You are on page 1of 26

WORKSHOP SURVEILAND

PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Workshop Surveilans

Di Susun Oleh:

Dzikra Khoirunnisa

Megawati

Natalia Narsi Benidau

Nopia Wati

Rita Rahmawati
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA

2016-2017

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya dan tidak lupa kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad
SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam. Dalam mata
kuliah promosi kesehatan ini, kami mendapatkan tugas untuk membuat makalah mengenai
Penyakit Jantung Koroner.
Tugas ini merupakan upaya dalam lebih memahami bagaimana Sulveiland dari
penyakit jantung koroner (PJK). Saya ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah
Workshop Surveilad yaitu Ibu Dr. Rustika Herman, SKM, M.Sc atas bimbingan dan
arahannya dalam penulisan makalah ini.
Saya harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai bagaimana Sulveiland dari penyakit
jantung coroner (PJK) secara umum, khususnya bagi penulis. Makalah ini memang masih
jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................... i
Kata Pengantar....................................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Dasar/Latar Belakang Surveilans Penyakit Jantung Koroner.................................... 3
2.2. Definisi Penyakit Jantung Koroner............................................................................ 4
2.3. Penyebab Penyakit Jantung Koroner......................................................................... 4
2.4. Gambaran Klinik Penyakit Jantung Koroner............................................................. 6
2.5. Kriteria Diagnosis Penyakit Jantung Koroner........................................................... 6
2.6. Kriteria Diagnosis Laboratorium Penyakit Jantung Koroner.................................... 7
2.7. Klasifikasi Kasus Penyakit Jantung Koroner............................................................. 9
2.8. Konfirmasi Kasus Berat Penyakit Jantung Koroner.................................................. 9
2.9. Kemungkinan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner.............................................. 10
2.10. Konfirmasi Kasus Kesakitan dan Kematian Penyakit Jantung Koroner................... 10
2.11. Kegagalan Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Jantung Koroner......................... 11
BAB III Metode Surveilans

3
3.1. Tipe Surveilans.......................................................................................................... 12
3.2. Metode Surveilas....................................................................................................... 12
3.3. Eleman dan Minimum................................................................................................ 14
3.4. Analisi Data............................................................................................................... 14
3.5. Prinsip Penggunaan Data Untuk Kebijakan............................................................... 15
3.6. Aspek Kasus............................................................................................................... 16
3.7. Kontak........................................................................................................................ 16
BAB IV Penutup
4.1. Kesimpulan................................................................................................................ 17
4.2. Saran.......................................................................................................................... 17
Daftar Pustaka

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari penyakit menular dan meluas
ke penyakit tidak menular. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular merupakan
analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko
untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak menular (PTM)
adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan infeksi mikroorganism
tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem surveilans PTM terdiri dari
jaringan kerja sama dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga sosial
masyarakat, serta organisasi profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans
PTM adalah memberikan informasi tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para
pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.
Pada saat ini, salah satu surveilans yang dilakukan yaitu surveilans faktor risiko.
Surveilans faktor risiko ini bertujuan agar dapat dilakukan pencegahan atau pemutusan
mata rantai penyebab pada beberapa penyakit yang dapat didapat disebabkan oleh
faktor risiko tersebut.
Penyakit jantung koroner (PJK) selain merupakan suatu penyakit yang merupakan
the silent killer di dunia bahkan di negara berkembang seperti Indonesia di mana
sebagian besar orang meninggal dunia tidak mengetahui dirinya menderita jantung, PJK
juga merupakan muara atau faktor risiko dari berbagai penyakit tidak menular yang
juga dapat menyebabkan kematian. Seperti pada penyakit PJK dan stroke.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui Dasar/Latar Belakang Surveilans PJK

2. Mengetahui Definisi Kasus

3. Mengetahui Gambaran Klinik

4. Mengetahui Kriteria Diagnosis

5. Mengetahui Kriteria Diagnosis Laboratorium

6. Mengetahui Klasifikasi Kasus

1
7. Mengetahui Konfirmasi Kasus Berat

8. Mengetahui Kemungkinan Komplikasi

9. Mengetahui Konfirmasi Kasus Kesakitan dan Kematian

10. Mengetahui Kegagalan Pencegahan dan Pengobatan

11. Mengetahui Tipe Surveilans yang Direkomendasikan

12. Mengetahui Metode Surveilans

13. Mengetahui Elemen Data Minimum

14. Mengetahui Analisis Data

15. Mengetahui Prinsip Penggunaan Data untuk Kebijakan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar/Latar Belakang Surveilans Penyakit Jantung Koroner


Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari
penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif yang
merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan,
pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di
dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara
berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah
PJK yang disebut sebagai the silent killer. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan
salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling umum terjadi (43% dari total penyakit
kardiovaskuler) dan menyebabkan kematian tertinggi secara global. Angka kematian
akibat PJK di dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012).
Hingga pada tahun 2030, diperkirakan angka kematian akibat PJK mencapai 23,3 juta
secara global (Mathers & Loncar, 2006).
Penyakit ini menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan masyarakat di
Indonesia maupun dunia. Menurut WHO (2012), kejadian PJK meningkat di negara
berkembang dengan pendapatan menengah dan rendah, salah satunya di Indonesia.
Pada tahun 2010, PJK merupakan penyebab kematian tertinggi ke-enamdengan proporsi
4% dari seluruh kematian di Indonesia (CDC, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi PJK menurut hasil wawancara terdiagnosis
dokter sebesar 0,5%, dan berdasarkan diagnosis dokter dan/atau gejala sebesar 1,5%
(Kemenkes RI, 2013).
Indonesia merupakan negara berkembang yang berpotensi mengalami peningkatan
kasus penyakit jantung koroner. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, diperkirakan
prevalensi penyakit jantung koroner nasional dengan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 0,5%. Selain itu diketahui proporsi aktivitas fisik yang mencukupi hanya
sebesar 73,9% (Kemenkes RI, 2013). Pada umumnya faktor risiko PJK dipengaruhi

3
oleh merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik dan tekanan darah tinggi atau PJK (WHO,
2011)
Surveilans PJK sangat penting untuk dilakukan oleh dinas kesehatan maupun
lembaga dan institusi lainnya yang berkecimpung di dunia kesehatan, agar masyarakat
dapat melakukan pengelolaan fungsi jantung serta dapat mengontrolnya sehingga dapat
melakukan tindakan pencegahan dari berbagai aspek dan penyakit tidak menular
lainnya yang dapat meningkatkan angka mortalitas dapat diminimalisir.

2.2. Definisi Penyakit Jantung Koroner


Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau dikenal juga sebagai Ischaemic Heart Disease
merupakan penyakit yang disebabkan penyumbatan salah satu atau beberapa pembuluh
darah yang menyuplai aliran darah ke otot jantung. Pada umumnya manifestasi
kerusakan dan dampak akut sekaligus fatal dari PJK disebabkan gangguan pada fungsi
jantung (WHO, 2012).
PJK ditandai dengan adanya gejala infark miokard dan/atau angina pektoris pada
individu. Gejala infark miokard merupakan gejala akut akibat kekurangan oksigen yang
menyebabkan nyeri subternal dan dapat menyebabkan kematian secara mendadak,
sedangkan angina pektoris merupakan nyeri sesaat akibat aritmia dari peningkatan
aliran darah pada otot jantung yang mengalami penyumbatan (Naga, 2012).

2.3. Penyebab Penyakit Jantung Koroner


Penyebab utama penyakit jantung koroner adalah penimbunan lemak dalam arteri
(arteroma) dalam arteri atau istilah medisnya disebut dengan aterosklerosis. Arteroma
terdiri dari kolesterol dan bahan buangan lain. Selain dapat mengurangi suplai darah ke
jantung, aterosklerosis juga dapat memicu terbentuknya trombosis atau penggumpalan
darah. Pengumpalan darah ini memblokir suplai darah ke jantung sehingga risiko
menderita serangan jantung lebih tinggi. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung, yaitu:
1. Kebiasaan Merokok
Perokok memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap penyakit jantung. Karbon
monoksida dalam asap rokok dan kandungan nikotin pada rokok dapat
meningkatkan risiko munculnya gumpalan darah serta memacu jantung untuk
bekerja lebih cepat sehingga membebani jantung. Senyawa kimia lain dari asap
rokok juga dapat merusak dinding arteri jantung yang akan memicu terjadinya
penyempitan. Perokok mempunyai risiko 24 persen lebih tinggi untuk menderita
penyakit jantung dibandingkan mereka yang tidak merokok sama sekali.
2. Jenis Kelamin

4
Secara umum, penyakit jantung koroner lebih banyak menyerang pria
dibandingkan wanita. Namun, di atas usia 50 tahun, pria maupun wanita memiliki
risiko yang sama untuk terkena penyakit ini
3. Kadar Kolesterol yang Tinggi
Kolesterol terbagi dalam dua jenis, yaitu kolesterol baik (HDL) dan kolesterol
jahat (LDL). Kolesterol jahat mudah menggumpal dan menempel pada dinding
pembuluh darah. Karena itu, kadar LDL yang tinggi dapat membentuk plak yang
menyebabkan aterosklerosis. Kadar LDL yang normal dalam darah adalah di bawah
3 mmol/L atau 115 mg/dl untuk orang dewasa serta 2 mmol/L atau 77mg/dl untuk
orang yang memiliki risiko tinggi.
4. Penyakit Diabetes
Diabetes dapat menyebabkan penebalan pada dinding pembuluh darah sehingga
berpotensi menghambat aliran darah. Karena itu, penderita diabetes memiliki risiko
lebih tinggi untuk mengidap penyakit jantung.
5. Hipertensi
Anda akan dianggap mengidap hipertensi atau tekanan darah tinggi jika tekanan
darah Anda di atas 140/90 mmHg. Sedangkan tekanan darah rata-rata yang normal
adalah 120/80 mm Hg. Tekanan darah yang tinggi berarti jantung bekerja lebih
keras sehingga jantung dan pembuluh darah akan lebih terbebani. Salah satu faktor
pemicu hipertensi adalah konsumsi makanan dengan kadar garam yang tinggi.
6. Pola Hidup yang Buruk
Risiko penyakit jantung juga dapat meningkat akibat pola hidup yang tidak
sehat. Misalnya kurang berolahraga, sering mengonsumsi makanan berlemak, dan
jarang mengonsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran
7. Obesitas
Orang yang kelebihan berat badan atau mengalami obesitas berpotensi
mengidap tekanan darah tinggi, cenderung memiliki kadarkolesterol yang lebih
tinggi, serta lebih berisiko terkena diabetes tipe 2. Karena itu, mereka juga memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengidap penyakit jantung.
8. Faktor Usia
Makin tua usia seseorang, makin tinggi risikonya untuk mengidap penyakit
jantung. Hal ini dikarenakan pembuluh darah, terutama arteri akan cenderung lebih
kaku dan kehilangan daya elastisnya seiring bertambahnya usia.
9. Riwayat Kesehatan Keluarga
Jika memiliki keluarga inti seperti ayah, ibu, adik, atau kakak yang mengidap
penyakit jantung, risiko Anda untuk terkena penyakit jantung akan lebih tinggi
dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung dalam
keluarganya.

5
2.4. Gambaran Klinik Penyakit Jantung Koroner
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada
pembuluh darah dan dapat mulai terjadi saat seseorang masih muda. Penyumbatan
pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-
density lipoprotein) darah berlebih dan menumpuk pada dinding arteri. Kondisi ini
berlanjut hingga bertahun-tahun dan menyebabkan plak yang menyumbat arteri
sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah sehingga
timbul gejala PJK dalam waktu yang cukup lama (WHO, 2011; WHO, 2012).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak
disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan
pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat
menyebabkan ulserasi dan pendarahan di bagian dalam pembuluh darah yang
menyebabkan penumpukan klot darah. Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari
PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012). Berdasarkan perkembangannya, PJK
merupakan penyakit kronis yang memerlukan waktu yang cukup lama hingga
menimbulkan gejala akibat kerusakan pada pembuluh darah.
Patofisiologi PJK pada umumnya disebabkan penumpukan lemak atau LDL di
pembuluh darah. Tetapi kondisi ini dipicu dari beberapa gaya hidup yang tidak sehat
seperti kurangnya aktivitas fisik, merokok, pola makan tidak sehat dan obesitas (WHO,
2011).

2.5. Kriteria Diagnosis Penyakit Jantung Koroner


Jantung normal berdenyut rata-rata 70 kali per menit. Setiap kali berdenyut jantung
mempompa 60 cc darah darah ke pembuluh nadi, dengan tekanan sampai 130 mmHg,
artinya setiap hari jantung berdenyut 108.000 kali dan memompa darah sebanyak 6480
liter, untuk mengalirkan oksigen dan gizi ke seluruh organ tubuh kita. Penyakit Jantung
Koroner penyakit jantung koroner disebabkan oelh penyumbatan oleh penumpukan
lemak pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan kekuatan pembuluh darah dan
gangguan peredaran darah, sehingga aliran darah ke jantung terhambat, kerja jantung
terganggu, aliran darah ke jantung aliran darah keseluruh tubuh berkurang
menyebabkan kekurangan oksigen dan terjadi koplas mendadakpada seseorang.
Menurut WHO 1993 dan Joint National Committee (JNC) VII menetapkan batasan
cardiovascular disease (CDV) kode dan klasifikasi CDV, yaitu:

1. 120-125 : Ischemic Heart Diseases meliputi :

2. 120 : Angina Pectoris (nyari dada)

6
3. 121 : Acut Myocardial Infaction (AMI)

4. 125 : Choronic Ischemic Heart Disease.

2.6. Kriteria Diagnosis Laboratorium Penyakit Jantung Koroner


Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien PJK meliputi:
1. Tes Darah
Ada dua jenis tes darah yang umumnya dilakukan, yakni tes kadar kolesterol
dalam darah dan pemeriksaan enzim jantung. Pada tes kolesterol, Anda akan
diminta untuk berpuasa setidaknya 12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan agar
hasil yang didapatkan lebih akurat. Sebagai pelengkap pemeriksaan kadar kolestrol,
serangkaian tes darah juga diperlukan untuk memantau kerja jantung, termasuk
pemeriksaan enzim jantung untuk melihat adanya kerusakan pada otot organ
tersebut.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Aktivitas listrik otot jantung dapat diperiksa melalui elektrokardiogram (EKG).
Tetapi pemeriksaan ini saja belum cukup untuk menentukan apakah Anda mengidap
penyakit jantung atau tidak. Hasil EKG yang tidak normal bisa mengindikasikan
bahwa otot jantung tidak menerima cukup oksigen.
Selain dengan posisi tidur, pemeriksaan EKG juga ada yang dilakukan saat
jantung pasien dipicu dengan berlari di atas treadmil. Tes ini disebut dengan tes
latihan stres atau tes treadmil atau mengayuh sepeda statis. Pemeriksaan ini penting
untuk mendeteksi gejala angina.
3. Pemeriksaan Ekokardiogram
Pemeriksaan yang sejenis dengan USG ini digunakan untuk melihat struktur,
ketebalan dan gerak tiap denyut jantung hingga membentuk sebuah gambar jantung
secara mendetail. Tes ini juga memeriksa tingkat kinerja jantung.

4. Pemeriksaan X-Ray
Pemeriksaan X-Ray dada guna melihat kondisi jantung, paru-paru, dan dinding
dada secara umum. Pada pemeriksaan ini, akan dapat dilihat apabila jantung
mengalami pembesaran, atau apabila terdapat penumpukan cairan di paru-paru.
Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
lainnya.
5. Angiografi Koroner atau Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penerapan bius lokal. Prosedur kateterisasi
jantung meliputi:
a. Memasukkan kateter sampai ke arteri jantung melalui kaki atau selangkangan.
b. Penyuntikan tinta ke dalam arteri jantung melalui kateter.

7
Tujuan prosedur angiografi koroner ini adalah untuk memeriksa keberadaan
serta tingkat keparahan penyempitan di dalam pembuluh darah jantung dan untuk
memeriksa tekanan di dalam bilik jantung.
6. CT dan MRI scan
Kedua pemeriksaan ini juga bisa dilakukan untuk melihat kondisi lebih
mendetail pada struktur jantung yang mungkin tidak nampak pada pemeriksaan
menggunakan X-Ray.
a. Tes in vitro di laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama
dalam perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung keputusan
klinis. Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-peptida B (BNP)
sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah indikator yang baik untuk
mengetahui sejauh mana fungsi jantung terganggu. BNP digunakan baik untuk
diagnosis awal dan untuk pemantauan terapi. Pada beberapa pasien, serangan
jantung menjadi penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat
dari infark miokard sangat penting dalam mencegah bertambah parahnya
kerusakan miokard dan kegagalan jantung selanjutnya
b. Pemeriksaan Apo B dan hs CRP Kolesterol tinggi bukan satu satunya
penyebab PJK. Kadar lemak yang tinggi memang merupakan salah satu faktor
risiko PJK, namun dalam kenyataannya ternyata cukup banyak kasus PJK
meski kadar lemak normal. Fakta yang terjadi adalah 1 dari 3 kasus serangan
jantung terjadi pada orang dengan kadar kolesterol normal. Mengetahui kadar
kolesterol konvensional (Kolesterol Total, Kolesterol LDL direk, Kolesterol
HDL, Trigliserida) tetap diperlukan, namun ada pemeriksaan lain yang dapat
melengkapi penilaian risiko PJK yaitu Apo B dan hs-CRP. Apo B bermanfaat
untuk meningkatkan prediksi risiko PJK, karena semakin tinggi kadar Apo B,
semakin tinggi kemungkinan terjadinya risiko penyumbatan pembuluh darah,
walaupun kadar LDL normal. Hs-CRP bermanfaat untuk meningkatkan
prediksi terjadinya penyakit jantung karena proses aterosklerosis (penyumbatan
dan pengerasan pembuluh darah) yang juga ditandai dengan adanya proses
peradangan. Pemeriksaan hs-CRP ini bermanfaat untuk menentukan risiko
kardiovaskular pada individu sehat.

2.7. Klasifikasi Kasus Penyakit Jantung Koroner


Menurut Huon Gray (2002:113) penyakit jantun g koroner diklasifikasikan menjadi
3, yaitu Silent Ischaemia (Asimtotik), Angina Pectoris, dan Infark Miocard Akut
(Serangan Jantung). Berikut adalah penjelasan masing-masing klasifikasi PJK:

8
1. Silent Ischaemia (Asimtotik)
Banyak dari penderita silent ischaemia yang mengalami PJK tetapi tidak
merasakan ada sesuatu yang tidak enak atau tanda-tanda suatu penyakit (Iman,
2004:22).
2. Angina Pectoris
Angina pectoris terdiri dari dua tipe, yaitu Angina Pectoris Stabil yang ditandai
dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang
menjalar ke lengan kiri dan Angina Pectoris tidak Stabil yaitu serangan rasa sakit
dapat timbul, baik pada saat istirahat, waktu tidur, maupun aktivitas ringan. Lama
sakit dada jauh lebih lama dari sakit biasa. Frekuensi serangan juga lebih sering.
3. Infark Miocard Akut (Serangan Jantung)
Infark miocard akut yaitu jaringan otot jantung yang mati karena kekurangan
oksigen dalam darah dalam beberapa waktu. Keluhan yang dirasakan nyeri dada,
seperti tertekan, tampak pucat berkeringat dan dingin, mual, muntah, sesak, pusing,
serta pingsan (Notoatmodjo, 2007:304).

2.8. Konfirmasi Kasus Berat Penyakit Jantung Koroner


Masyarakat yang mengalami gejala-gejala menderita PJK untuk segera
memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan terdekat untuk memastikan bahwa
dirinya menderita PJK atau tidak sebelum terjadi komplikasi pada dirinya akibat
menderita PJK.
2.9. Kemungkinan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
Kemungkinan komplikasi pada penderita PJK:
1. Jantung
Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati. Pada
awalnya jantung mengatasi ketegangan karena harus menghadapi tekanan darah
tinggi dengan meningkatnya kerja otot sehingga membesar agar dapat memompa
lebih kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak dapat lagi mendorong darah
untuk beredar ke seluruh tubuh dan sebagian darah menumpuk pada jaringan. Zat
gizi dan oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan
timbul bila terdapat halangan atau kelainan di pembuluh darah, yang berarti
kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk menggerakan jantung secara normal.
2. Ginjal
PJK yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal sehingga
menganggu mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan urin. Salah satu

9
gejala utama kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi adalah
berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah.
3. Stroke
PJK dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah
sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah
pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan
tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat
menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat
gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan
akhirnya mati.

2.10. Konfirmasi Kasus Kesakitan dan Kematian Penyakit Jantung Koroner


Pengobatan yang diperoleh masyarakat yang menderita PJK maupun telah
mengalami komplikasi dapat berasal dari pelayanan kesehatan terdekat dari wilayah
tempat tinggalnya. Seperti puskesmas, klinik, dokter praktek, dan rumah sakit. Sehingga
konfirmasi mengenai kasus kesakitan dan kematian akibat PJK dan komplikasinya
dapat diperoleh dari sarana pelayanan kesehatan tempat penderita memeriksakan diri
dan memperoleh pengobatan tersebut.

2.11. Kegagalan Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Jantung Koroner


Kegagalan pencegahan dan pengobatan terhadap PJK dapat terjadi akibat terjadi
akibat ketidakpatuhan penderita terhadap prosedur pencegahan dan pengobatan yang
ada, padahal dirinya telah mengetahui bahwa sedang menderita PJK. Seperti tidak
menjaga pola makan (tetap mengonsumsi makanan yang tinggi natrium), merokok,
masih mengonsumsi alkohol, tidak rutin melakukan exercise (olahraga) dan lain
sebagainya. Padahal hal tersebut merupakan beberapa faktor risiko yang unchangeable
oleh penderita terhadap kejadian PJK agar tidak menimbulkan komplikasi.

10
BAB III

METODE SURVEILANS

3.1. Tipe Surveilans

1. Melakukan skrining (screening) PJK terhadap masyarakat untuk menemukan kasus


PJK (pengumpulan data secara aktif) di tempat-tempat yang kemungkinan besar
terjadinya kasus PJK.

2. Surveilans faktor risiko menjadi prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitif
untuk mengukur hasil intervensi dalam jangka menengah.

3. Menerima laporan kasus morbiditas PJK secara rutin dari sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

4. Surveilans terpadu penyakit tidak menular.

3.2. Metode Surveilas


Dalam melakukan surveilans, berbagai pihak dan organisasi kemasyarakatan dapat
diikutsertakan baik organisasi yang formal (governance organization) maupun non
formal (non governance organization). Metoda surveilans yang diterapkan sesuai
dengan anjuran WHO adalah metoda STEP 1 yaitu data tentanggaya hidup dan faktor
risiko yang dapat diperoleh melalui wawancara.
Surveilans faktor risiko dapat dilakukan dengan:

11
1. Mengumpulkan data:

a. Data rutin.

b. Bila tidak ada maka dapat dimulai dengan melakukan survei step 1.

a) Survei Step 1.

b) Survei faktor risiko PTM.

c. Diseminasi data.

Penerapan surveilans PJK (dilakukan secara berurutan) sebagai berikut.

a. Identifikasi Penyakit PJK

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistik
berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Faktor risiko
penyakit PJK antara lain:

a) Faktor risiko tidak dapat diubah antara lain faktor umur, genetik, gender,
dan ras.

b) Faktor risiko dapat diubah antara lain kebiasaan merokok, latihan olah
raga, berat badan berlebih, pola makan, stress, konsumsi alkohol, dan
kondisi penyakit lain.

b. Perencanaan pengumpulan data

a) Tujuan Survailens

Memberikan informasi tentang kondisi PJK kepada para pengambil


keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.

2. Definisi

PJK didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan penyumbatan salah satu


atau beberapa pembuluh darah yang menyuplai aliran darah ke otot jantung.
Pada umumnya manifestasi kerusakan dan dampak akut sekaligus fatal dari PJK
disebabkan gangguan pada fungsi jantung.

3. Sumber Data

Sumber data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita PJK.

12
4. Instrumen

Instrumennya yaitu manual dan elektronik.

5. Sistem

Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita PJK dan diambil
rutin ke bawah.

6. Indikator

Indikator faktor risiko penyakit (RR dan OR), indikator program (input.
Proses, output dan outcome), indikator morbidity, mortality, disability, indikator
hasil pemeriksaan tekanan darah.

7. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam
pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software)
seperti epid info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain.

8. Analisis dan interpretasi data

Data jumlah penderita PJK yang telah terkumpul di dianalisis dengan


melihat korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator
yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan
untuk mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.

9. Diseminasi dan advokasi

Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita PJK
tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu
dalam penanggulangan PJK ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah
dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan PJK. Cara penyebar
luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk

13
rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab seperti Bupati, Walikota
dan DPRD.

10. Evaluasi

Program surveilans PJK sebaiknya dinilai secara periodik untuk


mengevaluasi manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan
memberikan dampak yang positif berarti kegiatan surveilans yang dilakukan
berhasil.

3.3. Eleman dan Minimum


Penatalaksanaan PJK berbasis pada kesehatan masyarakat (public health) didahului
oleh pengumpulan data dan informasi. Merujuk pada kebijakan yang ada, data dan
informasi yang dibutuhkan adalah yang berhubungan dengan kesakitan, kematian serta
faktor risiko. Beberapa sumber data dan informasi yang dapat menjadi acuan antara lain
adalah dari SUKERNAS, SKRT, KEMENKES, RISKESDAS, puskesmas, rumah sakit,
klinik maupun dokter praktek.
Penggunaan data dari SURKESNAS, SKRT dimaksudkan bila pada daerah yang
rencananya akan dilakukan intervensi tidak mempunyai data dan informasi yang
spesifik daerah tersebut, surveilans yang dilakukan di masyarakat ditujukan bagi factor
risiko penyebab PJK, seperti pola makan, aktifitas, merokok.
Data yang dilaporkan dapat ditampilkan dengan berbagai kategori berdasarkan
identitas penderita misalnya jenis kelamin, tempat tinggal dan umur. Laporan kasus
dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil diagnosis dari laboratorium.

3.4. Analisi Data


Data jumlah penderita PJK yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat
korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah
ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah
pembaca mengerti hasil penelitian.
Laporan data penyakit PJK dapat diperoleh dan ditampilkan dalam bentuk sebagai
berikut.
1. Report Data
Kasus morbiditas PJK yang dilaporkan ataupun yang diperoleh dari survei aktif
yang berasal dari wilayah terkecil yaitu kecamatan dalam hal ini puskesmas dan
berdasarkan hasil skrining PJK terhadap populasi masyarakat. Berdasarkan laporan
yang ada, kemudian diketahui jumlah kasus PJK pada wilayah tersebut, langkah
14
selanjutnya kemudian melakukan upaya pencegahan bagi kelompok populasi yang
rentan terkena PJK dengan pendekatan faktor risikonya dan pengobatan bagi
mereka yang sudah menjadi penderita PJK.
2. Graphs
Data kesakitan (morbiditas) PJK dapat ditampilkan berdasarkan wilayah atau
daerah tertentu, sehingga jelas cakupan wilayah mana yang memiliki penderita PJK
terbanyak atau dapat diketahui sebaran penderita PJK berdasarkan wilayah dan
dapat dilakukan upaya pencegahan terhadap PJK. Selain itu, juga dapat ditampilkan
berdasarkan kelompok umur, sehingga upaya pencegahannya dapat tepat sasaran
dengan menjadikan sebaran kasus berdasarkan kelompok umur untuk dasar langkah
pencegahan. Misalnya, pada golongan yang muda dapat dilakukan penyuluhan atau
dengan berbagai media promosi kesehatan, sedangkan yang tua upaya
pencegahannya dapat dilakukan dengan teknik yang tidak hanya mengandalkan
ingatan mereka karena umur yang dapat mempengaruhi ingatan mereka.
3. Line List
Data yang dilaporkan dan dipublikasikan secara berkelanjutan sehingga dapat
dilakukan upaya penanganan yang tepat secara komprehensif.

3.5. Prinsip Penggunaan Data Untuk Kebijakan


Data yang diperoleh dapat digunakan untuk:
1. Mengindentifikasi populasi yang berisiko untuk terkena PJK.
2. Mengidentikasi faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PJK sehingga
dengan mudah dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan yang dapat menurunkan
angka morbiditas PJK.
3. Mengevaluasi dampak yang dapat terjadi akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh
PJK sehingga juga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadi komplikasi tersebut.
4. Melakukan usaha atau penelitian lebih lanjut mengenai beberapa faktor risiko
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya PJK dan komplikasi akibat PJK pada
masyarakat dalam rangka upaya pencegahan dan penanganan kasus PJK.

3.6. Aspek Kasus


Sebagian besar masyarakat yang menderita PJK, tidak mengetahui bahwa dirinya
menderita PJK. Hal ini disebabkan karena kurang perhatiannya masyarakat,
ketidaktahuan serta ketidakpahaman untuk senantiasa melakukan medical check up
terhadap status kesehatannya setiap saat. Sehingga tidak mengetahui berapa tekanan
darahnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang nanti mengetahui dirinya menderita PJK
setelah terjadi komplikasi dan menimbulkan penyakit tidak menular lainnya seperti
hipertensi, stroke dan gagal ginjal. Olehnya itu, dibutuhkan upaya skrining terhadap

15
PJK dan kemudian melakukan upaya promosi kesehatan berupa penyuluhan kepada
masyarakat tentang PJK, agar masyarakat mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan
sebagai bentuk tindakan pencegahan terhadap penyakit PJK dan menghindari hal-hal
fatal yang dapat disebabkan oleh PJK sebagai the silent killer.

3.7. Kontak
Puskesmas terdekat dalam wilayah kecamatan tempat penderita berada, Rumah
Sakit terdekat, dokter praktek terdekat, Dinas Kesehatan Kabupaten.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur 15
tahun menurut provinsi, Indonesia 2013

Provinsi Jantung Koroner


D D/G
Aceh 0,7 2,3
Sumatera Utara 0,5 1,1
Sumatera Barat 0,6 1,2
Riau 0,2 0,3
Jambi 0,2 0,5
Sumatera Selatan 0,4 0,7
Bengkulu 0,3 0,6
Lampung 0,2 0,4
Bangka Belitung 0,6 1,2
Kepulauan Riau 0,4 1,1
DKI Jakarta 0,7 1,6
Jawa Barat 0,5 1,6
Jawa Tengah 0,5 1,4
DI Yogyakarta 0,6 1,3
Jawa Timur 0,5 1,3
Banten 0,5 1,0
Bali 0,4 1,3
Nusa Tenggara Barat 0,2 2,1
Nusa Tenggara Timur 0,3 4,4
Kalimantan Barat 0,3 0,9
Kalimantan Tengah 0,3 1,7
Kalimantan Selatan 0,5 2,2
Kalimantan Timur 0,5 1,0
Sulawesi Utara 0,7 1,7
Sulawesi Tengah 0,8 3,8
Sulawesi Selatan 0,6 2,9
Sulawesi Tenggara 0,4 1,7
Gorontalo 0,4 1,8
Sulawesi Barat 0,3 2,6
Maluku 0,5 1,7
Maluku Utara 0,2 1,7
Papua Barat 0,3 1,2
Papua 0,2 1,3
Indonesia 0,5 1,5

Data di atas menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara


terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI

17
Jakarta, Aceh masing-masing 0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner
menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti
Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%).

18
Karakteristik Jantung Koroner
Responden
D D/G
Kelompok umur (tahun)
15-24 0,1 0,7
25-34 0,2 0,9
35-44 0,3 1,3
45-54 0,7 2,1
55-64 1,3 2,8
65-74 2,0 3,6
75+ 1,7 3,2
Jenis Kelamin
Laki-Laki 0,4 1,3
Perempuan 0,5 1,6
Pendidikan
Tidak Sekolah 0,6 2,8
Tidak Tamat SD 0,6 2,3
Tamat SD 0,5 1,7
Tamat SMP 0,3 1,1
Tamat SMA 0,4 1,0
Tamat D1 - D3 / 0,8 1,1
PT
Status Pekerjaan
Tidak Bekerja 0,7 1,6
Pegawai 0,4 0,9
Wiraswasta 0,5 1,2
Petani/Nelayan/ 0,3 1,6
Buruh
Lainnya 0,4 1,3
Tempat Tinggal
Perkotaan 0,6 1,4
Perdesaan 0,4 1,6
Kuintil Indeks Kepemilikan
Terbawah 0,2 2,1
Menengah 0,4 1,6
bawah
Menengah 0,5 1,4
Menengah atas 0,6 1,3
Teratas 0,7 1,2

Menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang


didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter atau gejala meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 persen dan 3,6
persen, menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun. Prevalensi PJK yang didiagnosis
dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5%

19
dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja.
Berdasar PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan
terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi di perdesaan dan pada kuintil indeks kepemilikan
terbawah.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau dikenal juga sebagai Ischaemic Heart Disease
merupakan penyakit yang disebabkan penyumbatan salah satu atau beberapa pembuluh
darah yang menyuplai aliran darah ke otot jantung. Pada umumnya manifestasi
kerusakan dan dampak akut sekaligus fatal dari PJK disebabkan gangguan pada fungsi
jantung.
Adapun penyebab terjadinya PJK adalah kebiasaan merokok, jenis kelamin, kadar
kolesterol yang tinggi, penyakit diabetes, hipertensi, pola hidup yang buruk, obesitas,
faktor usia dan riwayat kesehatan keluarga.
Metode surveilas yang dilakukan adalah mengumpulkan data, definisi, sumber data,
instrument, sistem, indikator, pengolahan dan penyajian data, analisis dan interpretasi
data, diseminasi dan advokasi dan evaluasi

4.2. Saran
Untuk menurunkan orang yang mengalami PJK maka harus diawali dengan
kesadaran dari orang itu sendiri agar menjalankan hidup yang sehat karena kalo tidak
ada kesadaran dari dalam diri sendiri untuk menjalankan hidup yang sehat maka kasus
PJK akan semakain meningkat. Dan deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin juga dapat mencegah dan memercepat pengobatan bagi
penderitanya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Cetakan 2. Jakarta:


Rineka Cipta
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia
Naga, S.Sholeh. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam.
Jogjakarta: Diva Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemertian RI tahun 2013. Diakses 12 Mei 2017. Dari
http://www.depkes.go.id
Soeharto, Iman. 2004. Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum
World Healty Organization. 2011. Noncomminicable Diseases Country Profil
2011. Diakses 12 Mei 2017. Dari http://whqlibdoc.who.int

You might also like