You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA EMBOLI

DEFINISI

Cerebro Vascular Accident (CVA)

Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease


(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak
secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner &
Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari
seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).

Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang biasanya diakibatkan oleh
trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi (Smeltzer, 2002).

Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling
khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai disalah
satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian penglihatan
disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi apapun dari
gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih (Feigin, 2007).

Emboli

Emboli adalah benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah.
Biasanya benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam
pembuluh darah jantung, arteri atau vena (Smeltzer, 2002).

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik (Smeltzer, 2002).

KLASIFIKASI
Menurut Misbach (1999) klasifikasi stroke dibedakan berdasarkan patologi anatomi (lesi),
stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) yaitu:

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1) Stroke iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh sumbatan
karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang
mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau
arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan
sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam
tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan infeksi merupakan penyebab sekitar
5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan menjadi penyebab tersering pada orang
berusia muda (Mansjoer, 2000). Stroke iskemik dibagi menjadi :
Transient Ischemic Attack (TIA)

Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai


beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumenpembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingaaliran darah menjadi tidak lancar.Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi padaproses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah local
Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatusyang
terletak pada pembuluh yang lebih distal.Gumpalan-gumpalan kecil dapatterlepas
dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalamaliran darah.
Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati danmenjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkaninfark jaringan
otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Eemboli ekstrakranial dapat
disebabkan juga oleh :
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan
pada katup mitralis.
Fibrilasi atrium
Infarksio kordis akut
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan
oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama
setelah terjadinya infark miokard
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderitahipertensi
(Ngoerah, 1991).Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang berlangsung
kurang dari 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RNID) yaitu gejala neurologis akan
menghilang antara >24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Stroke in evolution yaitu kelainan atau defisit neurologik berlangsung secara
bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
4) Completed stroke yaitu kelainan neurologis sudah menetap dan tidak berkembang
lagi (Ngoerah, 1991).
c. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) yaitu tipe karotis dan tipe vertebrobasiler

ETIOLOGI

a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher). Aterosklerosis
serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama, trombosis serebral
merupakan penyebab yang umum pada serangan stroke.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi,
penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-
tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai
darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke
otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar durameter
(hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang
subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak (hemoragi
intraserebral) (Smeltzer, 2002).
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially
modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented)
(Goldstein,2006).
a. Non modifiable risk factors :
Usia
merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks
sirkulasi sudahtidak baik lagi (Smeltzer, 2002).
Jenis kelamin
Berat badan lahir rendah
Ras/etnis
genetik
b. Modifiable risk factors
1) Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darahotak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak danapabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel- sel otak akan
mengalami kematian (Smeltzer, 2002).
Paparan asap rokok
merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin se
hingga terjadiaterosklerosis (Smeltzer, 2002)..
Diabetes
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan meny
empitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kem
udian akan mengganggukelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel- sel otak (Smeltzer, 2002)..
Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Dislipidemia
Stenosis arteri karotis
Sickle cell disease
Terapi hormonal pasca menopause
Diet yang buruk
Inaktivitas fisik
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada
obesitas dapatterjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkangangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh darah otak (Smeltzer, 2002).
2) Less well-documented and modifiable risk factors
Sindroma metabolik
Penyalahgunaan alkohol
Penggunaan kontrasepsi oral
Sleep-disordered breathing
Nyeri kepala migren
Hiperhomosisteinemia
Peningkatan lipoprotein
Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
Hypercoagulability
Inflamasi
Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yangmenuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis,malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi
cacing (Smeltzer, 2002).
Patofisiologi (Pathway Terlampir)
a. Patogenesis umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri arteri
yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau
semua cabang cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak
terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa, (1) keadaan
penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis,
robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran
darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium; atau (4) ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini
menjadi:
1) Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium
ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya
hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
2) Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik
sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat
adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai
akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang
terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.
3) Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan
defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin
lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan
penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu :
Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 3 /
12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk.
Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.
Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari kurang dari 180 hari
pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit
serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder
serta usaha yang fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha
menghindari komplikasi.

MANIFESTASI KLINIS
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (1996:
258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a. Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b. Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah
bidang pandang pada sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
d. Defisit Bahasa/Komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu
kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e. Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi
yang lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara
abstrak
f. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Penurunan toleransi terhadap stres
Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi
g. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial
kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan
inkontinensia urine.
Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi
dan imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses
h. Gangguan Kesadaran

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja,
ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan
kelumpuhan yang terjadi pada saraf saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin
dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi.Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up
nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac
emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan
infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup
besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks.
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain
pada jantung.
Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.

PENATALAKSANAAN
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral,
yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan
dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat
diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus
dan embolisasi.
Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Muttaqin, 2008):
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu
(Mansjoer, 2000) :
1) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin
0,45% karena dapat memperhebat edema otak
2) Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
3) Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4) CT scan atau MRI bila alat tersedia.
Penatalaksanaan keperawatan
Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar
hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut
memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap iskemia serebri sebagai berikut:
Penanganan suportif imun
1. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
2. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
3. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
Meningkatkan darah cerebral
1. Elevasi tekanan darah
2. Intervensi bedah
3. Ekspansi volume intra vaskuler
4. Anti koagulan
5. Pengontrolan tekanan intrakranial
6. Obat anti edema serebri steroid
7. Proteksi cerebral (barbitura)
Macam-macam obat yang digunakan antara lain
1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2. Obat anti koagulasi : heparin
3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1) Identitas klien
Stroke dapat terjadi pada siapapun dan pada usia berapapun tapi 2/3
stroke biasanya terjadi pada usia lebih dari 65 tahun
2) Keluhan utama
Penderita stroke biasanya mengalami sakit kepala yang sangat berat,yang tiba-
tiba dan adanya penurunan kesadaran serta abnormalitas pada tanda-tanda vital
(Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,dan tidak
dapat berkomunikasi) (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark
tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak
kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
7) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.

Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)

Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)

Pola aktivitas dan latihan


Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),


paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)

Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot

Pola hubungan dan peran


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

Pola persepsi dan konsep diri


Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.

Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.

Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

Pola penanggulangan stress


Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)

Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)

8) Pemeriksaan fisik

Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.Merokok
merupakan faktor resiko.

Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.

Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999,
Doengoes, 2000: 291)
b. Diagnosa
1) Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder
terhadap perdarahan otak.
2) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak terhambat.
3) Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan
kesadaran,kelumpuhan.
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
6) Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi
prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi.
7) Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan
kesadaran.
8) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengankesulitan
menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
9) Inkoninensia urin berhubungan dengan defisit neurologis.
10) Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
11) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas,
parise dan paralise.
12) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara
verbal atau tidak mampu komunikasi.
13) Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
14) Resiko terjadinya: kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder
kehilangan kesadaran.
c. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan

Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitorang neurologis


Perfusi jaringan tindakan keperawatan
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
serebral b.d aliran diharapkan suplai aliran
dan bentuk pupil
darah ke otak darah keotak lancar
terhambat. dengan kriteria hasil: 2. Monitor tingkat kesadaran klien

- Nyeri kepala / 3. Monitir tanda-tanda vital


vertigo berkurang sampai
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
de-ngan hilang
muntah
- Berfungsinya saraf
5. Monitor respon klien terhadap
dengan baik
pengobatan
- Tanda-tanda vital
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
stabil
7. Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen

1. Bersihkan jalan nafas dari sekret

2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif

3. Berikan oksigen sesuai intruksi

4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen


dan sistem humidifier

5. Beri penjelasan kepada klien tentang


pentingnya pemberian oksigen

6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi

7. Monitor respon klien terhadap


pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur

Kerusakan Setelah dilakukan 1. Libatkan keluarga untuk membantu


komunikasi verbal tindakan keperawatan, memahami / memahamkan informasi dari /
b.d penurunan diharapkan klien mampu ke klien
sirkulasi ke otak untuk berkomunikasi lagi
2. Dengarkan setiap ucapan klien
dengan kriteria hasil:
dengan penuh perhatian
- dapat menjawab
3. Gunakan kata-kata sederhana dan
pertanyaan yang diajukan
pendek dalam komunikasi dengan klien
perawat
4. Dorong klien untuk mengulang kata-
- dapat mengerti
kata
dan memahami pesan-
pesan melalui gambar 5. Berikan arahan / perintah yang
sederhana setiap interaksi dengan klien
- dapat
mengekspresikan 6. Programkan speech-language
perasaannya secara teraphy
verbal maupun nonverbal
7. Lakukan speech-language teraphy
setiap interaksi dengan klien

Defisit perawatan Setelah dilakukan 1 Kaji kamampuan klien untuk


diri; tindakan keperawatan, perawatan diri
mandi,berpakaian, diharapkan kebutuhan
2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-
makan, mandiri klien terpenuhi,
alat bantu dalam makan, mandi,
dengan kriteria hasil:
berpakaian dan toileting
- Klien dapat makan
3 Berikan bantuan pada klien hingga
dengan bantuan orang
klien sepenuhnya bisa mandiri
lain / mandiri
4 Berikan dukungan pada klien untuk
- Klien dapat mandi
menunjukkan aktivitas normal sesuai
de-ngan bantuan orang kemampuannya
lain
5 Libatkan keluarga dalam
- Klien dapat pemenuhan kebutuhan
memakai pakaian dengan
perawatan diri klien
bantuan orang lain /
mandiri

- Klien dapat
toileting dengan bantuan
alat

Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan 1 Ajarkan klien untuk latihan rentang


fisik b.d kerusakan tindakan keperawatan gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang
neurovas-kuler selama, diharapkan klien sehat
dapat melakukan
2 Ajarkan rentang gerak pasif pada
pergerakan fisik dengan
sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam
kriteria hasil :
toleransi nyeri
- Tidak terjadi
3 Topang ekstrimitas dengan bantal
kontraktur otot dan
untuk mencegah atau mangurangi
footdrop
bengkak
- Pasien
4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan
berpartisipasi dalam
tahapan dan kemampuan klien
program latihan
5 Motivasi klien untuk melakukan
- Pasien mencapai
latihan sendi seperti yang disarankan
keseimbangan saat
duduk 6 Libatkan keluarga untuk membantu
klien latihan sendi
- Pasien mampu
menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya
fungsi pada sisi yang
parese/plegi

Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1 Beri penjelasan pada klien tentang:


integritas kulit b.d tindakan perawatan resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala
immobilisasi fisik selama, diharapkan luka tekan, tindakan pencegahan agar
pasien mampu tidak terjadi luka tekan)
mengetahui dan
2 Berikan masase sederhana
mengontrol resiko
dengan kriteria hasil : - Ciptakan lingkungan yang nyaman

- Klien mampu - Gunakan lotion, minyak atau bedak


menge-nali tanda dan untuk pelicin
gejala adanya resiko
- Lakukan masase secara teratur
luka tekan
- Anjurkan klien untuk rileks selama
- Klien mampu
masase
berpartisi-pasi dalam
pencegahan resiko luka - Jangan masase pada area
tekan (masase kemerahan utk menghindari kerusakan
sederhana, alih ba-ring, kapiler
manajemen nutrisi,
- Evaluasi respon klien terhadap
manajemen tekanan).
masase

3 Lakukan alih baring

- Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2


jam

- Pertahankan tempat tidur sedatar


mungkin untuk mengurangi kekuatan
geseran

- Batasi posisi semi fowler hanya 30


menit

- Observasi area yang tertekan


(telinga, mata kaki, sakrum, skrotum, siku,
ischium, skapula)

4 Berikan manajemen nutrisi

- Kolaborasi dengan ahli gizi

- Monitor intake nutrisi

- Tingkatkan masukan protein dan


karbohidrat untuk memelihara ke-
seimbangan nitrogen positif

5 Berikan manajemen tekanan

- Monitor kulit adanya kemerahan


dan pecah-pecah

- Beri pelembab pada kulit yang


kering dan pecah-pecah

- Jaga sprei dalam keadaan bersih


dan kering

- Monitor aktivitas dan mobilitas klien

- Beri bedak atau kamper spritus


pada area yang tertekan
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.

Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.

Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC,
Jakarta.

You might also like