Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
masyarakat agar mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana telah
Hidup sehat merupakan hak yang dimilki oleh setiap manusia yang ada didunia
ini, akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk mendapatkannya (Dep.kes. RI,
2007). Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2010, pemerintah
kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2M) baik yang
Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada
ISPA sendiri sempat dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi serta
mengenai ISPA di Canberra, Australia pada Juli 1997, yang menemukan empat
juta bayi dan balita di negara negara berkembang meninggal tiap tahun karena
ISPA. ISPA mengakibatkan 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya,
atau 12.500 korban per bulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak per jam, atau
seorang bayi tiap lima menit (Silalahi, 2010). ISPA diklasifikasikan dalam 3
tingkat keparahan yaitu : ISPA ringan, ISPA sedang, ISPA berat. Klasifikasi ini
menggabungkan antara penyakit infeksi akut paru, infeksi akut ringan dan
tenggorokan pada anak dalam satu kesatuan. Dalam periode praimplementasi telah
dilaksanakan 2 kali lokakarya ISPA Nasional, yaitu tahun 1984 dan tahun 1988
ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana
kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan
oleh ISPA (Dirjen P2MPLP RI, 2001). Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20-30%. Sekarang kematian yang terbesar umumnya adalah
karena pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Rasmaliah, 2004).
Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi:
pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi) yang sangat berbahaya bagi
kesehatan, ventilasi rumah dan kepadatan hunian (lajamudi, 2006). Faktor individu
anak meliputi: umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status
ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit
ISPA (Dewi, 1995). Berdasarkan tiga faktor risiko tersebut, salah satunya adalah
faktor lingkungan yang dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah
negatif bagi anggota keluarga lain khususnya anggota keluaraga yang memiliki
balita. Di Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6%
dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO, 2008).
orang (Choirul Anwar 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
merokok dengan jumlah rokok rata-rata 10 batang per hari, dan empat batang
perokok pasif, tidak hanya itu asap rokok yang dibuang di dalam rumah akan
tersebar selama empat hingga enam jam dalam ruangan, Partikel - partikel rokok
akan menempel di dinding, karpet, dan mainan anak-anak (Retna Siwi Patmawati.
2010). Mereka beranggapan merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup atau life style ini menarik
sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko dari
bahayanya, kerena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan merokok dapat
risiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14% untuk
daerah perkotaan dan 24% untuk pedesaan. Berdasarkan data Perilaku Hidup
Sehat dan Bersih (PHBS) tahun 2009 diketahui bahwa jumlah perokok dalam
setiap desa menempati peringkat pertama dan kedua setelah ASI eksklusif dan
Pada setiap desa hampir terdapat balita yang berisiko terpapar asap rokok
cukup tinggi. Sekarang ini makin banyak diketahui bahwa merokok tidak hanya
trutama balita yang kebetulan berada di dekatnya. Jadi bila suami anda atau setiap
orang yang tinggal di rumah anda merokok, tubuh balita anda akan mendapat
pengotoran oleh asap tembakau hampir sebanyak pengotoran yang ia dapat jika
anda sendiri yang menghisapnya. Bahan kimia yang keluar dari asap bakaran
ujung rokok kadarnya lebih tinggi dari pada yang dihisap perokoknya. Semakin
dekat jarak perokok dengan perokok pasif, akan semakin besar bahayanya
(Mukono. 1997).
Hukum islam bagi penjual rokok berdasarkan dari Al Quran beberapa ulama islam
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan .
Sisi pengambilan dalil dari ayat tersebut adalah bahwa Allah subhanahu wa taala
melarang kita memberikan harta kepada sufaha (bentuk jamak dari safih: orang -
orang yang belum sempurna akalnya), karena dia akan mempergunakan harta
kepada yang tidak berguna. Dan Allah SWT menjelaskan bahwa harta ini sebagai
pokok kehidupan bagi manusia untuk kepentingan agama dan dunia mereka. Dan
tidak pula untuk dunia. Maka penggunaannya dalam hal itu bertentangan untuk
Firman Alloh SWT yang menjadi acuan ulam-ulama islam tentang haram
bahwa sudah terbukti secara medis bahwa mengisap rokok merupakan salah satu
penyebab penyakit kronis yang membawa kepada kematian, seperti kanker, maka
balita berdasarkan data dari Puskesmas kasihan 1 yang merupakan wilayah kerja
dari dusun Tlogo Yogyakarta, dan berdasarkan Kepala Dinas Kesehatan Kota
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kebiasaan orang tua
B.Perumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Tlogo.
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
E. Keaslian Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti sekarang, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
anak bayi dan balita. menggunakan jenis Cross Sectional dengan sistem Random
Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 faktor risiko yang diteliti,
terdapat 4 variabel yang bermakna dan dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada
anak bayi dan balita yaitu status gizi, kebiasaan merokok, status imunisasi, umur.
Perbedaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan penulis terdapat pada
variabel, dan penulis lebih menitibertkan pada kebiasaan merakok orang tua
terhadap kejadian ISPA pada balita dan Jenis penelitian yang dilakukan peneliti
Sampling.
Terjadinya Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita dari
Kesimpulan: Terjadinya ISPA pada balita secara langsung dipengaruhi oleh faktor
dan keadaan balita. Sedangkan faktor sosial ekonomi, kepadatan penghuni rumah,
dan kualitas bangunan rumah berpengaruh secara tidak langsung dan faktor yang
variabelnya.
(We examined the relationship between paternal smoking and child mortality).
Kami menguji hubungan antara merokok ayah dan kematian anak. Diantara 361
dengan kematian bayi meningkat (pedesaan, rasio odds [OR] = 1,30, 95%
confidence interval [CI] = 1,24, 1,35, perkotaan, OR = 1,10, 95% CI = 1,01, 1,20),
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar teori
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(Tuminah, S. 1999). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut
dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Ditjen PPM dan PLP Depkes RI,
2000).
Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia.
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) juga bisa disebabkan karena faktor
dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk
Pneumonia berat : diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat
dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat
untuk golongan sumur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau
lebih.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 5 klasifikasi penyakit yaitu
bernapas
napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak
untuk usia 2 - 12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan
Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita penyakit ISPA
dan carrier yang disebut juga reservoir bibit penyakit yang ditularkan kepda
orang lain melalui kontak langsung atau melalui benda-benda yang telah
adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun
dengan benda yang terkontaminasi dan tidak jarang penyakit yang sebagian
2007).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, cipratan bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila
semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang
sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
tanda-tanda laboratoris.
a. Hypoxemia.
b. Hypercapnia.
Tanda dan gejala berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi tiga
tingkat:
a. ISPA Ringan
1) Batuk.
b. ISPA Sedang
c. ISPA Berat
6) Kejang.
7) Dehidrasi.
Terjadinya infeksi saluran pernafasan akut pada anak dapat di pengaruhi oleh
a. Faktor agent atau disebut pula faktor penyebab penyakit dimana faktor
b. Faktor host dalam hal ini manusia sebagai objek dari penyakit.
c. Faktor lingkungan dimana lingkungan sebagai medianya (Noor, 2008).
a. Usia / Umur
penelitian menunjukan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA dari pada usia yang lebih lanjut. Infeksi saluran
pnemonia karena pada usia balita daya tahan tubuh mereka belum
b. Jenis kelamin
c. Status Gizi
nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi
pada dayta antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000).
Semua organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang
rusak diganti. Kulit dan rambut terus berganti, sel tubuh terus
(Nadesul, 2001).
d. Status Imunisasi
dapat terhindar dari suatu penyakit. Oleh sebab itu anak yang tidak
bulan), ibu hamil, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar.
hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah
(Depkes, 2009).
e. Faktor Lingkungan
Pencemaran udara di dalam rumah selain berasal dari luar
1) Kepadatan Hunian
terhadap kejadian ISPA pada balita yaitu tingkat pendidikan orang tua
2) Pendapatan Keluarga
3) Pekerjaan
. g. Faktor Perilaku
salah satu hasil dari produk industri dan komoditi internasional yang
Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif.
namun secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari orang lain
OR 5,743.
menyebabkan terjadinya:
saluran pernapasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
menyebutkan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam rumah serta
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal
setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara
kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (depkes, 2000).
pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ispa
juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei
penyebab kematian balita di rumah sakit (profil kesehatan jawa tengah, 2001).
yaitu menjadi 24,29% dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan
menjadi 23,63%. Angka ini sangat jauh dari target spm tahun 2010 sebesar
100% (profil kesehatan jawa tengah, 2008). Kepala dinas kesehatan sleman,
menjelaskan berdasarkan data dari dinkes sleman total penderita ispa non
pneumonia untuk balita 1.540 kasus, dan anak-anak di atas 5 tahun 3.851
kasus.
kasus. Data ini merupakan laporan dari 25 puskesmas, dan belum termasuk
laporan dari rumah sakit yang ada di sleman. Selain musim hujan, penyebab
ispa karena fakstor polusi udara, asap dapur di rumah tangga pedesaan.
2. Rokok
yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah
satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut
pada ujung lain. (Nenk, 2009). Setiap batang rokok yang dinyalakan akan
mengeluarkan lebih 4000 bahan kimia beracun yang membahayakan dan boleh
membawa maut, Dengan ini setiap sedutan itu menyerupai satu sedutan maut
(nurirwan, 2010)
ubat gegat (naphthalene), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas
beracun (hydrogen cyanide) yang digunakan di kamar gas maut bagi pesalah
yang menjalani hukuman mati, dan banyak lagi. Bagaimanapun, racun paling
penting adalah Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida, Berikut ini adalah Zat -
TAR
NIKOTIN
Salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi
akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang
umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele
2002). Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream sedangkan
asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap sidestream. Polusi udara
yang diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainstream yang sudah
Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok pasif atau
kejadian ISPA pada balita, dimana balita yang terpapar asap rokok berisiko
lebih besar untuk terkena ISPA dibanding balita yang tidak terpapar asap rokok
muda.(Depkes, 2000)
Indonesia, terdapat seorang perokok. Angka persentase ini jauh lebih besar
daripada Amerika saat ini yakni hanya sekitar 19% atau hanya ada seorang
perokok dari tiap 5 orang Amerika. ( Data laporan WHO 2008 untuk
Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran
B. Kerangka Teori
Faktor Lingkungan :
1. Luas ventilasi
Agen non-infeksius : rumah
1. Aspirasi makanan 2. sanitasi
dan cairan lambung
3. Kepadatan hunian
2. Inhalasi zat asing (
misal : racun, debu, 4. Tingkat
gas, asap rokok) kelembapan udara
Faktor Individu Balita
Agen infeksius :
ISP 1. usia
1. Virus
A 2. jenis kelamin:
2. bakteri 3. Status Nutrisi
4. Status Imunisasi
Faktor Perilaku :
1. Kebiasaan merokok
orangta Faktor Sosial
Ekonomi :
1. Tingkat
pendidikan
orang tua
2. Pendapatan
orang tua
3.pekerjaan
orang tua
Ada hubungan orangtua merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Dusun
Tlogo Yogyakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
fenomena atau faktor resiko dengan faktor efek, yang dimaksud faktor efek adalah
suatu akibat dari adanya faktor resiko, sedangkan faktor resiko adalah suatu
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak yang bertempat tinggal di
terdiagnosis ISPA pada bulan Desember 2011 Maret 2012 yakni sebanyak 51
2. Sampel
Sample yang digunakan untuk penelitian ini adalah total sampling. Dalam hal
ini peneliti membuat kriteria inklusi untuk dan exksklusi pada sampel yang
d. Balita umur 1-5 tahun yang didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan.
Kriteria eksklusi
d. Status pendidikan
e. pekerjaan
2. Variabel terikat
Variabel terkait dalam penelitian ini yaitu kejadian ISPA pada balita di Dusun
Tlogo Yogyakarta.
3. Definisi oprasional
Pasien balita ISPA dalam penelitian ini sudah terdiagnosis ISPA yang
pernapasan yang bersifat akut dengan gejala adanya batuk, pilek, serak,
demam, baik disertai maupun tidak disertai napas cepat atau sesak napas,
yang komplek dan heterogen. kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus dan
(Achmadi dkk,2004).
Kriteria Objektif :
ISPA Ringan adapun tanda dan gejala ISPA ringan antara lain adalah:
1. Batuk
2. pilek
4. demam
2. Pernafasan berbunyi
b. Umur
Kriteria Objektif :
pagi.
bangun pagi.
e. Status pendidikan
pengetahun seseorang dalam bersikap hidup yang bersih dan sehat serta
dapat memanfaatkan pelayanan kesehtan yang ada di sekitarnya
f. Pekerjaan
tingkat pengetahun informasi yang lebih bnyak dari pada seseorang yang
menjadi: IRT,SWASTA,PNS.
D. Instrumen Penelitian
1. Data Primer
2. Data Sekunder
1. Tahap persiapan
Yogyakarta (UMY).
tlogo.
2. Tahap Pelaksanaan
kepada responden.
terdapat ketidak lengkapan data, maka saat itu juga dapat ditanyakan
kembali pada responden dengan kita melakukan wawancara secara
langsung.
komputer.
ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2003). Dalam
merokok ringan, sedang atau berat, yang terdiri dari 3 pertanyaan dengan pilihan
ISPA pada anak balita yang terjadi di dusun tlogo yogyakarta, kuisioner yang
dibuat sendiri dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang terdiri dari 7 pertanyaan
dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Apabila jawaban ya diberi nilai 2 dan
jawaban tidak diberi nilai 1. Penetapan kategori kejadian ISPA berdasarkan nilai
median yaitu:
Nilai median selanjutnya digunakan sebagai cut of point apabila total jawaban
responden kurang dari nilai median maka dikategorikan anak mengalami ISPA
ringan, dan lebih dari atau sama dengan nilai median maka dikategorikan anak
H. Analisis Data
1. Analisis Univariat
orangtua, dan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh orangtua.
2. Analisis Bivariat
variabel dependen digunakan uji analisi chi square dengan tingkat kepercayaan
I. Etika Penelitian
adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent
3. Confidentiality (kerahasiaan)
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
A. Hasil penelitian
besar dataran rendah dan sebagian merupakan tanah berbukit yang subur
sehingga banyak sebagian besar penduduk sebagai petani. Letak yang dekat
orangtua, dan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh orangtua,
2. Karakteristik responden
17 31 tahun 40 78,4 %
34 52 tahun 11 21,6 %
Jumlah 51 100 %
responden dengan presentase (78,4%), dan responden dengan umur 34-52 tahun
SD 2 3,9 %
SMP 13 25,5 %
SMA 31 60,8 %
SARJANA 5 9,8 %
Jumlah 51 100 %
IRT 40 78,4 %
Swasta 10 19,6 %
PNS 1 2,0 %
Jumlah 51 100 %
(2,0%).
1 2 tahun 37 72,5 %
3 5 tahun 14 27,5 %
Jumlah 51 100 %
adalah responden dengan usia 1-2 yaitu 37 responden dengan presentase (72,5%)
Jumlah 51 100 %
Berat 22 43,1 %
Sedang 14 27,5 %
Ringan 15 29,4 %
Jumlah 51 100 %
(27,5).
Sedang 17 33,3 %
Berat 34 66,7 %
Jumlah 51 100 %
ISPA pada anak didapatkan responden dengan Penyakit ISPA sebagian besar didapati
responden dengan ISPA ringan yaitu 34 responden (66,7%) sedangkan ISPA sedang
kretek 20 39,2 %
Filter 32 60,8 %
Kretek 0 0
Crutu 0 0
Jumlah 51 100 %
rokok yang dihisap orangtua didapati responden dengan kebiasaan meroko jenis
Pendidikan TOTAL
Sedang N 1 3 9 1 14
% 2,0 % 5,9 % 17,6 % 2,0 % 27,5 %
Ringan N 0 3 9 3 15
% 0 5,9 % 17,6 % 5,9 % 29,4 %
TOTAL N 2 13 31 5 51
% 3,9 % 25,5 % 60,8 % 9,8 % 100 %
Value df sig
P 3,946 6 0,684
status pendidikan terkhir responden orang tua di Dusun Tlogo Yogyakarta pada
Tabel 10. Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan status pekerjaan
Pekerjaan TOTAL
Sedang N 13 1 0 14
% 25,5 % 2,0 % 0 27,5 %
Ringan N 11 3 1 15
% 21,6 % 5,9 % 2,0 % 29,4 %
TOTAL N 40 10 1 51
% 78,4 % 19,6 % 2,0 % 100 %
Chi-Square Tests
Value df sig
P 4,682 4 0,321
Berdasarkan hasil uji Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan
status pekerjaan responden orang tua di Dusun Tlogo Yogyakarta pada table 10,
Usia TOTAL
17 - 34 Tahun 34 52 Tahun
Berat N 20 2 22
% 39,2 % 3,9 % 43,1 %
Sedang N 10 4 14
% 19,6 % 7,8 % 27,5 %
Ringan N 10 5 15
% 19,6 % 9,8 % 29,4 %
TOTAL N 40 11 51
% 78,4 % 21,6 % 100 %
sumber
sumb sumber data primer 2011 2012
Chi-Square Tests
Value df sig
P 3,658 2 0,161
Berdasarkan hasil uji Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan usia
responden orang tua di Dusun Tlogo Yogyakarta pada table 11, didapatkan nilai p
Sedang Ringan
Kretek N 7 13 20
% 13,7 % 25,5 % 39,2 %
Filter N 10 21 31
% 19,6 % 41,2 % 60,8 %
Linting N 0 0 0
% 0 0 0
Crutu N 0 0 0
% 0 0 0
TOTAL N 17 34 51
% 33,3 % 66,7 % 100 %
Chi-Square Tests
Value df sig
P 3,564 2 0,168
Berdasarkan hasil uji Analisis Hubungan Antara jenis rokok yang dihisap orang
tua dengan status kejadian ISPA di Dusun Tlogo Yogyakarta pada table 12,
Tabel 13. Analisis Hubungan Antara Kebiasaan orangtua Merokok dengan kejadian
ISPA pada anak usia 1-5 tahun di Dusun Tlogo Yogyakarta
Kejadian ISPA TOTAL
Sedang Ringan
Berat N 16 6 22
% 31,4 % 11,8 % 43,1 %
Sedang N 0 14 14
% 19,6 % 41,2 % 60,8 %
Ringan N 1 14 15
% 2,0 % 27,5 % 29,4 %
TOTAL N 17 34 51
% 33,3 % 66,7 % 100 %
Chi-Square Tests
Value df sig
P 27,164 2 0,000
rumah dengan kejadian ISPA pada anak usia 1-5 tahun di Dusun Tlogo
Yogyakarta pada table 13, didapatkan nilai p value 0,000dengan demikian p value
dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan orangtua merokok dengan
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada 51 responden di dusun
persentase 66,7% dan 17 responden balita lainnya yang mengalami ISPA sedang
dengan persentase 33,3%. Pada kasus ini, usia balita yang menjadi responden
penelitian berusia antara 1-5 tahun. Penyebab bayi menderita ISPA adalah belum
kuatnya sistem imunitas tubuh yang diperoleh, karena pada umur bayi rentan
anaknya, supaya terhindar dari penyakit. Sistem imunitas balita yang belum
sempurna cenderung menjadi resiko yang tinggi bagi balita untuk terkena ISPA.
(Syahrani, 2008).
hidup yang bersih dan sehat serta sikap dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merokok sementara pada anak-anak yang
melanjutkan hanya 4% yang merokok. Pada subjek kelompok usia 28 tahun, 63%
persen subjek yang hanya mengenyam pendidikan wajib merokok sementara yang
mengenyam bangku kuliah hanya 12% yang merokok. hasil penelitian Paavola
dkk, Rachiotis dkk (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa usia yang
semakin tua, jenis kelamin pria, tingkat pendidikan orang tua yang semakin
dengan seseorang yang tidak bekerja karena dengan bekerja seseorang akan
dan keingintahuan yang lebih dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja.
Pada banyak negara berkembang, prevalensi perilaku merokok menjadi lebih besar
pada kelompok sosial ekonomi rendah (Cavelaars dkk dalam Paavola dkk, 2004).
Dalam sebuah penelitian di Finlandia Timur terungkap bahwa anak-anak dari para
pekerja kerah biru (buruh) lebih banyak yang merokok dibandingkan anak-anak
yang sama untuk mengalami ISPA, namun menurut hasil yang didapatkan dalam
anak laki-laki lebih beresiko terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.
Anak laki-laki yang lebih sering bermain dan berinteraksi dengan ligkungan,
penyakit. hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mahrama dkk (2012) hasil penelitian menunjukan sebagian besar pada kelompok
umur 24-36 bulan yaitu (50%) responde. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia
imunitas anak yang masih lemah dan organ pernapasan anak bayi belum mencapai
kematangan yang sempurna, sehingga apabila terpajan kuman akan lebih beresiko
terkena penyakit.Keterpaparan asap rokok pada anak sangat tinggi pada saat
dalam rumah pada saat bersantai bersama anggota, misalnya sambil nonton TV
tangga tersebut memiliki risiko tinggi untuk terpapar dengan asap rokok.
Trisnawati dan Juwarni (2012), yang menyatakan ada hubungan antara perilaku
merokok orang tua terhadap kejadian ISPA pada anak. Hal ini menunjukan dengan
semakin berat perilaku merokok orang tua maka semakin besar potensi anak
balitanya menderita ISPA.Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian yang
menunjukan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota
keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Sempor II. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kurang
atau buruk perilaku merokok responden maka akan semakin tinggi angka kejadian
ISPA pada balita dan semakin baik perilaku merokok responden maka kejadian
ISPA akan semakin kecil.ISPA dapat disebabkan oleh karena adanya paparan dari
rhinovirus. Selain dari virus,jamur dan bakteri, ISPA juga dapat disebabkan karena
sering menghirup asap rokok, asap kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak
biasanya minyak tanah dan, cairan ammonium pada saat lahir (Utami, 2013).
Asap rokok dari orangtua atau penghuni rumah yang satu atap dengan
balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius
sertaakan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan
pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin
dilakukan oleh ibu bayi (Trisnawati dan Juwarni, 2012).Selain kebiasaan merokok
di dalam rumah terdapat juga beberapa faktor yang dapat menyebabkan ISPA,
antara lain, yaitu factor Lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah
(asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
(Prabu,2009).
menunjukkan terdapat hubugan yang bermakna antara kondisi rumah dengan ISPA
tahan tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya ISPA, maka ada yang
perokok berat tetapi terkena ISPA ringan dan adapun yang perokok berat tetapi
terkena ISPA sedang. Oleh karena itu selain kebiasaan merokok perlu diperhatikan
penelitian,didapatkan pada orang tua perokok berat ada 12 dari 22 (54,5%) anak
yang menderita ISPA sedang,pada orang tua perokok sedang ada 5 dari 14 (35,7%)
anak yang menderita ISPA sedang,sedangkan pada orang tua perokok ringan tidak
ada yang menderita ISPA sedang.Walaupun ada yang perokok berat tetapi
anaknya beresiko mengalami ISPA ringan itu karena terdapat juga beberapa factor
yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA yaitu kondisi rumah, ventilasi rumah,
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
c. Banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari oleh anggota keluarga juga
akan menentukan banyak atau tidak paparan asap rokok terhadap balita yang
kelamin pada penelitian ini antara proporsi jenis kelamin laki-laki dan
dalam penelitian ini jenis kelamin tidak memiliki hubungan terhadap kejadian
e. Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara jenis rokok yang di hisap
terutama balita
variabel polusi dalam rumah yang lain, seperti: asap dapur,kadar debu, dan
yang merokok berupa penyuluhan mengenai bahaya asap rokok terutama bagi
balita dan anjuran untuk menghindari berdekatan dengan Balita saat merokok.