You are on page 1of 11

MIKROFAUNA (FORAMINIFERA) TERUMBU KARANG SEBAGAI

INDIKATOR PERAIRAN SEKITAR PULAU-PULAU KECIL

Kresna Tri Dewi1, Suhartati M. Natsir2 dan Yudi Siswantoro3


1
Puslitbang Geologi Kelautan-DESDM
2
Pusat Penelitian Oseanologi-LIPI
3
Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut-BAKOSURTANAL

Abstract

Coral reef environment is associated with various of specific marine biota including
microscopic fauna, foraminifera. The purpose of this study is to achieve the values of Foram
Index that can provide any information concerning the environmental condition such area. The
ten sediment samples from off small islands: Kangean, Bidadari, Pramuka, Belanda, Marore
dan Kawio are used for this study. The method that has been used for this study was separated
the foraminiferal specimens among sediment particles, identification, calculating spesimen and
grouping the species.
The result of grouping and calculating shows that the values of FORAM
(Foraminifera in Reef Assessment and Monitoring) Indexes at between 5.32 and 9.40) in six
sampel. These values indicate very good environment for reef growth and it is characterized by
the occurrences of Calcarina, Amphistegina, Peneroplis very abundantly. The rest four
samples have FI values between 2 and 3 that indicate marginal environment for reef growth.
These samples are dominated by opportunistic group and another group that is not associated
with coral reef. The use of foraminifera hopefully can be applied in other locations as one of
simple and economic environmental indicator.

Key words: foraminifera, FORAM Index, environmental indicator, small islands

Abstrak

Ekosistem terumbu karang diasosiasikan oleh berbagai biota laut yang spesifik
termasuk fauna mikroskopik, foraminifera. Tujuan dari studi ini adalah mendapatkan nilai
Index Foraminifera (FI) yang dapat memberi informasi berkaitan dengan kondisi lingkunagn
sutau area. Sepuluh sampel sedimen dari perairan sekitar pulau-pulau kecil: Kangean, Bidadari,
Pramuka, Belanda, Marore dan Kawio digunakan untuk penelitian ini. Metode yang digunakan
untuk menentukan FI adalah permisahan spesimen foraminifera dari partikel sedimen,
identifikasi, penghitungan spesimen foraminifera dan pengelompokan spesies.
Hasil pengelompokan dan penghitungan, diperoleh nilai Indeks FORAM
(Foraminifera in Reef Assessment and Monitoring) berada pada kisaran 5,32-9.40 pada 6
sampel. Nilai ini memberi indikasi bahwa perairan dalam kondisi sangat bagus bagi
pertumbuhan koral dan dicirikan oleh kehadiran Calcarina, Amphistegina, Peneroplis dalam
jumlah sangat melimpah. Empat sampel lainnya mempunyai nilai FI antara 2 dan 3 yang
menunjukkan kondisi lingkungan terbatas untuk pertumbuhan koral. Sampel ini didominasi
oleh kelompok oportunistik dan kelompok yang tidak berasosiasi dengan terumbu karang.
Penggunaan index foraminifera diharapkan dapat diterapkan di lokasi lain sebagai salah satu
indikator kondisi lingkungan yang cukup ekonomis dan sederhana.

Kata kunci: foraminifera, FORAM Index, indikator lingkungan, pulau-pulau kecil


I. PENDAHULUAN
Ekosistem terumbu karang memiliki multifungsi yang sangat besar bagi berbagai biota
laut. Oleh karena itu, keberadaannya harus selalu dipantau, dijaga dan dilestarikan. Degradasi
terumbu karang akan mengurangi multifungsinya yang secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Hal yang lebih penting adalah upaya pemulihan
terumbu karang memerlukan waktu yang cukup lama. Ada banyak metoda untuk memantau
kondisi terumbu karang dimana satu sama lain dapat saling mendukung atau melengkapi.
Metoda tersebut antara lain melalui indeks penutupan karang, indeks kematian karang, indeks
keanekaragaman ikan dan biota lain yang berasosiasi dengan terumbu karang.. Biota indikator
seperti ikan Butterfly merupakan salah satu metoda yang sangat sederhana dan tidak mahal.
Hal ini berdasar pada sensitifitas biota ini terhadap perubahan kondisi lingkungan di sekitar
terumbu karang (Crosby dan Reese, 1996) .
Selain itu ada metoda yang lebih sederhana yaitu melalui pendekatan foraminifera
bentik dalam sampel sedimen di sekitar terumbu karang. Metode ini merupakan hasil
penelitian Hallock et al (2003) selama tiga puluh tahun untuk menghasilkan suatu formula
yang dikenal sebagai indeks FORAM (Foraminifera in Reef Assessment and Monitoring) atau
FI. Mereka memilih foraminifera sebagai indikator (paleo) lingkungan berdasarkan berbagai
faktor yaitu 1) foraminifera tertentu memerlukan kesamaan kualitas air dengan berbagai biota
pembentuk terumbu karang; 2) Rentang waktu hidup foraminifera cukup singkat sehingga
perubahan lingkungan yang cepat dapat berpengaruh pada kehidupan foraminifera; 3)
foraminifera berukuran relatif kecil, melimpah, mudah dikoleksi, ekonomis dan secara
signifikan dapat diolah secara statistik dan sangat ideal sebagai komponen dari suatu program
pemantauan lingkungan perairan., dan 4) pengambilan sampel foraminifera sangat kecil
pengaruhnya pada ekosistem terumbu karang.
Pada prinsipnya foraminifera dari jenis tertentu merupakan salah satu biota yang hidup
berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang. Hasil penelitian dari Yamano et al (2000)
menunjukkan bahwa foraminifera bentik merupakan salah satu kontributor dalam
pembentukan terumbu karang, yaitu sekitar 30% dari total sedimen yang terhampar di Pulau
Green, Great Barrier Reef, Australia. Foraminifera yang mendominasi sedimen tersebut adalah
Amphistegina, Baculogypsina dan Calcarina.
Ekosistem terumbu karang dan biota yang berasosiasi dengannya dapat mencapai
pertumbuhan maksimal pada perairan dangkal seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau
di perairan tropis, jernih, suhu perairan hangat, gerakan gelombang yang besar, dan terhindar
dari proses sedimentasi serta sirkulasi air yang lancar (Dahuri et al, 1996)). Dengan demikian
adanya kerusakan terumbu karang akan berpengaruh pada biota yang berasosiasi dengan
terumbu karang, termasuk foraminifera. Penggunaan foraminifera sebagai indikator kondisi
lingkungan perairan sekitar terumbu karang telah banyak digunakan di mancanegara dan
belum diterapkan di Indonesia. Penelitian terkini dari Schueth dan Frank (2008) di bagian
utara Great Barrier Reef menunjukkan bahwa nilai FI dari 50 titik lokasi bervariasi antara 1.7
dan 10.00. Nilai FI > 4 memberi gambaran kondisi lingkungan setempat sangat kondusif bagi
pertumbuhan koral; nilai FI bervariasi antara 3 dan 5-6 mengindikasikan kondisi lingkungan
menurun; nilai FI >2 dan <4 memberi indikasi kondisi lingkungan terbatas untuk pertumbuhan
koral dan tidak layak untuk pemulihan; nilai FI < 2 menunjukkan kondisi lingkungan tidak
layak bagi pertumbuhan koral (Hallock et al, 2003). Nilai ini dapat diaplikasin pada ekosistem
terumbu karang yang disekitarnya ada kumpulan sedimen biogenik.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai Indeks Foraminifera yang diharapkan
dapat memberi informasi kondisi lingkungan di perairan sekitar pulau-pulau kecil.

II. METODE
Sepuluh sampel sedimen digunakan untuk uji coba dalam penelitian ini. Empat sampel
sedimen diambil oleh Tim survei dari Pusat Pengembangan Geologi Kelautan pada tahun 2000
menggunakan grab sampler dari sekitar Pulau Mamburit, Kepulauan Kangean, Jawa Timur;
Tiga sampel dari Kepulauan Seribu (P. Belanda, P. Pramuka, dan P. Bidadari) yang diambil
oleh Tim Penelitian Pusat Oseanologi LIPI dan tiga sampel sedimen diambil oleh penyelam
Pusat Survei Sumber Daya Laut-Bakosurtanal di sekitar P Marore dan P. Kawio, Sulawesi
Utara pada tahun 2008 (Gambar 1)

2
1

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel sedimen: 1. Kepulauan Kangean;


2. Kepulauan Seribu dan 3. Kepulauan Marore dan Kawio

Di laboratorium, sampel sediment dicuci dalam ayakan berukuran 0,063 mm dan


dikeringkan dalam oven. Kemudian 200-300 spesimen foraminifera bentik dipisahkan dari
partikel sedimen dan masing-masing diidentifikasi berdasarkan beberapa kriteria dari
kenampakan cangkang foraminifera sesuai acuan dan dikelompokkan sesuai seperti yang
tercantum pada Tabel 1. Selanjutnya dilakukan penghitungan FI dengan menggunakan formula
dari Hallock et al (2003) sebagai berikut:
FI = (10 x Ps) + (Po) + (2 x Ph)
dimana:
FI = FORAM Indeks
Ps = Ns/ T (s mewakili foraminifera yang berasosiasi dengan terumbu karang:
Amphitegina, Heterostegina, Alveolinella, Borelis, Sorites, Amphisorus,
Marginophora).
Po = No/T, ("o" mewakili foraminifera oportunis: Ammonia, Elphidium, beberapa
genera dari Famili Trochaminidae, Lituolidae, Bolivinidae, Buliminidae)
Ph = Nh/T, (h" mewakili foraminifera kecil lain yang heterotrofik: beberapa
genera dari Miliolida, Rotaliida, Textulariida dan lain-lain)
T = Jumlah total spesimen dari setiap sampel yang diuji
N = Jumlah

Tabel 1. Kelompok foraminifera yang digunakan untuk pengujian kondisi terumbu karang
(Hallock et al, 2003)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Kepulauan Kangean, Jawa Timur
Empat buah sampel sedimen diambil di Teluk Ketapang, terletak di sebelah barat P.
Kangean dan sebelah selatan Pulau Mamburit. Hasil determinasi dan penghitungan Indeks
FORAM disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Amphistegina sebagai salah satu genus yang
hidup berasosiasi dengan terumbu karang ditemukan cukup melimpah di sampel bernomor
KGU-62 pada jenis sedimen lanau pasiran kedalaman 6.8 m. Pada lokasi ini juga didominasi
oleh Operculina yang berbentuk bulat dan pipih. Calcarina ditemukan lebih dari 50 % pada
titik lokasi KGU-49 pada sedimen pasir kedalaman 17.5 m. Peneroplis ditemukan di semua
lokasi dalam jumlah sedikit kurang dari 10% per gram berat kering sedimen.
Hasil penghitungan indeks FORAM menunjukkan nilai antara 2.72 dan 8,42. Tiga
lokasi memberi nilai FI lebih dari 4 yang dapat memberi indikasi bahwa terumbu karang
dalam keadaan masih baik dan sehat. Ada satu nilai kurang dari 4, yaitu 2.79 yang memberi
informasi bahwa kondisi lingkungan terbatas bagi pertumbuhan koral.

Tabel. 2. Kehadiran foraminifera bentik di perairan sekitar Kepulauan Kangean per gram
berat kering sedimen

Genera Nomor sampel


foraminifera KGU-47 KGU-49 KGU-52 KGU-62
Amphistegina 2.25 10.90 18.76 28.89
Calcarina 4.50 54.78 2.94 2.91
Operculina 0.45 0.80 18.02 42.44
Alviolinella 0.08
Peneroplis 4.95 1.16 7.45 3.40
Marginopora 0.07 0.08
Ammomassilina 0.07 0.08
Anomalinella 2.25 10.90 18.76 28.89
Asterorotalia 0.45 0.08
Baggina 0.08
Cancris 0.16
Chrysalidinella 0.28
Cibicidoides 8.56
Cymballoporella 0.06 0.07 0.30
Eponides 1.03 0.51 0.28 0.24
Hauerina 2.67 1.01 1.65
Loxostomum 0.98 0.84
Neocornorbina 0.77
Nonionella 0.07
Rosalina 2.30 1.47 0.81
Rotalia 5.41 0.24
Schlumbergerina 0.30 1.62
Sigmoilopsis 1.80 0.30 0.28 0.16
Siphogenerina 0.24
Spirolina 1.19 1.89 1.05
Streblus 0.27
Ps 12.16 67.65 47.24 77.81
Po 31.23 7.32 21.15 2.45
Ph 56.61 25.03 31.61 19.74
FORAM INDEX 2.72 7.98 5.32 8.42

3.2. Kepulauan Seribu, Laut Jawa


Tiga buah sampel sedimen dari Kepulauan Seribu (Pulau Bidadari, Pulau Pramuka dan
Pulau Belanda) diuji untuk studi ini. Amphistegina, merupakan salah satu genus foraminifera
yang berasosiasi dengan terumbu karang ditemukan di semua lokasi namun dalam jumlah
Gambar 2. Kehadiran foraminifera di sekitar Kepulauan Kangean

kurang dari 20% (Tabel 3). Keberadaanya bercampur dengan spesimen foraminifera kelompok
oportunis seperti Ammonia dan Elphidium, serta kelompok foraminifera heterotropik lain,
seperti Textularia, Quinqueloculina, Massilina dan Pyrgo. Ketiga pulau tersebut mewakili
bagian selatan, tengah dan utara dari Kepaluan Seribu namun mempunyai komposisi spesies
yang hampir sama yaitu kehadiran spesimen oportunis dan heterotrofik lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah spesimen foraminifera yang berasosiasi dengan terumbu karang.
Hasil penghitungan Indeks FORAM menunjukkan nilai antara dua dan tiga yang
memberi indikasi kondisi lingkungan terbatas. Hal ini berkaitan dengan lokasi pengambilan
sampel sedimen yang terletak diluar ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu diperoleh
spesimen foraminifera yang sedikit berasosiasi dengan terumbu karang yaitu hanya ditemukan
Amphistegina dan tidak ada Calcarina. Hasil penelitian Renema (2008) di Kepulauan Seribu
menunjukkan bahwa dua spesies dari marga Amphistegina ditemukan di lereng terumbu (reef
slope) pada pecahan karang (rubble) atau pecahan karang bercampur pasir bersama-sama
dengan 4-5 spesies dari marga Calcarina. Beberapa spesies Calcarina yang ditemukan
melimpah di paparan terumbu (reef flat) dan puncak terumbu (reef crest), atau yang
berasosiasi dengan algae dan makroalga seperti Sargassum, Galaxaura dan Chelidiopsis.

3.3. Pulau Marore dan Pulau Kawio Sulawesi Utara


Satu sampel sedimen bernomor RRA3 di ambil di Duala Besar sekitar Pulau
Marore pada koordinat posisi 0404352,0 LU dan 12502916,1 BT) dan dua sampel
sedimen di Pulau Kawio Sulawesi Utara (RAK-1: 0404033,2 LU dan 12502547,7
BT dan RAK-3: Pantai Besar 0403957,3 LU dan 12502546,3 BT)
Tabel 3. Kehadiran foraminifera bentik di perairan sekitar Kepulauan Seribu (%)
Genera Lokasi pengambilan sampel
Foramnifera P. Bidadari P. Pramuka P. Belanda
Amphistegina 17.27 12.28 10.96
Ammonia 9.62 8.70 8.71
Chrysalidinella 2.08 1.20 2.50
Cibicides 1.20 2.61 1.64
Cymbaloporetta 2.30 2.07 2.33
Eponides 0.98 1.09 2.07
Elphidium 23.28 23.26 18.03
Pyrgo 0.77 0.98 0.86
Massilina 1.97 2.17 2.50
Quinqueloculina 30.82 34.02 34.69
Textularia 8.42 10.33 12.42
Triloculina 1.31 1.30 3.28
Ps 17.27 12.28 10.96
Po 39.45 38.91 35.29
Ph 43.28 48.80 53.75
FORAM INDEX 2.99 2.59 2.53

Tabel 4. Kehadiran foraminifera bentik di perairan sekitar Pulau Marore


dan Pulau Kawio Sulawesi Utara)

Genera Lokasi pengambilan sampel


Foramnifera RRA 3 RAK 3 RAK 1
Amphistegina 0.67 1.00 6.33
Amphosorus 0.33 0.33 0.33
Calcarina sp. 1 32.67 45.00 70.67
Calcarina sp. 2 9.67 35.33
Calcarina sp. 3 5.33
Calcarina sp. 4 44.00 11.00 3.00
Peneroplis 1.00 0.67 0.67
Cymbaloporetta 0.33 1.00 1.00
Elphidium 3.67 2.67 3.33
Quinqueloculina 0.67 2.00 6.00
Spiroloculina 1.33 1.00 8.67
Triloculina 0.33
Ps 93.66 93.33 81.00
Po 4.00 3.01 14.66
Ph 2.34 3.00 4.34
FORAM INDEX 9.39 9.40 8.44
Foraminifera dijumpai sangat melimpah dan di dominasi oleh beberapa spesies dari
Calcarina yang berasosiasi dengan terumbu karang. Masing-masing lokasi didominasi
oleh spesies yang berbeda: RRA 3 didominasi oleh Calcarina sp. 4 bersama-sama
dengan Calcarina sp. 1. RAK 3 dicirikan oleh Calcarina sp. 1 dan Calcarina sp.2;
Calcarina sp 1 ditemukan sangat dominan di RAK 1. Marga lain yang juga ditemukan
di tiga lokasi ini adalah Amphistegina, Amphisorus, Peneroplis, dan lain-lain seperti
tercantum pada Tabel 4 dan Gambar 3. Amphistegina yang merupakan salah satu
marga yang berasosiasi dengan terumbu karang ditemukan dalam jumlah sedang di
RAK 1.
Hasil penghitungan indeks FORAM menunjukkan nilai yang sangat tinggi
yaitu antara 8.44 sampai 9.40. Nilai diatas 4 memberi indikasi bahwa perairan sekitar
kedua pulau itu dalam kondisi sangat bagus bagi kehidupan foraminifera dan terumbu
karang. Pada sampel RRA 3 dan RAK 3 yang terletak pada pulau berbeda mempunyai
nilai indeks FORAM hampir sama dan sangat tinggi yang didominasi oleh spesies
yang berbeda, Calcarina sp. 1 dan Calcarina sp. 4. Calcarina sp. 1 cenderung
meningkat dari sampel RRA3 ke RAK 1. Spesies ini diidentifikasi oleh Renema dan
Hohenegger (2005) sebagai Calcarina gaudichaudii dan ditemukan melimpah di
paparan terumbu paling dangkal di sekitar Pulau Togian, Sulawesi Utara. Selain itu
spesies ini ada yang ditemukan berasosiasi dengan algal merah, lamun atau dibawah
bebatuan.
Dari hasil penelitian tersebut diatas menujukkan bahwa foraminifera khususnya
foraminifera bentik besar dari jenis tertentu merupakan kelompok yang berasosiasi
dengan ekosistem terumbu karang. Nilai FI umumnya antara >2 hingga mendekati 10.
dapat memberi indikasi kondisi perairan dalam keadaan dari terbatas hingga sangat
bagus bagi kehidupan koral. Kondisi yang terbatas di sekitar P.Kangean kemungkinan
disebabkan oleh adanya gangguan sedimentasi atau siltasi di perairan setempat. Nilai
FI sangat tinggi memberi indikasi kondisi lingkungan masih dalam keadaan sangat
bagus bagi pertumbuhan koral.
Penggunaan foraminifera merupakan salah satu bioindikator untuk mengetahui
kondisi perairan sekitar terumbu karang yang sangat ekonomis dan sederhana. Hal ini
karena hanya memerlukan sampel sedimen dalam jumlah sedikit dan tidak merusak
lingkungan pada saat pengambilan oleh seorang penyelam. Metode ini merupakan
pelengkap atau alternatif pada program pemantauan kondisi terumbu karang
disamping pengamatan langsung di lapangan oleh seorang ahli koral. Dengan
Gambar 3. Foraminifera bentik yang ditemukan melimpah di P. Marore dan P.Kawio
A. Calcarina sp. 1; B. Calcarina sp. 4; C. Amphistegina;
D. Beberapa spesies foraminifera bentik kecil

demikian akan diperoleh berbagai data yang saling menunjang seperti data tutupan
karang, air, ikan dan berbagai biota indikator termasuk foraminifera, arus, dan lain-lain

IV. KESIMPULAN
Hasil uji awal terhadap 10 sampel sedimen dasar laut di sekitar pulau-pulau
kecil memberi nilai Indeks FORAM yang berbeda:
1) Nilai FI kurang dari 4 ditemukan di Kangean dan Kepulauan Seribu yang
menunjukkan kondisi lingkungan terbatas karena siltasi dan di bagian luar dari
ekosistem terumbu karang
2) Nilai FI lebih dari 4 umumnya ditemukan di Kepaluan Marore dan Pulau
Kawio yang memberi indikasi kondisi lingkungan masih dalam keadaan sangat bagus
bagi pertumbuhan koral. Perbedaan ini dikaitkan pada lokasi pengambilan sampel
yang bervariasi antara daerah paparan terumbu, lereng terumbu, bagian luar dari
ekosistem terumbu karang dan lain-lain. Penggunaan foraminifera diharapkan dapat
diterapkan di lokasi lain sebagai salah satu indikator kondisi lingkungan sekitar terumbu
karang yang cukup ekonomis dan sederhana seperti yang telah dilakukan di Amerika.
PUSTAKA
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan sumber daya wilayah
pesisir dan lautan secara terpadu. Pradnya Paramita. 305 hal.
Hallock, P., B. H. Lidz, O. Cocke, E. M. Burkhard, dan K. B. Donnelly. 2003. Foraminifera
as bioindicators in coral reef assessment and monitoring: the FORAM Index.
Environmental Monitoring and Assessment, 81(1-3):221-238
Crosby, M.P. dan E.S. Reese. 1996. A Manual for Monitoring Coral Reefs with Indicator
Species: Butterflyfishes as Indicators of Change on Indo Pacific Reefs. Office of
Ocean and Coastal Resource Management, National Oceanic and Atmospheric
Administration, Silver Spring, MD. 45 hal.
Renema W. dan Hohenegger J., 2005. On the identity of Calcarina spengleri (Gmelin, 1791).
Journal of Foraminiferal Research 35(1): 15-21
Renema, W., 2008. Habitat selective factors influencing the distribution of larger benthic
foraminiferal assemblages over the Kepulauan Seribu. Marine Micropaleontology 68
(2008) 286298
Schueth, J.D. dan Frank T.D. 2008. Reef foraminifera as bioindicatos of coral reef health: Low
Isles reef Northern Great Barrier Reef, Australia. Journal of Foraminiferal Research
38 (1): 11-22
Yamano, H., Miyajima, T., dan Koike, I., (2000). Importance of foraminifera for the formation
and maintenance of a coral sand cay: Green Island, Australia. Coral Reefs (19): 51-58

You might also like