You are on page 1of 5

LAPORAN REFLEKSI KASUS

STASE ILMU KESEHATAN ANAK

IMKOMPATIBILITAS ABO

MUSTIKA NOOR RAMADHANI/20120310057

I. PENGALAMAN

Seorang pasien BBL berusia 1 hari aterm, lahir spontan di RSUD KRT Setjonegoro, ibu pasien
mengeluh bayinya berwarna kuning, mual -, muntah -, demam -, BAK +, BAB +, menetek +,
golongan darah A. Pasien merupakan anak pertama dari Ibu bergolongan darah O.

BL 2755gr , PB 48cm, LK 34, LD 33, APGAR 7/9.

II. MASALAH YANG DIKAJI


1. Bagaimana patofisiologi Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO / Imkompatibilitas
ABO ?
2. Bagaimana penegakan diagnosa pada Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO /
Imkompatibilitas ABO ?
3. Bagaimana tatalaksana Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO/ Imkompatibilitas
ABO ?

III. ANALISIS KRITIS


1. Bagaimana patofisiologi Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO / Imkompatibilitas
ABO ?
Penyakit Hemolitik Pada Inkompatibilitas ABO (ABO-HDN)
Inkompatibilitas ABO adalah salah satu penyebab penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir yang merupakan faktor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia
(Dharmayani, 2009).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari inkompatibilitas sebagian besar kasusnya ringan,
diantaranya yaitu:

a. Ikterus sebagai satu-satunya manifestasi klinis dari Inkompatibilitas ABO.


b. Bayi biasanya tidak terkena secara menyeluruh pada saar lahir
c. Tidak ada pucat, dan hidrops fetalis sangat jarang.
d. Hati dan limpa tidak sangat membesar, jika ditemukan.
Ikterus biasanya muncul dalam 24 jam pertama. Kadang-kadang penyakit ini
menjadi berat serta tanda-tanda kernikterus berkembang dengan cepat. (Behrman,
1999)
Patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya reaksi hemolitik pada
inkompatibilas ABO akibat kesalahan transfusi adalah akibat antibodi dalam plasma
pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah
inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi
berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin
meningkatkan risiko. Sedangkan patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya
penyakit inkompabilitas Rh dan ABO adalah terjadi ketika sistem imun ibu
menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya.
Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam
sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion.
Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin,
maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG
tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah
janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi
tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan
menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh
tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang
imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum
tulang) secara berlebihan. Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan
pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar
dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel
darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat
berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang
banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada
permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab
penyakit hemolitik.
Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi
jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri
sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin. Hemolisis yang berat biasanya
terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur
kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau
pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat
melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal
dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang
telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi
darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan
bilirubin pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus. Gejala lain yang
mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar gula darah,
dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh
adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak
(swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak
dapat mengembang maksimal dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini
berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan mengganggu pertumbuhan paru.
Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan masalah jantung (Leveno, et al.,
2004)(Benson & Pernoll, 2009) (Bherman, et al., 2000).

2. Bagaimana penegakan diagnosa pada Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO /


Imkompatibilitas ABO ?
Pemeriksaan Diagnostik
ABO incompatibility atau inkompatibilitas ABO didiganosis dengan:

a. Tes darah tali pusat untuk mengetahui ketidakcocokan

b. Hitung darah lengkap untuk mengetahui atau menunjukan adanya sel-sel


darah yang rusak dan hemolisis.

c. Pemeriksaan tingkat kadar bilirubin (tingkat bilirubin tinggi)

Diagnosis dugaan didasarkan pada adanya inkompatibilitas ABO, uji Coombs


direk positif lemah sampai sedang, dan adanya sferosit pada pulasan darah, yang
kadang-kadang memberi kesan adanya sferositosis herediter. Hiperbilirubinemia
sering merupakan satu-satunya kelainan laboratorium. Kadar hemoglobin biaasanya
normal tetapi dapat serendah 10-12 g/dL (100-120 g/L). retikulosit dapat naik
sampai 10-15 %, dengan polikromasia yang luas dan kenaikan jumlah sel darah
merah berinti. Pada 10-15% bayi yang terkena, kadar serum bilirubin tak
terkonjugasinya dapat mencapai 20 mg/dL atau lebih jika tidak dilakukan fototerapi.
(Behrman, 1999)

3. Bagaimana tatalaksana Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO/ Imkompatibilitas


ABO ?

Tidak ada penatalaksanaan khusus pada bayi dengan ikterus karena


inkompatibilitas ABO selain penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara umum. Katz
dan kawan-kawan (1982) menemukan bahwa 62% bayi yang mengalami hemolitik
memerlukan pengobatan dan yang paling sering diperlukan adalah fototerapi.
Fototerapi biasanya dapat mengatasi ikterik pada bayi yang terkait dengan
inkompatilitas ABO. Kalau tidak, pengobatan diarahkan pada korelasi tingkat anemia
atau hiperbilirubinemia yang membahayakan dengan jalan transfuse tukar memakai
darah. Transfuse tukar memakai darah yang golongannya sama seperti golongan
darah ibu (tipr Rh harus diuji silang dengan darah bayi). Indikasi untuk prosedur ini
sama dengan indikasi yang diuraikan sebelumnya pada penyakit hemolitik karena
inkompatibilitaas Rh. (Behrman, 1999).
Menurut American Academy of Pediatric indikasi transfuse tukar yaitu apabila
bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut atau apabila kadar
bilirubin total lebih dari sama dengan 25 mg/dL pada bayi usia gestasi 35 minggu
atau lebih. Transfuse tukar sekarang jarang digunakan karena efektifnya fototerapi
dan juga dengan pertimbangan terhadap resiko komplikasi yang banyak ditimbulkan
dari transfuse tukar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. 1999. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Vol 1 ed. 15. Jakarta: EGC
Behrman, R.E., Kliegman, R., and Arvin, A.M., 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, terj.
A. Samik Wahab. Ed.15; Vol.2. Jakarta: EGC.
Leveno,KJ, et al. 2009. Kelahiran Preterm. Dalam: Komara, Egi Yudha dan Nike Budhi Subekti
(editor). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Leveno, Kenneth J. Obstetri Williams : Panduan Ringkas. Ed. 21. Jakarta : EGC
Stovall, Thomas G. Obstetrics and Gynecology Associates: ABO incompatibility
(http://walnuthillobgyn.com/abo-incompatibility/)
Straight, Barbara R. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu-bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Yamamoto F. 2004. Review: ABO blood group systemABH oligosaccharide, antigens, anti-A
and anti-B, A and B glycosyltransferases, and ABO genes. Journal of Blood Group Serology
and Education. Vol.20. No.1.

You might also like