Professional Documents
Culture Documents
Deteksi Terumbu Karang Dengan SPOT Dan Spektrofotometer
Deteksi Terumbu Karang Dengan SPOT Dan Spektrofotometer
(Muchlisin Arief)
ABSTRACT
Coral reefs are one of the spectacular ecosystems. These ecosystem provides
good sand services, including protection from tropical storms, reef fisheries,
opportunities for tourism and development of new pharmaceuticals. Coral reefs are
marine resource that are to environmental changes (changes in water quality). it is
very important to identify its status and monitor the changes of coralreef areas very
often. Therefore, , it is necessary to identify and monitor status changes as often as
possible. This information is critical for conservation and sustainable development.
This study focused on the identification of coral reefs by combining spectral information
obtained from direct measurements in the field with the information band spectral
remote sensing satellite SPOT. Based on the experiments, the correlation function
which has the bigest correlation coefficient is a function obtained between the
summation of the band (band1+band3) with the sum of spectral (spectral1 + spectral3).
Based on the analisis, the methode/algorithm has been developed can identify/detect
the shallow coral reefs/ coral reefs-1 (depth of less than 1 meter) and not superficial
coral reef/coral reefs-2 (depth of greater than 1 meters). Processing results show that
Coral reefs-2 are found along the beach of Ringgung, while based on the calculation,
around of the Tegal island there are 49 ha coral reefs-1, and 116 ha of Coral reefs-2,
and around sandbar /sand arising surface water (area is 320 m2), the area coral reefs-
1 are 12.38 ha and 2.33 ha and coral reef-2 in the area of approximately 42 ha.
Keywords: Coral reefs, Correlation, Ringgung, Spectrophotometer, SPOT
ABSTRAK
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang menakjubkan. Ekosistem ini
menyediakan barang dan jasa, termasuk perlindungan dari badai tropis, perikanan
karang, peluang untuk pariwisata dan pengembangan obat-obatan baru. Terumbu
karang merupakan sumber daya kelautan yang sensitif terhadap perubahan
lingkungan (perubahan kualitas air), oleh karena itu, perlu untuk mengidentifikasi
status dan memantau perubahannya sesering mungkin. Informasi ini sangat penting
untuk tujuan konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini difokuskan
pada identifikasi terumbu karang dengan mengkorelasikan informasi spektral yang
diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan menggunakan spetrofotometer dengan
informasi band spektral satelit penginderaan jauh SPOT. Berdasarkan berbagai
percobaan, fungsi korelasi yang mempunyai nilai koefisien korelasi terbesar adalah
fungsi yang diperoleh antara penjumlahan band (band1 dan band3), kemudian fungsi
yang diperoleh digunakan untuk memproses band1. Berdasarkan hasil analisis,
metode/algorithma yang telah dibangun dapat mendeteksi terumbu karang dangkal/
71
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82
terumbu karang-1 (kedalaman kurang dari 1 meter) dan terumbu karang dalam/
terumbu karang-2. Hasil pemrosesan menunjukkan bahwa terumbu karang-2 terdapat
disepanjang Pantai Ringgung, sedangkan didasarkan pada perhitungan disekitar Pulau
Pegal terdapat 49 ha terumbu karang-1, dan 116 ha terumbu karang-2, serta terumbu
karang disekitar gosong (pasir yang timbul dipermukaan air dengan luas 320 m2),
terdapat terumbu karang-1 seluas 12,38 ha dan 2,33 ha dan terumbu karang-2 seluas
kurang lebih 42 ha.
Kata kunci: Terumbu karang, Korelasi, Ringgung, Spektrofotometer, SPOT
al., 1998). Sehingga keluaran dari metode terumbu karang serta menghitung
Lyzenga adalah nilai indeks yang sebaran terumbu ke perairan Pantai
merupakan perbaikan informasi dasar Ringgung.
perairan. Jadi nilai yang diperoleh dari Pada paper ini, dijelaskan metode
metode tersebut adalah nilai reflektansi mengekstrak/deteksi terumbu karang
obyek di bawah permukaan air, yang yang didasarkan pada fungsi korelasi yang
mana nilai tersebut tidak sama dengan diperoleh dengan cara mengkorelasikan
nilai reflektansi yang diperoleh dari hasil antara gabungan data spektrofotometer
pengukuran. Metode Depth Invariant (spekral1 dan spektral3) yang diperoleh
Index/DII yang diikuti dengan proses dari pengukuran langsung menggunakan
klasifikasi ISOCLASS telah dicoba dengan alat Ocean Optiks pada tanggal 7
menggunakan data SPOT dalam kasus Agustus 2012 dengan gabungan band
Pulau Pari dan hasilnya beberapa obyek (band1 dan band3) dari satelit SPOT.
yang berbeda (misalnya karang dan Data SPOT yang digunakan direkam
pasir) dikelompokkan dalam klas yang pada tanggal 7 Agustus 2012 dan
sama (Arief, 2011a). Metode Lyzengga tanggal 16 Juni 2012. Akan tetapi yang
tersebut juga telah dicoba dengan dianalisa dalam penelitian ini hanya
menggunakan data AVNIR-2. Akan tetapi data yang direkam pada tanggal 16 -06-
nilai koefisien Ki/Kj tidak digunakan 2012. Saja, karena tanggal 7 Agustus
untuk seluruh citra melainkan dilakukan 2012 hampir seluruhnya tertutup awan
per region (menganggap nilai Ki/Kj tidak
konstan untuk seluruh citra) dan 2 MATERIAL
membagi nilai Ki/Kj menjadi tiga region
Data yang digunakan pada
yaitu perairan dangkal, sedang dan agak
penelitian ini adalah: 1 buah data SPOT
dalam, ternyata nilai Ki/Kj keseluruhan
yang direkam pada tanggal 16 Juni 2012
lebih kecil dari ketiga region hasilnya
(Gambar 2-1) dan data pengukuran
hanya dapat mengklaskan terumbu
spektrofotometer yang dilakukan pada
karang dangkal saja (Arief, 2011b).
tanggal 7 sampai dengan 11 Agustus 2012.
Ketiga penelitian di atas tersebut hanya
Pengukuran dilakukan menggunakan alat
didasarkan pada informasi citra yang
berarti tidak menggunakan data/ Ocean Optics dengan cara mencelupkan
pengukuran dilapangan. Oleh karena itu, alat tersebut ke dalam air (dibawah
pada penelitian ini, dilakukan peng- permukaan air) dan dengan jarak kurang
gabungan informasi reflektansi yang lebih 10 centimeter di atas permukaan
diperoleh dari citra SPOT yang diinte- terumbu karang dan dilakukan
grasikan dengan titik-titik informasi sebanyak 10 (sepuluh) kali untuk setiap
reflektansi yang dilakukan melalui pengukuran serta data skunder lainnya
pengukuran dilapangan (berupa titik (berupa peta sebaran terumbu karang
pengamatan) menggunakan alat spektro- dan peta adminstrasi) yang diperoleh dari
fotometer (Ocean Optics). Kemudian Dinas Kelautan Kabupaten Pesawaran.
dicari fungsi korelasi yang mempunyai Data satelit penginderaan jauh
koefisien indeks korelasi relatif lebih yang diperoleh untuk penelitian ini dapat
besar dari lainnya. dilihat pada Gambar 2-1. Sedangkan
Tujuan dari penelitian ini adalah: Peralatan yang digunakan memproses
a) Untuk mencoba mengekstrak informasi data adalah: komputer beserta software
terumbu karang dari data satelit SPOT ER-MAPPER 7.0 untuk memproses data
4 dengan penambahan informasi citra, Arc View 3.3 untuk menggabung-
reflektansi yang diukur secara langsung kan data, ENVI 4.5 untuk melihat nilai
dengan mengunakan alat Ocean Optics. spektral dari garis pengamatan (transect
b) Membangun metodologi yang sesuai line) dan visualisasi hasil akhir serta
(suitable methodology) untuk mengekstrak software penunjang lainnya.
73
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82
(a) (b)
RGB satelit SPOT tanggal 7 -08-2012 RGB satelit SPOT tanggal 16 -06-2012
Gambar 2-1: Citra satelit SPOT pesisir Ringgung Kabupaten Pesawaran
menggunakan fungsi korelasi yang nilai reflektansi lumpur lebih kecil dari
telah ditentukan. Citra hasil dari pada nilai reflektansi lamun lebih kecil
tranformasi tersebut kemudian dilaku- dari nilai reflektansi pasir dan lebih kecil
kan density slicing untuk menghasilkan dari nilai reflektansi karang (Rlumpur<
informasi terumbu karang dan akhirnya Rlamun<Rpasir< Rkarang) yang mana kisaran
dilakukan analisa citra serta mem- panjang gelombang tersebut sesuai
bandingkannya dengan hasil survey dengan kisaran panjang gelombang band
lapangan. hijau pada citra SPOT 0.530 0.590 m.
Begitu pula, pada panjang gelombang
4 HASIL DAN PEMBAHASAN serkitar 0,7 m nilai reflektansi yang
Sebagaimana disebutkan di atas, paling tinggi adalah karang sirip, diikuti
bahwa data yang digunakan pada dengan karang kartini, karang bulan
penelitian ni hanya tanggal 16 Juni dan yang kecil adalah karang pasir dan
2012. Citra SPOT yang diintegrasikan lumpur. Hal ini, berarti bahwa panjang
dengan posisi titik-titik (lonitude, lattitude) gelombang dengan kisaran (0.65 - 0,7 m)
pengamatan dapat dilihat pada Gambar lebih peka terhadap obyek dengan yang
4-1. lebih kasar, yang mana kisaran panjang
Pada pengamatan tersebut dilaku- gelombang tersebut sesuai dengan
kan pengukuran nilai spektral tiap jenis kisaran panjang gelombang band merah
terumbu karang, dan hasil pengukuran pada citra SPOT (0.625 0.690 m).
spektral menggunakan alat Ocean Optics Agar supaya nilai tersebut dapat
dapat dilihat pada Gambar 4-1b. dikorelasikan dengan nilai reflektansi
Pada Gambar 4-1b memperlihat- SPOT, maka nilai tersebut harus dibagi
kan bahwa skala nilai reflektansi hasil 100 (skala nilai reflektansi pengamatan
pengukuran dalam persen (skala dari dari nol hingga 100), sehingga skala
nol sampai 100) dan nilai reflektan (kisaran) nilai reflektansi hasil penga-
spektral yang paling tinggi terjadi pada matan sesuai dengan nilai reflektansi
spektrum panjang gelombang 0.7 m dari tiap band SPOT (skala 0 sampai
untuk karang sirip, sedangkan untuk dengan 1), karena pengukuran dilapangan
spektrum panjang gelombang 0.5 sampai dilakuan 10 kali untuk setiap penga-
dengan 0.6 m paling tinggi untuk jenis matan, maka nilai reflektansi hasil
karang bulan, jahe dan kasur (karang pengamatan dilakukan rata-rata hasil
yang terdiri dari 3 jenis atau lebih). Pada dari nilai perata-rataan spektral tersebut
gambar tersebut terlihat bahwa pada disandingkan dengan nilai pixel (picture
spektrum panjang gelombang 0.5 - 0,6 m, element) dapat dilihat pada Tabel 4-1.
(a) (b)
Integrasi RGB SPOT dengan titik pengamatan Hasil pengukuran spectral menggunakan Ocean
atau pengukuran Optics
Gambar 4-1: integrasi RGB SPOT dengan titik pengamatan dan hasil pengukuran spektral
75
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82
(a) (b)
Hasil proses pada citra band1+band3 didahului Hasil proses pada citra band1 didahului dengan
dengan threshold threshold
Gambar 4-3: Citra hasil proses menggunakan persamaan 4-7
(b)
(a)
Gambar 4-4: Transek pada citra dan hasil pengamatan gray level per region
(a) (b)
Hasil proses menggunakan persamaan 4-7 dan Hasil algorithma Lyzenga diikuti proses density
proses density slicing slicing
Gambar 4-5: Informasi spasial terumbu karang hasil proses algorithma yang diusulkan dan
algorithma Lyzenga
Pada Gambar 4-5a menunjukkan akan tetapi apabila ada kedua obyek
bahwa, obyek terumbu karang dengan tersebut dapat dibedakan secara visual
bukan terumbu karang dapat dilihat menurut teksturnya (misalnya: obyek
dalam dua aspek: pertama adalah tambak walaupun mempunyai nilai
teksturnya dan kedua adalah nilai digitalnya sama akan tetapi mempunyai
digitalnya. Terumbu karang dangkal, tekstur yang berbeda /berbentuk petak-
terumbu karang dalam dan gosong petak). Hasil algorithma ini dapat
dapat dipisahkan menurut spektralnya, memetakan terumbu karang bukan saja
79
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82
yang berada pada kedalaman kurang terpelihara secara baik. Hal ini sesuai
dari satu meter (terumbu karang-1) akan dengan program Pemerintah daerah
tetapi juga dapat memetakan terumbu kabupaten Pesawaran yang akan
karang yang berada pada kedalaman menjadikan Pesisir Ringgung menjadi
lebih dari satu (terumbu karang-2). daerah wisata laut Lampung.
Terumbu karang yang berada pada Walaupun demikian, metode ini
kedalaman lebih dari satu meter masih menyisakan kekurangan, artinya
terdapat disepanjang pesisir Ringgung, algorithma ini tidak dapat digunakan
disekitar pulau tegal dan gosong. Hal ini untuk mengidentifikasi jenis terumbu
sesuai dengan program Pemerintah karang. Hal ini terjadi karena resolusi
daerah kabupaten Pesawaran yang akan spasial dari citra jauh lebih besar dari
menjadikan Pesisir Ringgung menjadi resolusi spasial obyek.
daerah wisata laut di Provinsi Lampung.
Hasil tersebut dapat dibandingkan 5 KESIMPULAN
dengan hasil pengolahan citra yang Hasil penelitian ini dapat
didahului koreksi kolom air dari disimpulkan bahwa penambahan
algorithma Lyzenga kemudian dilakukan informasi spektral pada citra SPOT
proses density slicing dapat dilihat pada dapat memperkaya informasi untuk
Gambar 4-5b, yang mana pada gambar obyek karang yang berada di bawah
tersebut memperlihatkan bahwa klasifikasi permukaan laut, dan penggabungan dua
terumbu karang yang didahului dengan buah band spektral yang tidak terkorelasi
koreksi kolom air dari Lyzengga hanya dari hasil pengukuran dengan band dari
dapat memetakan terumbu karang data SPOT, dapat menambah akurasi
dengan kedalaman kurang dari 1 meter identifikasi terumbu karang, sehingga
serta di sekitar pesisir, sebagai mana dapat mengidentifikasi atau memetakan
terlihat pada Gambar 4-5b. Dengan terumbu karang hingga lebih dari satu
demikian, untuk kasus perairan pantai meter.
Ringgung algorithma yang telah Hasil pemerosesan citra menun-
dibangun menunjukkan hasil yang lebih jukkan, bahwa terumbu karang yang
baik dibandingkan dengan metode berada pada kedalaman lebih dari satu
Lyzenga. Mungkin kesimpulan ini terlalu meter terdapat hampir diseluruh perairan
dini, karena analisa ini masih ringgung, disekitar Pulau Tegal dan
mempunyai kelemahan karena data gosong.
yang digunakan tidak sama dengan Berdasarkan perhitungan disekitar
tanggal pengukuran lapangan. Pulau Tegal terdapat ekosistem terumbu
Berdasarkan perhitungan disekitar karang dangkal/terumbu karang-1
Pulau Tegal terdapat ekosistem terumbu (terumbu karang dengan kedalaman 0
karang dangkal seluas kurang lebih 49 hingga 1 meter) seluas kurang lebih 49
ha terumbu karang dengan kedalaman 0 ha, terumbu karang dalam/terumbu
hingga 1 meter, terumbu karang dalam karang-2 (kedalaman antara 1 meter
seluas 116 ha dengan kedalaman antara hingga 3 meter) seluas 116 ha. Luas
1 meter hingga 3 meter. Luas gosong gosong (pasir yang yang timbul
(pasir yang timbul dipermukaan air) dipermukaan air) adalah 320 meter
adalah 320 meter persegi, terumbu persegi, terumbu karang dengan
karang dengan kedalaman kurang dari kedalaman 0 hingga 1 meter seluas
satu meter seluas 12,38 ha dan 2,33 12,38 ha dan 2,33 ha, sedangkan
ha, sedangkan terumbu karang dalam terumbu karang dalam (kedalaman 1
(kedalaman 1 hingga 3 meter) seluas hingga 3 meter) seluas kurang lebih 42 ha.
kurang lebih 42 ha. hasil perhitungan Dengan demikian, program pemerintah
tersebut menunjukkan bahwa terumbu daerah yang mencanangkan Perairan
karang di Perairan Ringgung masih Ringgung sebagai daerah wisata.
80
Metode Deteksi Terumbu Karang dengan...... (Muchlisin Arief)
82