You are on page 1of 26

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Laporan Kasus Kecil


Vertigo, Hipertiroid, dan Hipertrigliseridemia
Dokter Pembimbing : Dr.Christina Widjajani, Sp.PD

Disusun oleh :
Desrainy Inhardini Gunadiputri
11-2013 - 136

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Mardi Rahayu
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

IDENTITAS PASIEN
Nama: Ny. N Jenis Kelamin: Perempuan
Umur: 39 tahun Suku Bangsa: Jawa
Status Perkawinan: Menikah Agama: Islam
Pekerjaan: Buruh pabrik Pendidikan: SD
Alamat: Ternadi, Dawe, Kudus Tanggal masuk RS: 23 Juni 2014

I. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis


Tanggal : 25 Juni 2014
Jam : 18.00 WIB

Keluhan Utama

Pusing

Riwayat Penyakit Sekarang

Os pusing hilang timbul sejak sekitar satu tahun yang lalu. Pusing dirasakan seperti
berputar dan terutama dicetuskan karena perubahan posisi tubuh seperti misalnya saat
baru bangun dari posisi tidur. Pusing terjadi hampir setiap hari. Saat pusing, Os
merasakan ketidakseimbangan sehingga ingin jatuh, tapi masih bisa berdiri dan
berjalan. Mual dan muntah disangkal. Keluhan pada telinga disangkal. Riwayat
trauma kepala disangkal.

Os juga mengeluh jantungnya sering berdebar sejak 5 bulan lalu. Keluhan disertai
sulit tidur, sering gemetar, sering kepanasan dan lebih suka udara dingin, sering
berkeringat, dan sering gugup. Os merasa lehernya membesar sejak 4 bulan lalu, tidak
nyeri dan tidak mengganggu kegiatan.Berat badan Os turun dari 62 kg menjadi 58 kg
dalam sebulan terakhir.Os juga mengeluh pengelihatannya seperti berbayang sejak 1
bulan lalu. Keluhan tidak disertai sakit dada dan sesak. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (+), DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga dengan keluhan yang sama (-), hipertensi (+) ayah

Riwayat Sosial Ekonomi

Kurang

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Cukup
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 106 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36,2oC
Pernapasan : 24 kali/menit

Kepala

Normocephal, tidak terdapat benjolan maupun lesi, distribusi rambut merata, warna
hitam, rambut tidak mudah dicabut.
Mata

Pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), konjungiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-
/-), mata cekung (-/-), exophtalmus (-/-), diplopia (+), kelopak mata tertinggal (-/-),
jarang berkedip (+), Moebius sign (+), Stellwags sign (-), tremor palpebra (-).

Hidung

Pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis(-), nyeri tekan
sinus paranasal (-)

Telinga

Normotia, serumen (-), sekret (-)

Mulut

Simetris, bibir sianosis (-),oral hygiene baik, T1 T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher

Pembesaran KGB (-), trakea di tengah, tiroid tampak membesar, simetris kanan-kiri,
batas tidak tegas, permukaan rata, tidak nyeri tekan, konsistensi kenyal, ukuran sekitar
18 cm, tidak terdengar bruit, JVP 5-2 cm H2O.

Thoraks

Inspeksi: Bentuk toraks normal, pergerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis, tipe pernapasan abdominotorakal, retraksi sela iga (-), spider naevi (-), tidak
ada benjolan
Paru-paru

Pemeriksaan Paru Depan Belakang


Palpasi Kanan Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Kiri Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan


Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi Kanan Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang paru
paru
Batas paru hati: ICS V
linea midclavicula
dekstra

Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru


Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
Wheezing (-) Wheezing (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)

Kiri Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler


Wheezing (-) Wheezing (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : Linea parasternal dextraICS IV
Batas atas : Linea parasternal sinistra ICS II
Batas kiri : 1 cm lateral dari linea midclavicula sinistra
ICS V
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, caput medusa (-), spider naevi (-), tidak


terdapat luka operasi
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Nyeri ketok CVA (-), ballotemen (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), area traube sonor
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Clubbing finger -/- -/-
Palmar eritem -/- -/-

Ekstremitas Dextra Sinistra


Superior
Otot: Tonus Normotonus Normotonus
Otot: Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
Edema - -
Tremor halus + +
Inferior
Otot: Tonus Normotonus Normotonus
Otot: Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
Edema - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

Darah rutin

Hemoglobin 14.8 g/dl


Leukosit 10.910/ul
Enosinofil 1.9%
Basofil 0.4%
Neutrofil 63.8%
Limfosit 27.2%
Monosit 6.7%
Luc% 0%
MCV 78.4fL (L)
MCH 26.9 pg
MCHC 34.3%
Hematokrit 43.1% (H)
Trombosit 344 ribu
Eritrosit 5.50 juta (H)
RDW 12.7%
PDW 11.2 fL
MPV 10.0 mikro m3
LED 13/40 mm/jam
Kimia

Gula darah sewaktu 94 mg/dl


Trigliserid 239 mg/dl (H)
LDL Cholesterol Direct 73 mg/dl
Uric Acid 6.7 mg/dl (H)
Ureum 12 mg/dl (L)
Creatinin darah 0.46 mg/dl (L)
Natrium 139.3 mmol/l
Kalium 4.09 mmol/l
Calcium 9.63 mg/dL

Imunoserologi

Free T4 34.55 H pmol/L (H)


TSHs <0.005 uIU/ml (L)

Pemeriksaan X-Foto thorax

Cor: Gambaran cardiomegaly (susp ventrikel kiri membesar), elongatio aorta


Pulmo: Aspek tenang
EKG

Kesan: Normal sinus rythm

III. DAFTAR ABNORMALITAS

1. Pusing berputar, dicetuskan oleh perubahan posisi


2. Sering berdebar, sulit tidur, sering gemetar, sering kepanasan dan lebih suka
udara dingin, sering berkeringat, sering gugup
3. Leher membesar
4. Berat badan turun 4 kg dalam sebuan terakhir
5. Penglihatan seperti berbayang
6. Frekuensi nadi 106 kali/menit
7. Diplopia
8. Mata jarang berkedip
9. Moebius sign (+)
10. Tremor halus pada tangan
11. Tiroid tampak membesar, simetris kanan-kiri, batas tidak tegas, permukaan
rata, tidak nyeri teka, konsistensi kenyal, ukuran sekitar 18 cm
12. Trigliserid 239 mg/dl
13. Free T4 34.55 pmol/L
14. TSHs <0.005 uIU/mL

IV. PROBLEM

1. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)


IPDx
Pemeriksaan darah lengkap
Glukosa darah
Ureum, kreatinin
Elektronistagmografi
IPTx
Observasi
Betahistine 3x6mg
Reposisi canalith
IPMx
Monitor tanda vital
IPEx
Menghindari perubahan posisi mendadak
2. Hipertiroid
IPDx
Free T4
Thyroid Stimulating Hormone Sensitive (TSHs)
USG tiroid
Thyroid scan
EKG
Foto toraks
IPTx
PTU 3x200mg
Propranolol 2x40mg
IPMx
Free T4
TSHs
Monitor tanda vital
3. Hipertrigliseridemia
IPDX
Pemeriksaan profil lipid darah
IPTx
Fenofibrate 2x100mg
IPMx
Kadar lemak darah

V. PEMBAHASAN

BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

Vertigo merupakan suatu sensasi berputar, pasien merasa bahwa dia ataupun
lingkungannya berputar. Seringkali vertigo terjadi dengan seketika, kadang-kadang,
dan ketika berat umumnya dibarengi dengan mual, muntah, dan jalan yang terhuyung-
huyung. Vertigo merupakan tipe dizziness yang paling banyak ditemukan pada
perawatan primer sebanyak 54%. Di perawatan primer jenis vertigonya 93% benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV), neuronitis vestibular akut, atau penyakit
Meniere. Penyebab lain adalah obat-obatan, antidepresan, antihipertensi, barbiturat,
kokain, diuretik, nitrogliserin, kuinin, salisilat, penyakit serebrovaskular, migrain,
labirinitis akut, multipel sklerosis, dan neoplasma intrakranial. Penyebab vertigo bisa
perifer, atau sentral.1
Tabel 1. Karakteristik yang Membedakan Vertigo Perifer atau Sentral1

Tampilan Vertigo Perifer Vertigo Sentral


Nistagmus Kombinasi horisontal dan Murni vertikal, horisontal
torsional; dihambat oleh atau torsional; tidak dihambat
fiksasi dari mata ke suatu oleh fiksasi mata ke suatu
obyek; menghilang setelah obyek; bisa berlangsung
beberapa hari; arahnya tidakmingguan sampai bulanan;
berubah dengan tahapan ke arahnya bisa berubah dengan
tiap sisi tatapan ke arah fase cepat dari
nistagmus
Ketidakseimbangan Ringan sampai sedang; dapat Berat; tidak dapat berdiri
berjalan tegak atau berjalan
Mual, muntah Bisa berat Bervariasi
Hilang pendengaran, Sering Jarang
tinnitus
Simptom neurology Jarang Sering
nonauditori
Latency setelah Lebih lama (sampai 20 detik) Lebih singkat (sampai 5
manuver diagnostik detik)
provokatif

BPPV menyebabkan serangan pusing transien (berlangsung beberapa detik) yang


rekuren dan vertigo berhubungan dengan perubahan posisi kepala, misalnya berbaring
dengan bantal pada malam hari.2 Meskipun keadaan tersebut dapat disebabkan oleh
trauma kepala, biasanya tidak ditemukan faktor-faktor pencetusnya. 3 Serangan
cenderung menetap selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum
sembuh sendiri secara spontan, namun bisa terjadi rekurensi. Pada pemeriksaan fisis
konvensional tidak ditemukan apapun. Manuver Hallpike merupakan tes provokasi
spesifik yang dilakukan dengan membaringkan pasien dari posisi duduk sambil
memutar kepala dengan cepat ke satu arah. Jika positif, akan tampak nistagmus
dengan rotasi ke sisi lesi dan gejala menjadi bertambah. Hal ini disebabkan oleh
adanya debris dalam kanalis semisirkularis dan bisa ditangani dengan manuver
Epley.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang sesuai bergantung pada tanda dan gejala yang
ditemukan. Dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap dan analisis elektrolit
termasuk kadar glukosa, nitrogen urea darah dan kreatinin. Anemia dapat
menyebabkan pusing melayang presinkop. Gagal ginjal, hiperglikemia dan
hipoglikemia juga dikaitkan dengan vertigo.

MRI atau CT dapat diindikasikan jika terdapat vertigo yang berlangsung lama atau
tanda neurologis tambahan. Dokter sebaiknya mencari bukti adanya tumor atau
perdarahan ke dalam serebelum, batang otak atau labirin.

EEG (elektroensefalografi) diindikasi jika vertigo berkaitan dengan perubahan


kesadaran.Audiografi diindikasi jika terdapat bukti hilangnya pendengaran, nyeri
telinga atau tinnitus. ENG (elektronistagmografi) memungkinkan seseorang untuk
membedakan terkenanya sentral dari perifer.4

Etiologi

Pada vertigo tipe sentral, etiologi umumnya adalah gangguan vaskuler. Sedangkan
pada vertigo tipe perifer, etiologinya idiopatik. Biasanya vertigo jenis perifer
berhubungan dengan manifestasi patologis di telinga.

Beberapa penyebab vertigo perifer adalah:

Idiopatik 49%
Trauma 18%
Labirintitis viral 15%
Sindrom meniere 2%
Pascaoperasi telinga 2%
Pascaoperasi nontelinga 2%
Ototoksisitas 2%
Otitis sifilitika 1%
Lainnya 3%

Beberapa faktor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah:3

Kurangnya pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi


mendadak akan timbul sensasi vertigo
Alkoholisme akut
Pascaoperasi mayor

Patofisiologi

BPPV biasanya disebabkan oleh otoconia yang melepaskan diri dari utrikulus dan
jatuh ke dalam kanalis semisirkularis posterior. Schuknecht adalah orang pertama
yang menunjukkan bahwa deposit basofilik pada kupula dari kanalis semisirkularis
posterior adalah penyebab BPPV dan menggambarkan bahwa timbunan ini
menggambarkan kristal kalsium karbonat dari otolit utrikulus yang jatuh ke dalam
ampula sebagai hasil degenerasi, komosio labirinthus atau labirintitis.10 Namun,
penelitian lebih lanjut dan pengamatan intraoperatif menunjukkan bahwa mereka
cenderung mengambang bebas di kanalis semisirkularis posterior di mana mereka
bertindak sebagai pendorong, menyebabkan kanalis semisirkularis menjadi sensitif
terhadap gravitasi. BPPV biasanya idiopatik, tetapi dapat terjadi setelah trauma kepala
atau berhubungan dengan gangguan telinga lain seperti neuritis vestibular atau
labirintitis. Posisi tertentu cenderung memicu vertigo, misalnya berbaring di tempat
tidur, bangun dengan cepat, mencari barang, atau berbaring untuk perawatan gigi atau
penataan rambut.5

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi


vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan
tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri
dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya
menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap
menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila
vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.6

Obat-obatan tidak terlalu banyak membantu untuk BPPV seperti penatalaksanaan


fisik, tapi antiemetik dapat membantu pasien yang mengalami vertigo diikuti nausea.
Meclozine dapat digunakan sebagai obat tambahan untuk kondisi spesifik saat latihan.
Dalam hal ini, meclozin diminum saat latihan di rumah sebagai usaha untuk
mencegah motion sickness dan nausea. Ondansentron dapat membantu dalam
pencegahan emesis terkait manuver diagnosis maupun terapi. Dalam hal ini dosis oral
atau sublingual 4-8 mg diberikan 30 menit sebelum melakukan manuver. Obat supresi
vestibuler yang memiliki efek antiemesis (diazepam, lorazepam) secara umum tak
dapat mengurangi gejala harian dari BPPV.

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo.


Istilah vestibulosuppresant digunakan untuk obat-obatan yang dapat mengurangi
timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian
pasien pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak
menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian
obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat
yang diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan
dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan antihistamin yang diduga
meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler
melalui reseptor H3.6

Prognosis

Prognosis BPPV sangat bervariasi. Setelah sekali terapi manuver, sekitar 70% pasien
tidak lagi memiliki keluhan. Sedangkan 30% sisanya memerlukan ulangan terapi
manuver untuk kesembuhan yang sempurna.

Angka kekambuhan cukup tinggi. Dalam periode 2 tahun setelah terapi manuver,
sekitar 20% kembali dengan keluhan verrigo. Dalam periode 8 tahun, angka
kekambuhan mencapai 55%. Hanya kasus yang sangat langka yang membutuhkan
terapi operatif.7

HIPERTIROID

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan
hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis
tirotoksikosis.8
Etiologi

1. Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma


toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor
TSH, obat kelebihan yodium (fenomena Jod Basedow).

2. Tiroiditis silent, destruksi tiroid (tanpa amiodarone, radiasi, infark adenoma),


asupan hormon tiroid yang berlebihan (tirotoksikosis factitia)

3. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom


resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis
gestasional9

Patofisiologi

Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid
dan merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen ini.
Satu dari antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid
dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan
pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan
penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,
namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor yang
mendorong respon imun pada penyakit graves ialah8,10:

1. Kehamilan.
2. Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan
iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan.
3. Infeksi bakterial atau viral. Diduga stres dapat mencetus suatu episode
penyakit Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung.

Manifestasi Klinis

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,
kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan
umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat
sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat
pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60
tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang
paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort, tremor, nervous dan penurunan
berat badan.8,10,11

Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai


beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis yang
paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat
banyak, tidak tahan panas, palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan
meskipun nafsu makan bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik,
sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme.12

Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut dengan
eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi otot-otot
ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus berat
dapat menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak.
Eksoftalmus sering menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga
permukaan epithel menjadi kering dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus
kornea.12

Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala dan tanda
sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri. Pada
beberapa kasus ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid
sebagai penyebab hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada
umur pertengahan harus dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga
curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada usia
lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin dalam
darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan dari
gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang, apatis, depresi dan struma yang
kecil.8,10,11

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan
pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu
menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena
perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien
hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormon Sensitive (TSHs) tak
terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.

Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada


1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
10 Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
80 90x per menit +3 -
> 90x per menit
Hipertiroid jika indeks > 20

NEW CASTLE INDEX13

Item Grade Score


Age of onset (year) 15-24 0
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological Present -5
precipitant Absent 0
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory Present -3
anxiety absent 0
Increased appetite Present +5
absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0

Hipertiroid +40 - +80

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertiroidisme termasuk satu atau beberapa tindakan berikut ini :

1. Obat anti tiroid (OAT) adalah kelompok derivat tiomidazol (CBZ 5 mg, MTZ,
metimazol atau tiamazol 5, 10, 3 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil
50,100 mg). PTU dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2000mg/hari.
Metimazol dosis awal 20-30 mg/hari.9,12

Indikasi :

Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada


pasien muda dengan struma ringan-sedang dan tirotoksikosis.
Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan
atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.
Persiapan tiroidektomi.
Pasien hamil, lanjut usia
Krisis tiroid

Penyekat bloker pada awal terapi tetap diberikan, sementara menunggu


pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol
dosis 40-200 mg dalam 4 dosis.

2. Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiourasil prabedah.

3. Pengobatan dengan yodium radioaktif.

Pengobatan dengan yodium radioaktif dilakukan pada kebanyakan pasien dewasa


penderita penyakit Graves. Biasanya tidak dinjurkan (kontraindikasi) untuk anak-anak
dan wanita hamil. Pada kasus Goiter Noduler Toksik dapat juga digunakan obat-obat
antitiroid atau terapi ablatif dengan yodium radioaktif. Tetapi apabila goiternya besar
sekali dan tidak ada kontraindikasi pembedahan, maka harus dipertimbangkan untuk
dilakukan reaksi pembedahan. Pengobatan oftalmopati pada penyakit Graves
mencakup usaha untuk memperbaiki hipertiroidisme dan mencegah terjadinya
hipotiroidisme yang dapat timbul setelah terapi radiasi ablatif atau pembedahan. Pada
banyak pasien, oftalmopati dapat sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan
selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat dimana ada bahaya kehilangan penglihatan,
maka perlu diberikan pengobatan dengan glukokortikoid dosis tinggi disertai tindakan
dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut. Hipotiroidisme dapat timbul
pada penderita hipertiroidisme yang menjalani pembedahan atau mendapatkan terapi
yodium radioaktif. Pasien-pasien yang mendapat terapi yodium radioaktif, 40-70%
dapat mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun mendatang.14

Komplikasi

Hipertiroid menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi


atrium dan kelainan ventrikel akan sulit dikontrol. Pada orang Asia terjadi episode
paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya
hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis
dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi,
berkurannya jumlah sperma, dan ginekomastia. Penyakit Graves dapat memberikan
komplikasi berupa oftalmopati Graves, dermopati. Krisis tiroid dapat menyebabkan
mortalitas.9,12

Prognosis

Dubia ad bonam.
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.9

HIPERTRIGISERIDEMIA

Hipertrigliseridemia adalah peningkatan kadar trigliserida plasma puasa dengan atau


tanpa gangguan kadar lipoprotein lain. Berdasarkan The National Cholesterol
Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP, ATP III), rujukan kadar
trigliserida dibagi atas empat tingkatan yaitu normal (<150 mg/dL), borderline high
(150-199 mg/dL), high (200-499 mg/dL) dan very high (>500 mg/dL).
Hipertrigliseridemia juga dibagi menjadi primer dan sekunder.

Hipertrigliseridemia primer disebabkan oleh kelainan genetik metabolisme lipid yang


diwariskan antara lain familial chylomicronemia (hiperlipoproteinemia tipe 1
berdasarkan sistem Fredrickson), familial combined hyperlipoproteinemia (tipe 2B),
familial dysbetalipoproteinemia (tipe 3), familial hypertriglyceridemia (tipe 4),
maupun primary mixed hyperlipidemia (tipe 5), sedangkan hipertrigliseridemia
sekunder disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti sindrom metabolik, obesitas,
diabetes melitus (DM), konsumsi alkohol, dan berbagai keadaan lainnya.15

Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan
medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak
cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberiksan obat
berbarengan dengan perubahan gaya hidup. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk
menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan
perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi resiko
kardiovaskular.Fenofibrat juga dapat menurunkan konsentrasi fibrinogen.Kombinasi
fenofibrat dan statin memperbaiki konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.

Apabila konsentrasi trigliserida 500 mg/dl, maka target terapi pertama adalah
penurunan trigliserida untuk mencegah timbulnya pankreatitis akut. Pada konsentrasi
trigliserida < 500 mg/dl, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan
kolesterol LDL dapat digunakan.16

RINGKASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan pusing berputar yang terutama
dicetuskan oleh perubahan posisi. Ini mengaacu pada BPPV (Benign Paroxysmal
Position Vertigo) yang merupakan vertigo sentral. Pasien juga mengeluh sering
berdebar, sulit tidur, sering gemetar, sering kepanasan dan lebih suka udara dingin,
sering berkeringat, sering gugup. Leher pasien juga membesar (terdapat struma
diffusa) dan terdapat tanda-tanda ophtalmopati. Dari hasil laboratorium
didapatkanFree T4 34.55 pmol/L dan TSHs <0.005 uIU/mL sehingga mengarah pada
hipertiroid akibat Graves disease. Selain itu didapatkan Trigliserid 239 mg/dl yang
berarti pasien menderita hipertrigliseridemia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Probosuseno, Husni NA, Rochmah W. Dizziness pada lanjut usia. Dalam: Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009:827-9.
2. Davey P. At a glace medicine. Jakarta: Erlangga; 2006: 92-3.
3. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL.
Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 1. Edisi 13. Jakarta: EGC;
1999: 117.
4. Schwartz MW, editor. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005: 286-9.
5. Weber PC. Vertigo and disequilibrium: a practical guide to diagnosis and
management. New York: Thieme Medical Publisher; 2008: 69.
6. Bashiruddin J. Vertigo posisional paroksismal jinak. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007: 104-109.
7. Anniko M, Sprekelsen MB, Bonkowsky V, Bradley PJ, Iurato S.
Otorhinolaryngology, head & neck surgery. Berlin: Springer; 2010: 144.
8. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC 2000;5:2144-
2151.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
10. Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan
penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-18.
11. Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill Livingstone
Elseiver 2006:8.
12. Moeljanto RD. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Dalam: Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009:1993-2008.
13. Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A
compendium. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3169861/ pada tanggal 2 Juli
2014.
14. SA, Price. Patofiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2006.
15. Kurniawan LB, Aprianti S, Bahrun U, Pakasi RDN. Hipertrigliseridemia sangat
berat pada penderita diabates melitus tipe 2. Diunduh dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/11_207Laporan%20Kasus%20Hipertrigliseri
demia%20Berat%20Penderita%20DM.pdf pada tanggal 2 Juli 2014.
16. Soegondo S, Purnamasari D. Sindrom metabolik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing;
2009:1865-72.
1 Probosuseno, Husni NA, Rochmah W. Dizziness pada lanjut usia. Dalam: Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009:827-9.
2 Davey P. At a glace medicine. Jakarta: Erlangga; 2006: 92-3.
3Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL.Harrison

prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 1. Edisi 13. Jakarta: EGC; 1999: 117.
4Schwartz MW, editor.Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005: 286-9.
5 Weber PC. Vertigo and disequilibrium: a practical guide to diagnosis and

management. New York: Thieme Medical Publisher; 2008: 69.


6Bashiruddin J. Vertigo posisional paroksismal jinak. Dalam: Soepardi

EA,Iskandar N, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007: 104-109.
7 Anniko M, Sprekelsen MB, Bonkowsky V, Bradley PJ, Iurato S.

Otorhinolaryngology, head & neck surgery. Berlin: Springer; 2010: 144.


8Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC 2000;5:2144-
2151.

9Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.Panduan Pelayanan

Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

10 Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan


penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-18.

11Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill Livingstone


Elseiver 2006:8.

12Moeljanto RD. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Dalam:


Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009:1993-2008.

13Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A


compendium. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3169861/ pada tanggal 2 Juli
2014.
14SA, Price. Patofiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.
15Kurniawan LB, Aprianti S, Bahrun U, Pakasi RDN. Hipertrigliseridemia sangat
berat pada penderita diabates melitus tipe 2.Diunduh dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/11_207Laporan%20Kasus%20Hipertrigli
seridemia%20Berat%20Penderita%20DM.pdf pada tanggal 2 Juli 2014.
16 Soegondo S, Purnamasari D. Sindrom metabolik. Dalam: Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,


editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing;
2009:1865-72.

You might also like