terbentuk melalui proses: pembatubarzan, Unsur utamanya terdiri dari Karbon. hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifatfisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagei bentuk. Analisis unsur memberikan ramus empitis. seperti Cis7HoO)NS untuk bituminus dan (CosHoO.NS untuk antrasi B. Batubara Di Indonesia Di Indonesia, endapan batubara yang bemnilai ekonomis terdapat di Cekungan, Tetsicr, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan —batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sckitar Tersier Bawah, kira-kira 45 jute tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lau menurut Sk zeologi Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini, Beberaps diantaranya tergolong kkubah gembut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun, Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mincral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan Betubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada Batubara Miosen. Sebaliknya, endapan Batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan Batubara ini terbentak pada lingkungan lakustrin, dataran paniai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah Timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan, ©. Tempat Terbentuknya Batubara Menurut Teori Insitu ‘Teori ini mengatakan bahwa bahan — bahan pembentukan lapisan batubara, terbentuknya di tempat dimana tumbuh ~ tumbuhan asal ita berada, Dengan demikian segera setelah tumbuhan tersebut mati, beam mengalami proses transportasi, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran vas dan merata kualitasnya lebih baik, Karena abunya relat kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enim, Sumatra selatan. D. E, ‘Tempat Terbentuknya Batubara Menurut Teori Drift ‘Teori ini menyebutkan bahwa bahan - bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbubhnya semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh, media air dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penycbaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersema selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti di Indonesia didapatkan di lapangan batubara delta Mahakem purba, Kalimantan Timur. ‘Tahap Pembentukan Batubara Batubara dapat didefinisikan sebagai batuan sedimen organik yang secara kimia dan fisika adalsh heterogen dengan kandangan unsur utamanya yaitu harbon, hidrogen, oksigen, seta unsur tambahan berupa belerang dan nitrogen, Zat lain adalah senyawa anorganik pembentuk abu yang tersebar sebagei partikel bahan mineral suatu batubara, Batubara berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan yang hidup dirawa-rawa dan delta sungai, yang mengalami pembusukan, pemadatan, dan proses perubahan sebagai akibat dari pengaruh kimia dan fisika, Proses ini berlangsung dalam jangka waktu ‘yang sangat lama (Speight, 1994) Tahap pembentukan batubare secara umum dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu. : tahap penggambutan (peatification) dan tahap pembatubarzan (coalification). Proses pembatubaraan akan menghasilkan endapan batubara dalam berbagai peringkat sesuai dengan tingkat kematangan msterial ‘organiknya. Intensitas pembusukan tergantung dari peredaran air, suhu dan jumlah. zat asam yang ada untuk hidupnya bakteri pembusuk. Perubshan kimia yang dimaksud adalah terjadinya perubahan yang kompleks dari senyawa batubara yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai akibat dati proses pembusukan dan pemampatan, Pada proses tersebut terjadi pelepa 702 dan gas air, metana. Gambar 4. Proses Pembentukan Batubara (Speight, 1994). F. Tahap-tahap pembentukan batubara dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pertama kali terjadinya pembusukan dari bahan organik mati bersifat kayu (woody) oleh bakteti aerobic (bakteri yang memerlukan oksigen). Pembusukan ini terjadi bersama-sama dengan oksidasi dan hidrolisis sebagian menghasilkan produk yang berbentuk slurry, dimana material tersebut menjadi busuk. Namun dalam kejadian ini struktur biologi aselnya masih tetap kelihatan, 2. ‘Tahap kedua adalah akumuulasi produk tadi tertimbun di bawah tumbuban ‘mati berikutiya dengan bakteri aerobic masih terus bekerja. Namun karena penyediaan oksigen makin lama makin berkurang, maka bakteri ini mati dan diganti dengan bakteri non-aerobic (bakteri yang hidupnya tidak membutubkan oksigen). 3. Proses selanjutnya adalah proses pemadatan dan konsolidasi dibawah lumpur biologis dimana bakteri non-aerobic akhimnya berhenti bekerja. Pertambahan beban menycbabkan material menjadi padat, arya terperas (dewatering). Dalam waktu relatif lama terbentuklab lignit, 4, Tahap selanjumya adalah pembentukan subbituminus, bituminus, semi bituminus, semi antrasit dan antrasit. ‘Terbentuknya macam-macem batubara tersebut tergantung dari tekanan, suhu dan umur geologi (Breidenbach and Pohl, 1983). G, Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan lama, di samping dipengaruhi fektor alamiah yang tidak mengenal batas waktu, terutama ditinjau dari segi fisika, kimis, maupun biologis, Dikenal serengkaian faktor yang okan berpengaruh dan menentukan terbentuknya batubara (Sukandarrumidi, 1995). Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya lapisan batubara. Di bawah ini adalah contoh ketebalan lapisan batubara dan contoh Japisan batubara yang tidak menerus. Ini disebabkan oleh factor-faktor antara lain: saat pengendapan, perbedaan morfologi cekungan, penurunan, erosi, patahan, karst dan tektonik Gambar 5, Contoh Ketebalan Lapisan Batubara (Ir, Denny S. Kadarisman) 1 Gambar 6. Lapisan botubara yang tidak menerus (Kadarisman,2010) Posisi Geotektonik Posisi geotektonik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan sedimentasi yang keberadaamya dipengaruhi oleh gaya - gaya tektonik lempeng, Adanya gaya ~ gaya tektonik ini akan mengakibatkan eckungan sedimentasi menjadi lebih Iuas apabila terjadi proses penurunan dasar ccekungan atau menjadi lebih sempit epabila terjadi proses pensikan dasar cekungan. Proses tektonik dapat pula diikuti oleh perlipatan perlapisan batuan ataupun patahan. Apabila proses yang disebut terakhir ini terjadi, a satu cekungan sedimentasi akan dapat terbagi menjadi dua atau lebih sub cekungan sedimentasi dengan luasan yang relatif kecil. Kejadian ini juga akan berpengaruh pada penyebaran lapisan (seam) batubara yang. terbentuk, Makin dekat cekungan sedimentasi batubara terbentuk atau terakumulasi terbadap posisi kegiatan tcktenik lempeng, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik. Morfologi Daerah tempat tumbuhan berkembang biak merupakan daerah yang relatif tersedia air, Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai topografi yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah yang mengelilinginya. Makin luas daerah dengen topografi relatif rendah, maka makin banyek tanaman yang tumbuh, schingga makin banyak terdapat bahan pembentuk batubara, Apabila keadaan topografi dacrah ini dipengaruhi oleh gaya tektonik, baik yang mengekibatkan penaikan ataupun penurunan topografi, maka akan berpengaruh pula terhadep Ives tanaman yang merupakan bahan utama sebagai bahan pembentuk batubara, Hal ini merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penyebaran batubara berbentuk seperti lensa, Topografi mungkin mempunyai efek yang terbstas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pads posisi geotektonik, Pengaruh Iktim tim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, Di daerah beriklim twopis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun disamping tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupaken tempat yang cukup bsik untuk pertumbuhan tanaman dengan timbulnya fakior kelembaban. Di daerah beriklim tropis hampir semua jenis tanaman dapat hidup dan berkembeng baik. Oleh karenanya, di daerah yang mempunyai iklim tropis pada masa lampau, sengat dimungkinkan didapatken cndapan batubara dalam jumlah banyak, sebaliknya dacrah yang beriklim sub tropis ‘mempunyai penyebaran endapan batubara relatif terbatas. Kebanyakan luas tanaman yang keberadaennya sangat ditentukan oleh iklim akan menentukan penyebaran dan ketebalan lapisan (seam) batubara yang rnantinya akan terbentuk. Hasil pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa ‘tropis. mempunyai_siklus pertumbuhan setiap 7 — 9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yeng lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai sckitar § — 6 m dalam selang waktu yang sama, Struktur Cekungan Batubara Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat Ivas, hingga mencapai ratusan hingga ribuan hektar Dalam sejarah bumi, batuan sedimen yang merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami deformasi akibat dari gaya tektonik, Cekungan akan mengalami gaya deformasi lebih hebat apabila cckungan tersebut berada dalam satu sistem geoantiklin atau ‘geosinklin, Akibat gaya tektonik yang terjadi pada waktu ~ waktu tertentu, batubara bersama dengan batuan sedimen yang merupakan perlapisan diantaranya akan terlipat dan tersesarkan. Proses perlipatan dan pensesaran, tersebut akan menghasitkan panes. Panas yang dihasikan akan berpengeruh pada proses metamorfosis batubara, dan batubara akan menjadi lebih keras dan lapisannya terpatah — potah, akan semakin banyak perlipatan dan pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang ‘mengondung datubara. Oleh sebab inu, pencarian batubara bermutu baik iarahkan pada dacrab geosinklin atau geoantiklin, karena di kedue dacrah tersebut diyakini kegiatan tektonik berjalan cukup intensif. HH, Umur Batubara Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan, Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung ‘membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubera yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai ummur geologi lebih wa selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang, membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara, Di samping itu, fektor erosi akan merusak semua bagien dari endapan batubara. Zaman Karbon (kurang lebih berumur 350 juta tahun yang lalu), diyakini merupakan awal munculnya tumbuhan — tumbuhan di dunia untuk pertama kali, Sejalan dengen proses tektonik yang terjadi di dunia selama sejarah geologi berlangsung, Iuas daratan tempat tanaman hidup dan berkembang, biak, telah mengalami proses coalificalion cukup lama. Jenis batubara ini pada umumnya terdapat di daerah benua seperti Australia, Asia, A\tika, Eropa, dan Amerika. Di Indonesia, batubara didapatkan pada cekungan sedimentasi yang berumur Tersier (kurang lebih berumur 70 juta tahun yang, alu). Dalam hitungan waktu geologi, 70 juta tahun yang lalu masih diangeap terlalu muda apabila dibandingkan dengan jaman Karbon. Batubara yang terdapat di cekungan sedimentasi di pulau Sumatra dan Kalimantan belum, mengelami proses coalification sempurna, Hal ini akan berakibet mutu batubara yang didapatkan di kedua pulau tersebut belum mempunyai kualitas baik, masih tergolong pada jenis bitumina, belum sampai pada jenis antrasit, (yang dianggap rank batubara tertinggi). Dari uraian terscbut, disimpulkan ‘bahwa makin tue lapisan batuan sedimen yang mengandung batubara, makin tinggi rank batubara yang akan diperoleh. (http://armandho88, blogspot.com). Penambangan Penambangan batubara adalah penambangan ——batubara dari bumi. Batubara digunakan sebagai bahan bakar. Batubara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan baja. . Kelas dan Jenis Batubara Betdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus,lignit dan gambut 1. Antrasit adalah kelas betubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air & 10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyck ditambang di Australia 3, Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus, 4 Lignit atau batubsra coklat adalah batubara yang sangat lumak yang ‘mengandung air 35-75% dari beratnya, 5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori yang paling rendah. * Sifat Batubara Jenis Antrasit 1. Warna hitam sangat mengkilat dan kompak 2. Nilai kalor sangat tinggi, kandungan kerbon sangat tinggi. 3. Kandungan air sangat sedikit. 4, Kandungan abu sangat sedikit. 5. Kandungan sulfur sangat sedikit. + Sifat Batubara Jenis Bitumine/Subbitumine: 1. Wana hitam mengkilet, kurang kompak. 2. Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi 3. Kandungan air sedikit. 4, Kandungan abu sedikit. 5. Kandungan sulfur sedikit Sifat Batubara Jenis Lignit (brown coal) 1. Wama tam, sangat rapuh. 2. Nilei kalor rendah, kandungan karbon sedikit. 3. Kandungan air tinggi. 4, Kandungan abu banyak. 5. Kandungan sulfur banyak. K, Jenis Radiasi 1 Partikel Alpha adalah bentuk radiasi_partikel yang sengat menyebabkan ionisesi, dan kemampuan penetrasinya rendah, Partikel tersebut terdiri dari dua buah proton dan dua buah neutron yang terikat menjadi sebuah pantikel yang identik dengan nuklens helium, dan karenanya dapat ditulis juga sebagai He Pariikel Alpha dipancarkan oleh nuklei yang radioaktif seperti uranium atau dalam proses yang discbut dengan pelurul pha. Kadang- kkadang proses ini membuat nukleus berada dalam excited state dan akan ‘memancarkan sinar gamma untuk membuang energi yang lebih, Setelah artikel alpha dipancarkan, massa__atom elemen yang ‘memancarkan akan turun kira-kira sebesar 4 amu. Ini dikarenakan oleh hilangnya 4 nukleon, Nomor atom dari atom yang bersangkutan turun 2, karena hilangnya 2 proton dari atom tersebut, menjadikannya elemen yang baru, Contohnya adalah radium yang menjadi gas radon karena peluruhan alpha. 2. Partikel Beta adalah elektron atau positron yang berenergi tinggi yang dipancarkan oleh beberapa jenis nuklews radioaktif seperti kalium-40, Partikel beta yang diponcarkan merupakan bentuk radiasi yang menychabkan ionisasi, yang juge disebut sinar Beta, Produksi partikel deta disebut juga peluruhan beta. Terdapat dua macam peluruhan bera, Band f°, yang masing-masing adalah elektron dan positron, Sinar Gamma adalah sebuah bentuk berenergi dati radiasi_elektromagnetik yang diproduksi oleh 1 itas ateu proses nuklir atau subatomik lainnya seperti penghancuran elektron-positron Sinar gamma membentuk spektrum_elektromagnetik energi-tertinggi Mereka seringkali didefinisikan bermulai dari energi 10 keV/ 2,42 EH2/ 124 pm, meskipun radiasi elektromagnetik deri sekitar 10 keV sampai beberapa ratus keV juga dapat menunjuk kepada sinar X keres. Penting untuk diingat bahwe tidak eda perbedaan fisikal antara sinar gamma dan sinar X dari energi yang sama -—- mereka adalah dua nama untuk radiasi elektromagnetik yang sama, sama seperti sinar matahari dan sinar bulan adalah dua nama untuk cahaya tampak. Namun, gamma dibedakan dengan sinar_X oleh asal mereka, Sinar gamma adalah istilah untuk rediasi clektromagnetik energi-tinggi yang diproduksi oleh transisi energi karena petcepatan elektron. Karena beberapa transisi elektron memungkinkan untuk memiliki energi lebih tinggi dari beberapa transisi nuklir, ada penindihan antara apa yang kita sebut sinar gamma energi tendah dan sinarX enorgi tinggi Sinar gamma merupakan sebush bentuk radiasi_mengionisasi; mereka lebih menembus dari radiasi alpha atau beta (keduanya bukan radiasi elektromagnetik), tapi kurang mengionisasi, Perlindungan untuk sinar y membutuhkan banyak massa. Bahan yang digunakan untuk perisai harus diperhitungkan bahwa sinar gamma diserap lebih banyak oleh bahan dengan nomor atom tinggi dan kepadatan tinggi Juga, semakin tinggi energi sinar gamma, makin tebal perisai yang dibutuhkan, Bahan untuk menahan sinar gamma biasanya diilustrasikan dengan ketcbalan yang dibutuhkan untuk mengurangi intensitas dari sinar gamma setengahnya. Misalnya, sinar gamma yang membutuhken 1 em (0,4 inchi) "lead" untuk mengurangi intensitasnya sebesar 50% jujga akan ‘mengurangi setengah intensitasnya dengan konkrit 6 em (2,4 inchi) atau debut paketan 9 em (3,6 inchi). Sinar gumma deri fallout nuklir kemungkinan akan menycbabkan jumlah kematian terbesar dalam penggunaan senjata nuklir dalam sebuah perang nuklit. Sebuah perlindungan fallow’ yang efektif akan mengurangi terkenanya manusia 1000 kali, Sinar gamma memang kurang mengionisasi dari sinar alpha atau beta. Namun, mengurangi bahaya terhadap manusia membutuhkan perlindungan yang lebih tebal. Mereka menghasilkan kerusakan yang mirip dengan yang Gisebabkan oleh sinar-X, seperti terbakar, kanker, dan mutasi genetika. Dalam hal ionisesi, radiasi gamma berinteraksi dengen bahan melalui tiga proses utama: ofek fotoclektrik, penyebaran Compton, dan produksi pasangan. (Pamungkas, 2011) L. Density Log Energi Gamma dati Radioaktif akan sanget menurun, jika bertumbukan dengan elektron formasi. Makin tinggi massa jenis formasi akan semakin banyak elektron yang terdapat pada formasi tersebut, sehingga akan semakin sedikit gamma yang terdeteksi oleh detektor. Dengen kata lain, semakin besar densitasnya, respon dari detektor akan semakin kecil, sebaliknya bila massa jenis makin kecil (elektron sedikit) maka gamma yang tertangkap detektor akan semakin besar. Log density metupakan svatu tipe log porositas yang mengukur densitas elektron suatu formasi. Prinsip pencataton dari log density adalah suatu sumber radioaktif yang dimasukkan kedalam lubang bor mengemisikan sinar gamma ke dalam formasi, Pada formasi tersebut sinar akan bertabrakan dengan elektron dari formasi, Pada setiap tabrakan sinar gamma akan berkurang energinya, Sinar gamma yang tethamburkan dan mencapai detektor pada suatu jarak tertentu dari sumber dikitung sebagai indikasi densitas formasi. Jumlah tabrakan merupakan fungsi langsung dari jumlah elekiron didalam suatu formasi. Karena itu log densitas dapat mendeterminasi densitas eleltron formasi dihubungken dengan densitas bulk sesungguhnya didalam grec, Harge densitas matrik batuan, porosites, dan densitas fuida pengisi formasi. Log density merupakan log yang sangat beik digunakan untuk megidentifikasi batubara, Pada log ini batubara memiliki harga density yang rendah karena batubara memiliki density matrix yang rendah, Kandungan Komponen kuarsa, seperti kuarsa yang berbutir halus dapat memberikan efek yeng sangat besar dalam pembacaan log density, Hal tersebut dapat menyebabkan porositas semu batubara akan menurun sedangkan density batubara akan meningkat, (Fransiska, 2011), a) Prinsip Pengukuran Density Probe ini merupakan Probe lengkap dari type Density, kerena dalam sekali Run akan diperoleh Long Space Density, Short Space Density dan Caliper. Peran Caliper pada log density selain dapat merapatkan posisi Redioaktif dan sensor (mendorong probe) pada dinding lobang bor, sehingga menjadikan pengukuran density lebih akurat karena partikel Gamma akan langsung masuk dalam formasi tanpa melewati media (air atau mud) yang berada dalam lobang bor. Gambar 7 menunjukkan bagaimana partikel Gamma keluar dari Radioactive Source kemuju ke detektor. Caliper juga berfungsi mendetcksi adanya cavity. Wind Cale —+4 Borole | (Water Files) Underground 1 Formation Calper Arm (Gecentraize:) t a Gambar 7, Prinsip Pengukuran Density (Martono, 2004) Cavity yang berisi air atau mud akan terdeteksi oleh detekior density sebagai formasi yang mempunyai massa jenis yang rendab, sehingga dapat mengacaukan interpretasi data density, Dengan adanya caliper maka data density dapat dikoreksi karena cavities terdeteksi. Karena jarak detektor Long Space Density (LD) lebih jauh dari pada Short Space Density (SD}, maka LD mempunyai penctrasi yang lebih dalam dari pada SD, sehingga pada kasus-kasus adenya cavity, LD tidak begitu terpengaruh, demikian halnya jika logging dilakukan didalam rod atau casing, LD lebih baik hasilnya, Sementara SD, karena jarak detektor ke b) Gamma Source relatif dekat, maka SD éapat mendeteksi lapisan-lapisan (ayer-layer) yang tipis (<10 em), namun sangat terpengaruh terhadap adanya cavity, meski ukuran cavitynya yang relatif kecil, dan kurang baik hasilnya jika dirun dalam Rod atau casing. LD, SD dan Caliper akan ‘menjadi kesatuan yang saling melengkepi. Pengaruh Cavity Terhadap Pengukuran Density Sepertidijelaskan di atas bahwa Caliper akan mendorong Probe senantiasa menempel di dinding sumur. Dengan menempel rapat di inding sumur, diharapkan tidak ada jarak antara Detektor Density dengan formasi yang akan divkur. Ceritanya akan menjadi lain apabila dinding samur sendiri mempunyai permukaan yang tidak rata atau terdapat cavity: Makin dalam otau makin lebar cavity ini akan sangat mempengaruhi hesil pengukuranbacaan dari density Partikel Gamma yang keluar dari Gamma Source sebagian akan melewati cavity yang tentunya berisi fluida (air, lumpur atau fluida lainnya) yang tentunya mempunyai massa jenis yang lebih rendah dari formasi yang sedang dilewati. Sebagian lagi Partikel Gamma melewsti cavity kemudian ‘masuk ke formasi dan melewati cavity lagi untuk dapat mencapai detektor. Kondisi ini mengakibatkan pembacaan yang deviatif, dimana density formasi terbaca sebagai nilai densitas rata-rata antara formasi dengan fluida yang ada di dalam cavity, Tenta saja nilai rata-rate ini akan proporsional sesuai dengan besar kecilnya cavity dan fluida apa yang ada di dalamnya, Kondisi akan lebih rumit apabila fluida yang ada di °) dalamnya adalah udara (ini terjedi untuk running di atas water level atau bila sumur dalam kondisi water loss). Pengaruh Casing Terhadap Pengukuran Density Sccara tcoritis, stee! casing akan mengurangi energi deri partikel Gamma, namun pengurangan ini tidaklah begitu besar, akibatnya penetrasi partikel Gamma kedalam formasi, meskipun kecil juga akan berkurang. Pengaruh ini tidak lebih dari 10% Pengaruh yang mencolok dengan adanya casing (baik ste! casing atau PVC) adalah karena menjadikan jerak antara probe (sumber gamma dan detektor density) tethadap dinding sumur/formasi menjadi Isbih jauh, sehingga sebagian partikel gamma yang keluar dari gamma source akan melewati caving untuk mencapai detektor Kita tidak tahu bagaimane kondisi antara dinding sumur dengan casing. Apakab disitu ada celah ? atau ada Cavity ? Karena keduanya akan sangat ‘mempengaruhi pengukuran density. Kondisi yang paling buruk yang menimpa Short Density manakala casing tidak rapat ke dinding sumur. Ini bisa terjadi pada lobang bor yang diametemya berubah-ubsh karena spin rod pada waktu proses pemboran berlangsung, schinggs memungkinkan adanya celah antara casing dan dinding sumur. Kondisi i sering terjadi di bagian atas dari sumur. Itu sebabnya di bagian atas Short Density dan Long Density mempunyai CPS yang relatif lebih besar. Apalagi kalau berada di aatas water level, d) Perbedaan Pengukuran Long Density dan Short Density Prinsip mendasar dari perbedaan pengukuran Long Density dan Short Density adalah pada Jarak Gamma Source dan Detektor. ‘Shor Density ‘came ray (Cet37 er C050) ‘Gambar 8. Perbedaan Pengukuran Long Dan Short Density (Martono-2004) Pada Spesifikasi Probe FDG terlihat pada Gambar 8, bahwa Jarak Detekior Long Density terhadap Gamma Source adalah 37 om, sementara untuk Short Density adalah 17 cm, Secara ideal digambarkan behwa perjalanan partikel Gamma yang tertangkap oleh detekior Short Density (SD) lebih dangkal masuk ke dalam formasi di banding yang tertangkap detektor Long Density (LD). Dengan kata lain, peneirasi Gamma pada LD lebih dalam dibanding SD. Dalam kondisi fogging dilakukan di dalam casing atau adanya cavity atau keduanya, maka pengaruh casing/cavity relatif kecil pada LD, namun sebaliknya pada SD. Pengaruh lainnye dalam pengukuran yang ideal (tidak ada casing dan tidak ada caving), bahwa LD cenderung akan merala- ratakan densitas formasi-formasi yang tipis, sementara SD akan lebih detail membaea formasi-formasi yang tipis. M. Feran Caliper Partikel Gamma saat keluar dari Source sebagian akan melewati media dalam lobang bor (air atau mud) langsung menuju ke detektor sebagian lagi akan ‘melewati media kemudian masuk kedalam formasi dan melalui media lagi baru sampsi ke detektor, schingga yang terbaca oleh detektor tentu saja density dati media dan formasi. Apabila media yang ada dalam lobang bor tara adalah bentonite mud atau air garanv/asin yang mempunyai massa jeni 1.1 ~ 1.2 glee, ini akan menjadi cerita lain dalam hasil Jog terutama SD Untuk media yang homogen tentu saja density yang terbaca lebih mudah diinterpretasikan, Dengan adanya dua detektor (LD dan SD), peranan LD menjadi sangat penting Karena pengaruh media tidak begity mencolok selama diameter lobang bor tidak terlalu besar atau tidak melalui caving. Hesil logging SD tetap baik untuk openhole (tanpa rod atau casing) dengan diameter lobang bor kurang dari 3.5 inch. N. Gamma Ray Log Gamma Ray Log yaitu suatu pengukuran radioaktif alamia dari formasi- formasi, Oleh Karena itu log berguna dalam mendeteksi dan mengevaluasi deposit dari mineral-mineral radioakiif seperti potasium atau biji uranium. Dalam formasi-formasi sedimen secara normal Log Gamma Ray (GR) mencerminkan Clay don Shale terkandung dalam formasi-formasi. Ini disebabkan clemen-clemen radioaktif’ cenderung untuk berkonsentrasi di dalam clay dan shaie, Formasi yang bersih biasenya mempunyai sifet radioaktif dengan tingkat yang sangat rendah, kecuali kontaminasi radioaktif, contohnya seperti vulkanic ash atau geonite wash atau epabila air formasi mengandung geram- garam potassium. GR Log dapat di rekem dalam cased well, ini sering digunakan sebagai pengganti SP yang tidak dapat diperolch dalam cased well, atau jika SP log tidak memuaskan. GR log sangat bermanfaat untuk non-shaly hed dan korelasinya. Sementata shale dan shalysand mempunyai sifat radioaktif yang tinggi, clean sand, carbonate dan Coal pada umumnya ‘menunjukkan sift radiosktif yang rendah, GR Log menjadi sangat bermanfaat untuk menunjukkan Coa! Zone, Karena clean coal cenderung menampitkan radioaktit yang sangat rendah dibanding. dengan formasi tainnya. Jike Coal zone menunjukkan adanya tingkat radioaktif yang agak tinggi (namun masih berada dibawah sand atau carbonate) ini disebebkan adanya kontaminasi dari formasi lainnya atau adanya garam potasium seperti dijelaskan di atas. Nilai u‘ama dari GR Log adalah membedakan antara shale dan sandstone dan batuan-batuan radioaktif Jainaya, Tambahen, sand tertentu di dalam beberapa tempat mempunyai silat radivaltif yang lebih besar dari pada shale. Interpretasi dati stratigrafike GR Jog diperlukan untuk mengetahui kondisi lokasi Penggoongan sifat radioaktibatuan sediment adalah, a) Very low radioactivity : andydrite, salt, coal, dan modular atau concretionary chert termasuk dalam katagori ini b) Low radioaciivity : pure limestone, dolomite dan sandstone atau campuran dari betuan-batuan ini, microcrystalline untuk earthy dolomite lebih radioaktif dari pada coarse grained sandstone. Radioaktif dari limestone dan dolomite lebih besar untuk warna yang lebih gelap. ©) Medium radioactivity : arcose, granite wash, shale dotomite, siltstone, maris, calcareous dan sandy shale mempuryai medium radioaktif. Batuan yang mempunyai wama gelap seperti pure rock mempunyai sifat radioaktif yang lebih tinggi dari pada yang berwama cerah, ) Higher radioactivity : Shale, vlkanik ash dan bentonite posses bersifat radioaktivitas yang tinggi. Batuan yang memiliki radioaktivitas tinggi sangat baik untuk penilaian secara geologi pada area yang luas. 3 Gamma dalam borehole Ini merupakan pertimbangan, bahwa inten sebanding dengan konsentrasi dari mineral radioaktif dalam formasi. Dengan kata lain, intensitas rata-rata radioaktivitas dalam borehole amat diteatukan oleh porsi shale dalam formasi, Batas-batas bed ditafsirkan dengan cukup teliti apabila sample interval dan kecepatan logging dibuat semakin kecil, Dalam interpretasi dari GR Jog batas-batas bed tersebut adalah separth jalan antara defleksi-maksimum dan minimum dari anomal GR fog dapat digunekan untuk menggambarkan mineral non redivaktif seperti Coal bed, atau korelasi cased hole, Dibandingken dengan openhole og, defleksi gamma pada cased hole sedikit melemah Karena absorpsi steel casing atau semen. Gamma Ray Log relat tidak terpengaruh dengan adanya Casing, Steel Casing sekalipun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa Casing tidak begitu banyak mempengaruhi penetrasi dari Gamma Ray dalam pengukuran Density. Casing mempengeruhi jarak antara probe dengan dinding sumur (formasi) yang menycbabkan pengukuran density tidak sempuma, artinya density yang terukur berarti density rata-rata dari density Casing, density media (fluida) antara casing dan formasi dan density formasi. Yang ‘membuat rancu pengukuran adalah celah antara casing dan dinding sumur termasuk di dalamnya adalah cavity yang mempunyai jarak atau ketebalan yang tidak tentu, schingga memungkinkan timbulnya interpretasi_ yang salah apabila tidak dilihat parameter lainnya, CPS pasir ateu lempung lebih besar dari batubara ini disebabkan adanya casing atau caving. Besar kemungkinan penycbabnya adalah hal-hal tersebut di atas. Schingga Logging Density sebise mungkin dilakukan tanpa Casing. Jika pakai casing, maka Long Density harus dipakai. (Martono-2004) 0. Tek Pembacaan dan Deskripsi Batuan Berdasarkan Grafik Logging Beberapa pembacaan Jogging di bawah ini adalah sesuai dengan jenis batuan yang terdapat di suatu daerah eksplorasi batubara a) Menentukan Batas Dumping Material Nilai_pembacaan Gamma Ray dan Density mengalami perubahan berdasarkan isi material dumpingan, artinya jika dumpingan itu betisi shale stone mumi tanpa pengotor maka grafiknya akan sama dengan kick shale, Namun kita harus jeli terhadap dumpingan yang heterogen, dapat menghasilkan grafik yang acak-acakan, Di bawah ini adalah gralik dumping material yang ditimbun di atas mud swam, schingga kita dapat ‘mengenalinya secara jelas. —— a ates a 2 a ET Gambar 9, Citra GR, LD & SD Betas Gumping Mineral (Martono-2004) b) Menentukan Batas Air Tanah Di Dalam Lubang Bor Dalam menentukan batas air tanah kita cukup melihat defleksi Density sedangkan Gamma Ray bampir tidak mengslami perubahan pada grafiknya, Pada Gambar 6 di bawah ini dapat kita lihat bentuk kick/defleksi dari batas air tanah di dalam lubang bor. 10 ‘is f i ; Gambar 10. Citra GR, LD & SD batas air tanah (Martono-2004) f ©) Menentukan Batas Lumpur Rawa (Md) Dikarenakan shale stone memiliki banyak unsur mineral yang memiliki tadiasi alam (natural radiation), maka untuk menentuksn batas lumpur rawa (MD) dengan shale (SH) mudah sekali kita temukan, hal ini dikarenakan kick/defleksi Gamma Ray dan Density sama-sama mengalami perubehan sccara tegas. r LD & SD Batas Lumpur Rawa (Md) (Martono-2004) Gambar 11. Cita Gi 4) Menentukan Batuan Siderite (Lapisan Tipis Yang Keras) Dalam menentukan batuan siderite yang sering kita temukan pada pemboran dengan ciri-ciri batuannya tipis namun cukup keras untuk dibor dapat ditunjukkan oleh kemunculan grafik yang khas, yaitu Gamma Ray dan Density sama-sama condong ke kiri dan bemilai rendah, hel ini disebabkan karena batuan ini begitu kerasikompak. — oo ee A 3 wks ex £ eT £ Gambar 12. Citra GR, LD & SD Batuan Siderite (Martono-2004) ©) Menentukan Batuan Shale (Sh) Batuan shale merupakan batuan yang kaya akan mineral mengandung radiasi alam (natural radiation). Oleh sebab itu Gamma Ray akan terbaca tinggi sedangkan pada Density akan terbaca rendah, Stabilnya grafik pada shale menunjukkan bahwa batuan tersebut masif, begitupun sebaliknya {ka batuan tersebut memiliki laminasi (missal: pasir atau lanau), maka srafik akan banyak menunjukkan perubahan, Es : q i 2 Ean tt le y eH ae Fh Gambar 13. Citra GR, LD & SD Batuan Shale (Sh) (Martono-2004) 4) Menentukan Batuan Karbon (XI) Batuan karbon merupakan batuan shale yang memiliki kandungan batubara/karbon dengan persentase yang kecil (Karbon 20-40%). Sifat ini dapat terbaca pada grafik Density, namun pada Gamma Ray tidak begitu berpengaruh, _l¢ S> <<. Gambar 14. Citra GR, LD & SD Batuan Karbon (XI) (Martono-2004) ) Menentukan Batuan Coaly Shate (Zn) Batuan coaly shale merupekan batuan shale yang memiliki kandungan batubara/karbon dengan persentase sedang (karbon 40-60%). Sift ini dapat terbaca pada grafik Density dan Gamma Ray dengan ukuran kick/defleksi sedang. ARE Gambar 1S. Citra GR, LD & SP Batuan Coaly Shale (Zh) (Martono-2004) h) Menentukan Batuan Shale Coal (Se) Batuan shale coal metupakan batuan coal yang memiliki kandungan shale Keeil (kerbon 40-60%). Sifat ini dapat terbaca pada grafik Density dan Gamma Ray dengan ukuran kick/defleksi cukup tinggi = > bao a 35 i a Gambar 16, Citra GR, LD & SD Batuan Shaly Coal (Se) (Martono-2004) i) Menentukan Batupasir (SS) Dalam —menentukan batupasir_ kita dapat dengan mudah ‘menginterpretasikannya, dengan kondisi lubang bersih dan baik. Artinya jika pada lapisan ini dalam kondisi lubang berongga (caving), maka kita atau bukan, akan kesulitan dalam memastikan bahwa litologi ini batupas Karena adanya caving akan mempengaruhi grafik Density dengan demikian jika kita tidak jeli, maka akan terinterpretasi sebagai Lapisan batubara, mol 5 170.0 ite Gambar 17. Citra GR, LD & SD Batupasir (SS) (Martono-2004) D Menentukan Batubara (CO) Lapisen Batubara akan terdeteksi khas, dimana grafik Gamma Ray dan Density akan menunjukkan kick/defleksi yang berlawanan nilainya. Pada Gambar 15 dapat dilihat contohnya. Nilai Gamma Ray yang sangat rendah, sedangkan nilsi Density yang sangat tinggi pada data log Em j—» | a eh ; ee Qa PT ay E h| aH é Gambar 18. Citra GR, LD & SD Batubara (CO) (Martono-2004) k) Menentukan Ultramafik (UM) 540 Lt sso my Gambar 19, Citra GR, LD & SD Ultramatik (UM) (Martono-2004) Untuk pembacaan ultramafik kita dapat dengan mudah menentukannya, Kita cukup melihat grafik Gana Ray, dimana nilainya akan kecil sekali hampir mendekati angka 0, karena batuan ultramafik hampir tidal memiliki unsur radiasi alam (natural radiation). Jenis Pengambilan Data Logging dan Studi Kasusnya Pengambilan data fogging dapat dilakukan dengan cara di luar pipa dan di dalam pipa, > Logging Di luar Pipa Beberapa kelemahan pengambilan data logging di luar pipa, yaitu + Sika formasi batuan memiliki kekompekan cukup rendah (seperti batupasir, batubara lapuk, batubara dengan tingkat fracture yang tinggi), maka Kemungkinan lubang runtuh akan besar, resikonya data tidak dapat diambil/data tidak sempurna + Resiko terjepitnya probe logging cukup besar Beberapa keuntungan pengambilan data logging di luar pipa, yaitu: + Radiasi yang cipaparkan di dalam lubang (diterima/dilepes) akan ‘optimal tanpa ada penghambat + Kita dapat menggunakan caliper, sehinggs kondisi dinding lubang, bor akan dapat kita ketahui dan mudah dalam menginterpretasikan pembacaan logging Di bawah ini adalah salah satu contoh pembacaan fogging lengkap dengan caliper, dimana caliper disini berperan peating dalam menginterpretasikan kondisi dinding lubang bor. Setiap kali terdapat rongga/caving di dinding lubang bor, maka akan mempengaruhi grafik Density. Hal ini disebabkan radiasi masuk ke dalam caving dan terhambur bebas, sehingga detektor lebih cepat mencatat dengan jumlsh yang besar. Maka kesimpulannya bahwa kickideffeksi peda Density dapat ditentukan oleh adanya caving di dinding lubang bor. Gambar 20, Pengaruh Caving Terhadep Pengukuran Density (Martono-2004) > Logging Di dalam Pipa Beberapa kelemahan pengambilan data Jogging di dalam pipa, yaitu © Radi i yang dipaparkan di dalam lubang (diterima/dilepas) akan terhambet oleh logam pipe (casing), schingga nilai pembacean akan keel + Kita tidak dapat menggunakan caliper untuk menentukan kondisi dinding lubang bor. + Kita harus lebih telitichatichati dalam menginterpretasikan data logging. Beberapa keuntungan pengambilan data fogging di dalam pipa, yaitu + Pengambilan data Jogging akan lebih cepat dilakukan, + Tidak ada resiko runtuhnya batuan didalam lubang. + Tidak ada resiko terjepitnya probe di dalam lubang. + Recovery data logging dapat mencapai 98% sesuai dengan kedalaman bor/pipa yang tertancap Berikut ini merupakan beberapa contoh pembacaan Jogging tanpa disertai parameter caliper (logging di dalam pipa). Yang dilingkari dibawah ini adalah batubera tipis yang diinterpretasikan oleh Gamma Ray dengan nilai tinggi hampir sama dengan nilai Gamma Ray pada shale/silt. Logging i dalam pipa menycbabkan radiasi batuan tidak dapat terdeteksi sempurna oleh detektor Gamma akibat terhambat olch logam pips. Selain itu kisaran pulsa data (CPS) akan lebih kecil dibandingkan dengan data hasil logging di luar pipa. fot 12 coat 12.0 rau 126.0 Gambar 21, Pengukuran Dengan Parameter Caliper (Martono-2004) Caliper merupakan salah satu parameter geofisika logging yang cukup penting peranannya, Beberopa hal yang menycbabkan parameter caliper tidak dapat dimunculkan dalam suatu pembacaan, yaitu + Alat Jogging tanpa caliper + Caliper logging dalam kondisi nusak + Mengambil data Jogging di dalam pipa (inside reds) Ada beberapa kelemahan dan kesulitan dalam mengintespretasikan pembscaan logging dalam kondisi tanpa caliper, hal tersebat dikarenakan + Ponetrasi radiasi didelam batuan kurang begits sempurne dan stabil dikarenakan probe di dalam lubang kurang menekan dinding Tubang bor, + Kita tidak dapat mengontrol ukuran diameter lubang bor. + Kita tidak dapat menentukan rongga (caving) pada dinding lubang, bor. Batubarg yang Floornya Tercaving iH inan wid 4 won ey ye Lama lt 2 f Gambar 22. Batubara Yang Floornya Tercaving (Martono-2004) Di bawah ini adalah salah satu kasus intexpretasi yang menjebak pada Lapisen Betubara, dimana sekilas kita dapat melihat bahwa grafik ini ‘menunjukkan batubara. Dikarenakan data ini diambil di dalam pipa (in casing) dan tidak menggunakan parameter caliper. Nilai Gamma Ray pada Lapisan Batubara akan rendah hal ini dikarenakan detektor kurang dapat menangkap radiasi alam (natural radiation) akibat terhambat oleh pipa bor (casing). Munculnya defleksi Density diinterpertasikan, Karena adanya pipa yang berongga (caving) pada litologi ini. Caving mungkin dapat kita lihat jika parameter caliper ada. 180.0 pasir ae sunt S| Gambar 23. Kasus Interpretasi Yang Menjebak (Martono-2004)

You might also like