You are on page 1of 13

TUGAS DRUGS MANAGEMENT

MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007

PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan unit organisasi
pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal
di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai salah satu organisasi fungsional
pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan promotif
(peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan
kesehatan).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu obat?
2. Apa itu puskesmas?
3. Bagaimana perencanaan obat di puskesmas?

C. Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca dan lebih memahami masalah mengenai perencanaan obat
demi kesehatan masyarakat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Obat
Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan pemberian
obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat kesembuhannya. Selain
itu obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang
hasil yang diperoleh dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah
berkunjung ke sarana kesehatan baik puskesmas, rumah sakit maupun poliklinik.
Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah kesehatan,
maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk
mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat
dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan mencegah penyakit
pada manusia atau hewan. Menurut Tjay dan Rahardja (2003), obat merupakan
semua zat kimiawi, hewani maupun nabati dalam dosis yang layak menyembuhkan,
meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan baik pada manusia maupun pada hewan. Obat
merupakan faktor penunjang dalam komponen yang sangat strategis dalam pelayanan
kesehatan.
Upaya pengobatan di puskesmas merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan
pengobatan yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan
penyakit dan gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara yang
khusus untuk keperluan tersebut (Anonim, 1992).
Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan yaitu:
1. Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuh-tumbuhan,
mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang usaha
pengobatannya berdasarkan pengalaman.
2. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama
teknis sesuai dengan F.I (Farmakope Indonesia) atau buku lain.
3. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik
yang memproduksinya.
4. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau komponen lain
yang belum dikenal sehingga khasiat dan keamanannya.
5. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi terapi dan
rehabilitasi.
6. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat
Esensial Nasional) dan mutunya terjamin karena produksi sesuai dengan
persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji ulang oleh Pusat
Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.
7. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
oleh apoteker di apotek.

B. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan.
Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang pada dasarnya
adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya, puskesmas sebagai
pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai
dengan harapan pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang
bermutu. Ada enam jenis pelayanan tingkat dasar yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas yakni, promosi kesehatan, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana,
perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan
pengobatan dasar. Pelayanan pengobatan dasar di puskesmas, harus ditunjang dengan
pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan
sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penerimaan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, sarana, prasarana dan metode tata laksana yang sesuai
dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Obat adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Ketersediaan dan kualitas obat harus selalu terjaga
sebagai salah satu jaminan terhadap kualitas layanan pengobatan yang diberikan.
Untuk menjaga ketersediaan dankualitas obat di puskesmas maka perencanaan dan
pengadaan harus dikelola dengan baik. Perencanaan kebutuhan obat merupakan suatu
proses memilih jenis dan menetapkan jumlah perkiraan kebutuhan obat dimana
perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan ketersediaan obat-obatan.
Sedangkan pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan.
Kegiatan perencanaan obat di puskesmas meliputi pemilihan jenis obat, perhitungan
jumlah kebutuhan obat dan peningkatan efisiensi dana. Sementara itu kegiatan dari
proses pengadaa obat di puskesmas meliputi menyusun daftar permintaan obat-
obatan yang sesuai dengan kebutuhan, pengajuan permintaan kebutuhan obat kepada
Dinas Kesehatan Dati II/Gudang Obat dengan menggunakan formulir Daftar
Permintaan/Penyerahan Obat, serta penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah
obat. Walaupun regulasi tentang pengadaan obat di puskesmas telah disusun, namun
masih ditemukan kejadian kekosongan obat di puskesmas. Suatu penelitian tentang
mutu pelayanan farmasi di kota Padang menemukan bahwa kurang lebih 80%
puskesmas melakukan perencanaan kebutuhan obat belum sesuai denga kebutuhan
sesungguhnya, sehingga terdapat stok obat yang berlebih tapi di lain pihak terdapat
stok obat yang kosong. Selain itu, perencanaan belum mempertimbangkan waktu
tunggu, sisa stok, waktu kekosongan obat serta Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) dan pola penyakit. Pengelola obat di puskesmas melakukan permintaan obat
dengan hanya memperhitungkan jumlah pemakaian obat pada periode sebelumnya
ditambah dengan 10-30 %, artinya pengelola obat melakukan permintaan obat tidak
pernah menghitung stok optimum yang menjadi dasar permintaan obat ke gudang
farmasi, sehingga kesinambungan ketersediaan jumlah dan jenis obat di puskesmas
tidak terjamin.

C. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas


Adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum
diikuti dengan pembentukan peraturan perundang-undangan pelaksana namun dalam
ketentuan peralihan disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang
ini. Menteri Kesehatan telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan
Perbekalan Kesehatan, dan untuk mengatur penunjukan atau penugasan tersebut
Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dari kedua peraturan
tersebut maka dapat dijelaskan tahapan kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-
obatan dalam tahap perencanaan dan tahap pengadaan.

I. Tahap Perencanaan Obat


Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat
danperbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanankesehatan
dasar. Dalam merencanakan pengadaan obat diawali dengan kompilasi data yang
disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi farmasi kabupaten/kota diolah
menjadi rencana kebutuhan obat denganmenggunakan teknik-teknik tertentu. Tahap-
tahap yang dilalui dalam proses perencanaan obat adalah :
a. Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik
terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dengan
harga berpedoman pada penetapan Menteri.
b. Tahap kompilasi pemakaian obat, untuk memperoleh informasi :
1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan
kesehatan/puskesmas pertahun.
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun
seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota
secara periodik.

c. Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan :


1) Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
pengumpulan dan pengolahan data5, analisa data untuk informasi dan
evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat6 dan penyesuaian jumlah
kebutuhan obat dengan alokasi dana.
2) Metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok
umurpenyakit.
b) Menyiapkan data populasi penduduk.
c) Menyediakan data masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/ tahun untuk
seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
e) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang
akan datang.
d. Tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan :
1) Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan
mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan
ditambah stok pengaman.
2) Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang akan
datang.
3) Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan
melakukan analisis ABC-VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan
penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
4) Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan
melakukan kegiatan : menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-
masing obat berdasarkan sumber anggaran; menghitung persentase anggaran
masing-masing obat terhadap total anggaran dan semua sumber.
5) Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan
formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.
e. Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat
Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana pengadaan,
skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana
pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan
kebutuhan obat adalah dengan cara :
1) Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan
kebutuhan dananya yaitu :
a) Kelompok A : kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat
keseluruhan.
b) Kelompok B : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat
keseluruhan.
2) Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada
dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu :
a) Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat penyelamat, obat
untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit
penyebab kematian terbesar.
b) Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit.
c) Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan
biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi
keluhan ringan.

II. Tahap Pengadaan


Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun
2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan Penyaluran Bahan
Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat, Menteri
Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan dengan :
a. Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta atau
b. Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi
Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95
Tahun 2007. Dalam ketentuan ini dikenal adanya metoda pemilihan penyedia
barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yaitu : metoda pelelangan umum; metoda
pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda penunjukan langsung.
Dan pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam
rangka menjamin ketersediaan obat merupakan salah satu jenis kegiatan pengadaan
barang/jasa khusus sehingga memenuhi kriteria untuk dilaksanakan dengan
menggunakan metoda penunjukan langsung.
Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, terdapat hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan sebagaimana
disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu :
a. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria umum dan persyaratan
umum. Kriteria umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar obat pelayanan
kesehatan dasar (PKD), obat program kesehatan, obat generic yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku, telah
memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Depkes/Badan POM, batas
kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh
empat) bulan kecuali untuk vaksin dan preparat biologis yang memiliki
ketentuan kadaluwarsa tersendiri, memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang
sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk, serta diproduksi oleh
Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis
sediaan yang dibutuhkan. Sementara untuk mutu harus sesuai dengan
persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan
persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan
mutu (Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab mutu
obat hasil produksinya.
b. Persyaratan pemasok , yaitu :
1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat
CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan
obat yang dibutuhkan.
3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
4) Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab Pedagang
Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang
berkaitan dengan profesi kefarmasian.
5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.
c. Penilaian dokumen data teknis meliputi : kebenaran dan keabsahan Surat Ijin
Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat fotokopi
sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dilegalisir oleh pejabat
yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat Surat Dukungan dari Industri
Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang ditandatangani oleh
pejabat berwenang dari Industri Farmasi (asli), terdapat Surat Dukungan
dari sole agentuntuk obat yang tidak diproduksi di dalam negeri yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent (asli), terdapat Surat
Pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal 24 (dua
puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan, serta Surat
Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk
pengadaan obat.
d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan kesehatan
ditetapkan berdasarkan hasil analisa dari data sisa stok dengan memperhatikan
tingkat kecukupan obat dan perbekalan kesehatan, jumlah obat yang akan
diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, kapasitas sarana penyimpanan,
dan waktu tunggu.
e. Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan
memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang
sudah dan belum diterima.
f. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh
panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan
ini dilakukan secara organoleptik, dan khusus untuk pemeriksaan label dan
kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor
registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah
kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan
indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan
kesehatan.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja.
Perencanaan dan pengadaan obat dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah
obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat kesalahan
pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat mengharapkan saran atau
kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. _____. Pengadaaan Alat Kesehatan dan Obat-Obatan. Sie Infokum Ditama
Binbangkum. (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013).

Athijah, Umi, dkk. 2010. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Surabaya Timur
dan Selatan. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 15 -23. (Diambil
pada tanggal 23 Juni 2013).

Ridwan. 2007. Http://Ridwanamiruddin.Com/2007/04/26/Strategi-Perencanaan-


Kesehatan/ (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013).

Suparno. Makalah Perencanaan Obat di Puskesmas Pauh. http://blogcarimakalah.


blogspot.com/2013/01/makalah-perencanaan-obat-di-puskesmas.html(Diambil pada
tanggal 23 Juni 2013).

You might also like