You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN PGK

(PENYAKIT GINJAL KRONIK)

I. Konsep Penyakit Ginjal Kronik


I.1 Pengertian
Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2001).

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal


yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis
atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (wibowo,
2010).

Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang


beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
dkk, 2006).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif

1
Muttaqin,2011).
I.2 Etiologi

Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit


vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen
(luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin
(diabetes) (Doenges, 1999).
Penyebab GGK menurut (Price, 1992) dibagi menjadi delapan kelas
antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbale.
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

I.3 Tanda Gejala

Tanda dan antara lain (Long, 1996 ):


Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat

2
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.

Tanda gejala menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi, (akibat


retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot,
kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Tanda gejala menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


a. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi, Pitting edema, Edema periorbital, Pembesaran vena leher,
Friction sub pericardial.
b. Sistem Pulmoner
Krekel, Nafas dangkal, Kusmaull, Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah, Perdarahan saluran GI, Ulserasi dan
pardarahan mulut, Nafas berbau ammonia
d. Sistem muskuloskeletal
Kram otot, Kehilangan kekuatan otot, Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, Pruritis, Kulit kering bersisik,
Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
Amenore, Atrofi testis

3
I.4 Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk


glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu ( Barbara C Long, 1996).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo

4
filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood
Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin
serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan,
timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo
filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit
atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum
nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri (Price, 1992)

I.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem
dan membantu menetapkan etiologi.
b. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
c. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

I.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat penyakit ginjal kronis antara
lain:
a. Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diit berlebih.

5
b. Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung
c. Hipertensi, Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin angioaldosteron.
d. Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah
merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi
e. Penyakit tulang, Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang
rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar
aluminium.

I.7 Penatalaksanaan
a. Dialisis (cuci darah)
b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih).
c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
d. Transfusi darah
e. Transplantasi ginjal

I.8 Pencegahan

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat


lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa
kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat
mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan
kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan
pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan
ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan
mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi,

6
kehamilan) (Barbara C Long, 2001).
I.9 Pathway

7
II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Ginjal
Kronik
II.1 Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999), dan Smeltzer dan Bare
(2001) ada berbagai macam, meliputi :
II.1.1 Riwayat keperawatan
II.1.1.1 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan,
vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung,
gangguan congenital dan herediter, penyakit metabolik,
nefropati toksik dan neropati obstruktif.
II.1.1.2 Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit
metabolik, riwayat menderita penyakit gagal ginjal
kronik.

II.1.2 Pemeriksaan fisik


II.1.2.1 Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
II.1.2.2 Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
II.1.2.3 Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar
lengan atas (LILA) menurun.
II.1.2.4 Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat,
nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
II.1.2.5 Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair,
penglihatan kabur, edema periorbital.
II.1.2.6 Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.

8
II.1.2.7 Hidung : pernapasan cuping hidung
II.1.2.8 Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,
mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.
II.1.2.9 Leher : pembesaran vena leher.
II.1.2.10 Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas
dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial.
II.1.2.11 Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
II.1.2.12 Genital : atropi testikuler, amenore.
II.1.2.13 Ekstremitas : capitally revil > 3 detik,kuku rapuh dan
kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
II.1.2.14 Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-
abu, mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas),
kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.

II.1.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut
Doenges (1999) adalah :
II.1.3.1 Urine
a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam
(oliguria) atau urine tidak ada.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid,
fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada
1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat)

9
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal
tidak mampu mereabsobsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
II.1.3.2 Darah
a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya
anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr.
b. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin
seperti azotemia.
c. GDA, PH menurun, asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil
akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi
sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan.
e. Magnesium fosfat meningkat
f. Kalsium menurun
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun
dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau
sintesa karena kurang asam amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg,
sering sama dengan urin.

2.1.3.3 Pemeriksaan radiologik

10
a. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney,
ureter dan bladder/KUB): menunjukkan ukuran
ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi
(batu).
b. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, masa.
c. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran
kandung kemih, refluks kedalam ureter dan retensi.
d. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemuhan bagian atas.
e. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara
endoskopik, untuk menentukan seljaringan untuk
diagnosis hostologis.
f. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk
menentukan pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif).
g. Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal
menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
h. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan,
dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
i. Pielogram intravena (IVP), menunjukkan
keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan bentuk
ginjal.
j. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal
(seperti penyebararn tumor).

11
k. Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi
struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.

Diagnosa 1 : Kelebihan volume cairan


2.2.1 Definisi : Peningkatan asupan cairan isotonik.
2.2.2 Batasan karakteristik
Gangguan pola napas
Gangguan tekanan darah
Gelisah
Ketidakseimbangan elektrolit
Penurunan hematokrit
Penurunan hemoglobin
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Kelebihan asupan cairan
Kelebihan asupan natrium
Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2.2.4 Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
2.2.5 Batasan karakteristik
Gangguan sensasi rasa
Kram abdomen
Ketidakmampuan memakan makanan
Membran mukosa pucat
Kurang minat pada makanan
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
2.3 Perencanaan

12
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Kelebihan volume Electrolit and acid base Fluid balance management :
cairan balance
Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan
Hydration output yang akurat
2. Pasang urin kateter jika diperlukan
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor hasil lab yang sesuai
keperawatan selama 3x24 jam dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
dengan pasien Kelebihan volume osmolalitas urin)
cairan teratasi dengan kriteria 4. Monitor vital sign
hasil: 5. Monitor indikasi retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP , edema,
1. Terbebas dari edema, efusi, distensi vena leher, asites)
anaskara 6. Kaji lokasi dan luas edema
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada 7. Monitor masukan makanan / cairan
dyspneu/ortopneu 8. Monitor status nutrisi
3. Terbebas dari distensi vena 9. Berikan diuretik sesuai interuksi
jugularis 10. Kolaborasi pemberian obat
4. Memelihara tekanan vena 11. Monitor berat badan
sentral, tekanan kapiler paru, 12. Monitor elektrolit
output jantung dan vital sign 13. Monitor tanda dan gejala dari
DBN odema
5. Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung

skala :
1: tidak pernah menunjukan
2: jarang menunjukan
3: kadang-kadang menunjukan
4: sering menunjukan
5: menunjukan secara konsisten
2. Ketidakseimbangan Nutritional status: Nutritional management :
nutrisi kurang dari Adequacy of nutrient
kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and 1. Kaji adanya alergi makanan
Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Weight Control menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Setelah dilakukan tindakan 3. Yakinkan diet yang dimakan
keperawatan selama 3x24 jam mengandung tinggi serat untuk
dengan pasien penyakit mencegah konstipasi

13
ketidakseimbangan nutrisi 4. Ajarkan pasien bagaimana
kurang dari kebutuhan tubuh membuat catatan makanan harian.
dapat teratasi dengan kreteria 5. Monitor adanya penurunan BB dan
hasil: gula darah
6. Monitor lingkungan selama makan
1. Albumin serum dalam 7. Jadwalkan pengobatan dan
rentang normal tindakan tidak selama jam makan
2. Pre albumin serum dalam 8. Monitor turgor kulit
rentang normal 9. Monitor kekeringan, rambut
3. Hematokrit dalam rentang kusam, total protein, Hb dan kadar
normal Ht
4. Hemoglobin dalam rentang 10. Monitor mual dan muntah
normal 11. Monitor pucat, kemerahan, dan
5. Total iron binding capacity kekeringan jaringan konjungtiva
dalam rentang normal 12. Monitor intake nuntrisi
6. Jumlah limfosit dalam 13. Informasikan pada klien dan
rentang normal keluarga tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang
skala : kebutuhan suplemen makanan
1: tidak pernah menunjukan seperti NGT/ TPN sehingga intake
2: jarang menunjukan cairan yang adekuat dapat
3: kadang-kadangmenunjukan dipertahankan.
4: sering menunjukan 15. Atur posisi semi fowler atau fowler
5: menunjukan secara konsisten tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval.

Daftar Pustaka
Doengoes E, Marilynn, dkk (1999). Rencana asuhan keperawatan. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan medical bedah jilid 3. Bandung : Yayasan IAPK
Pajajaran

14
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson (2006). Patofisiologi konsep klinis proses
proses penyakit edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G bare (2002) Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah edisi 8. Jakarta : EGC
Nanda (2015) aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis dan
Nanda, Jilid 1. MediAction

Banjarmasin, April 2017


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

( ) ( )

15

You might also like