You are on page 1of 19

1.

1 Latar Belakang

Serologi adalah ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur diagnostik dan


eksperimental yang berhubungan dengan imunologi dan menyangkut reaksi-reaksi
serum. Tes serologi ini digunakan untuk, diantaranya: identifikasi
mikroorganisme-mikroorganisme, dan menunjukan antibodi didalam serum dari
hospes pada penyakit-penyakit tertentu dimana penyebab penyakit tidak dapat
diisolasi, penemuan spesifik antibodi adalah penting sekali untuk membantu
diagnosa. Imunoassay adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat
imunitas atau kadar antibodi dan antigen dalam cairan tubuh atau serum.
Imunoassay dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut jenisnya, yaitu imunoassay
tak berlabel dan imunoassay berlabel. Imunoassay tak berlabel terdiri dari
beberapa teknik, yaitu : uji presipitasi, uji aglutinasi, uji hemaglutinasi, lisis imun
dan fiksasi komplemen, serta uji netralisasi. Sedangkan imunoassay berlabel juga
terdiri dari beberapa teknik yaitu : assay berlabel fluoresens (Fluorescent
Immunoassay atau FIA), asai berlabel radioisotop (Radioimmunoassay atau RIA),
assay berlabel luminescent (Luminescent Immunoassay atau LIA), assay berlabel
enzim (Enzyme Immunoassay atau EIA), Immunochromatographic Assay atau
ICA dan uji imunoperoksidase (Handoyo,2003).
Enzim Immunoassay ditemukan setelah Yalow dan Berson
mengembangkan metode Radioimmunoassay (RIA) pada tahun 1959 dengan
menggunakan label radioaktif yang dapat mengidentifikasi komponen immun
pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada tahun 1960-an, para peneliti mulai
mencari pengganti metode RIA karena kelemahannya menggunakan radioaktif
isotop sebagai label. Kekurangan penggunaan radioaktif tersebut berkaitan dengan
keselamatan petugas laboratorium, masalah pembuangan radioaktif, fasilitas
laboratorium khusus dengan persyaratan gedungnya dan mahalnya peralatan yang
dibutuhkan.
Kemudian Kelemahan dari Radioimmunoassay mendorong para peneliti
untuk mencari suatu label pengganti yang lebih sederhana, lebih murah, dengan
reagen yang dapat tahan lebih lama dan dapat dipakai oleh hampir semua
laboratorium serta mudah dibuat otomatis. Muncullah kemudian gagasan untuk
memakai enzim sebagai label dan lahirlah suatu imunoasai yang baru yaitu
Enzyme Immunoassays (EIA).
Teknik EIA pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh Anton
Schuurs sebagai peneliti utama dan Bauke van Weemen di laboratorium penelitian
NV Organon, Oss, Belanda. Pada tahun 1976 Organon Teknika kemudian sukses
mengembangkan dan memasarkan sistem EIA berupa Hepatitis B surface antigen
(HbsAg) dengan menggunakan plate mikrotiter-96 sumur. Tes ini kemudian
menjadi EIA yang pertama kali dikomersilkan dan kemudian diikuti oleh tes
diagnostik mikrobiologi dan virologi lain seperti antigen Hepatitis B "e" (HBe),
antibodi Rubella, antibodi Toxoplasma dan antibodi Human Immunodeficiency
Virus pada tahun 1980-an
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Enzym Immunoassay?

2. Bagaimana Tehnik-Tehnik Enzym Immunoassay?

3. Bagaimana Klasifikasi Enzym Immunoassay?

4. Bagaimana prinsip-prinsip dari klasifikasi Immunoassay?

5. Bagaimana alat-alat yang digunakan dalam Enzym immunoassay?

1.3 Tujuan Makalah

1. Menjelaskan definisi enzym Immunoassay

2. menjelaskan tehnik-tehnik eznzym immunoassay

3. menjelaskan klasifikasi enzym immunoassay

Menjelaskan prinsip-prinsip dari kalsifikasi immunoassay

5. menjelaskan alat-alat yang digunakan dalam enzym immunoassay


BAB II

TINAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Enzym Immunoassay

Teknik EIA pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh Anton
Schuurs sebagai peneliti utama dan Bauke van Weemen di laboratorium penelitian
NV Organon, Oss, Belanda. Pada tahun 1976 Organon Teknika kemudian sukses
mengembangkan dan memasarkan sistem EIA berupa Hepatitis B surface antigen
(HbsAg) dengan menggunakan plate mikrotiter-96 sumur. Tes ini kemudian
menjadi EIA yang pertama kali dikomersilkan dan kemudian diikuti oleh tes
diagnostik mikrobiologi dan virologi lain seperti antigen Hepatitis B "e" (HBe),
antibodi Rubella, antibodi Toxoplasma dan antibodi Human Immunodeficiency
Virus pada tahun 1980-an
Enzyme immunoassay (EIA) adalah tes untuk mendeteksi antigen atau
antibodi dengan penambahan enzim yang dapat mengkatalisa substrat sehingga
terjadi perubahan warna. Metode EIA menggunakan sifat katalisa dari enzim
untuk mendeteksi dan menghitung jumlah reaksi imunologi. Gabungan antibodi
berlabel enzim atau antigen berlabel enzim digunakan pada pemeriksaan
imunologi. Enzim dan substratnya mendeteksi keberadaan dan jumlah antigen
atau antibodi yang terdapat pada sampel pasien (Turgeon,2009).

Untuk dapat digunakan pada EIA, enzim harus memenuhi kriteria :

Stabilitas tinggi
Spesifitas tinggi
Tidak mengandung antigen atau antibodi
Tidak ada perubahan oleh inhibitor dalam sistem.

Tabel 1. Enzim-enzim yang Digunakan pada EIA


Enzim Sumber
Acetylcholinesterase Electrophorous electicus

Alkaline phosphatase Escherichia coli

-Galactosidase Escherichia coli

Glucose oxidase Aspergillus niger

Glocose-6-phosphatase dehydrogenase (G6PD) Leuconostoc mesenteroides

Lysozyme Putih telur

Malate dehydrogenase Jantung babi

Peroxidase Lobak

Enzyme Immunoassay (EIA) memiliki keuntungan dan kerugian, yaitu


(Henry,2007):
A. Keuntungan
1. Tes yang sensitif dapat diperoleh dengan efek penguatan dari
enzim.
2. Reagen relatif murah dan jangka waktunya panjang.
3. Dapat menghasilkan tes multiple secara simultan.
4. Dapat menghasilkan konfigurasi tes dengan variasi yang luas.
5. Tidak ada bahaya radiasi selama pemberian label atau pembuangan
sampah.
B. Kerugian
1. Pengukuran aktivitas enzim dapat lebih kompleks dibandingkan
dengan pengukuran dengan beberapa tipe radioisotop.
2. Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh konstitusi plasma.
3. Pada saat ini tes homogen memiliki sensitivitas 10 -9M dan tidak
sesensitif radioimmunoassay.
4. EIA homogen untuk protein yang besar dapat dihasilkan tetapi
membutuhkan reagen imunokimia yang kompleks.

2.1.1 Type Enzym Immunoassay

Adapun type dari prinsip kerja Enzym Immunoassay adalah


(Turgeon,2009):
A. Deteksi Antigen
EIA tipe deteksi antigen terdiri atas 4 langkah :
1. Antibodi yang spesifik terhadap antigen dilekatkan pada suatu
permukaan fase padat (a solid-phase surface) atau suatu manik-
manik plastik.
2. Ditambahkan serum pasien yang mungkin mengandung atau tidak
mengandung antigen.
3. Ditambahkan suatu antibodi yang spesifik terhadap antigen tertentu
yang berlabel enzim (conjugate).
4. Ditambahkan substrat kromogenik, dan terjadi perubahan warna
jika terdapat enzim. Warna yang terbentuk sesuai dengan jumlah
antigen yang terdapat pada sampel pasien.
Sebagaimana dijelaskan diabawah ini :

Gambar :Langkah-langkah pemeriksaan EIA tipe antigen detection

B. Deteksi Antibodi
EIA antibody detection terdiri dari 3 tipe yaitu noncompetitive EIA,
competitive EIA dan capture EIA (Turgeon, 2009).
a. Noncompetitive EIA
1. Antigen yang spesifik dilekatkan pada suatu permukaan fase padat
(manik-manik plastik atau sumur mikrotiter).
2. Ditambahkan serum pasien yang mungkin mengandung atau tidak
mengandung antibodi.
3. Ditambahkan antibodi yang spesifik terhadap antibodi sebelumnya
yang telah dilabel dengan enzim (conjugate).
4. Ditambahkan substrat kromogenik, dan terjadi perubahan warna
jika terdapat enzim. Warna yang terbentuk sesuai dengan jumlah
antibodi yang terdapat pada sampel pasien.
Sebagaimana dijelaskan pada gambar dibawah ini :

Gambar : Langkah-langkah pemeriksaan noncompetitive EIA

b. Competitive EIA
1. Antigen yang spesifik dilekatkan pada suatu permukaan fase padat
(manik-manik plastik atau sumur mikrotiter).
2. Serum pasien yang mungkin mengandung atau tidak mengandung
antibodi ditambahkan ke dalam plate bersama-sama dengan
penambahan antibodi berlabel enzim (conjugate) yang akan
berkompetisi untuk memperebutkan antigen yang sama.
3. Ditambahkan substrat kromogenik, dan terjadi perubahan warna
jika terdapat enzim. Jumlah warna yang terjadi berbanding terbalik
dengan jumlah antibodi yang terdapat pada sampel pasien.
Sebagaimana dijelaskan pada gambar di bawah ini :
Gambar : Langkah-langkah pemeriksaan competitive EIA

c. Capture EIA
Sebuah capture EIA dirancang untuk mendeteksi tipe spesifik dari
antibodi, seperti IgG atau IgM.
1. Antibodi yang spesifik terhadap IgG atau IgM dilekatkan pada
suatu permukaan fase padat (manik-manik plastik atau sumur
mikrotiter).
2. Sampel pasien yang mengandung IgG atau IgM ditambahkan.
3. Ditambahkan antigen yang spesifik.
4. Ditambahkan sebuah antibodi yang spesifik terhadap antigen yang
berlabel enzim (conjugate).
d. Ditambahkan substrat kromogenik, dan terjadi perubahan warna
jika terdapat enzim. Warna yang terbentuk sesuai dengan jumlah
antigen yang spesifik terhadap IgG atau IgM yang terdapat pada
sampel pasien.

Sebagaimana dijelaskan pada gambar dibawah ini :


Gambar :Langkah-langkah pemeriksaan capture EIA

2.2 ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay)

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall. Mereka menggunakan teknik ELISA ini dalam bidang
imunologi (ELISA konvensional) untuk menganalisis interaksi antara antigen dan
antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan
menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelopor/ reporter/ signal.
2.2.1 Prinsip Dasar Teknik ELISA
Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu
permukaan yang berupa microtiter. Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik
yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel =>
bila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi spesifik , sedangkan bila
sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik) dicampurkan ke atas
permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan
antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan
suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat
tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau
antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.
Pada ELISA flourescense misalnya, enzim yang tertaut dengan antibodi atau
antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang
berupa pendaran flourescense.

2.2.2 . Alat dan Bahan pada ELISA


Alat paling utama yang digunakan dalam teknik ELISA adalah microtiter.
Microtiter ini berupa suatu papan plastik dengan cekungan sebanyak 96 buah (8
cekungan ke arah bawah dan 12 cekungan ke samping). Microtiter ini terbuat dari
bahan plistirena. Cekungan dari microtiter memiliki tinggi sekitar 1 cm dan
diameter 0,7 cm. Selain itu, alat dan bahan lain yang umum digunakan dalam
teknik ELISA antara lain :
a. Alat untuk Pengukuran ELISA:
No Alat ELISA Prinsip alat
1. STAF FAX 2100 MICROPLATER
READER
2. SIRIO (ALAT IMUNOLOGI)
3. ELISA READER = WASHER
(ZENIX-320 AND ZENIX-390)
4. RAYTO GM-LIM01
5. MCL-2100

b. Bahan untuk pengujian ELISA:


Antigen yang dimurnikan (jika sampel yang akan dideteksi atau
dikuantifikasikan berupa antibodi).
Larutan standard (kontrol positif dan negatif).
Sampel yang ingin dites.Cairan pencuci (buffer).
Antibodi atau antigen yang tertaut dengan enzim signal.
Substrat yang bersifat spesifik terhadap enzim signal.
ELISA reader (spektrofotometer) untuk pengukuran kuantitatif.

2.2.3 Tehnik ELISA


Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik
ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat
antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi
(primer dan sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibody kedua
(sekunder) akan dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal.
Teknik ELISA nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA
sandwich.
Sekarang ini teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagai macam jenis
teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan
teknik ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini
adalah beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain :
1. ELISA Direct
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik
ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen
pada sampel ELISA direct menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal)
untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.
Pada ELISA direct, pertama microtiter diisi dengan sampel yang
mengandung antigen yang diinginkan, sehingga antigen tersebut dapat menempel
pada bagian dinding-dinding lubang microtiter, kemudian microtiter dibilas untuk
membuang antigen yang tidak menempel pda dinding lubang microtiter. Lalu
antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan ke dalam lubang-
lubang microtiter sehingga dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan,
yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang antibody tertaut
enzim signl yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu, ke dalam lubang-lubang
microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal,
sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan
antigen yang diinginkan akan berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan
signal dapat dideteksi. Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen
tersebut selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan kolorimetri,
chemiluminescent, atau fluorescent end-point.
ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut
dengan enzim.
Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari
antibodi pada percobaan yang berbeda.
Amplifikasi signal hanya sedikit.
Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan
sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :
Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibody.
Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang
dengan antibody lain (antibody sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA Indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA
yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi
dan diukur konsentrasinya merupakan antibody. ELISA indirect menggunakan
suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel yang
diuji.
Pada ELISA indirect, pertama microtiter diisi dengan larutan yang
mengandung antigen spesifik, sehingga antigen spesifik tersebut dapal menempel
pada bagian dinding lubang microtiter. Selanjutnya microtiter dibilas untuk
membuang antigen yang tidak menempel pada dinding lubang microtiter.
Kemudian larutan sampel yang mengandung antibody yang diinginkan
dimasukkan ke dalam lubang-lubnag microtiter, sehingga terjadi terjadi interaksi
antara antigen spesifik dengan antibody yang dinginkan. Selanjutnya microtiter
kembali dibilas untuk membuang antibodi yang tidak berinteraksi dengan antigen
spesifik. Lalu ke dalam lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi antibody
sekunder spesifik tertaut enzim signal, sehingga pada lubang microtiter tersebut
terjadi interaksi antara antibody yang diinginkan dengan antibody sekunder
spesifik tertaut enzim signal. Selanjutnya microtiter dibilas lagi untuk membuang
antibody sekunder tertaut enzim signal yang tidak berinteraksi dengan antibody
spesifik. Kemudian pada tahap akhir ELISA indirect, ditambahkan substrat yang
dapat bereaksi dengan enzim signal, lalu enzim yag tertaut dengan antibody
sekunder speifik yang telah berinteraksi dengan antibody yang diinginkan akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi.
ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
Membutuhkan waktu pengujian yang relative lebih lama daripada ELISA
direct karena ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu
pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibody yang
dinginkan dan antara antibody yang diinginkan dengan antibody sekunder
tertaut enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1
kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang
diinginkan dengan antibody spesifik tertaut enzim signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :
Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang terjual secar
komersial di pasar.
Immunoreaktifitas dari antibody yang diinginkan (target) tidak
terpengaruh oleh penautan enzim signal ke antibody sekunder karena
penautan dilakuka pada wadah berbeda.
Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag diinginkan
memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibody
sekunder.

3. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk
menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder tertaut enzim signal
untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip
kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA
sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena
antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibody primer
spesifik dan antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA
sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi
antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent
seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich, antibody primer
seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedangkan antibody sekunder
seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedagkan antibody sekunder
seringkali disebut sebagai antibody deteksi.
Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan
untuk mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah
pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA
sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan
akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibody.
Pada ELISA sandwich, pertama microtiter diisi dengan larutan yang
mengandung antibody penangkap, sehingga antibody penangkap tersebut dapat
menempel pada bagian dinding lubang microtiter. Selanjutnya microtiter dibilas
untuk membuang antibody penangkap yang tidak menempel pada dinding lubang
microtiter. Kemudian larutan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan
dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter, sehingga terjadi interaksi antara
antibody penangkap dengan antigen yang diinginkan. Selanjutnya, microtiter
kembali dibilas untuk membuang antigen yang tidak bereaksi dengan antigen
penangkap. Lalu, kedalam lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi
antibody detector sehingga pada lubang microtiter tersebut terjadi interaksi antara
antigen yang diinginkan dengan antibody detector. Selanjutnya microtiter dibilas
lagi untuk membuang antibody detector yang tidak berinteraksi dengan antibody
spesifik. Kemudian pada tahap akhir ELISA indirect, ditambahkan substrat yang
dapat bereaksi dengan enzim signal, lalu enzim yang tertaut pada antibody
detector yang telh berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan bereaksi
dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi.
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain :
Banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada
dinding-dinding microtiter.
Avinitas dari antibody penangkap dan antibody detector terhadap antigen
sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari
teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA
sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat sensitivitasnya yang relatif
lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi
dengan dua jenis antibody, yaitu antibody penangkap dan antibody
detector. Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki
kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi
antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibody
yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang
berbeda (epitopnya harus berbeda).
4. ELISA Biotin Sterptavidin (Jenis ELISA Modern)
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga
dikembangkan untuk mendeteksi antibody dengan tingkat sensitivitas relatif lebih
tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA penangkap antibody, dimana
prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan dalam
teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detector (antigen bertaut enzim
signal, bersifat opsional apabila antibody yang diinginkan tidak bertaut dengan
enzim signal).
Contoh dari aplikasi teknik ini adalah teknik ELISA untuk mendeteksi
vitamin biotin yang bertaut dengan suatu antibody avidin dengan mengubah
antibody avidin menjadi antibody streptavidin, dimana satu molekul streptavidin
dapat mengikat empat molekul biotin (pengembangan dari ELISA indirect),
sehingga signal yang teramplifikasi menjadi semakin kuat akibat interaksi antara
biotin dengan enzim yang menjadi semakin banyak.

5. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan teknik ELISA
terdahulu. Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menambahkan suatu
competitor ke dalam lubang mikrotiter. Teknik ELISA kompetitif ini dapat
diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen atau antibody.
Pada pendeteksian antigen, pertama mikrotiter diisi antibody spesifik yang
dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan maupun antigen spesifik
bertaut enzim signal, sehingga antibody spesifiktersebut dapat menempel pada
bagian dinding-dinding lubangmikrotiter. Lalu larutan yang mengandung antigen
spesifik yang telah ditautkan dengan enzim signal dan larutan sampel yang
mengandung antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang
mikrotiter sehingga terjadi kompetisi antaraantigen spesifik bertaut enzim signal
dengan antigen yang diinginkan untuk dapat berinteraksi dengan antibody spesifik
yang dilanjutkan dengan membilas mikrotiter untuk membuang antigen spesifik
tertaut enzim signal atau antigen yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik.
Lalu kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat
bereaksi dengan enzim signal yang tertaut pada antigen spesifik, sehingga enzim
yang tertaut dengan antigen yang telah berinteraksi dengan antibody spesifik akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Pada
proses pendeteksian ini, pendeteksian positif ditandai oleh tidak adanya signak
yang ditimbulkan, yang berarti bahwa antigen yang diinginkan telah menang
berkompetisi dengan antigen spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan
antibody spesifik.
Sedangkan pada pendeteksian antibody, pertama mikrotiter diisi antigen
spesifik yang dapat berinteraksi dengan anti bodi yang diinginkan maupun
antibody spesifik tertaut enzim signal, sehingga antigen spesifik tersebut dapat
menempel pada bagian dinding-dinding mikrotiter, kemudian mikrotiter dibilas
untuk membuang antigen spesifik yang tidak menempel pada dinding-dinding
mikrotiter. Lalu larutan yang mengandung antibody spesifik yang telah ditautkan
dengan enzim signal dan larutan sampel yang mengandung antibody yang
diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang mikrotiter, sehingga terjadi
kompetisi antara antibody spesifik tertaut enzim signal dengan antibody yang
diinginkan untuk dapatberinteraksi dengan antigen spesifik, yang dilanjutkan
dengan membilas mikrotiter untuk membuang antibody spesifik tertaut enzim
signal atau antibody yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik. Lalu,
kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat
bereaksi dengan enzim signal yang tertaut pada antibody spesifik, sehingga enzim
yang tertaut dengan antibody yang telah berinteraksi dengan antigen spesifik akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Pada
proses pendeteksian ini, pendeteksian positif juga ditandai oleh tidak adanya
signal yang ditimbulkan, yang berarti antibody yang diinginkan telah menang
berkompetisi dengan antibody spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi
dengan antigen spesifik.
Kelebihan dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya
purifikasi terhadap larutan sampel yang mengandung antibody atau antigen yang
diinginkan, tapi hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi
akibat sifat spesitifitas dari antibody dan antigen.
6. ELISA Multiplex
Teknik ELISA merupakan pengembangan teknik ELISA yang ditujukan
untuk pengujian secara simultan,sedangkan prinsip dasarnya mirip dengan teknik
ELISA terdahulu.

2.2.4 Contoh Langkah Kerja Teknik ELISA


Berikut ini adalah contoh langkah kerja beberapa macam teknik ELISA, yaitu:

Pendeteksian antibody dengan ELISA indirect:


1. Melapisi mikrotiter plate dengan antigen yang sudah
dimurnikan dengan membiarkan larutan berisi antigen menempel pada
dinding/ permukaan selama 30-60 menit.
2. Membilas antigen yang tidak terikat dengan buffer.
3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak
spesifik dilekati oleh antigen dengan protein yang tidak berhubungan/ tidak
spesifik (seperti larutan susu bubuk)
4. Membilas protein yang tidak melekat.
5. Menambahkan sampel serum yang akan dideteksi
antibodinya dan membiarkan antibody spesifik untuk berikatan dengan
antigen.
6. Membilas antibody yang tidak terikat.
7. Menambahkan anti-Ig yang akan berikatan pada
daerah Fc pada antibody yang spesifik (sebagai contoh, anti-rantai gamma
manusia yang berikatan dengan IgG manusia). Daerah Fc pada anti-Ig akan
berikatan secara kovalen dengan enzim.
8. Membilas kompleks antibody-enzim yang tidak
terikat.
9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang
tidak berwarna yang terikat ke enzim akan dikonversi menjadi produk.
10. Inkubasi sampai muncul warna, dan
11. Ukur dengan spectrometer. Jka semakin pekat
warna yang dideteksi, maka makin besar kadar antibody spesifik dalam
sampel.

Pendeteksian antigen dengan ELISA sandwich:


1. Melapisi mikrotiter plate dengan antibodi yang sudah dimurnikandimurnikan
denga membiarkan larutan berisi antigen menempel pada dinding/ permukaan
selama 30-60 menit.
2. Membilas antibodi yang tidak terikat dengan buffer
3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen
dengan protein yang tidak berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu
bubuk)
4. Membilas protein yang tidak melekat.
5. Menambahkan sampel yang akan dideteksi antigennya dan membiarkan
antibodi untuk berikatan dengan antigen spesifik dari sampel.
6. Membilas antigen yang tidak terikat.
7. Menambahkan antibody yang telah terlabeli dengan enzim dan bersifat
spesifik untuk epitope yang berbeda pada antigen sampel, sehingga terbentuk
sandwich.
8. Membilas antibody-enzim yang tidak terikat.
9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang
terikat ke enzim akan dikonversi menjadi produk.
10. Inkubasi sampai muncul warna.
11. Ukur dengan spektrofotometer. Jika semakin pekat warna yang terdeteki,
maka makin besar kadarantigen spesifi dalam sampel.

2.2.5 Aplikasi Teknik ELISA


Berikut ini adalah beberapa ontoh aplikasi teknik ELISA, antara lain:
a. Pemeriksaan donor darah untuk pembuktian adanya kontaminasi virus:
HIV-1 dan HIV-2 (keberadaan antibody anti-HIV)
Hepatitis C (presence of antibodies)
Hepatitis B (test untuk keberadaan antibody dan antigen virus)
HTLV-1 dan -2 (keberadaan entibodi)
b. Pengukuran level hormone
hCG (sebagai tes kehamilan)
LH ( menentukan waktu ovulasi)
TSH, T3dan T4 (untuk fungsi thyroid)
c. Pendeteksian Infeksi
Agen penularan secara seksual, HIV, Syphilis dan Chlamydia
Hepatitis B dan C
Toxoplasma Gondii

d. Pendeteksian bahan allergen pada makanan dan debu rumah.


e. Pendeteksian keberadaan zat obat-obatab terlarabg, seperti
Cocain
Opium
9-tetrahydrocannabiol, campuran aktif pada marijuana.
Daftar Pustaka
Handoyo I. 2003. Pengantar Imunoasai Dasar. Airlangga University Press,
Surabaya :.
Turgeon ML. 2009. Immunology & Serology in Laboratory Medicine. 4th ed.
Mosby, St. Louis . p 158-61
Lequin RM. Enzyme Immunoassay (EIA)/Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
(ELISA). Washington DC: American Association for Clinical Chemistry, Inc;
Available from: http://intl.clinchem.org
Laboratory Services Section. Enzyme Immunoassay (EIA). Texas: Texas
Department of State Health Services; [updated 2015 November 28]. Available
from: www.dshs.state.tx.us/lab/serology_eia.shtm
Henry J.B.MD. 2007. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods. 21st ed. WB Saunders Co, Philadelphia ;. p 803-8
Turgeon ML.2007. Clinical Laboratory Science, The Basics Routine Techniques.
5th ed. Mosby, St. Louis;. p 141-2

You might also like