You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan
respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi
organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. (
Linda D.U, 2015)

Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2015. hal 186).

Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges,
Marylyn E. 2015, hal 871).

Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah.
(Surasmi, Asrining. 2013, hal 92).

1.2 Etiologi

a.Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.

b.Streptococcus grup B merupakan penyebab umum sepsis diikuti dengan Echerichia coli,
malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen
lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria,
rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.

c.Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan.

d.Perawatan antenatal yang tidak memadai.

e.Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.

f.Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.

g.Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.

h.Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasid pada neonatus.

1.3 Tanda dan Gejala

a. Tanda dan Gejala Umum

1)Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.

2)Aktivitas lemah atau tidak ada

3)Tampak sakit

4)Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.


b. Sistem Pernafasan

1)Dispenu

2)Takipneu

3)Apneu

4)Tampak tarikan otot pernafasan

5)Merintik

6)Mengorok

7)Pernapasan cuping hidung

8)Sianosis

c. Sistem Kardiovaskuler

1)Hipotensi

2) Kulit lembab dan dingin

3)Pucat

4)Takikardi

5)Bradikardi

6)Edema

7)Henti jantung

d. Sistem Pencernaan

1)Distensi abdomen

2)Anoreksia

3)Muntah

4)Diare

5)Menyusu buruk

6)Peningkatan residu lambung setelah menyusu

7)Darah samar pada feces

8)Hepatomegali

e. Sistem Saraf Pusat

1)Refleks moro abnormal


2)Intabilitas

3)Kejang

4)Hiporefleksi

5)Fontanel anterior menonjol

6)Tremor

7)Koma

8)Pernafasan tidak teratur

9)High-pitched cry

f. Hematologi

1)Ikterus

2)Petekie

3)Purpura

4)Prdarahan

5)Splenomegali

6)Pucat

7)Ekimosis

1.4 Patofisiologi

Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada neonatus (bayi).
Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang menimbulkan sepsis. Faktor infeksi yang
mempengaruhi sepsis, antara lain faktor maternal yaitu adanya status sosial-ekonomi ibu, ras,
dan latar belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang
tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Status paritas (wanita multipara atau
gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya
perawatan prenatal, ketuban pecah dini (KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor
Neonatal, pada bayi dengan prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram),
merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal.

Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir ketiga. Setelah bayi lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun sehingga menyebabkan
hipergamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. Kemudian
adanya defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau
Haemophilus influenza . IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi
dalam darah tali pusat.

Faktor Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung mudah sakit
sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah
sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena atau arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid,
bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum
luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak
tangan. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colliditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.

1.5 Komplikasi
a. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik. Bayi
mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang. Asidosis
metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam
laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan
termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh
tubuh yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi
optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang
meningkat.
b. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau
menyusu, dan terjadinya hipertermia..
c. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada
jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini
merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein
sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat
pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan).
Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di
seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak
mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai
hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
d. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan
mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah
dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya
koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
1.6 Penatalaksanaan

a.Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,


mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor
dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi
imunologi bila terjadi respons imun maladaptive host terhadap infeksi.

1) Resusitasi

Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi
cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP > 65 mmHg, urine > 0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen > 70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit > 30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).

2) Eliminasi sumber infeksi

Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan
prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi
yang adekuat.

3) Terapi antimikroba

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur
diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan
patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh
karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang
dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama
pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin,
misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ Pemberian antimikrobial dinilai kembali
setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab
teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
b. Terapi suportif

1) Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran
atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.

a) Terapi cairan

o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat)
maupun koloid.

o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan
onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada
kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.

b) Vasopresor dan inotropik


Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan
adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah
dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik
90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat
digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).
c) Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L
dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
d) Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki
dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin
dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi
ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.
e) Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis),
ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis,
hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi:
kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin
f) Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas
sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai
kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin
baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula
darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena
ada risiko hipoglikemia.
g) Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis
berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses
fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan
organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor
pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan
mortalitas.
h) Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50
mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid
sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.
1.7 Pemeriksaan penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi
penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
a. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab
sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
b. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan leukositosis
(1500-30000) d4engan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan
produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
d. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
e. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan
hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
f. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
g. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolism
h. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan
atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
i. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan
mekanisme kompensasi
j. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai
infark miokard
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Biodata / identitas

Nama : Diisi sesuai nama pasien

Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari 28 hari Infeksi nasokomial pada bayi
berat badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali menderita sepsis neonatal.

Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak higienis

Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau
menghisap, lemah

b. Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting, kekakuan pada
leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar score, jam lahir, kesadaran

c. Riwayat penyakit dahulu :

Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi.

d. Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9c), riwayat sepsis GBS pada bayi sebelumnya,
infeksi pada masa kehamilan

e. Riwayat prenatal:

Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar
pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama
hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi, rupture selaput ketuban yang lama
(>18 jam), persalinan premature(<37 minggu.

f. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus
itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal,
stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.

g. Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan hepar atau dengan darah.

h. Riwayat imunisasi :

Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT atau TT dan kapan terakhir

Activity daily living

a. Nutrisi : Bayi tidak mau menetek

b.Eliminasi : BAB 1x/hari


c.Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis

d Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 20 jam/hari, saat sakit berkurang

e.ersonal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi neonatorum, melalui plasenta dari
aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi.

f.Psikososial : Bayi rewel

Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang


b. Kesadaran: normal

5. Vital sign: TD :

Nadi : normal (110- 120 x/menit)

Suhu : meningkat (36,5C37C)

Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)

b. Kepala dan leher:

Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut

Kepala: Bentuk kepala

mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya caput,

kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.

Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna

Mata : Agak tertutup / tertutup,

Mulut : Mecucu seperti mulut ikan

Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis

Telinga : Kebersihan

Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe

Terdapat kaku kuduk pada leher

c. Dada

Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan

Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas

Perkusi : Jantung : Dullness


Paru : Sonor

Auskultasi : terdengar suara wheezing

d. Abdomen

Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda tanda infeksi pada tali pusat (jika infeksi melalui tali
pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)

Palpasi : Teraba keras, kaku seperti papan

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Terdengar bising usus

e. Kulit

Turgor kurang, pucat, kebiruan

f. Genetalia

Tidak kelainan bentuk dan

oedema, Apakah terdapat hipospandia, epispadia, testis BAK pertama kali.

g. Ekstremitas

Suhu pada daerah akral panas,

Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai,
hipertoni sehingga bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.

Pemeriksaan Spefisik

a. Apagar score

b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal

c. Sistem neurologis

4. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif

5. Reflek menghisap: lemah

6. Reflek menjejak: buruk

B. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d dispneu, apneu, takipneu
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d absorsi yang tidak adekuat
3. Infeksi b.d penurunan system imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi
4. Resiko aspirasi b.d reflek hisap yang lemah
C. Intervensi keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu, apneu, takipneu
Tujuan :
- Nafas efektif

Kriteria hasil :

Indikator Intervensi

NOC

Frekuensi pernafasan sesuai yang diharapkan

Irama nafas sesuai yang diharapkan

Kedalaman inspirasi normal

Ekspansi dada simetris

Bernafas mudah

Tidak terdapat kontraksi dinding dada

Tidak didapatkan penggunaan otot-otot tambahan

Keterangan :

1. Keluhan ekstrim

2. Keluhan berat

3. Keluhan sedang

4. Keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan

NIC

a.Auskultasi suara nafas sesuai yang diharapkan Buka jalan nafas, gunakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila perlu

b. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi

c. Berikan bronkodilator bila perlu

d. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan

e. Monitor status respirasi dan status O2


2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorsi yang tidak ade kuat
Tujuan :
- Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
Indikator Intervensi
NOC

Intake zat gizi (nutrient)

Intake makanan dan cairan

Energi

Masa tubuh

Berat tubuh

. Ukuran kebutuhan nutrisi secara biokimia

NIC

a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi bayi.

b. Monitor jumlah nutrisi

c. BB bayi dalam batas normal

d. Monitor adanya penurunan berat badan

e. Monitor turgor kulit

f. Monitor pertumbuhan dan perkembangan bayi.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan status imun

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

Indikator Intervensi

NIC

Memonitor faktor resiko dari lingkungan

. Mengembangkan strategi kontrol resiko yang efektif

Mengatur strategi pengontrolan resiko yang dibutuhkan

Berkomitmen dengan strategi kontrol resiko yang dipilih

Mengenali perubahan status kesehatan

Memonitor perubahan status kesehatan Infection control :


a. Bersihkan setelah dipakai oleh pasien lain

b. Pertahankan teknik isolasi

c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

d. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

e. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat

f. Tingkatkan intake nutrisi

g. Berikn trapi antibiotic bila prlu

4. Resiko aspirasi b.d reflek hisap yang tidak adekuat/ menurun

Tujuan : Aspirasi tidak terjadi

Kriteria hasil :

. Frekuensi pernafasan normal

. Mampu menelan,mengunyah tampa terjadi aspirasi

. tidak ada suara nafas yang abnormal/ suara nafas tambahan

Intervensi keperawatan

NOC

. Respiratori status

. Aspiraion control

. Swallowing satus

NIC

. Periksa residu lambung sebelum pemberian makan dan pemberian obat

. Pantau tanda- tanda aspirasi

. Pantau tingkat kesadaran, reflek batuk, muntah dan kemampuan menelan

. Laporkan perubahan secret paru yang menyerupai makanan atau asupan nutrisi

. Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama 30-45 menit sesudah makan

. Gunakan spuit jka perlu saat memberikan makanan

. Kolaborasi dengan tenaga edis lain dalam pemberian terapi okupasi

. Fertifikasi penempatan selang enterna sebelum pemberian makanan dan obat

. Pantau status paru-paru


DAFTAR PUSTAKA

Arief, M.2008. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.

Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet di
http://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum/NET pada tanggal 30
November 2015.

Bobak. 2004. Keperawatn Maternitas, edisi 4.Jakarta: EGC.

Vietha.2008.Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet di http://viethanurse. wordpress.com/


2008/ 12/ 01/ askep pada -sepsis-neonatorum / NET pada tanggal 30 November 2015.
1.8 Pathway

.Streptococcus grup B, Penyakit infeksi Ibu menderita eklampsia,


Echerichia coli, malaria, yang diderita ibu diabetes melitus

Bakteri dan virus masuk


ke neonatus

Masa Masa Pascanatal


antrenatal intranatal

Kuman dan Kumn di vagina Infeksi


virus dari ibu dan servik nosokomial dari
luar
Melewati Naik mencapai
plasenta dan amion
umbilicus

Kuman melalui
Masuk
umbilikus
kedalam tubuh
bayi
Melalui sirkulasi
darah janin Sepsis

Reflek hisap Sirkulasi O2 ke Bakteri / virus


menurun jaringan masuk
menurun
Absorsi tidak Penurunan
adekuat Disneu,takipneu sistem imun
,apneu

Anoreksia Leokosit
Pola nafas meningkat
terganggu
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari Infeksi
Ketidak efektifan pola
kebutuhan
nafas

Reflek menelan
menurun

Resiko aspirasi

You might also like