You are on page 1of 12

Metode Deteksi Terumbu Karang dengan......

(Muchlisin Arief)

METODE DETEKSI TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN


DATA SATELIT SPOT DAN PENGUKURAN SPEKTROFOTOMETER
STUDI KASUS: PERAIRAN PANTAI RINGGUNG,
KABUPATEN PESAWARAN
(DETECTION METHOD OF CORAL REEF USING SPOT SATELLITE
DATA AND MEASUREMENT SPEKTROFOTOMETER CASE STUDY:
COASTAL WATERS RINGGUNG, DISTRICT PESAWARAN)
Muchlisin Arief
Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lapan
e-mail:muchlisin.arief@yahoo.com
Diterima 12 Juli 2013; Disetujui 5 Oktober 2013

ABSTRACT

Coral reefs are one of the spectacular ecosystems. These ecosystem provides
good sand services, including protection from tropical storms, reef fisheries,
opportunities for tourism and development of new pharmaceuticals. Coral reefs are
marine resource that are to environmental changes (changes in water quality). it is
very important to identify its status and monitor the changes of coralreef areas very
often. Therefore, , it is necessary to identify and monitor status changes as often as
possible. This information is critical for conservation and sustainable development.
This study focused on the identification of coral reefs by combining spectral information
obtained from direct measurements in the field with the information band spectral
remote sensing satellite SPOT. Based on the experiments, the correlation function
which has the bigest correlation coefficient is a function obtained between the
summation of the band (band1+band3) with the sum of spectral (spectral1 + spectral3).
Based on the analisis, the methode/algorithm has been developed can identify/detect
the shallow coral reefs/ coral reefs-1 (depth of less than 1 meter) and not superficial
coral reef/coral reefs-2 (depth of greater than 1 meters). Processing results show that
Coral reefs-2 are found along the beach of Ringgung, while based on the calculation,
around of the Tegal island there are 49 ha coral reefs-1, and 116 ha of Coral reefs-2,
and around sandbar /sand arising surface water (area is 320 m2), the area coral reefs-
1 are 12.38 ha and 2.33 ha and coral reef-2 in the area of approximately 42 ha.
Keywords: Coral reefs, Correlation, Ringgung, Spectrophotometer, SPOT
ABSTRAK

Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang menakjubkan. Ekosistem ini
menyediakan barang dan jasa, termasuk perlindungan dari badai tropis, perikanan
karang, peluang untuk pariwisata dan pengembangan obat-obatan baru. Terumbu
karang merupakan sumber daya kelautan yang sensitif terhadap perubahan
lingkungan (perubahan kualitas air), oleh karena itu, perlu untuk mengidentifikasi
status dan memantau perubahannya sesering mungkin. Informasi ini sangat penting
untuk tujuan konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini difokuskan
pada identifikasi terumbu karang dengan mengkorelasikan informasi spektral yang
diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan menggunakan spetrofotometer dengan
informasi band spektral satelit penginderaan jauh SPOT. Berdasarkan berbagai
percobaan, fungsi korelasi yang mempunyai nilai koefisien korelasi terbesar adalah
fungsi yang diperoleh antara penjumlahan band (band1 dan band3), kemudian fungsi
yang diperoleh digunakan untuk memproses band1. Berdasarkan hasil analisis,
metode/algorithma yang telah dibangun dapat mendeteksi terumbu karang dangkal/
71
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82

terumbu karang-1 (kedalaman kurang dari 1 meter) dan terumbu karang dalam/
terumbu karang-2. Hasil pemrosesan menunjukkan bahwa terumbu karang-2 terdapat
disepanjang Pantai Ringgung, sedangkan didasarkan pada perhitungan disekitar Pulau
Pegal terdapat 49 ha terumbu karang-1, dan 116 ha terumbu karang-2, serta terumbu
karang disekitar gosong (pasir yang timbul dipermukaan air dengan luas 320 m2),
terdapat terumbu karang-1 seluas 12,38 ha dan 2,33 ha dan terumbu karang-2 seluas
kurang lebih 42 ha.
Kata kunci: Terumbu karang, Korelasi, Ringgung, Spektrofotometer, SPOT

1 PENDAHULUAN pengaruh siklus-ElNio/Southern


Perairan Ringgung terletak di di Oscillation (ENSO) serta dampak dari
Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, perubahan iklim global yang tidak bisa
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. lagi diabaikan (Wellington et al., 2001).
Perairan tersebut menyimpan potensi Begitu pula dengan kondisi ekosistem
ekowisata berupa hutan mangrove, terumbu karang Indonesia hingga kini
pulau-pulau eksotis, keindahan terumbu sudah sangat memprihatinkan. Saat ini
karang di bawah laut yang mempesona. hanya 24,23% terumbu karang di
Keindahan tersebut dapat dinikmati Indonesia yang berada dalam kondisi
dengan berjalan kaki melalui jalur yang baik, 29,22% dalam kondisi sedang, dan
menantang didalam hutan sampai pinggir 40,14% dalam kondisi buruk (Suharsono,
pantai, kemudian dijumpai dengan alam 1998), oleh sebab itu, penelitian tentang
bawah laut (terumbu karang) masih identifikasi atau pemetaan terumbu
alami, didampingi dengan aneka biota karang terus digalakkan baik oleh
laut yang bisa dinikmati dengan instansi nasional maupun internasional.
menyelam/diving dan snorkling. Sementara Informasi ini sangat signifikan dalam
pulau di seberang pantai Ringgung, rangka untuk melakukan intervensi
seperti pulau Tegal memiliki keunikan pada konservasi dan pemanfaatan
alami, yaitu bentuknya mirip orang tidur. pembangunan berkelanjutan (Andrfout
Terumbu karang beserta ekosistem- and Wantiez, 2010). Andrfout S. and
nya terdapat pada lingkungan perairan L. Wantiez, 2010.
dangkal di daerah subtropis ataupun Metode identifikasi dan pemetaan
tropis yang terletak antara lintang 30 terumbu karang telah banyak dilakukan,
LU dan 25 LS. Terumbu karang sebagai dari penelitian yang menggunakan data
tempat hidup dari berbagai biota laut satelit multi spektral resolusi berorde
tropis lainnya memiliki keanekaragaman puluhan meter (Lyzenga, 1981, Dobson
jenis biota yang sangat tinggi dan sangat and Dutsan, 2000, Hochberg and
produktif. Pada umumnya keberadaan Atkinsson, 2003, Maritorena, S. 1996)
dan kondisi terumbu karang sangat hingga data satelit resolusi sangat tinggi
mempengaruhi kekayaan dan keaneka- (very hight resolution) berorde puluhan
ragaman ikan karang. Dengan demikian, centimeter seperti QuickBIRD maupun
jika kondisi terumbu karang baik maka IKONOS (Ahmad, and Neil, 1994,
keanekaragaman ikannya tinggi, begitu Nurlidiasari, 2004, Purkis, S. J. and Riegl
juga sebaliknya, jika kondisi terumbu B, 2005). Metode yang telah dibangun
karang buruk maka keanekaragaman oleh Lyzenga bertujuan untuk meningkat-
ikannya rendah (Nybakken, 1992). kan jenis informasi bawah permukaan
Beberapa penelitian terakhir ini air yang dikenal dengan metode Depth
menyatakan bahwa hampir 58% dari Invariant Index/DII. Metode tersebut
ekosistem terumbu karang di seluruh beranggapan bahwa dasar perairan
dunia terancam oleh akibat kegiatan memantulkan cahaya datang secara linier,
manusia (Bryant et al., 1998). Keadaan dan merambat dalam media air secara
tersebut diperparah dengan adanya eksponensial (Lyzenga, 1981, Mumby, et
72
Metode Deteksi Terumbu Karang dengan...... (Muchlisin Arief)

al., 1998). Sehingga keluaran dari metode terumbu karang serta menghitung
Lyzenga adalah nilai indeks yang sebaran terumbu ke perairan Pantai
merupakan perbaikan informasi dasar Ringgung.
perairan. Jadi nilai yang diperoleh dari Pada paper ini, dijelaskan metode
metode tersebut adalah nilai reflektansi mengekstrak/deteksi terumbu karang
obyek di bawah permukaan air, yang yang didasarkan pada fungsi korelasi yang
mana nilai tersebut tidak sama dengan diperoleh dengan cara mengkorelasikan
nilai reflektansi yang diperoleh dari hasil antara gabungan data spektrofotometer
pengukuran. Metode Depth Invariant (spekral1 dan spektral3) yang diperoleh
Index/DII yang diikuti dengan proses dari pengukuran langsung menggunakan
klasifikasi ISOCLASS telah dicoba dengan alat Ocean Optiks pada tanggal 7
menggunakan data SPOT dalam kasus Agustus 2012 dengan gabungan band
Pulau Pari dan hasilnya beberapa obyek (band1 dan band3) dari satelit SPOT.
yang berbeda (misalnya karang dan Data SPOT yang digunakan direkam
pasir) dikelompokkan dalam klas yang pada tanggal 7 Agustus 2012 dan
sama (Arief, 2011a). Metode Lyzengga tanggal 16 Juni 2012. Akan tetapi yang
tersebut juga telah dicoba dengan dianalisa dalam penelitian ini hanya
menggunakan data AVNIR-2. Akan tetapi data yang direkam pada tanggal 16 -06-
nilai koefisien Ki/Kj tidak digunakan 2012. Saja, karena tanggal 7 Agustus
untuk seluruh citra melainkan dilakukan 2012 hampir seluruhnya tertutup awan
per region (menganggap nilai Ki/Kj tidak
konstan untuk seluruh citra) dan 2 MATERIAL
membagi nilai Ki/Kj menjadi tiga region
Data yang digunakan pada
yaitu perairan dangkal, sedang dan agak
penelitian ini adalah: 1 buah data SPOT
dalam, ternyata nilai Ki/Kj keseluruhan
yang direkam pada tanggal 16 Juni 2012
lebih kecil dari ketiga region hasilnya
(Gambar 2-1) dan data pengukuran
hanya dapat mengklaskan terumbu
spektrofotometer yang dilakukan pada
karang dangkal saja (Arief, 2011b).
tanggal 7 sampai dengan 11 Agustus 2012.
Ketiga penelitian di atas tersebut hanya
Pengukuran dilakukan menggunakan alat
didasarkan pada informasi citra yang
berarti tidak menggunakan data/ Ocean Optics dengan cara mencelupkan
pengukuran dilapangan. Oleh karena itu, alat tersebut ke dalam air (dibawah
pada penelitian ini, dilakukan peng- permukaan air) dan dengan jarak kurang
gabungan informasi reflektansi yang lebih 10 centimeter di atas permukaan
diperoleh dari citra SPOT yang diinte- terumbu karang dan dilakukan
grasikan dengan titik-titik informasi sebanyak 10 (sepuluh) kali untuk setiap
reflektansi yang dilakukan melalui pengukuran serta data skunder lainnya
pengukuran dilapangan (berupa titik (berupa peta sebaran terumbu karang
pengamatan) menggunakan alat spektro- dan peta adminstrasi) yang diperoleh dari
fotometer (Ocean Optics). Kemudian Dinas Kelautan Kabupaten Pesawaran.
dicari fungsi korelasi yang mempunyai Data satelit penginderaan jauh
koefisien indeks korelasi relatif lebih yang diperoleh untuk penelitian ini dapat
besar dari lainnya. dilihat pada Gambar 2-1. Sedangkan
Tujuan dari penelitian ini adalah: Peralatan yang digunakan memproses
a) Untuk mencoba mengekstrak informasi data adalah: komputer beserta software
terumbu karang dari data satelit SPOT ER-MAPPER 7.0 untuk memproses data
4 dengan penambahan informasi citra, Arc View 3.3 untuk menggabung-
reflektansi yang diukur secara langsung kan data, ENVI 4.5 untuk melihat nilai
dengan mengunakan alat Ocean Optics. spektral dari garis pengamatan (transect
b) Membangun metodologi yang sesuai line) dan visualisasi hasil akhir serta
(suitable methodology) untuk mengekstrak software penunjang lainnya.
73
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82

(a) (b)
RGB satelit SPOT tanggal 7 -08-2012 RGB satelit SPOT tanggal 16 -06-2012
Gambar 2-1: Citra satelit SPOT pesisir Ringgung Kabupaten Pesawaran

3 METODE PEMEROSESAN dari citra Digital Number ke citra radian


Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan formulasi: L =
untuk pengolahan data hingga meng- DN/(G*A) + B Dimana A,G,B
hasilkan informasi terumbu karang di berturut-turut adalah Koefisisen
pesisir Ringgung dapat dilihat pada kalibrasi, gain dan konstanta bias
Gambar 3-1. yang nilainya diperoleh dari meta
data. Sedangkan transformasi dari
citra radian ke reflektansi
menggunakan formula: Rp =
((*L*d2)/(E*COS(S)) dimana L
adalah Radiansi citra dan, E, dan d2
berturut-turut adalah irradiance
matahari untuk setiap band, sudut
zenith dan jarak antara matahari
dengan bumi yang keduanya diperoleh
dari meta data.
- Kedua adalah integrasi data reflektansi
hasil pengukuran lapangan dengan
nilai reflektansi citra menggunakan
Software ER MAPPER atau Arc View
Gambar 3-1: Skema umum identifikasi Terumbu serta analisa untuk melihat kecocokan
Karang di Pesisir Ringgung setiap titik pengamatan pada citra.
Kemudian untuk setiap titik
Pada Gambar 3-1 memperlihatkan pengamatan, diamati/dicatat nilai
bahwa, secara garis besar pengolahan reflektansi setiap band dari citra SPOT
citra untuk menghasilkan informasi (band1,band2 dan band3). Setelah itu,
terumbu karang di pesisir Ringgung dilakukan beberapa kemungkinan
dibagi dalam 2 bagian yaitu: untuk mengkorelasikan setiap nilai
- Pertama adalah pengolahan awal reflektansi dilakukan korelasi dengan
(preprocessing) citra yaitu melakukan nilai reflektansi hasil pengamtan band.
koreksi geometrik citra, agar supaya Proses ini dilakukan untuk mencari
citra dapat diintegrasikan dengan data nilai koefisien korelasi yang paling
sekunder (peta administrasi dan titik besar. Kemudian menentukan fungsi
titik pengamatan. Kemudian dilakukan korelasi yang mempunyai koefisien
transformasi citra yang dilakukan dalam korelasi relatif paling besar. Setelah
dua tahapan yaitu: Transformasi citra itu, dilakukan transformasi citra dengan
74
Metode Deteksi Terumbu Karang dengan...... (Muchlisin Arief)

menggunakan fungsi korelasi yang nilai reflektansi lumpur lebih kecil dari
telah ditentukan. Citra hasil dari pada nilai reflektansi lamun lebih kecil
tranformasi tersebut kemudian dilaku- dari nilai reflektansi pasir dan lebih kecil
kan density slicing untuk menghasilkan dari nilai reflektansi karang (Rlumpur<
informasi terumbu karang dan akhirnya Rlamun<Rpasir< Rkarang) yang mana kisaran
dilakukan analisa citra serta mem- panjang gelombang tersebut sesuai
bandingkannya dengan hasil survey dengan kisaran panjang gelombang band
lapangan. hijau pada citra SPOT 0.530 0.590 m.
Begitu pula, pada panjang gelombang
4 HASIL DAN PEMBAHASAN serkitar 0,7 m nilai reflektansi yang
Sebagaimana disebutkan di atas, paling tinggi adalah karang sirip, diikuti
bahwa data yang digunakan pada dengan karang kartini, karang bulan
penelitian ni hanya tanggal 16 Juni dan yang kecil adalah karang pasir dan
2012. Citra SPOT yang diintegrasikan lumpur. Hal ini, berarti bahwa panjang
dengan posisi titik-titik (lonitude, lattitude) gelombang dengan kisaran (0.65 - 0,7 m)
pengamatan dapat dilihat pada Gambar lebih peka terhadap obyek dengan yang
4-1. lebih kasar, yang mana kisaran panjang
Pada pengamatan tersebut dilaku- gelombang tersebut sesuai dengan
kan pengukuran nilai spektral tiap jenis kisaran panjang gelombang band merah
terumbu karang, dan hasil pengukuran pada citra SPOT (0.625 0.690 m).
spektral menggunakan alat Ocean Optics Agar supaya nilai tersebut dapat
dapat dilihat pada Gambar 4-1b. dikorelasikan dengan nilai reflektansi
Pada Gambar 4-1b memperlihat- SPOT, maka nilai tersebut harus dibagi
kan bahwa skala nilai reflektansi hasil 100 (skala nilai reflektansi pengamatan
pengukuran dalam persen (skala dari dari nol hingga 100), sehingga skala
nol sampai 100) dan nilai reflektan (kisaran) nilai reflektansi hasil penga-
spektral yang paling tinggi terjadi pada matan sesuai dengan nilai reflektansi
spektrum panjang gelombang 0.7 m dari tiap band SPOT (skala 0 sampai
untuk karang sirip, sedangkan untuk dengan 1), karena pengukuran dilapangan
spektrum panjang gelombang 0.5 sampai dilakuan 10 kali untuk setiap penga-
dengan 0.6 m paling tinggi untuk jenis matan, maka nilai reflektansi hasil
karang bulan, jahe dan kasur (karang pengamatan dilakukan rata-rata hasil
yang terdiri dari 3 jenis atau lebih). Pada dari nilai perata-rataan spektral tersebut
gambar tersebut terlihat bahwa pada disandingkan dengan nilai pixel (picture
spektrum panjang gelombang 0.5 - 0,6 m, element) dapat dilihat pada Tabel 4-1.

(a) (b)
Integrasi RGB SPOT dengan titik pengamatan Hasil pengukuran spectral menggunakan Ocean
atau pengukuran Optics
Gambar 4-1: integrasi RGB SPOT dengan titik pengamatan dan hasil pengukuran spektral
75
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82

Tabel 4-1: NILAI SPEKTRAL CITRA DAN PENGUKURAN RATA-RATA SPEKTRAL

Catatan: Depth : kedalaman

Pada Tabel 4-1 menunjukkan akan tinggi (titik pengamatan LH1).


bahwa pada pengamatan dititik LH4 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa,
tidak dilakukan pengukuran spektral perubahan nilai DO tidak begitu signifikan
karena kedalamannya 22.4 meter, terhadap kejernihan air, atau dapat
karena dasar laut tidak dapat dijangkau dikatakan bahwa perubahan nilai DO
dengan peralatan yang tersedia juga tidak berkaitan dengan dengan kekasaran
dasar laut tidak kelihatan sehingga jenis obyek di bawah permukaan air, dan yang
karang tidak dapat ditentukan. Sedang- terkait dengan informasi keberadaan
kan pengamatan pada titik TG4 yaitu obyek dibawah permukaan air adalah nilai
wilayah gosong (gosong adalah wilayah spektral. Disamping itu, ada beberapa
timbul ditengah lautan yang terdiri dari pengamatan karang yang berada pada
pasir pecahan karang dan binatang kedalaman 1-2 meter dan 2-3 meter.
laut), nilai pengukuran spektral lebih akan tetapi keberadaan karang tersebut
besar dari satu, yang seharusnya nilai hanya dilihat, diukur kedalamannya dan
spektral lebih kecil dari satu. Oleh dicatat posisi/koordinat (longitude dan
karena, pengukuran pada titik tersebut lattitude) nya saja. Akan tetapi tidak
merupakan suatu kesalahan atau biasa diamati nilai reflektansinya, karena baik
disebut sebagai outlier observation. komputer maupun peralatan yang
Sehingga selanjutnya titik pengamatan digunakan bermasalah, juga kabel yang
tersebut tidak diikutsertakan dalam digunakan tidak mencapai 2 meter.
pembahasan. Pada pengamatan ini juga Untuk mencari nilai koefisien
diukur nilai DO, karena nilai DO korelasi yang prelatif paling besar,
berhubungan erat dengan kualitas air dicoba mengkorelasikan beberapa nilai
atau kandungan oxygen yang terlarut
reflektansi spektral hasil pengukuran
didalam air. Pada Tabel tersebut
dengan nilai reflektansi tiap band SPOT.
menunjukkan bahwa nilai DO kecil
Berdasarkan beberapa percobaan, hasil
kalau air laut bercampur dengan lumpur
(titik LH8) sedangkan bila kualitas korelasi kedua nilai tersebut untuk
airnya jernih sinar matahari dapat berbagai pasangan band dapat dilhat
menembus dasar perairan maka DO pada Gambar 4-2.
76
Metode Deteksi Terumbu Karang dengan...... (Muchlisin Arief)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 4-2: fungsi korelasi antara band SPOT dengan spektral pengamatan

Pada Gambar 4-2, menunjukkan y= -836.1x4 + 601.26x3 - 150.23x2


berbagai fungsi korelasi, dari fungsi + 15.631x - 0.4129 dengan R (4-5)
korelasi antara single band hingga = 0.25
fungsi korelasi antar band campuran f. Antara jumlah (band1 +band2 +
(penjumlahann band). Fungsi korelasi band3) dengan jumlah (spektral 1+
antar band tersebut beserta nilai spektral 2+spektral 3):
koefisien korelasinya adalah sebagai
y=-290,2x4 + 399,2x3 - 195,1x2 +
berikut: 40,27x - 2,661 dengan R = (4-6)
a. Antara band1 dengan spektral 1 : 0,226
y= -39,22x3+16,63x2-1,19x + 0,084
(4-1)
dengan R = 0,199 Berdasarkan persamaan beberapa
b. Antara jumlah (band1 + band2) dengan fungsi korelasi di atas, maka fungsi yang
jumlah (spektral 1+ spektral 2): digunakan untuk proses selanjutnya
y= 2212x4 - 1902,x3 + 565,6x2 - adalah fungsi korelasi yang mempunyai
66,73x + 2,793 dengan R = (4-2)
koefisien korelasi yang paling besar,
0,259
yaitu persamaan 4-3 dengan koeffisien
c. Antara jumlah (band1 + band3) dengan
korelasi sebesar 0.305. Agar daratan dan
jumlah (spektral 1+ spektral 3):
y= 1624,x4 - 1355,x3 + 391,1x2 - lautan/perairan dapat terpisahkan, maka
45,05x + 1,849 dengan R = (4-3) persamaan tersebut harus didahului
0,305 dengan proses thresholding, sehingga
d. Antara akar dari jumlah kuadrat persamaan 4-3 berubah menjadi
(band1 + band2) dengan akar dari persamaan sebagai berukut:
jumlah kuadrat (spektral 1+ spektral
2): (4-7)
y=763.21x4- 669.71x3 + 201.33x2
- 23.339x + 0.9818denganR = (4-4)
0.2297 Aplikasi Persamaan 4-7 pada citra
e. Antara akar dari jumlah kuadrat (band1 satelit SPOT baik pada penjumlahan
+ band3) dengan akar dari jumlah band1 dan band3 maupun pada band-1
kuadrat (spektral 1+ spektral 3): dapat dilihat pada Gambar 4-3.
77
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82

(a) (b)
Hasil proses pada citra band1+band3 didahului Hasil proses pada citra band1 didahului dengan
dengan threshold threshold
Gambar 4-3: Citra hasil proses menggunakan persamaan 4-7

Baik Gambar 4-3a dan 4-3b Agar dapat mengklaskan obyek


keduanya memperlihatkan bahwa daratan dengan proses density slicing, maka
(berwarna hitam) dengan lautan dapat untuk setiap obyek terlebih dahulu
dipisahkan secara jelas/tegas. Akan dilakukan pengamatan nilai digitalnya.
tetapi pada Gambar 4-3a memperlihatkan Jika diamati secara detail Gambar 4-3b.
bahwa disatu pihak terumbu karang nilai digital sepanjang garis transek
dangkal/terumbu karang-1 (terumbu seperti terlihat pada Gambar 4-4a dan
karang pada kedalaman kurang dari
hasil dari pengamatan nilai digital
satu meter) mempunyai kenampakan
sepanjang garis transek dapat dilihat
yang jelas, begitu juga dengan gosong
pada Gambar 4-4b. Pada Gambar 4-4b
dapat dibedakan dengan terumbu
memperlihatkan bahwa nilai digital
karang. Disamping itu juga lautan
untuk terumbu karang dangkal/terumbu
hampir mempunyai warna yang sama
(putih) yang berarti nilai digital seluruh karang-1 lebih besar dari pada terumbu
lautan hampir sama (tidak terdegradasi). karang dalam (terumbu karang-2) dan
Hal ini mengindikasikan bahwa (band1 laut dalam. Sedangkan untuk obyek
+band3) hanya dapat digunakan untuk yang berada di atas permukaan laut
mendeteksi terumbu karang yang dangkal seperti gosong nilainya nol (karena
saja dan tidak dapat digunakan untuk masking). Akan tetapi, ada obyek
mendeteksi terumbu karang dalam. disamping gosong (Gambar 4-4b) nilai
Akan tetapi pada Gambar 4-3b digitalnya kecil (lebih kecil dari terumbu
memperlihatkan bahwa terumbu karang karang dangkal). Hal ini kemungkinan
dangkal /terumbu karang-1 mempunyai besar obyek tersebut adalah lamun atau
kenampakan yang jelas untuk terumbu lumpur.
karang dangkal dan gosong (nilai kemudian untuk mengklaskan
digitalnya tidak sama). Juga lautan/
terumbu karang, maka Gambar 4-4a
perairan mempunyai warna yang tidak
dilakukan proses density slicing. Hasil
sama (terdegradasi). Hal ini mengindi-
kasikan bahwa terdeteksinya terumbu dari proses tersebut dapat dilihat pada
karang dalam/terumbu karang-2 Gambar 4-5a. Sebagai perbandingan,
(terumbu karang dalam). Oleh karena citra SPOT yang diproses dengan
itu, pada analisa/metode deteksi terumbu algorithma Lyzenga diikuti dengan
karang di Perairan Pinggung mengguna- proses density slicing. Hasil proses tersebut
kan band-1. dapat dilihat pada Gambar 4-5b.
78
Metode Deteksi Terumbu Karang dengan...... (Muchlisin Arief)

(b)

(a)
Gambar 4-4: Transek pada citra dan hasil pengamatan gray level per region

(a) (b)
Hasil proses menggunakan persamaan 4-7 dan Hasil algorithma Lyzenga diikuti proses density
proses density slicing slicing
Gambar 4-5: Informasi spasial terumbu karang hasil proses algorithma yang diusulkan dan
algorithma Lyzenga

Pada Gambar 4-5a menunjukkan akan tetapi apabila ada kedua obyek
bahwa, obyek terumbu karang dengan tersebut dapat dibedakan secara visual
bukan terumbu karang dapat dilihat menurut teksturnya (misalnya: obyek
dalam dua aspek: pertama adalah tambak walaupun mempunyai nilai
teksturnya dan kedua adalah nilai digitalnya sama akan tetapi mempunyai
digitalnya. Terumbu karang dangkal, tekstur yang berbeda /berbentuk petak-
terumbu karang dalam dan gosong petak). Hasil algorithma ini dapat
dapat dipisahkan menurut spektralnya, memetakan terumbu karang bukan saja
79
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82

yang berada pada kedalaman kurang terpelihara secara baik. Hal ini sesuai
dari satu meter (terumbu karang-1) akan dengan program Pemerintah daerah
tetapi juga dapat memetakan terumbu kabupaten Pesawaran yang akan
karang yang berada pada kedalaman menjadikan Pesisir Ringgung menjadi
lebih dari satu (terumbu karang-2). daerah wisata laut Lampung.
Terumbu karang yang berada pada Walaupun demikian, metode ini
kedalaman lebih dari satu meter masih menyisakan kekurangan, artinya
terdapat disepanjang pesisir Ringgung, algorithma ini tidak dapat digunakan
disekitar pulau tegal dan gosong. Hal ini untuk mengidentifikasi jenis terumbu
sesuai dengan program Pemerintah karang. Hal ini terjadi karena resolusi
daerah kabupaten Pesawaran yang akan spasial dari citra jauh lebih besar dari
menjadikan Pesisir Ringgung menjadi resolusi spasial obyek.
daerah wisata laut di Provinsi Lampung.
Hasil tersebut dapat dibandingkan 5 KESIMPULAN
dengan hasil pengolahan citra yang Hasil penelitian ini dapat
didahului koreksi kolom air dari disimpulkan bahwa penambahan
algorithma Lyzenga kemudian dilakukan informasi spektral pada citra SPOT
proses density slicing dapat dilihat pada dapat memperkaya informasi untuk
Gambar 4-5b, yang mana pada gambar obyek karang yang berada di bawah
tersebut memperlihatkan bahwa klasifikasi permukaan laut, dan penggabungan dua
terumbu karang yang didahului dengan buah band spektral yang tidak terkorelasi
koreksi kolom air dari Lyzengga hanya dari hasil pengukuran dengan band dari
dapat memetakan terumbu karang data SPOT, dapat menambah akurasi
dengan kedalaman kurang dari 1 meter identifikasi terumbu karang, sehingga
serta di sekitar pesisir, sebagai mana dapat mengidentifikasi atau memetakan
terlihat pada Gambar 4-5b. Dengan terumbu karang hingga lebih dari satu
demikian, untuk kasus perairan pantai meter.
Ringgung algorithma yang telah Hasil pemerosesan citra menun-
dibangun menunjukkan hasil yang lebih jukkan, bahwa terumbu karang yang
baik dibandingkan dengan metode berada pada kedalaman lebih dari satu
Lyzenga. Mungkin kesimpulan ini terlalu meter terdapat hampir diseluruh perairan
dini, karena analisa ini masih ringgung, disekitar Pulau Tegal dan
mempunyai kelemahan karena data gosong.
yang digunakan tidak sama dengan Berdasarkan perhitungan disekitar
tanggal pengukuran lapangan. Pulau Tegal terdapat ekosistem terumbu
Berdasarkan perhitungan disekitar karang dangkal/terumbu karang-1
Pulau Tegal terdapat ekosistem terumbu (terumbu karang dengan kedalaman 0
karang dangkal seluas kurang lebih 49 hingga 1 meter) seluas kurang lebih 49
ha terumbu karang dengan kedalaman 0 ha, terumbu karang dalam/terumbu
hingga 1 meter, terumbu karang dalam karang-2 (kedalaman antara 1 meter
seluas 116 ha dengan kedalaman antara hingga 3 meter) seluas 116 ha. Luas
1 meter hingga 3 meter. Luas gosong gosong (pasir yang yang timbul
(pasir yang timbul dipermukaan air) dipermukaan air) adalah 320 meter
adalah 320 meter persegi, terumbu persegi, terumbu karang dengan
karang dengan kedalaman kurang dari kedalaman 0 hingga 1 meter seluas
satu meter seluas 12,38 ha dan 2,33 12,38 ha dan 2,33 ha, sedangkan
ha, sedangkan terumbu karang dalam terumbu karang dalam (kedalaman 1
(kedalaman 1 hingga 3 meter) seluas hingga 3 meter) seluas kurang lebih 42 ha.
kurang lebih 42 ha. hasil perhitungan Dengan demikian, program pemerintah
tersebut menunjukkan bahwa terumbu daerah yang mencanangkan Perairan
karang di Perairan Ringgung masih Ringgung sebagai daerah wisata.
80
Metode Deteksi Terumbu Karang dengan...... (Muchlisin Arief)

DAFTAR RUJUKAN Wiley & Sons Inc., ISBN 0-471-


Ahmad, W., and Neil, D. T., 1994. An 25515-7.
evaluation of Landsat Thematic Luczkovich, J. J., T. W. Wagner, J. L.
Mapper (TM) digital data for Michalek, and R. W. Stoffle, 1993.
discriminating coral reef zonation: Discrimination of Coral Reefs,
Heron Reef (GBR), International Seagrass Meadows, and Sand
Journal of Remote Sensing, 15, Bottom Types from Space: a
25832597. Dominican Republic Case Study.
Andrfout, S. and L. Wantiez, 2010, Photogrammetric Engineering &
Characterizing the diversity of Remote Sensing. 59 (3): 385-389.
coral reef habitats and fish Lyzenga Dr, 1981. Remote Sensing of
communities found in a UNESCO Bottom Reflectance and Water
World Heritage Site: The strategy Attenuation Parameters in Shallow
developed for Lagoons of New Water Using Aircraft and Landsat
Caledonia, Marine Pollution Data, International Journal of
Bulletin 61, pp. 612620a. Remote Sensing. 2 (1): 71-82.
Andrfout, S. and M. Claereboudt, Lyzenga, David R., 1978. Passive Remote
2000. Objective Class Definitions Sensing Techniques for Mapping
Using Correlation of Similarities Water Depth and Bottom Features.
between Remotely Sensed and Applied Optics. 17: 379-383.
Environmental Data. International Maritorena, S., 1996. Remote Sensing of
Journal of Remote Sensing. 21 (9): the Water Attenuation in Coral
1925-1930. Reefs: a Case Study in French
Arief, M (b), 2011b. Pengembangan Polynesia, International Journal of
Metode Deteksi Terumbu Karang Remote Sensing. 17 (1): 155-166.
di Kepulauan Seribu Dengan Mumby, P. J., C. D. Clark, E. P. Green,
Menggunakan Data Satelit AVNIR- and A. J. Edwards, 1998. Benefits
2, Laporan kegiatan tahun 2011. of Water Column Correction and
Arief, M., 2011a. Aplikasi Data Satelit Contextual Editing for Mapping
SPOT4 Untuk Mendeteksi Terumbu Coral Reefs. International Journal
Karang, Studi Kasus: Pulau Pari, of Remote Sensing. 19 (1): 203-
Laporan kegiatan. 210.
Dobson EL and Dustan P., 2000, The Nurlidiasari, M., 2004. The Application of
use of satellite imagery for QuickBird and Multi-temporal
detection of shifts in coral reef Landsat TM data for coral reef
communities, Proceedings, American habitat mapping, Case Study:
Society of Photogrammetry and Derawan Island, East Kalimantan,
Remote Sensing Washington, D.C. Indonesia (MSc. Thesis).
Hochberg, E. and M. Atkinsson, 2003. International Institute for Geo-
Spectral Discrimination of Coral Information Science and Earth
Reef Benthic Communities, Coral Observation, Enschede, The
Reefs, Vol, 19: 164 171. Netherlands.
Liceaga-Correa, M. A. and J. I. Euan- Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut:
Avila, 2002. Assessment of Coral Suatu Pendekatan Ekologis (Alih
Reef Bathymetric Mapping Using bahasa oleh: Muh. Eidman,
Visible Landsat Thematic Mapper Koesoebiono, Dietriech G.B., M.
Data, International Journal of Hutomo, S. Sukardjo). Penerbit PT.
Remote Sensing, 23 (1): 3-14. Gramedia. Jakarta. 459 hal.
Lillesand, T. and Kiefer, R., 1999. Purkis, S. J. And Riegl B., 2005.
Remote Sensing and Image Spatial and Temporal Dynamics of
Interpretation, 4th Edition, John Arabian Gulf Coral Assemblages
81
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :71-82

Quantified from Remote-Sensing Wellington, G.M, Glynn P.W., Strong


and in Situ Monitoring Data, A.E., Navarrete S.A., Wieters E.,
MARINE ECOLOGY PROGRESS and Hubbard D., 2001. Crisis on
SERIES, Vol. 287: 99113. Coral Reefs Linked to Climate
Suharsono, 1998. Conditions of Coral Change, EOS, Vol. 82, No. 1.
Reef Resources in Indonesia, Paper Available online at: http:// www.
dalam Jurnal Pesisir dan Lautan agu.org/pubs/eos.html.
Vol 1 No 2. PKSPL-IPB. Bogor.

82

You might also like