You are on page 1of 20
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264/Menkes/SKI/II/2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELEGENSIA Menimbang Mengingat AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa penyakit degeneratif dapat menyebabkan gangguan inteligensi terutama pada usia_ lanjut, _sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya; bahwa dalam rangka merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program — penanggulangan —_masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif, perlu dikembangkan strategi dan upaya khusus untuk menanganinya secara serasi dan terpadu antar semua pemangku kepentingan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat ~~ Gangguan Degeneratif; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 _ tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3796); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua ‘Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 144 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4451); Menetapkan Kesatu Kedua Ketiga Keempat MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 104/Menkes/Per/ll/1999 tentang Pemeliharaan dan Peningkatan Derajat Kesehatan dan Kemampuan Lanjut Usia; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XW/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 439/Menkes/Per/V1/2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 7. Kepmenkes Nomor 587/Menkes/SK/VIV/2009 _ tentang Pedoman Pemeliharaan dan Peningkatan Kesehatan Inteligensia Pada Usia Lanjut dan Anak. MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELIGENSIA AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF. Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensia ‘Akibat Gangguan Degeneratif sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu tercantum dalam Lampiran Keputusan ini Pedoman sebagaimana dimaksud Diktum Kedua agar digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, tenaga kesehatan serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan intelegensia akibat gangguan degeneratif. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta ‘pada tanggal 10 Februari 2010 Menteri, URW auralf dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH MENTER! KESEHATAN EPUBLIK INDONESIA Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor _ : 264/Menkes/SK/II/2010 Tanggal }0 Februari 2010 PEDOMAN PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELEGENSIA AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia dari 68,8 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Penduduk usia lanjut sering juga disebut lanjut usia (lansia) adalah mereka yang berumur 60 tahun ke atas menurut Undang— Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Peningkatan usia harapan hidup ini mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut (usila) diproyeksikan akan meningkat dari 5 persen saat ini menjadi 8,5 persen pada 2025 (Badan Pusat Statistik Tahun 2005). Bertambahnya jumlah usila ini menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif pada berbagai organ seperti otak, jantung, pembuluh darah dan penyakit-penyakit lain. Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur usia lanjut (aging-structured population), berdasarkan prediksi akan menjadi negara dengan kecepatan pertumbuhan lansia tertinggi di dunia yaitu mengalami perubahan sebesar 414% dalam kurun waktu 1990-2020, dan hal ini diiringi dengan meningkatnya usia harapan hidup dari 66,7 tahun menjadi 70,5 tahun. Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut ini antara lain disebabkan antara lain karena: 1. tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat; 2. _ kemajuan di bidang pelayanan kesehatan; dan 3. tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Dengan bertambahnya jumiah usia lanjut di Indonesia, maka diperkirakan akan bertambah pula masalah inteligensi di kalangan usila, sehingga dibutuhkan suatu pedoman untuk mengatasi dinamika masalah kesehatan inteligensi di masa yang akan datang. Penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi segmentasi permasalahan tersendiri bagi tiap negara di seluruh dunia. Bersama dengan semakin peliknya permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit menular, kasus penyakit non infeksi menimbulkan adanya 1 MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA double burden (beban ganda) bagi dunia kesehatan. Menurut World Health Organisation (WHO), diperkirakan banyak negara mengalami beban finansial yang besar akibat penyakit degeneratif ini, oleh karena itu dibutuhkan langkah konkret untuk menanggulanginya Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut laporan WHO, hampir 17 juta orang meninggal “lebih awal” tiap tahunnya sebagai akibat “epidemi’ penyakit degeneratif. Ternyata “epidemi” ini ditemukan lebih buruk di banyak negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang, 80% dari kematian akibat penyakit degeneratif, terjadi di beberapa negara tersebut. Upaya dari Pusat Intelegensia untuk membuat pedoman penanggulangan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif, diharapkan dapat memperbaiki keadaan tersebut, sehingga para lansia dapat hidup dengan kualitas yang lebih baik, lebih produktif, lebih sehat dan lebih nyaman. Gejala-gejala klinis akibat gangguan degeneratif bervariasi dengan manifestasi gangguan organ secara umum, khususnya disertai gangguan fungsi di otak dengan munculnya berbagai macam keluhan fungsi inteligensi. Gangguan fungsi inteligensi ini berpengaruh terhadap aktivitas individu maupun kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kualitas hidup. Terganggunya aktifitas kehidupan sosial menyebabkan problem kesehatan masyarakat disertai tingginya biaya yang harus ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam jangka waktu yang panjang. Dalam meningkatkan kualitas hidup penderita dengan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif sering diperlukan tenaga khusus untuk pelayanan baik pelayanan di rumah sakit maupun di masyarakat yang terdiri dari dokter, perawat, fisioterapis, dan pekerja sosial untuk menanggulangi masalah kesehatan inteligensi. Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan tahun 2000 di Jakarta dilaporkan bahwa jenis gangguan yang paling tinggi pada usia lanjut adalah stroke (56,8%), keganasan (35,1%), penurunan fungsi tubuh pada usia lanjut (32.4%). Hal yang patut digarisbawahi adalah bahwa permasalahan ini dan upaya penanggulangannya perlu melibatkan banyak sektor, semua pihak terkait, baik pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekeja sama. Penurunan fungsi inteligensi kognitif pada umumnya berbentuk penurunan fungsi dengan gejala satu atau lebih gangguan atau penurunan persepsi, atensi, konsentrasi, gangguan bahasa, memori, dan emosi. Pada keadaan tersebut seseorang dapat mengalami gangguan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, gangguan komunikasi, gangguan mobilitas, pemeliharaan dir (self care), interaksi sosial, kegiatan rekreasi, atau aktivitas sehari-hari Pemulihan fungsi kognitif dikembangkan melalui pendekatan rehabilitasi kognitif dengan tahapan yang berbeda pada setiap orang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada masa penyembuhan. Beberapa individu dengan kerusakan otak ringan relatif dapat sembuh total dan kembali ke kondisi MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA semula. Pada kerusakan otak yang lebih berat, penyembuhan mungkin akan lebih lama dibanding problem kognitif yang lain, bahkan bisa menjadi bersifat permanen. Tujuan Tujuan Umum Tersedianya bahan acuan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif, khususnya pada kelompok usia lanjut. Tujuan khusus a. Terselenggaranya pengelolaan dan upaya-upaya penanggulangan masalah inteligensi dalam kaitannya dengan penyakit degeneratif bagi pengambil keputusan, pengelola program, sumber daya manusia kesehatan/pemangku kepentingan terkait di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota, dan kecamatan. b. _ Terbentuk dan berfungsinya jejaring kerja lintas sektor dan lintas program di semua tingkat administrasi dan pelayanan. c. Terlaksananya pencatatan, pelaporan serta pemantauan dan evaluasi kegiatan upaya-upaya penanggulangan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif. Sasaran Sasaran Pengguna a. Pengelola program di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/ kota, dan kecamatan. Stakeholders baik lintas sektor dan lintas program yang terkait Petugas kesehatan di puskesmas/rumah sakit Kader kesehatan terlatih di masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang usia lanjut. eoaoc Sasaran Manfaat: a. Sasaran manfaat langsung: kelompok usila di wilayah kerja puskesmas. b. Sasaran tidak langsung: keluarga di tempat usila berada, masyarakat sekitar_usila, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pembinaan dan pelayanan kesehatan usila, petugas kesehatan, dan masyarakat luas pada umumnya. Ruang Lingkup Pedoman ini menjelaskan tentang program pengenalan dan penanggulangan masalah inteligensi pada usia lanjut, yang sebagian besar disebabkan oleh gangguan degeneratif dan pengelolaannya bagi pengelola program di tingkat 3 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pelaksana ditingkat puskesmas dan kelompok masyarakat yang terkait. PENGERTIAN Inteligensi adalah kemampuan memperoleh dan menggali_pengetahuan; menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan diantara objek-objek dan gagasan; menggunakan pengetahuan dengan cara-cara yang lebih berguna (in a meaningful way). Kesehatan Inteligensi adalah upaya optimalisasi dan akselerasi pencapaian potensi dan fungsi kecerdasan otak dalam meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia. Kualitas kesehatan inteligensi adalah tingkat kualitas kesehatan otak yang berkaitan erat dengan berbagai macam kemampuan diantaranya: kemampuan mental (ability) dalam menyerap informasi dan menerapkannya dalam pemecahan masalah berupa kemampuan dasar (fungsi luhur), kemampuan umum (inteligensi), kemampuan khusus (bakat), serta kemampuan aktual (kompetensi). Penyakit degeneratif adalah kelompok penyakit yang terjadi karena bertambahnya usia dan terjadinya Kemunduran fungsi organ atau jaringan, yang pada umumnya terjadi pada usia tua, Pemeriksaan adalah kegiatan yang dilakukan pada kelompok usia lanjut untuk memperoleh data gambaran kiinis kualitas kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif yang dilakukan melalui auto dan atau allo anamnesa, observasi, tes neuropsikologi. Penilaian adalah proses untuk menentukan kualitas kesehatan inteligensi para usia lanjut dengan penyakit degeneratif berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan. Rehabilitasi kognitif adalah upaya pemulihan kesehatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas kesehatan inteligensi pada penderita penyakit degeneratf yang dilakukan melalui stimulasi_ dan latihan agar memiliki/meningkatkan kemampuan/fungs! inteligensi tertentu. Kader kesehatan terlatih adalah relawan di tingkat masyarakat atau posyandu yang memperoleh pelatinan khusus untuk mampu melakukan deteksi awal untuk mengidentifikasi adanya masalah kesehatan inteligensi pada penderita penyakit degeneratif. Tenaga kesehatan tertentu adalah mereka yang mempunyai keahlian dalam bidang Kesehatan dari berbagai tingkatan, antara lain: perawat, bidan, dan dokter umum di tingkat Puskesmas yang memperoleh pelatihan khusus untuk MENTERI KESEMATAN REPUBLIK INDONESIA mampu melakukan pemeriksaan dan penilaian guna mendeteksi awal, melakukan penilaian kiinis dari gejala yang timbul (diagnostik) 40. Profesional kesehatan adalah neurolog, psikolog dan fisioterapis di tingkat rumah sakit kabupaten/kota yang memperoleh pelatinan khusus untuk mampu melakukan pemeriksaan dan penilaian lanjut guna mendiagnosa lanjut dan mmenerima rujukan penanganan adanya masalah kesehatan inteligensi pada penderita gangguan atau penyakit degeneratif. ANALISIS SITUASI MASALAH KESEHATAN INTELIGENS! PADA USIA LANJUT DAN GANGGUAN DEGENERATIF Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, 4992 sampai dengan 2001 terlihat peningkatan prevalensi penyakit degeneratf seperti stroke (serebrovaskular), kardiovaskuler, penyakit kronis, dan ain-ain. Hasil SKRT ini menunjukkan perubahan epidemiologi yaitu terjadinya perubahan pola penyakit dan penyebab kematian yang semula didominasi olen penyakit infeksi bergeser ke penyakit non infeksi. Dengan demikian telah terjadi beban ganda penyakit (double burden of diseases) di Indonesia. Di satu pihak Indonesia masih menghadapi penyakit menular yang masin tinggi walaupun proporsinya relatif menurun, disertai munculnya penyakit infeksi yang meningkat kemball (re-emerging disease) misalnya polio dan penyakit-penyakit infeksi yang baru (emerging disease) misalnya HIVIAIDS. Di lain pihak terjadi peningkatan jumiah dan prevalensi penyakit tidak menular termasuk penyakit degeneratif, yang terkait dengan perubahan pola hidup yang dialani oleh seseorang, misalnya pola makan yang cenderung tidak Sehat dengan kurangnya makan sayuran dan makanan berserat, kurang berolahraga, dan tingkat stres yang tinggi. Penyakit degeneratif adalah suatu proses penuaan, istilah yang secara medis digunakan untuk menggambarkan adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf dan sel tubuh, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk Penyebab penyakit degeratif sering tidak diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik yang paling sedikit terjadi pada beberapa anggota keluarga (faktor familial). Penyakit yang dikenal masuk dalam kelompok ini antara lain diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan sebagainya. Penyakit degeneratif sebetulnya dapat dicegah, dengan cara meminimalkan faktor risiko penyebabnya, karena memang kasus penyakit degeneratif pada umumnya disebabkan oleh faktor risiko yang telah diketahui. Faktor-faktor risiko yang paling sering menjadi penyebab adalah pola dan cara makan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang dan konsumsi tembakau (rokok). Penyakit jantung dan stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua, Dulu. memang penyakitpenyakit tersebut diderita oleh orang tua (usila), Karena usia juga merupakan salah satu faktor risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Namun 5 MENTER! KESEHATAN [REPUBLIK INDONESIA sekarang ini ada kecenderungan bahwa penyakit jantung dan stroke juga diderita leh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda perkotaan modern. Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur usia lanjut (aging structured population) Karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumiah penduduk usila pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumiah usila diprediksi usila meningkat menjadi sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun, sementara pada tahun 2020 diprediksi usila meningkat menjadi sebesar 26,6 juta (11.34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumiah tersebut, pada tahun 2010, jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan sebesar _12.380.321 (9.58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar 1.612.232 (9,97%). Dalam kaitannya dengan pendidikan, menurut BPS pada tahun 2000 bahwa jumlah lansia yang tidak pernah sekolah sebesar 38%. Dengan meningkatnya usia lanjut di populasi diperkirakan gangguan fungsi kognitif dan penyakit demensia akan menjadi penyakit yang umum ditemui pada pelayanan kesehatan primer. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging-structured population) Karena _jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Daerah yang mempunyal jumlah penduduk usila lanjut (usila) sebanyak 7% adalah di pulau Jawa dan Ball Sasaran pembangunan kesehatan yang akan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun pada tahun 2005 menjadi 70,6 tahun pada akhir tahun 2009, menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup, menurunnya angka kematian ibu dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup, menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8 % menjadi 20,0%. Sepuluh penyebab kematian utama pada usia lanjut menurut Profil Kesehatan Indonesia 2005 adalah stroke, cedera intrakranial, perdarahan intrakranial, penyakit paru kronik (TBC dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik), gagal ginjal, diabetes melitus, pneumonia, penyakit jantung, matemalitas, dan septikemia. Sedangkan sepuluh penyakit yang sering dijumpai pada usia lanjut adalah asma, parkinson, gangguan ginjal, thalasemia, hipertrofi prostat, osteoporosis, infeksi saluran pernafasan, penyakit paru obstruksi kronik, dan rhematoid arthitis. ‘Sebagai manifestasi gangguan organ secara umum dan gangguan pada berbagai macam fungsi inteligensi, ternyata berpengaruh terhadap aktivitas sosial dan kehidupan bermasyarakat sehari-hari sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup. Penyandang gangguan degeneratif dapat mengalami keadaan yang semakin memburuk apabila tidak ditangani dengan tepat. Terganggunya aktifitas kehidupan sosial, timbulnya problem Kesehatan masyarakat dapat menyebabkan tingginya biaya yang harus ditanggung oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut secara terus menerus. Sementara itu untuk penanganan kesehatan fisik saja yang selama ini diperhatikan dan dibiayai balk oleh pasien, keluarga, dan pihak ketiga (asuransi) bebannya sudah cukup besar. MENTERI KESEHATAN IREPUBLIK INDONESIA Penanganan yang benar tethadap dampak-dampak dari gangguan dan penyakit degeneratif menjadi fokus utama dalam penanggulangan, agar setiap usia lanjut dapat hidup dengan nyaman, sejahtera dengan kualitas kesehatan yang memadai. Kesehatan adalah harta yang paling berharga pada para usia lanjut, karena itu perlu dijaga dengan baik. Dengan demikian, mempertahankan kualitas kesehatan inteligensi yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas atau interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi upaya yang utama. Penanganan usila dan penanganan masalah Kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif baik di Indonesia maupun di luar negeri sering dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang usila, lembaga~ lembaga yang dapat membantu (donor agency, dsb). Namun kerjasama lintas sektor dan lintas program yang ada, masih peru ditingkatkan mengingat adanya peluang untuk meningkatkan program dan pelayanan/penanggulangan masalah kesehatan inteligensi pada usila, yaitu: a. _ kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek kedoktetan); b. kesadaran masyarat akan pentingnya deteksi dini gangguan Kesehatan inteligensi pada usila; c. masyarakat, terutama LSM yang sudah mulai “sadar usila” dan “sadar kualitas hidup". Beberapa tantangan yang dihadapi dalam menanggulangi masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif adalah: ‘a. Masih terbatasnya jumlah maupun kualitas tenaga, diantaranya: dokter, perawat, fisioterapis, okupasi terapis, psikolog dan pekerja sosial. Di samping itu, masih diperlukan juga kader dan relawan lainnya yang terlatih, b. Sarana dan prasarana, a.l. baik di rumah sakit, puskesmas dan panti wreda belum memadai. c. Belum adanya pedoman, prosedur dan instrumen untuk deteksi dan penanganan gangguan. d. Manajemen program yang belum terintegrasi dalam sistem pelayanan berjenjang, baik individu maupun masyarakat dari tingkat posyandu, puskesmas dan rumah sakit (belum semua rumah sakit ada pelayanan khusus geriatri). Perlunya dukungan politis terutama kebijakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk pelaksana program. Mengingat pada saat ini merupakan era desentralisasi, peran pemerintah daerah sangat penting. f. Pendanaan, baik yang bersumber dari pemerintah maupun asuransi kesehatan yang belum memasukkan gangguan kesehatan inteligensi sebagai gangguan yang perlu dibiayai. 9 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Ill KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Kebijakan Kebijakan sangat diperlukan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program untuk memberikan kesamaan arah dalam mencapai tujuan bagi semua pihak dalam pedoman agar para stakeholder dapat terlibat dari tingkat pusat sampai fingkat daerah dan di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan inteligensi akibat gangguan degeneratif merupakan tanggung jawab bersama yang perlu ditanggulangi secara komprehensif, tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan para usila. Kebijakan ini mencakup mulai dari upaya pencegahan, penanganan/pelayanan sampai pemulihan para usila yang mengalami gangguan inteligensi. Penanggulangan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif dilaksanakan pada berbagai tingkat bila ditinjau dari segi administratif, baik Pemerintah, Provinsi, Kabupaten/Kota, selain itu pelayanan dan disesuaikan dengan kondisi (kapasitas) sarana pelayanan kesehatan yang ada: 1. Upaya-upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan inteligensi pada usia lanjut dilaksanakan secara berjenjang mulai dari masyarakat (posyandu atau kelompok usila) sampai ke fasilitas Kesehatan yang lebih tinggi (puskesmas atau rumah sakit) 2. Penanggulangan Kesehatan inteligensi pada usila didasari oleh dan dikembangkan melalui peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat, dimulai dari deteksi_ + gangguan sampai dengan pemulihan/rehabilitasi, dengan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat Upaya pemulihan dilakukan untuk memaksimalkan fungsi otak dengan cara rehabilitasi kognitif berbasis masyarakat. 3. Penanggulangan kesehatan inteligensi dilaksanakan secara terintegrasi oleh berbagai unit pelayanan Kesehatan, meliputi puskesmas, rumah sakit pemerintah maupun swasta, dokter praktek swasta, selain itu kerja sama dilakukan dengan unit-unit terkait dan melibatkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dan jejaring kerja multidisiplin, lintas sektor, dan lintas program secara paripurna dan terpadu. 4, Penanggulangan kesehatan inteligensi dikelola secara profesional oleh tim terpadu yang dapat terjangkau, untuk mempermudah akses pelayanan rehabilitasi kognitif bagi masyarakat khususnya di daerah perdesaan, sehingga dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat. 5. _ Dibutuhkan peningkatan peran pemerintah daerah provinsi, dan kabupaten/kota serta puskesmas dalam pengelolaan program dan pelayanan untuk menanggulangi gangguan kesehatan inteligensi sehingga dapat mempercepat tercapainya peningkatan kualitas hidup manusia agar dapat produktif dalam kehidupannya sehari-hari. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Untuk pengembangan program, dapat dibentuk —kelompok kerja penanggulangan Kesehatan inteligensi berbasis masyarakat atau bentuk organisasi lainnya yang disesuaikan dengan komitmen dan potensi yang ada di daerah. Strategi Dalam melaksanakan kebijakan tersebut di atas, dibutuhkan suatu strategi pelaksanaan program penanggulangan masalah kesehatan inteligensi pada usila adalah sebagai berikut: 1 Networking (jejaring kerja) dengan stakeholder. Penanggulangan kesehatan inteligensi dilaksanakan melalui kemitraan dan jejaring kerja secara multi disiplin, lintas sektor dan lintas program, dengan: a. Mengembangkan kelompok kerja antara pemerintah (lintas sektor dan lintas program) dan swasta terkait dengan penanggulangan kesehatan inteligensi usila secara bersama-sama. Kementerian yang terkait dengan kesehatan inteligensi pada adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dil. b. Melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi profesi (IDI, HIMPSI, dll) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli akan kesehatan usila. c. Melakukan pertemuan koordinasi secara rutin untuk merencanakan, memonitor dan mengevaluasi program bersama. d.Kerjasama internasional: dengan WHO dan badan dunia lainnya untuk memperoleh bantuan teknis, bantuan pendanaan, dil. Advocacy ‘Advokasi dilakukan untuk menggalang komitmen para pembuat keputusan, sehingga dapat memperoleh dukungan dan peningkatan peran pemerintah propinsi, dan kabupaten/kota serta puskesmas untuk menanggulangi gangguan kesehatan inteligensi. a. Advokasi ke pemerintah dan ke lembaga legislatif, baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota untuk memperoleh dukungan_politik (dalam bentuk kebijakan) dan finansial (dalam bentuk alokasi anggaran) b. Komitmen dapat menghasilkan kelompok kerja di tingkat pusat (lintas sektoral dan lintas program), di tingkat propinsi dan kabupaten/kota c. Secara aktif kelompok kerja melakukan pertemuan rutin secara berkala yang dilaksanakan dari unsur-unsur lintas program maupun lintas sektoral. Capacity Building (peningkatan kapasitas/kemampuan) Capacity building adalah peningkatan kemampuan dilakukan untuk pengelola program, pemberi pelayanan, dan masyarakat, baik secara administrasi MENTERI KESEHATAN IREPUBLIK INDONESIA maupun teknis. Peningkatan kapasitas pelayanan untuk menanggulangi masalah kesehatan inteligensi dikelola secara profesional oleh tim terpadu, sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat dan mempermudah akses pelayanan khususnya untuk daerah pedesaan dan daerah yang kurang dapat dijangkau selama ini a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga di unit-unit terkait untuk penanganan masalah Kesehatan inteligensi yaitu: dokter spesialis saraf, dokter umum, tenaga perawat, terapis (fisioterapis, terapis okupasi, dan terapi wicara), psikolog, dll. b. Meningkatkan kerjasama dan peran serta organisasi profesi yang lebih baik, yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan teknis. c. Membina kelompok kerja dan unit-unit atau upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM), misalnya untuk upaya rehabilitasi kognitif berbasis masyarakat. d. Menjamin alur rujukan berjenjang mulai dari tingkat individu sampai ke pelayanan di rumah sakit, sampai dikembalikannya “pasien” ditengah masyarakat. fe. Menyusun pedoman-pedoman teknis, prosedur atau instrumen untuk penanggulangan masalah inteligensi pada usia lanjut. Pemberdayaan masyarakat Strategi program penanggulangan masalah kesehatan inteligensi di masyarakat dilakukan dengan peningkatan peran serta masyarakat a. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pola hidup yang sehat dan membangun masyarakat peduli kesehatan inteligensi. b. Memberikan penyuluhan berupa pendidikan dan pemberian informasi mengenai penyakit-penyakit yang termasuk dalam penyakit degeneratif, penyebab cedera otak (brain injury), yang menyebabkan gangguan inteligensi, serta faktor-faktor resiko yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. c. _Memberdayakan masyarakat dalam ruang lingkup terkecil adalah keluarga dengan kegiatan melakukan deteksi seawal mungkin khususnya terhadap masalah Kesehatan inteligensi pada usila. Dengan demikian gangguan inteligensi dapat dikenali dan ditekan seminimal mungkin. d. Meningkatkan peran kader (Posyandu Usila) di daerah dalam ikut serta mendeteksi dan/atau penyuluhan masalah kesehatan inteligensi. e. _Mendirikan pos kesehatan untuk usila yang berguna untuk konsultasi dan deteksi dini permasalahan kesehatan inteligensi pada usila, sehingga dapat mengenal permasalahan yang muncul sedini mungkin dan dapat ditangani segera mungkin f. Meningkatkan kualitas hidup penderita yang mengalami cedera otak, salah satunya adalah akibat penyakit degeneratif yang menimbulkan 10 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA gejala sisa (prevalensi penyakit terbesar di Indonesia adalah stroke, yang juga merupakan penyebab kecacatan tertinggi di dunia) Standarisasi/sertifikasi tenaga kesehatan Tenaga Kesehatan, tenaga lain dan kader yang telah lulus pelatihan memperoleh sertifikat yang diberikan oleh lembaga/instansi yang berwenang, misalnya dari Dinas Kesehatan wilayah setempat dan ditetapkan sebagai kader/petugas kesehatan yang terlatih. Mereka diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan/deteksi awal masalah kesehatan inteligensi sesuai kompetensinya. Neurolog yang telah lulus pelatinan memperoleh sertifikat dari IDI. Mereka yang ditetapkan sebagai profesi kesehatan yang terlatih untuk melakukan pemeriksaan pada tingkat diagnostik dan penanganan lanjut masalah kesehatan inteligensi di tingkat rujukan harus memiliki kompetensi yang sesuai dan dibuktikan dengan sertifikat pendidikan berkelanjutan yang sesuai dari organisasi profesi masing-masing. IV. PENGELOLAAN PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELIGENS! PADA USILA A. 1 Pengorganisasian Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pokja terdiri dari unsur-unsur lintas program bidang kesehatan, akademisi, para profesional kesehatan, praktisi kesehatan, LSM yang terkait dengan kegiatan usia lanjut. Pokja dibentuk untuk mempermudah koordinasi pelaksanaan kegiatan. Koordinasi di tingkat pusat dilakukan secara lintas sektor antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan organisasi profesi terkait. Pengorganisasian kegiatan di lapangan antara lain dengan: a) Pembentukan Kelompok Kerja di tingkat pusat b) _ Pembentukan Kelompok Kerja di tingkat provinsi c) Pembentukan Kelompok Kerja di tingkat kabupaten/kota Kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat usia lanjut atau LSM sila dikoordinasikan oleh Pokja di tingkat kabupaten/kota atau oleh pusat pemberdayaan masyarakat di tingkat yang lebih tinggi. Contohnya: di tingkat desa, kegiatan dapat dilakukan oleh pos pelayanan terpadu usila, bekerjasama dengan PKK, yang dibina secara teknis oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan Dinas Sosial di tingkat kabupaten/kota. 1 MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia terkait di berbagai jenjang pelayanan a, Memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang terkait sesuai dengan jenis pelatihan administratif atau pelatihan teknis untuk pelayanan dan jenjang pelatihannya (Training of Trainerfpelatinan tenaga pelatih atau pelatihan tenaga pemberi pelayanan), misalnya: 4) Pelatihan kader dan petugas kesehatan dilakukan di masing-masing wilayah melalui kerjasama Pusat Pemeliharaan Peningkatan dan Penanggulangan Intelegensia dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan dan Balai Pelatihan Kesehatan, dengan Dinas Kesehatan dan dengan Dinas Sosial wilayah setempat. 2) Pelatihan untuk neurolog dan psikolog tingkat rumah sakit dalam pelaksanaan berkerjasama dengan IDI, HIMPS! dan ikatan profesi kesehatan setempat denagn rumah sakit pendidikan, fakultas kedokteran, psikologi, atau konsultan psikologi setempat. 3) Pelatihan untuk pengelola program di pusat dan daerah. b. Memberikan bimbingan teknis pada para petugas di lapangan dilakukan sesuai dengan kapasitas di daerah (ketersediaan tenaga dengan kualifikasi yang sesuai). B. Pengembangan Program Program penanggulangan Kesehatan masalah kesehatan inteligensi pada usila dikembangkan dalam bentuk rehabilitasi kognitif berbasis masyarakat, yang secara berjenjang dilakukan rujukan apabila ditemukan kasus yang perlu dirujuk. Adapun langkah-langkah pengembangan program penanggulangan masalah kesehatan inteligensi di masyarakat, dibagi ke dalam beberapa bentuk sebagai berikut: 4. Pendekatan dan advokasi kepada pemerintah daerah dan kepala dinas/instansi terkait/di tingkat propinsi dan kabupaten, sehingga diharapkan mendapatkan dukungan teknis, finansial, dan politis dari pemerintah daerah. 2. Meningkatkan komunikasi, kolaborasi dan koordinasi antara dinas dan instansi terkait di pusat dan daerah. Hal ini dityjukan untuk membuat kesepakatan mengenai konsep dan/atau strategi pelaksanaan program 3. Orientasi ke daerah (propinsi, kabupaten/kota, kecamatan atau desa) yang akan digunakan sebagai proyek percontohan rehabilitasi kognitif untuk usila agar dapat direplikasi di daerah lain. 4. Peningkatan pelaksanaan kegiatan, ada 2 kelompok penting yang harus difokuskan pada hal ini, yaitu: a. _ untuk kelompok pengelola program difokuskan pada manajemen program terutama di pemerintah dan swasta, seperti pengenalan program, kegiatan atau perencanaan, dan persiapan kegiatan sampai pelaksanaan, 12 c. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA kelangsungan dan tindak lanjut dari kegiatan (pengembangan program) ini, b. _ untuk kelompok masyarakat berkonsentrasi pada teknis kegiatan seperti pengenalan kecacatan, deteksi dini, layanan rehabilitasi sederhana, dan sistem rujukan dari masyarakat ke pelayanan kesehatan dasar. Penyediaan faktor-faktor pendukung: a. Fasilitas pendukung kegiatan untuk pengenalan latihan rehabilitasi kognitif agar hidup mandiri, program keterampilan untuk sosialisasi di masyarakat, dll. b. _ Peningkatan penyuluhan dan pelatihan kader dan masyarakat. c. Penyediaan pedoman atau modul untuk peningkatan kemampuan membuat program kegiatan serta kemampuan penanganan/pelayanan. d. Penyediaan tempat untuk kegiatan konsultasi secara terpadu (misalnya dengan unit stroke di RS) ataupun pengendalian faktor risiko stroke (misalnya penanganan di puskesmas). Peningkatan upaya Rehabilitasi kognitif Berbasis Masyarakat (RBM) yang merupakan program rehabilitasi bagi orang-orang dengan masalah kesehatan inteligensi yang didasarkan pada potensi yang tersedia di daerah. Kegiatan ini melibatkan organisasi profesi dan akademisi kesehatan, serta pekerja~pekerja sosial. Pengembangan program ini bertyjuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan meningkatkan pendidikan, dan ekonomi, kehidupan sosial- budaya, kesehatan, dil Jaminan biaya pelayanan untuk penanganan kasus yang dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan haruslag dibiayai, baik oleh asuransi atau Askeskin atau sumber lain yang tersedia. Mekanisme Penanganan Kasus Secara sistematis mekanisme penanganan kasus mengikuti pola seperti terlihat pada Gambar 1. ai Pelayanan Kesehatan Dasar a. _Deteksi masalah kesehatan inteligensi di masyarakat Upaya mendeteksi masalah Kesehatan inteligensi pada usila di masyarakat dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang ada di pelayanan kesehatan dasar dibantu oleh kader posyandu usila dan lembaga pemberdayaan masyarakat setempat dengan menggunakan instrumen yang telah tersedia (Lampiran 1). b. Penanganan kasus di puskesmas Usila yang sudah terdeteksi oleh petugas kesehatan dibantu kader ada kemungkinan menderita masalah kesehatan inteligensi, selanjutnya dikonsultasikan ke dokter puskesmas. Apabila usila dalam keadaan yang 13 MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA tidak dapat ditangani di puskesmas, kasus ini perlu dirujuk ke rumah sakit kabupaten/kota. Masalah kesehatan inteligensi akibat pada usila pada umumnya dapat dicegah dengan mengontrol faktor-faktor risiko. Tenaga medis di puskesmas secara instensif memberikan pelayanan untuk menanggulangi faktor resiko tersebut agar gangguan fungsi inteligensi tidak menjadi lebih. Selain itu, puskesmas melakukan tindak lanjut (follow up) dari kasus- kasus yang sudah ditangani di rumah sakit dan dikembalikan ke puskesmas atau ke keluarga. c. Kegiatan di Puskesmas Tenaga kesehatan di Puskesmas memeriksa kesehatan inteligensi dengan menggunakan instrumen seperti yang terlampir. Usila yang sudah diperiksa dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok. Ketiga kelompok melaksanakan kegiatan-kegiatan bersama kelompoknya. Puskesmas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan masyarakat berikut ini 1) Kelompok Pembelajaran Otak (Brain Leaming) meliputi para usia lanjut yang pada pemeriksaan dengan instrumen A, B, C, D, E, dan F (Lampiran 1) tidak terdapat kelainan (normal). 2) Kelompok Latihan Otak (Brain Exercise) adalah kelompok usia lanjut yang pada pemeriksaan dengan instrumen A didapatkan penilaian aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain, akan tetapi mempunyai gangguan dalam salah satu penilaian lain, sehingga harus melaksanakan pelatihan untuk menangani gangguannya. 3) Kelompok Rehabilitasi Otak (Brain Rehabilitation) adalah kelompok usia lanjut yang pada’pemeriksaan dengan instrumen A didapatkan penilaian aktivitas sehari-hari harus dengan bantuan orang lain dan/atau tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari sendiri Pelayanan Kesehatan Rujukan Di rumah sakit dilakukan penanganan yang komprehensif yaitu dimulai dari identifikasi penyebab masalah kesehatan inteligensi terkait penyakit degeneratif atau terkait faktor resiko tertentu. Pelayanan dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari dokter ahli syaraf (neurolog), psikiater, terapis (fisioterapis, okupasi terapis, dan terapis wicara), psikolog, ahli geriatrik, pekerja sosial, dll. Perlu ditekankan disini bahwa pelayanan rujukan ini harus berlangsung dua arah. Artinya, setelah dilakukan tindakan atau intervensi di rumah sakit, pengembalian pasien kepada dokter pengirim dengan jawaban atau anjuran tindak lanjut di puskesmas atau di masyarakat. 14 (MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Gambar 1. ‘Alur Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensi Pada Usia Lanjut ‘ALATBANTU ALUR PELAKSANA + sesual den ¢intervensi___| puskes © Penanganan ara i Khusus (4. SP) skesmas (dokter uur) + instrumen deteks ‘awa * Rader | Puskesmas Koord! Pokja Pusat Posyandu/ Pemberdayaan Posyandu Usila Masyarakat Catatan: —> : laporan asli sss»; laporan tembusan B. Monitoring (Pemantauan) Pemantauan dimaksudkan untuk melihat perkembangan proses pelaksanaan program/kegiatan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau mungkin yang timbul agar dapat diambil tindakan pencegahan dan penanganan sedini mungkin. Pemantauan dilaksanakan secara terus menerus yang dilakukan oleh pemegang program baik di puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas Kesehatan propinsi, dan Kementerian Kesehatan dengan berkoordinasi dengan tim dalam Pokja (Dinas lainnya). Pemantauan dapat dilakukan secara rutin atau setiap saat apabila diperlukan. 7 vi. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA c. Evaluasi Evaluasi kegiatan dilakukan untuk membandingkan input yang digunakan dengan output berupa hasil pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan rencana atau standar yang ada. Evaluasi dilakukan tiap tiga bulan sekali atau enam bulan sekali atau tahunan yang dilakukan oleh pemegang program baik di tingkat Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi maupun Kementerian Kesehatan (dalam hal ini Pusat Pemeliharaan Peningkatan dan Penanggulangan Intelegensia Kesehatan). PENUTUP Penurunan fungsi kognitif merupakan salah satu gejala pada seseorang dengan gangguan fungsi inteligensi yang sering terjadi pada usia lanjut. Biasanya penderita mengalami penurunan persepsi, atensi, konsentrasi, gangguan bahasa, memori, dan emosi, sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan komunikasi, gangguan mobilitas dan pemeliharaan diri (self care), interaksi sosial, dan akitivitas sehari-hari, Untuk itu maka penanganan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup penderita. Dalam pelaksanaannya penanggulangan masalah kesehatan _inteligensi diperlukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral baik pemerintah maupun swasta. Kebijakan penanggulangan menekankan pada peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat, yang melibatkan para kader di posyandu (posyandu sila) dalam mendeteksi masalah kesehatan inteligensi, maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya yang peduli pada masalah-masalah usila. Pelayanan kesehatan bagi usila dengan masalah kesehatan inteligensi dilakukan berjenjang mulai dari posyandu, puskesmas, rumah sakit kabupatenvkota/propinsi sampai rumah sakit dengan sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan kompetensinya sesuai dengan jenjang pelayanan yang ditanganinya. Diharapkan dengan adanya buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensi Akibat Gangguan Degeneratif ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan program/kegiatan sehingga terbentuk kesatuan gerak dalam pengelolaan masalah dari tingkat masyarakat sampai ke pelayanan rujukan. {* \ Menteri, “dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH 18

You might also like