Professional Documents
Culture Documents
(Kajian Postmodernisme)
SKRIPSI
Oleh:
Avesina Wisda Burhana
(10210144031)
2016
MOTTO
Sarigig kudu jeung harti, sarengkak reujeung pikiran, memeh prak sing ati-ati,
mun sidik goreng singkiran.
Sejalan dan satu pengertian antara cipta dan pikiran, berlakulah waspada serta
hati-hati, jika ternyata menghasilkan keburukan segera disingkirkan.
(S. Andadinata)
(Sukarno)
Biarkanlah kita memerangi totalitas; biarlah kita menjadi saksi atas hal yang tidak
pernah dipertunjukkan; biarlah kita mengaktifkan perbedaan dan menyelamatkan
kehormatan atas suatu nama.
v
PERSEMBAHAN
Kedua orang tua, kakek-nenek, guru, sahabat, kekasih, serta semesta raya yang
telah lama menanti terselesaikannya skripsi ini.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur terhadap Tuhan dan semesta raya atas segala
kemudahan yang diberikan kepada penulis demi terselesaikannya penelitian ini.
Penelitian yang berjudul Pastiche dalam Kumpulan Cerpen Memorabilia &
Melankolia karya Agus Noor ini, memang tidak selesai tepat waktu seperti yang
diharapkan, akan tetapi dalam prosesnya penulis senantiasa dihadapkan dengan
perjalanan melawan diri sendiri yang sangat berharga dan sekali seumur hidup.
Postmodern adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,
meskipun tidak segala aspek yang meliputi kajian postmodern ditelaah lebih
lanjut. Fokus yang diambil dalam penelitian ini hanya berupa idiom pastiche
dalam cerita pendek, dan penulis sadar jika penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan pihak yang
membantu dalam menyusun penelitian ini, kepada Dr. Wiyatmi, M.Hum selaku
pembimbing yang sangat sabar, Dr. Else Liliani, SS, S.Pd, M.Hum selaku mbakyu
yang senantiasa menemani curhat via cyber, Jade yang hampir setiap hari
melakukan teror demi terselesaikannya penelitian. Terima kasih kepada
Muhammad Aan yang namanya ingin sekali disebut, guru dan para sedulur
Margaluyu Yogyakarta yang memberikan dukungan spiritual, kawan-kawan
KMSI, juga seluruh kawan seperjuangan yang mungkin luput tertulis dan
memberikan dukungan moral maupun material dalam penyusunan tugas akhir ini.
Saran dan kritik yang membangun akan sangat diharapkan demi
kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini memberikan manfaat dalam
bidang penelitian khususnya kegiatan akademik sastra Indonesia. Terima kasih.
halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
ABSTRAK ....................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 6
C. Batasan Masalah................................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
G. Batasan Istilah ...................................................................................... 9
viii
b. Sastra Postmodern .................................................................... 16
B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 19
ix
d. Keterkaitan Pastiche dengan Unsur Pembangun Cerita dalam
Cerpen Dongeng buat Pussy (Atawa: Nightmare Blues) ..... 59
3. Fungsi Idiom Pastiche ................................................................... 66
a. Fungsi Idiom Pastiche dalam Cerpen Mawar, Batu, Kaca yang
Pecah, Badak-Badak ........................................................... 66
b. Fungsi Idiom Pastiche dalam Cerpen Purnama di Atas kota 72
c. Fungsi Idiom Pastiche dalam Cerpen Hujan ........................ 79
d. Fungsi Idiom Pastiche dalam Cerpen Dongeng buat Pussy
(Atawa: Nightmare Blues) ..................................................... 83
4. Pastiche dalam Dunia Postmo Agus Noor ..................................... 90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 93
B. Saran ..................................................................................................... 94
x
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1: Pastiche dalam kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia ....... 25-26
xi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran I : Cerpen Mawar, Batu, Kaca yang Pecah, Badak-Badak .... 97
Lampiran II : Cerpen Purnama di Atas Kota ............................................... 102
Lampiran III : Cerpen Hujan ......................................................................... 113
Lampiran IV : Cerpen Dongeng buat Pussy (Atawa: Nightmare Blues)....... 123
Lampiran V : Data Idiom Pastiche dalam Kumpulan Cerpen Memorabilia &
Melankolia karya Agus Noor .............................................................................. 131
xii
PASTICHE DALAM KUMPULAN CERPEN
MEMORABILIA & MELANKOLIA KARYA AGUS NOOR
ABSTRAK
Kata Kunci: Postmodern, pastiche, cerita pendek, oposisi biner, fiksi historis
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
untuk kemudian menyajikan fakta sosial melalui fiksi. Fakta sosial dibaur dengan
fiksi atau rekaan sehingga antara fiksi dan realita tidak berjarak. Ariel Heryanto
sebagai alat yang lebih baik atau terbaik bagi apa pun atau siapa pun. Bahasa
dan kajian bahasa menjadi sumber ilham utama atau pusat wilayah dari seluruh
pergolakan sosial, berarti bahasa dan sastra digunakan sebagai alat representasi
intinya berpusat pada pergulatan dengan representasi atas realita, lebih tepatnya
dibaca sebagai bentangan aneka teks puitik. Berdasarkan pengertian tersebut maka
tidak aneh jika kajian tentang bahasa dan sastra menjadi kelahiran
postmodernisme. Hingga kini kajian bahasa dan sastra menjadi salah satu ratu
utama dalam kajian postmodernis, hampir seluruh tata kehidupan kita (politik,
kesenian dan kesusastraan. Postmodern membuka jalan lebar bagi para seniman
Kreativitas selalu mencari hal yang baru dan tidak pernah menerima dominasi
ilmu pengetahuan yang rasional. Kreativitas tidak pernah menerima dominasi apa
Iwan Simatupang, Putu Wijaya, dan Seno Gumira Ajidarma yang dikategorikan
Noor melalui cerpen-cerpennya yang kerap mengisi rubrik fiksi pada berbagai
media massa. Buku kumpulan cerpen Agus Noor yang sudah terbit antara lain,
(Pustaka Pelajar, 2000), Selingkuh Itu Indah (Galang Press, 2001), Rendezvous :
Kisah Cinta yang Tak Setia (Galang Press, 2004), Potongan Cerita di Kartu Pos
(Penerbit Buku Kompas, 2006), Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (Bentang,
2010), Cerita buat Para Kekasih (Gramedia, 2014), dan yang paling terbaru
Buku kumpulan cerpen Agus Noor terbaru yang berjudul Memorabilia &
akan tetapi pada buku terbarunya penulis sengaja menambah, mengurangi, dan
3
merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris tingkat lanjut yang mempunyai
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) berarti suasana hati yang ditandai dengan
dalam cerita. Selain itu, tokoh-tokoh dalam cerpen berasal dari tokoh
mengambil teks atau nonteks luaran cerita, salah satunya dibuktikan adanya
sangat bergantung pada kebudayaan masa lalu juga karya-karya baik itu teks
maupun bukan yang telah ada sebelumnya. Hal tersebut sangat bertentangan
membangun landasan atau kriteria dari dan untuk dirinya sendiri, yang ada pada
4
pada tema cerita, nama tokoh, dan alur cerita. Pada beberapa cerpennya, Agus
Noor memang mengambil tema, nama tokoh, bahkan gaya pembuka pada cerpen
Seno, akan tetapi tidak semuanya sama. Seno Gumira mengambil unsur-unsur
Noor mengambil unsur luaran untuk menyandingkan dengan gagasan baru dalam
cerpen.
Berawal dari asumsi tersebut, Agus Noor dapat terlepas dari bayang-
bayang Seno Gumira, terutama seperti yang terdapat dalam buku kumpulan
tersebut, maka akan menarik jika kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia
dikaji lebih lanjut. Selain itu, analisa cerpen Agus Noor masih jarang diketemukan
postmodern. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika kumpulan cerpen Agus
yang keluar dari realitas dan dibuat seakan lebih nyata daripada realitas. Kedua,
adanya idiom pastiche yang unik dalam kumpulan cerpen. Ketiga, struktur narasi
yang unik, dalam cerpen bisa dilihat dari teknik penulisan cerita, salah satu
luar cerpen yang berupa hipogram atau acuan yang menjadi dasar.
sekitarnya, untuk itu peneliti sebisa mungkin untuk fokus pada satu permasalahan.
Terdapat delapan cerita pendek yang mempunyai unsur pastiche, dari total
18 cerita pendek dalam buku Memorabilia & Melankolia. Akan tetapi dari
delapan cerita pendek tersebut, hanya dipilih empat cerita pendek sebagai objek
Dongeng buat Pussy (Atawa: Nightmare Blues), dan Purnama di atas kota.
6
Kedua, idiom pastiche yang terdapat dalam cerpen belum bisa ditentukan
90an, akan tetapi analisa terhadap suatu teks masih terbatas dibandingkan dengan
B. Identifikasi Masalah
penelitian ini akan menganalisis idiom pastiche yang terdapat pada cerita pendek
Pussy (Atawa: Nightmare Blues), dan Purnama di atas kota yang terdapat
& Melankolia?
7
Melankolia?
Melankolia?
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Melankolia?
Melankolia?
E. Tujuan Penelitian
dan
F. Manfaat Penelitian
maupun orang lain yang mempelajari ilmu sastra. Adapun manfaat tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi seumbangan bagi kritik
kritik sastra postmodern. Selain itu penelitian ini juga diharap mampu
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca
dalam mengapresiasi dan memahami karya sastra, terutama cerita pendek yang
G. Batasan Istilah
1. Idiom
Kata, ekspresi, atau frasa yang mempunyai makna kiasan yang bisa
dipahami dalam suatu konteks tertentu, berupa ekspresi yang terpisah dari arti
harfiah.
2. Pastiche
gabungkan atau dihidupkan kembali dalam konsteks historis yang amat berbeda.
10
3. Hipogram
4. Dominan
karya sastra sering kali menentukan ciri khas dari teks tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
11
12
tanda yang tidak selalu harus baru, sehingga tanda-tanda masa lalu sangat
berada pada wadah yang sama. Pembauran dan perayaan tanda-tanda masa lalu
masa lalu dan masa kini dapat terjadi dikarenakan manusia telah kehilangan
kemampuan memposisikan diri secara historis, dan sudah tidak berurusan kembali
dengan waktu. Para seniman dan penulis postmodern untuk itu bisa menyinggung
oleh Lacan yang didefinisikan sebagai kegagalan bayi memasuki ranah ujaran dan
pengalaman temporalis, usia manusia, masa lalu, masa kini, ingatan, dan
bahasa memiliki masa lalu dan masa depan. Akan tetapi orang yang schizofrenia
tidak mempunyai kemampuan artikulasi bahasa dengan cara tersebut, dengan kata
adalah ciri dari teks-teks pastiche yang berupa kegagalan teks dalam menyadari
waktu (masa lalu dan masa kini), yang ditandai dengan munculnya teks atau
konteks waktu masa kini, untuk itu pastiche adalah suatu bentuk dari parodi
postmodern adalah dunia tanpa hierarki kultur atau dunia yang datar di mana jalan
menuju alam, masa silam, dan budaya tinggi telah ditinggalkan. Berdasarkan
fenomena tersebut, maka kekuatan kritis dari parodi telah diganti dengan pastiche.
Dalam wacana postmodern, sastra tidak terlepas dari teks-teks lain yang
pada bab ini akan dijelaskan pola hubungan antara intertekstualitas dengan
pastiche. Berikut ini akan diruntut secara singkat dan terperinci awal mula
atau teks, relasi-relasi antara bentuk, makna , dan petanda tidaklah sesederhana
atau karya seni tidak berdiri sendiri, maka tidak mempunyai landasan atau kriteria
dalam dirinya sendiri. Kristeva berpendapat jika sistem penandaan baru bisa saja
menggunakan material yang sama dan material tersebut bisa dipinjam dari
Piliang, 2003: 122) secara implisit mengemukakan jika suatu teks atau karya seni
karnaval atau dialog). Sebuah teks bukanlah monolog pengarang maupun refleksi
diri pengarang secara utuh dalam suatu proses referensi diri (self-reference)
sebelumnya. Suatu teks tidak otonom dan berdiri sendiri tanpa dilatarbelakangi
sesuatu yang eksternal, dengan kata lain suatu teks merupakan permainan dan
sistem tanda lainnya dalam intertekstualitas yang bukan bertujuan merusak akan
15
tetapi untuk penghargaan dan nostalgia. Sistem tanda atau teks referensi
tulis yang meminjam material dari kisah dongeng, atau sebuah seni patung yang
Jameson (Piliang, 2003: 125) mengemukakan jika para seniman dan pengarang
postmodern adalah sebagai operator dari konotasi baru kemasalaluan, yang berarti
selanjutnya merupakan salah satu motif dari penggunaan pastiche dalam teks oleh
pengarang postmodern.
3. Kajian Postmodern
Pastiche merupakan salah satu idiom yang menjadi ciri postmodern, untuk
itu pada bab ini juga akan disinggung mengenai postmodern berdasar pengertian
a. Postmodernisme
seniman dan kritikus di New York pada 1960 dan diambil alih oleh para
zaman modern atau yang disebut dengan istilahnarasi besar. Menurut Lyotard,
filsafat metafisis, filsafat sejarah, dan segala bentuk sistem pemikiran seperti
menolak segala aturan dan gagasan besar filsafat, seperti yang Peter Barry
dari pencerahan, yaitu mengenai ide-ide akhir yang terpadu dari sejarah dan dari
satu subjek.
b. Sastra Postmodern
Lyotard (2009) menuliskan bahwa seorang penulis postmodern berada pada posisi
filosof, yang berarti karya yang dituliskannya tidak diatur oleh peraturan yang ada
Suatu karya sastra posmodern memiliki karakter dari suatu peristiwa, yang
berarti jika karya postmodern selalu memperhatikan peristiwa yang telah terjadi
bedasarkan fakta yang telah ada untuk kemudian dirumuskan ke dalam tulisan
berupa fiksi. Pengertian tersebut merupakan cikal bakal dari pastiche yang
kiasan yang dapat dipahami tetapi tidak bisa dihadirkan. Lyotard (2009:215)
pada tingkat epistemologis akan muncul keresahan mengenai teori estetika dan
bersifat irasional (puitik), anti metodologi (apa pun boleh), dan anti estetika atau
dilakukan pada tingkat pragmatik, yaitu tingkat produksi dan konsumsi tanda-
delapan ciri sastra postmodern, seperti yang dikutip Andy Fuller dalam tesisnya
Kedua, satu subjek teks bisa jadi plural; narator bukanlah satu pengarang yang
dalam satu teks postmodern bisa menegaskan dua pernyataan yang saling
mengingkari.
terhadap idiom pastiche yang terdapat dalam cerita pendek dengan kajian
kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia (2016) karya Agus Noor dengan
penelitian lain pada tingkat sarjana di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Yogyakarta.
membicarakan tentang estetika kekerasan Agus Noor dalam lima belas cerpennya
(https://agusnoorfiles.wordpress.com).
potret zaman di mana kekerasan sebagai seni, dan idiom-idiom seni apa pun selalu
diambil dari apa yang telah tersedia dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
20
dunia secara jungkir balik dan tidak bisa dipahami dengan logika pada umumnya.
loncatan-loncatan dari jagat indrawi ke jagat refleksi atau sebaliknya. Selain itu
loncatan antara kesadaran masa lalu, kini dan nanti. Atau dengan kata lain dunia
dalam kumpulan cerpen Memorabilia adalah jagat baru, di mana manusia bisa
Bakdi Soemanto beberapa kali menyinggung idiom dan gejala postmodern, akan
tetapi dengan jabaran yang masih luas dan belum mendetail. Untuk itu dalam
fokus pada idiom pastiche, hubungan idiom pastiche dengan unsur pembangun
A. Sumber Data
merupakan buku cetakan pertama yang diterbitkan oleh Penerbit Gambang pada
tahun 2016, dengan ketebalan buku 254 halaman. Penelitian ini menggunakan
empat cerita pendek sebagai objek penelitian, dari keseluruhan 18 cerita pendek.
Purnama di atas kota, Hujan, dan Dongeng buat Pussy (Atawa: Nightmare
Blues).
pengumpulan data simak catat. Teknik simak yaitu pembacaan terhadap teks
sastra dan teori sastra secara cermat dan teliti. Pembacaan dilakukan dengan riset
dan melakukan tinjauan pustaka yang berhubungan subjek dan objek penelitian.
Teknik catat adalah kegiatan mencatat semua data yang diperoleh dari pembacaan
terhadap teks-teks sastra dan nonsastra. Teknik tersebut digunakan untuk mencatat
semua data deskripsi dan poin-poin penting mengenai idiom pastiche yang
21
22
C. Instrumen Penelitian
tahap perencanaan hingga laporan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Penelitian
ini menggunakan kartu data yang berfungsi mencatat informasi penting dari teks
sastra atau nonsastra yang berkaitan dengan penelitian. Kartu data dalam
penelitian ini berisi kutipan-kutipan cerpen dan sumber rujukan cerpen yang
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
3. Tabulasi, yaitu menyajikan frekuensi data dalam bentuk tabel yang merupakan
deskripsi data yang diperoleh dalam tabel. Penyimpulan data tersebut dijabarkan
23
pastiche dengan unsur pembangun cerita, dan fungsi pastiche dalam cerpen.
E. Keabsahan Data
1. Validitas Data
yaitu pengamatan langsung untuk mencari sumber rujukan yang sesuai dengan
terhadap buku-buku, jurnal penelitian, dan media massa, yang merupakan sumber
berdiskusi kepada pakar yang mempunyai kompetensi ilmu sastra yang mumpuni,
yang dalam penelitian ini merupakan dosen pempimbing. Hal tersebut dilakukan
2. Reabilitas Data
Reabilitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah intrater, yaitu
diperoleh data yang konsisten. Selain itu, penelitian juga menggunakan reabilitas
kapasitas ilmu sastra yang cukup baik, yaitu Muhammad Qadhafi, S.S yang
Yogyakarta.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan berupa
pastiche dalam kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia karya Agus Noor.
Hasil penelitian menyajikan data-data yang diperoleh dari dari sumber data yang
mengacu pada rumusan masalah dan tujuan penelitian. Hasil penelitian disajikan
menggunakan analisa yang sesuai dengan teori yang dipakai dalam penelitian,
A. Hasil Penelitian
hubungan idiom pastiche dengan unsur pembangun cerpen, dan peranan idiom
pastiche dalam kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia karya Agus Noor.
Berikut hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi, sedangkan
lampiran.
1. Idiom Pastiche
24
25
No Pastiche
Judul Cerpen Nomor
1 Teks Transformasi dalam Cerpen
Data
Sastra
1. Mawar, Batu, Penggalan sajak Permaisuri muncul 1
Kaca yang Pecah, ketika tokoh wanita bercakap langsung
Badak-Badak dengan tokoh utama.
Penggalan sajak Rick dari Corona 4
muncul melalui tokoh wanita, ketika
tokoh utama membayangkan masa
a. Sajak lalunya.
2. Hujan Sajak Hujan Bulan Juni muncul 13
dengan modifikasi ketika narator
mendeskripsikan kecintaan tokoh
utama terhadap hujan.
3. Dongeng buat Sajak Di Sebuah Basilica, Asisi utuh 19
Pussy (Atawa: dibacakan tokoh patung seorang
Nightmare penyair dalam dongeng tokoh nenek.
Blues)
b. Naskah Mawar, Batu, Naskah drama Badak-Badak karya 2
Drama Kaca yang Pecah, Eugene Ionesco dimunculkan tokoh
Badak-Badak utama dalam bentuk narasi ketika
mendeskripsikan kekacauan kota.
c. Cerita Dongeng buat Cerpen Gracchus Sang Pemburu 20
Pendek Pussy (Atawa: karya Franz Kafka disinggung tokoh
Nightmare patung ketika bercakap langsung
Blues) dengan tokoh pussy.
2 Komik Hujan Karakter cyborg dimunculkan narator 12
ketika mendeskripsikaan sosok
misterius yang mengancam
keselamatan tokoh utama.
3 Lukisan Dongeng buat Lukisan karya Marc Chagall digunakan 15
Pussy (Atawa: narator untuk mendeskripsikan tokoh
Nightmare penggesek biola dalam cerpen.
Blues)
4 Kitab Purnama di Atas Kisah-kisah pada kitab suci 6, 8
Suci Kota dimunculkan tokoh utama ketika
menceritakan kecintaannya terhadap
dongeng .
5 Cerita Dongeng buat Gaya tuturan langsung (mendongeng) 18, 23
Lisan Pussy (Atawa: dibawakan tokoh nenek ketika memulai
Nightmare mendongeng.
Blues)
26
antaranya teks sastra, lagu, dongeng, kitab suci, komik, lukisan, dan cerita lisan..
muncul dalam kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia, diikuti teks sastra
dan dongeng. Pastiche kitab suci dan cerita lisan mempunyai jumlah kemunculan
yang sama yaitu dua kali, sementara pastiche komik dan lukisan muncul satu kali
dalam cerpen.
antaranya alur, latar, tokoh, gaya bahasa, dan sudut pandang, yang dapat dilihat
memiliki hubungan dengan pastiche adalah latar, gaya bahasa, alur, dan sudut
pandang.
29
Nomor
No Pastiche Judul Cerpen Fungsi Pastiche
Data
4 Kitab Suci Purnama di Vayu Purana dan Manusmrti sebagai 6
Atas Kota perlawanan tokoh utama terhadap
diktat-diktat dan berbagai macam
teori.
Penolakan terhadap narasi besar 8
dengan mengkritisi kisah-kisah dalam
Al-quran.
5 Cerita Lisan Dongeng buat Membangun suspen atau ketegangan- 18, 23
Pussy (Atawa: ketegangan dalam cerita melalui
Nightmare jabaran pemikiran tokoh nenek.
Blues)
6 Lagu Mawar, Batu, Mengungkapkan legitimasi 3
a. Lagu Kaca yang pemerintah orde baru melalui
Nasional Pecah, Badak- televisi.
Badak
b. Gary Dongeng buat Membangun efek filmis dalam 14, 16,
Moore Pussy (Atawa: cerpen. 17, 21,
Nightmare 24
Blues)
c. Lagu Anak Dongeng buat Mencari kesesuaian jalinan cerita 22
Pussy (Atawa: dengan cara nostalgia pada lagu Nina
Nightmare Bobok.
Blues)
7 Dongeng Purnama di Cerita Boneka Kayu Pinokio 5, 7, 9,
Atas Kota muncul sebagai pemantik kemunculan 10, 11
pastiche-pastiche berikutnya.
Cerita Ymir dan Odin muncul 7
sebagai pembanding terhadap kisah
dalam kitab suci.
Penanda-penanda dongeng 9
istanasentris dan kerajaan guna
membangun konsistensi gagasan
tokoh utama tentang dunia dongeng.
Penanda-penanda pad dongeng 10
Cinderella digunakan untuk
membangun keutuhan gagasan cerpen
mengenai dongeng.
Merekayasa kenyataan dalam cerpen 11
dengan analogi dongeng Nawang
Wulan dan Jaka Tarub
31
B. Pembahasan
1. Idiom Pastiche
Pada subbab ini akan dibahas idiom pastiche dalam keempat cerpen
dengan mengacu pada tabel penelitian. Pembahasan akan fokus pada sumber
mengetahui sumber pastiche dalam teks, perlu diketahui berbagai elemen dalam
teks tersebut. Berbagai elemen teks atau karya seni menurut Linda Hutcheon (via
Piliang, 2003: 224-225) dirumuskan menjadi dua jalur garis, yaitu: garis
harizontal (berupa dialog pengarang dan pembaca potensialnya), dan garis vertikal
(berupa dialog antara teks itu sendiri dan teks-teks lainnya atau intertekstual).
idiom-idiom pastiche yang terdapat dalam cerpen. Dialog antar teks dalam karya
material dari kebudayaan masa lalu, material dari idiom dan gaya masa lalu,
material dari seniman tertentu, material dari kebudayaan sehari-hari, dan material
empat idiom pastiche yang terdiri dari sumber informasi yang berasal dari
seniman tertentu. Pastiche pertama yang muncul dalam cerpen adalah kutipan
32
respons dan jawaban dari tokoh aku yang bertanya perihal penampilannya.
cakap batin dan solilokui tokoh aku. Pastiche berupa deskripsi suasana kota yang
kutipan berikut.
33
Malam hari, sejak kamu pergi, aku lebih suka menyendiri di bukit
ini. Aku tak mau menjadi badak, sebagaimana kini setiap orang di kota
kita telah benar-benar berubah menjadi badak, menggosok-gosokkan
kulitnya yang keras ke tembok atau pohon dan tiang listrik, juga menara
kota. Kekerasan membuat hidung banyak orang jadi tumbuh cula.
Menciptakan bahasa sendiri, yang bertentangan dengan pernyataan-
pernyataan dalam televisi yang penuh nyanyian cinta. Padamu Negri
Alangkah ganjil nyanyian itu, selalu melelehkan telingaku jadi kesedihan.
Ketika jalan-jalan telah penuh badak, kenapa tiba-tiba kita bicara tentang
cinta tanpa pernah menanam mawar di jalan raya? (Noor, 2016: 27-28)
pastiche keempat yang muncul dalam cerpen. Penggalan sajak tersebut di dalam
cerpen dimasukkan pada dialog tokoh. Pastiche muncul ketika tokoh aku
kutipan berikut.
jelita. Kenapa aku tak pernah berpikir bahwa malam itu kamu hendak
menyatakan kepergian tanpa ciuman perpisahan? (Noor, 2016: 29)
kemunculan pastiche. Pertama melalui cakapan batin tokoh aku ketika dirinya
Pastiche pertama berupa dongeng Boneka Kayu Pinokio yang muncul melalui
tokoh aku. Tokoh aku yang sekaligus narator memunculkan pastiche melalui
Melalui solilokui pada kutipan di atas, tokoh aku sejak kecil sudah
membayangkan dirinya berada dalam kisah dongeng dan bertemu dengan Pinokio.
Sumber informasi pastiche dalam cerpen berasal dari seniman tertentu, kehidupan
sehari-hari, dan kehidupan individu tokoh aku. Cerita Pinokio adalah karangan
penulis italia, Carlo Collodi, yang ditulisnya pada akhir abad ke 18. Pastiche
Pastiche selanjutnya berasal dari kitab suci agama. Tokoh aku melalui
Solilokui tokoh aku pada kutipan cerpen di atas membuktikan tokoh aku
percaya jika hidupnya berupa dongeng. Selain itu tokoh aku juga percaya jika
alam semesta tercipta dari sebutir telur, sebagaimana kepercayaan umat Hindu
yang tertera dalam Vayu Purana dan Manusmrti. Sumber pastiche berasal dari
kebudayaan masa lalu, dikarenakan Agama Hindu merupakan agama tua yang
ajarannya sudah dianut sejak lampau. Kedua, pastiche berasal dari kehidupan
individu tokoh, dikarenakan dalam cakap batinnya tokoh aku berimajinasi tentang
tokoh aku berimajinasi jika dunia berasal dari alam semesta, lalu disambung
dengan cakapan batin yang menjelaskan tentang dongeng berjudul Ymir dan
Aku juga lebih terpesona pada kisah manusia pertama yang tercipta
ketika seekor sapi raksasa menjilati batu karang diselimuti es, hingga
hingga lapisan es itu pelahan-lahan mencair. Dan pada hari ketiga ,
tampaklah sehelai rambut dari dalam es yang sebagian telah mencair
36
dijilati sapi raksasa itu, dan ketika batu karang itu pelahan menggemeretak
terbelah, muncullah manusia pertama di dunia (Noor, 2016: 124).
Pastiche selanjutnya yang muncul bersumber dari kitab suci Agama Islam.
Tokoh aku melalui solilokuinya membandingkan dongeng Ymir dan Odin dengan
pastiche selanjutnya berupa kisah Nabi Adam yang terdapat dalam Kitab Al-
Aku lebih menyukai kisah itu ketimbang kisah Adam yang diciptakan
Tuhan dari tanah liataku yakin itu pun sesungguhnya hanyalah dongeng
yang kemudian dipercaya sebagai iman karena kisah itu didongengkan
melalui kitab suci. Padahal bisa saja segala yang ada diseluruh kitab suci
pun tiada lain dan tiada bukan ialah semacam dongengan. Air bah yang
menenggelamkan dunia, manusia yang berubah menjadi patung garam,
tongkat yang menjelma ular, orang-orang mati yang hidup kembali, laba-
laba yang dengan seketika menutupi pintu guasemua itu menjadi
dongeng ajaib yang mempesonaku (Noor, 2016: 124).
Pastiche muncul melalui komentar tokoh aku yang lebih menyukai kisah
manusia pertama di bumi versi dongeng Ymir dan Odin dibandingkan kisah Adam
menganggap jika segala yang ada di kitab suci tidak lain adalah dongeng yang
lalu yang berasal dari kitab suci agama, ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari,
pastiche muncul.
37
Pastiche kelima dalam cerpen berasal dari dongeng anak, yang di dalam
mendeskripsikan latar cerita. Pastiche muncul melalui cakapan batin tokoh aku
setting kejadian seperti pada dongeng tentang kerajaan. Kastil yang megah, kereta
kencana, menara-menara kastil, gerbang baja di depan kastil, dan gaun-gaun pesta
hidup layaknya manusia. Tidak ada yang tahu kebenaran dari fenomena tersebut,
kecuali tokoh aku. Ada kemungkinan jika apa yang dideskripsikan tokoh aku
hanya fantasi, halusinasi, atau imajinasi. Dapat diambil kesimpulan jika sumber
informasi pastiche yang kedua adalah kehidupan individu tokoh aku yang berupa
selanjutnya yang muncul. Kereta kencana yang menjadi labu, dan kuda-kuda yang
dongeng Cinderella dengan versi yang paling poluler dan paling banyak
diadaptasi adalah karya Charles Perrault yang ditulis dalam bahasa Perancis pada
tahun 1697. Seperti pada pastiche sebelumnya, sumber informasi berasal dari
Pastiche ketujuh dalam cerpen adalah dongeng Nawang Wulan dan Jaka
Pada kutipan di atas tokoh aku merasa gelisah ketika harus menjelaskan
ibu dari anaknya. Kemudian tokoh aku ingat pada cerita neneknya yang selalu
cakap batin tokoh akuyang sedang memikirkan dongeng yang akan diceritakan
pertama yang muncul adalah cyborg, yang merujuk dari karakter komik DC yang
muncul pertama kali pada tahun 1980. Merujuk komik DC, cyborg merupakan
manusia super yang memiliki tubuh manusia dan separuh mesin, kemudian dalam
Pastiche Cyborg muncul melalui narator ketika sadar jika sosok misterius
narator ketika menjelaskan kecintaan tokoh utama terhadap hujan, dapat dilihat
utama. Narator menerka-nerka kesalahan apa yang telah dilakukan tokoh utama
tokoh utama dianalogikan narator seperti hujan dalam sajak Sapardi, yang
merupakan pembelaan narator untuk menyakinkan jika tokoh utama adalah orang
11 idiom pastiche. Pastiche pertama yang dibahas adalah lirik lagu Midnight
Blues karya Gary Moore. Terdapat lima idiom pastiche yang bersumber dari lirik
lagu Midnight Blues, berikut ini akan dibahas tiga pastiche terlebih dahulu yang
muncul.
42
Bukan, ini bukan dongeng, pussy tiba-tiba raksasa itu nyembul dari
dinding, seperti hantu dalam film-film horror murahan. Ini bukan
dongeng pussy. Ini saatnya kita berpesta! lalu tertawa, membahana,
gemanya menggemuruh dalam kepala. Ia merasa panas. Ia dengar
gemeretak api membakar, dan asap membuat nafasnya tersedak. Ia hendak
lari, menjerit, tapi tangan kekar seketika membekap, meringkusnya. Tak
baik meronta-ronta, pussy. Seringai, membuatnya lunglai. Tenanglah
Lalu gelap. Perih (Noor, 2016: 183).
Dari jauh ia dengar ada yang bernyanyi, di antara raung sirine dan
gemeretak api berkobar. Its the darkest hour of the darkest night. Its a
miliion miles from the morning light12 (Noor, 2016: 183)
begitu pula dengan dua pastiche lagu Midnight Blues yang muncul berikutnya.
Pastiche yang ketiga pada kutipan di atas merupakan respon dari pastiche lain
seorang pemain biola yang berasal dari lukisan, dapat diketahui melalui kutipan di
bawah ini.
Sampai kemudian bulu itu meliuk turun dan jatuh di kaki seorang
renta yang menggesek biola. Wajahnya hijau tua, juga tangan kanan yang
bergerak lembut menggesek biola yang terus mengalunkan kepedihan dan
kecemasan. Topi dan jubahnya yang berwarna ungu, seperti menyala
dalam gelap. Dalam kelam malam suara biola itu menyayat-nyayat,
merintih dan mendesah hingga rumah-rumah yang telah ditinggalkan
penghuninya nampak kiat kusam dan murung. Lalu terdengar ia serak
bersenandung,
43
lukisan Marc Chagall yang berjudul Der Grnge Geiger, yang dalam cerpen
tersebut diperkuat dengan adanya catatan kaki yang dibubuhkan pengarang dalam
cerpen. Pastiche lagu Midnight Blues kembali muncul melalui narator selaku
ketika pastiche lagu Midnight Blues muncul selalu didahului oleh suara alunan
biola. Seperti pada pastiche yang muncul kembali pada kutipan di bawah ini.
Suara biola yang menyayat-nyayat itu masih saja merambat. Dalam kelam-
kelam seseorang masih bernyanyi muram. Cant get no sleep, dont know
what to do. Botol champagne sudah kosong. Lidahnya terasa bengkak, dan
ia tersentak... (Noor, 2016: 193)
lagu Midnight Blues terakhir muncul sebagai penutup cerpen, dapat dilihat pada
Pastiche lirik lagu Midnight Blues yang terakhir pada kutipan di atas
diawal deskripsi suasa berupa alunan biola dan seseorang yang bernyanyi sambil
memetik gitar. Kelima idiom pastiche yang dibahas di atas muncul melalui
narator pencerita, lakuan pemain biola, dan penyanyi, yang bersumber dari
Pastiche berikutnya yang akan dibahas adalah gaya tuturan lisan yang di
untuk tokoh pussy. Pastiche berupa cakap langsung ketika tokoh nenek memulai
bercerita kepada pussy. Terdapat dua pastiche gaya tuturan lisan dalam cerpen,
Mendongenglah, Nek.
Tentang apa?
Apa saja.
Ia memejam, tenggelam. Sayup-sayup ia dengar suara nenek mulai
bercerita.
45
Syahdan, di sebuah kota yang kecil dan tenang, tinggal seorang Putri
jelita bersama Mama, Papa dan Neneknya... (Noor, 2016: 195)
Pada kedua kutipan cerpen di atas, atas permintaan pussy, tokoh nenek
masa lalu dan kehidupan sehari-hari. Pastiche selanjutnya berasal dari sajak Acep
menjadi cakap langsung tokoh patung dalam cerpen, seperti pada kutipan berikut.
penyair yang membacakan sebuah puisi dalam dongeng tokoh nenek. Sehingga
pastiche muncul melalui tokoh nenek yang menjadi narator dalam dongengnya.
Idiom pastiche berikutnya berupa cerpen Franz Kafka yang berjudul The
Hunter Gracchus, yang muncul melalui tokoh patung. The Hunter Gracchus
,dalam cerpen bertransformasi dalam cakap langsung tokoh patung, dan dialih
Pastiche yang muncul dalam cerpen berupa judul dari cerpen Kafka
melalui cakap langsung tokoh patung yang meminta nenek Putri Jelita untuk
informasi pastiche tersebut berasal Franz Kafka sebagai seniman tertentu dan
Lagu anak Nina Bobo adalah bentuk pastiche yang muncul berikutnya
ketika tokoh nenek bersenandung pada pussy, seperti pada kutipan berikut.
Lagu Nina Bobo adalah lagu pengantar tidur yang tidak hanya dikenal di
Indonesia, Anneke Gronloh dan Wieteke van Dort mempopulerkan lagu tersebut
di Belanda. Lirik dalam lagu Nina Bobo berasal dari berbagai serapan bahasa,
nina berasal dari bahasa Portugis menina yang berarti gadis, sedangkan bobo
47
atau bobok berasal dari bahasa China. Pada kutipan cerpen di atas, lirik lagu
individu.
tiga bagian, yaitu fakta cerita, sarana cerita, dan tema. Fakta cerita meliputi plot,
tokoh, dan latar. Sedangkan sarana cerita meliputi judul, sudut pandang, gaya, dan
nada (Sayuti: 2000). Pada penelitian ini dipilih lima dari unsur pembangun cerita
yang mempunyai kaitan erat dengan pastiche yaitu plot (alur), tokoh, latar, sudut
kekasih tokoh aku yang datang ketika suasana di sekitarnya penuh gejolak.
kutipan berikut.
kutipan berikut.
Gurauan tokoh aku pada kutipan cakap langsung di atas dijawab dengan
gaya bahasa yang ketus oleh tokoh perempuan, yang merupakan pastiche dari
dijelaskan melalui cakap batin tokoh aku seperti dalam kutipan berikut.
penanda seperti sutra, keramik, giok, candu, warna kulit putih, mata sipit, dan
49
rambut poni. Jadi, kemunculan pastiche saling memberi pengaruh terhadap unsur
pembangun dalam cerpen antara lain; latar, tokoh, dan gaya bahasa.
latar cerita. Pastiche juga merupakan penanda dari kemunculan badak dalam
latar cerita, karena latar merupakan bagian dari pastiche itu sendiri. Pastiche juga
memunculkan tokoh badak yang pada cerita selanjutnya menjadi pokok persoalan.
Malam hari, sejak kamu pergi, aku lebih suka menyendiri di bukit ini. Aku
tak mau menjadi badak, sebagaimana kini setiap orang di kota kita telah
benar-benar berubah menjadi badak, menggosok-gosokkan kulitnya yang
keras ke tembok atau pohon dan tiang listrik, juga menara kota. Kekerasan
membuat hidung banyak orang jadi tumbuh cula. Menciptakan bahasa
sendiri, yang bertentangan dengan pernyataan-pernyataan dalam televisi
50
sedangkan lakuan tokoh aku yang mengucilkan diri merupakan usaha untuk
Pertentangan muncul melalui cakapan batin tokoh aku yang memunculkan dua
pastiche.
alur, tokoh, dan gaya bahasa. Di awali dengan tokoh aku yang mendatangi tempat
kutipan berikut.
Pada kutipan di atas tokoh aku membuat alur cerita mundur guna
Aku percaya, hidup di bulan lebih baik daripada hidup di bumi.3 Aku
akan hidup di sana, dan tiap hari akan kupetik kecapi. Membuatku sering
membayangkan bahwa pada suatu hari akan tumbuh sayap biru di
punggungmu. Itulah kenapa, kekasihku, ketika kau datang menemuiku
malam itu, kupikir kamu benar-benar telah menjadi bidadari bersayap
jelita. Kenapa aku tak pernah berpikir bahwa malam itu kamu hendak
menyatakan kepergian tanpa ciuman perpisahan? (Noor, 2016: 29)
tokoh, dibuktikan dengan tanggapan tokoh perempuan yang menyikapi tokoh aku
pulang. Kemunculan pastiche pertama kali melalui tokoh aku ketika bersolilokui
mengenai masa lalunya. Melalui solilokuinya, semenjak kecil tokoh aku sudah
mengagumi dongeng. Solilokui masa lalu tokoh aku membawa cerita pada alur
kisah Boneka Kayu Pinokio. Melalui kutipan pada pastiche di atas diketahui
tokoh aku bersikap anti sosial dibuktikan ketika dirinya menjadi mahasiswa lebih
Sungguh aku tak kecewa pada dunia. Aku tak bermaksud melarikan
diri dari hidup. Lagi pula, kenapa sebuah dongeng mesti dianggap sebagai
pelarian dari hidup dan dunia? Kupikir hidup ini pun tiada lain sebuah
dongeng. Dunia ini hanyalah dongeng. Aku lebih suka membayangkan
betapa jagat raya ini bermula dari sebutir telur yang belum sempurna:
pelahan-lahan putih telur itu menjadi langit dan sebagian mendedap
membentuk cairan yang mirip agar-agar, kemudian sehampar tanah
mengapung di atas agar-agar itu, seperti minyak yang mengapung di atas
air, sampai akhirnya menjadi bumi.2 (Noor, 2016: 123-124)
dongeng adalah pelarian dari hidup dari dunia. Melalui solilokuinya, tokoh aku
53
Aku juga lebih terpesona pada kisah manusia pertama yang tercipta ketika
seekor sapi raksasa menjilati batu karang diselimuti es, hingga lapisan es
itu pelahan-lahan mencair. Dan pada hari ketiga , tampaklah sehelai
rambut dari dalam es yang sebagian telah mencair dijilati sapi raksasa itu,
dan ketika batu karang itu pelahan menggemeretak terbelah, muncullah
manusia pertama di dunia (Noor, 2016: 124).
dongen asal muasal terciptanya alam semesta, kemudian tokoh aku memunculkan
pastiche kembali berupa dongeng Ymir dan Odin. Pastiche tersebut muncul
dikarenakan tokoh aku mengaku lebih terpesona dengan kisah Ymir dan Odin
Pastiche Boneka Kayu Pinokio dan pastiche Ymir dan Odin memiliki
hubungan sebab akibat yang unik dan mengakibatkan berubahnya alur cerita.
kemudian dibawa maju kembali setelah kemunculan pastiche Ymir dan Odin.
Kemudian disambung dengan pastiche baru yang memiliki sebab akibat dengan
kedua pastiche yang muncul sebelumnya, seperti pada kutipan berikut di bawah
ini.
didongengkan melalui kitab suci. Padahal bisa saja segala yang ada
diseluruh kitab suci pun tiada lain dan tiada bukan ialah semacam
dongengan. Air bah yang menenggelamkan dunia, manusia yang berubah
menjadi patung garam, tongkat yang menjelma ular, orang-orang mati
yang hidup kembali, laba-laba yang dengan seketika menutupi pintu gua
semua itu menjadi dongeng ajaib yang mempesonaku (Noor, 2016: 124).
Ymir dan Odin. Tokoh aku mengaku lebih suka pada kisah Ymir dan Odin
muncul dan memberi pengaruh langsung pada latar dan tokoh, dapat dilihat pada
Pada kutipan di atas terdapat penanda kastil, menara kastil, kereta kencana,
kuda bersurai cahaya, dan gebang baja depan kastil. Beberapa penanda tersebut
merupakan deskripsi latar pada dongeng, yang dijadikan pastiche pada cerpen.
manekin adalah pembanding dari kisah yang muncul sebelumnya. Solilokui tokoh
...Itulah sebabnya, kami mesti mengakhiri pesta sebelum fajar pagi tiba.
Kalau tidak, kereta-kereta itu akan menjelma labu, kuda-kuda yang gagah
itu akan kembali menjadi potongan kayu, dan kami semua akan hangus
menjadi abu... (Noor, 2016: 128)
dengan pastiche adalah setting dan tokoh. Kereta yang menjelma labu, kuda yang
kembali menjadi potongan kayu merupakan penanda yang diambil dari cerita
tokoh aku ketika menanggapi pertanyaan anaknya tentang asal-usul ibunya, yang
mendongeng kisah bidadari yang turun dari langit. Tokoh aku kemudian
mendongengkan kisah yang sama kepada anaknya. Terjadi perubahan gaya bahasa
dan sudut pandang cerita ketika tokoh aku mendongeng. Penggunaan gaya bahasa
cerita lisan yang lugas dipakai tokoh aku untuk menyampaikan kisah dongeng
pada anaknya. Perubahan juga terjadi pada sudut pandang, tokoh aku berubah
menjadi pencerita dalam cerita. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui unsur
pembangun cerita yang berkaitan dengan pastiche adalah tokoh, gaya bahasa, dan
sudut pandang.
mempunyai sudut pandang orang ketiga serba tahu yang menjadi narator sekaligus
kutipannya.
membahayakan dirinya, hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Melalui deskripsi narator pada kutipan di atas dapat diketahui jika tokoh
cerpen yang memiliki hubungan sebab akibat dengan pastiche yang muncul.
memunculkan pastiche baru yang berdampak pada psikologis tokoh utama berupa
rasa takut.
pastiche yang muncul sebelumnya. Tokoh aku menjadi ketakutan dan penasaran
dengan seseorang berjubah hitam bertopi anyaman jerami yang diduga ingin
yang ragu-ragu di sepanjang jalan. Tak ada yang lebih arif selain hujan
saat membiarkan yang tak terucap diserap akar pepohonan. Begitulah ia
mencintai hujan. Selalu terpesona melihat hujan (Noor, 2016: 148).
tokoh dan gaya bahasa. Pastiche muncul berupa kecintaan hujan tokoh utama
yang dideskripsikan oleh narator. Pastiche juga muncul karena didahului oleh
Pastiche modifikasi sajak, berpengaruh juga pada gaya bahasa narator yang
menjadi liris.
sudut pandang pencerita yang sama dengan cerpen Hujan, yaitu orang ketiga
serba tahu. Cerita dibuka dengan pussy (tokoh utama) yang mengenang neneknya
ketika mendongeng kisah tentang raksasa yang menculik anak-anak. Pussy selalu
kemunculan pastiche adalah latar dan tokoh. Adegan ketika raksasa meringkus
pussy diiringi dengan latar suasana sirine, gemeretak api dan orang yang
bernyanyi. Pastiche juga memunculkan tokoh baru berupa orang yang bernyanyi.
...Sampai kemudian bulu itu meliuk turun dan jatuh di kaki seorang renta
yang menggesek biola. Wajahnya hijau tua, juga tangan kanan yang
bergerak lembut menggesek biola yang terus mengalunkan kepedihan dan
kecemasan. Topi dan jubahnya yang berwarna ungu, seperti menyala
dalam gelap.13 Dalam kelam malam suara biola itu menyayat-nyayat,
merintih dan mendesah hingga rumah-rumah yang telah ditinggalkan
penghuninya nampak kiat kusam dan murung. Lalu terdengar ia serak
bersenandung,
adalah lagu yang dinyanyikan lelaki penggesek biola tersebut, yang sebelumnya
telah muncul pada pastiche pertama cerpen, kemudian muncul kembali pada
tokoh dan latar cerita. Setelah kemunculan pastiche tersebut, tokoh pussy merasa
dongeng tentang seorang putri yang diperkosa raksasa, seperti pada kutipan di
bawah ini.
SYAHDAN, di sebuah kota yang kecil dan tenang, tinggal seorang Putri
jelita... (Noor, 2016: 187)
kutipan di atas adalah tokoh, latar, gaya bahasan, dan sudut pandang. Pertama,
tokoh merupakan unsur vital dalam pastiche, dikarenakan melalui tokoh, cerita
pastiche muncul untuk kemudian memunculkan banyak tokoh. Selain itu tokoh
nenek juga diberikan kelaluasaan sudut pandang dalam cerita. Tokoh nenek yang
sebuah cerita dalam cerita, sehingga tokoh nenek bertindak sebagai narator dan
Kedua, terjadi perpindahan latar pada cerita tokoh nenek terhadap cerita
muncul dan setelah pastiche muncul, tokoh nenek bercerita dengan gaya bahasa
khas pendongeng lisan. Pastiche selanjutnya, muncul di dalam cerita tokoh nenek
melalui patung seorang penyair yang membacakan puisinya, seperti pada kutipan
berikut.
Dan selewat dini hari, patung seorang penyair akan berdiri dan
membaca puisi.
patung seorang penyair, dikarenakan pastiche berasal dari puisi tanpa modifikasi.
Jadi, unsur pembangun cerita yang mempengaruhi dan berkaitan dengan pastiche
mendongeng akan tetapi merasa keberatan dan meminta tokoh nenek untuk
luar cerita, yaitu tokoh Gracchus yang dimunculkan oleh tokoh patung. Hubungan
antara pastiche dengan tokoh pada kutipan di atas mempunyai pola sebab akibat.
Pastiche muncul melalui tokoh patung yang bercakap langsung dengan tokoh
putri, sedangkan percakapan tersebut merupakan bagian dari cerita tokoh nenek.
Kemudian tokoh nenek mengaku jika cerita yang didengar pussy adalah cerita
Pada kutipan di atas, setelah tokoh nenek memberi tahu pussy jika
kembali pastiche suara orang bernyanyi. Sama seperti pastiche lagu Midnight
64
hubungan dengan latar dan tokoh. Tokoh pussy dan tokoh nenek melalui cakap
sebagai latar peristiwa dari dialog antara pussy dan tokoh nenek. Pastiche
selanjutnya yang muncul mempunyai keterkaitan dengan tokoh dan gaya bahasa,
lagu Nina Bobok sebagai wujud kasih sayang terhadap cucunya. Pastiche yang
muncul juga memiliki gaya bahasa yang berbeda dengan kalimat sebelum dan
tokoh pussy, hal tersebut kemudian memunculkan pastiche yang memiliki pola
hubungan lebih kompleks dengan cerita, seperti pada kutipan di bawah ini.
Mendongenglah, Nek.
Tentang apa?
Apa saja.
Ia memejam, tenggelam. Sayup-sayup ia dengar suara nenek mulai
bercerita.
Syahdan, di sebuah kota yang kecil dan tenang, tinggal seorang
Putri jelita bersama Mama, Papa dan Neneknya. Putri itu punya seekor
kucing angola, yang diberi nama Pussy. Mereka tinggal di sebuah rumah
yang menghadap bukit. Hari-hari selalu penuh cinta. Mama dan papa
melimpahkan kasih sayang pada Putri bermata jelita itu. Begitu pun nenek,
amat sangat sayang padanya. Setiap malam, Nenek menemani Putri itu
dengan dongeng-dongeng ajaib yang selalu memukau sang Putri,
65
dimunculkan tokoh nenek sehingga kembali menjadi narator dalam cerita. Tokoh
pengulangan dari kejadian yang dialami tokoh pussy. Hal tersebut diperkuat
Pada kutipan di atas, narator menjelaskan jika kucing angola milik pussy
telah mati digorok dan dipaku di tembok, kemudian tokoh nenek melalui cakap
langsung menjelaskan latar kejadian dongeng berupa kota kecil yang mempunyai
bulan berwarna keemasan yang selalu muncul tiap malam. Kemudian tokoh nenek
membawa alur mundur kembali, ketika tokoh pussy diringkus oleh kawanan
raksasa yang datang secara tiba-tiba. Pastiche terakhir dalam cerpen yang
sekaligus penutup cerpen adalah penggalan lagu Midnight Blues seperti pada
sebelumnya, tokoh dan latar merupakan unsur pembangun cerpen yang memiliki
yang tertelan malam kelam, kemudian dimunculkan tokoh penggesek biola yang
dengan unsur-unsur cerpen dan keterjalinan cerita. Selain itu pada beberapa
pastiche akan diberikan asumsi yang menjadi motif kemunculan pastiche dalam
a. Fungsi Idiom Pastiche dalam Cerpen Mawar, Batu, Kaca yang Pecah,
Badak-Badak
Pada cerpen Mawar, Batu, Kaca yang Pecah, Badak-Badak terdapat
empat idiom pastiche yang berasal dari sumber yang berbeda. Kemunculan
keempat idiom pastiche tersebut memiliki fungsi yang saling berkaitan dengan
67
langsung tokoh perempuan dengan tokoh aku, seperti pada kutipan berikut.
Pastiche yang bercetak tebal pada kutipan di atas, pada awalnya berfungsi
Pertanyaan tokoh aku yang kemudian dijawab dengan pastiche oleh tokoh
permaisuri yang mengorbankan diri dengan cara membakar diri ke dalam api
beranggapan jika tiada keindahan selain keindahan kesetiaan seorang istri kepada
suaminya.
Tradisi demikian dalam masyarakat India kuno disebut dengan Sati, yang
memiliki makna kesetiaan seorang istri kepada suaminya. Sati dalam praktiknya
yaitu ketika suami meninggal maka seorang istri harus masuk ke dalam api
kesamaan yang dimiliki tokoh perempuan dalam cerpen dan permaisuri dalam
dikarenakan dirinya tahu jika tidak akan selamat dari kerusuhan, sehingga dia
sebelum masuk ke dalam api pembakaran suaminya. Hakikat penyerahan jiwa dan
keikhlasan adalah kesamaan yang dimiliki oleh tokoh perempuan dalam cerpen
deskripsi latar dan suasana kota yang kacau, dengan meminjam naskah drama
objek berupa badak yang merupakan objek sekaligus simbol dalam teks. Manusia,
buas (badak). Orang-orang yang berubah menjadi badak dalam cerpen adalah
analogi dari para penjarah ketika peristiwa Mei 1998 berlangsung. Para penjarah
orang-orang yang tidak sesuai dengan isi lagu nasional yang sering
Malam hari, sejak kamu pergi, aku lebih suka menyendiri di bukit
ini. Aku tak mau menjadi badak, sebagaimana kini setiap orang di kota
kita telah benar-benar berubah menjadi badak, menggosok-gosokkan
70
kulitnya yang keras ke tembok atau pohon dan tiang listrik, juga menara
kota. Kekerasan membuat hidung banyak orang jadi tumbuh cula.
Menciptakan Bahasa sendiri, yang bertentangan dengan pernyataan-
pernyataan dalam televisi yang penuh nyanyian cinta. Padamu
NegriAlangkah ganjil nyanyian itu, selalu melelehkan telingaku jadi
kesedihan. (Noor, 2016: 27-28)
yang melanda negerinya. Berdasarkan cakap batin tokoh utama, diketahui lagu
negara untuk berbakti kepada negara. Tokoh utama geram terhadap televisi yang
Selama orde baru berkuasa, televisi merupakan salah satu media yang
untuk memilah berita dan tayangan televisi yang layak disiarkan, sehingga
bertujuan untuk mencari kesepadanan makna antar kalimat, seperti pada kutipan
berikut.
Perbedaan ras antar tokoh merupakan persamaan antara cerpen dan sajak
Rendra . Sajak Rick dari Corona mengisahkan petualangan asmara seorang pria
Amerika putih dengan para wanita beraneka etnis, sementara dalam cerpen
menceritakan hubungan asmara antara pribumi dan etnis tionghoa. Pastiche pada
hidup di bulan, sedang pada politik dia tidak percaya. Betsy-Betsy dalam sajak
jauh sebelum kerusuhan terjadi tokoh perempuan sudah merasa tidak nyaman dan
tidak aman tinggal di Indonesia. Pastiche penggalan sajak Rick dari Corona
menyuarakan fakta sosial jika etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia tidak
aman. Etnis Tionghoa selalu menjadi korban dan dirugikan oleh pihak yang tidak
dalam cerpen ingin seperti Betsy dalam sajak Rendra yang merasa nyaman untuk
didominasi oleh dongeng anak maupun cerita rakyat. Pastiche pertama yang
muncul berupa cuplikan cerita Pinokio. Tokoh utama mengenang masa lalunya
Pada kutipan di atas terjadi pergantian alur ketika tokoh utama mengenang
masa lalunya dengan cara memasukkan pastiche boneka kayu Pinokio. Pastiche
pada kutipan di atas berfungsi sebagai jembatan pergantian alur cerita, meskipun
alur mundur hanya berlangsung sebentar, sebatas pada asal-usul kecintaan tokoh
utama terhadap dongeng. Kesamaan yang terdapat dalam kedua teks yaitu
hidupnya benda yang sudah mati, berupa tulang belulang yang hidup dan menjadi
73
istri tokoh utama, dan seorang Kakek Tua yang memperoleh keajaiban dengan
mengilangkan batasan antara benda mati dan hidup, hal semacam ini dalam
Selain itu fungsi pastiche Pinokio dalam cerpen adalah sebagai jabaran
bahagia dan menanamkan pesan moral agar senantiasa berbuat baik dan benar.
Sungguh aku tak kecewa pada dunia. Aku tak bermaksud melarikan
diri dari hidup. Lagi pula, kenapa sebuah dongeng mesti dianggap sebagai
pelarian dari hidup dan dunia? Kupikir hidup ini pun tiada lain sebuah
dongeng. Dunia ini hanyalah dongeng. Aku lebih suka membayangkan
betapa jagat raya ini bermula dari sebutir telur yang belum sempurna:
pelahan-lahan putih telur itu menjadi langit dan sebagian mendedap
membentuk cairan yang mirip agar-agar, kemudian sehampar tanah
mengapung di atas agar-agar itu, seperti minyak yang mengapung di atas
air, sampai akhirnya menjadi bumi.2 (Noor, 2016: 123-124)
atas berfungsi sebagai rajutan dunia imajiner tokoh untuk membangun keutuhan
cerita, selain nostalgia terhadap teks (kitab suci). Pastiche muncul untuk
membangun ideologi tokoh utama yang membenci diktat dan berbagai teori,
Aku juga lebih terpesona pada kisah manusia pertama yang tercipta
ketika seekor sapi raksasa menjilati batu karang diselimuti es, hingga
hingga lapisan es itu pelahan-lahan mencair. Dan pada hari ketiga ,
tampaklah sehelai rambut dari dalam es yang sebagian telah mencair
dijilati sapi raksasa itu, dan ketika batu karang itu pelahan menggemeretak
terbelah, muncullah manusia pertama di dunia.3 (Noor, 2016: 124)
...Aku lebih menyukai kisah itu ketimbang kisah Adam yang diciptakan
Tuhan dari tanah liataku yakin itu pun sesungguhnya hanyalah dongeng
yang kemudian dipercaya sebagai iman karena kisah itu didongengkan
melalui kitab suci. Padahal bisa saja segala yang ada diseluruh kitab suci
pun tiada lain dan tiada bukan ialah semacam dongengan. Air bah yang
menenggelamkan dunia, manusia yang berubah menjadi patung garam,
tongkat yang menjelma ular, orang-orang mati yang hidup kembali, laba-
laba yang dengan seketika menutupi pintu guasemua itu menjadi
dongeng ajaib yang mempesonaku. Dan semua dongeng itu selalu
membuatku membayangkan semacam keajaiban yang membuat segala dan
semua keajaiban itu menjadi mungkin (Noor, 2016: 124)
Pastiche kisah nabi pada kutipan di atas hadir sebagai pembanding dengan
pastiche yang muncul sebelumnya. Tokoh aku lebih meyukai kisah manusia
dalam Al-Quran muncul guna dikritisi. Pandangan tokoh utama yang menganggap
jika kitab suci merupakan dongeng yang dipercaya sebagai iman, merupakan
wujud penolakan terhadap narasi besar. Tokoh utama mengganggap jika kitab
suci (narasi besar) sama dengan dongeng-dongeng fantasi lainnya, untuk itu dia
makhluk hidup yang. Pembaca yang pernah membaca komik atau menonton film-
film fantasi Disney akan mudah untuk berimajinasi dengan narasi tersebut. Cerpen
Purnama di Atas Kota dan film Disney sama-sama mengusung tema dan ide
diluar realitas atau fantasi. Sehingga peniruan terhadap citraan Disney tersebut
memunculkan pastiche baru yang diambil dari dongeng Cinderella, seperti pada
kutipan berikut.
Pastiche pada kutipan di atas memiliki fungsi sama dengan pastiche yang
diketahui kereta yang menjelma labu dan kuda yang menjadi potongan kayu
merupakan kendaraan yang dipakai Cinderella menuju pesta, dalam cerpen hal
tersebut yang menjadi ketakutan para manekin, sama halnya dengan Cinderella
Pastiche terakhir yang muncul dalam cerpen berupa cerita dalam cerita,
yang dikisahkan oleh tokoh utama. Tokoh utama kebingungan ketika anaknya
bertanya perihal ibu kandungnya, karena tokoh utama tidak ingin anaknya
mengetahui jika ibunya adalah jerangkong, maka tokoh utama bercerita jika
77
ibunya adalah sesosok bidadari seperti dalam dongeng Nawang Wulan dan Jaka
Dongeng Nawang Wulan dan Jaka Tarub adalah salah satu cerita rakyat
yang terdapat dalam naskah Babad Tanah Jawi yang merupakan naskah sejarah
tokoh Jaka Tarub yang mengambil selendang dari salah satu bidadari yang sedang
Mataram.
78
Naskah Babad Tanah Jawi merupakan naskah kuno yang isinya mendekati
fakta sejarah, akan tetapi pada beberapa bagian berupa cerita fantasi, seperti pada
kisah Nawang Wulan dan Jaka Tarub. Ada yang berspekulasi jika leluhur
pendiri Kesultanan Mataram adalah keluarga petani, bukan berasal dari keluarga
maksud yang sama dengan kehadiran kisah Nawang Wulan dan Jaka Tarub
sosok Nawang Wulan dengan maksud agar anaknya bangga memiliki ibu seorang
bidadari. Jalan cerita pada cerpen juga sama dengan kisah Nawang Wulan, yaitu
tokoh utama terhadap masa kecilnya. Dongeng Nawang Wulan dan Jaka Tarub
kemunculannya pada naskah Babad Tanah Jawi berkaitan dengan fungsi terhadap
tanggapan tokoh, tokoh utama berpendapat tidak apa-apa jika lelaki mencuri, yang
kemudian ditanggapi anaknya dengan pendapat lain jika tidak apa-apa lelaki
kemudian terjadi pembelaan antara tokoh aku dan anaknya tentang kelakuan
mereka masing-masing.
dengan dua cerpen yang dibahas sebelumnya. Narator adalah orang ketiga serba
tahu dalam cerita. Terdapat dua idiom pastiche dalam cerpen Hujan. Pastiche
pertama yang muncul adalah respons dari keadaan tokoh utama, seperti pada
kutipan berikut.
Mereka punya otak tapi tak punya pikiran. Mereka adalah mesin
pembunuh paling sempurna. Astaga! Untuk apa mesin pembunuh itu
dikirim memata-matainya?! Ia mencoba mengingat, adakah ia pernah
menyinggung seseorang. Ia sendiri sudah tak ingat, tetapi orang itu tak
bisa melupakannya. Dan kini orang itu mengirimkan mesin pembunuh
agar ia mengingat kembali kesalahan yang tak lagi diingatnya itu. Telah
begitu lama orang itu menyimpan dendam padanya. Tanpa pernah ia
sadari, seseorang entah siapa entah di mana tengah begitu teliti dan penuh
ketekunan merancang detik-detik kematiannya. Dengan telaten orang itu
merancang kematian untuknya, seakan tengah merancang model pakaian
untuk perayaan perkawinannya. Mungkin pada saat ini, orang itu sedang
duduk santai menghisap cerutu, menikmati waktu bergeser pelan, sampai
tepat detik senapan menyalak. Tieghht. Dan saat ia terkapar dengan
kepala berantakan, orang itu tersenyum bahagia. Kebahagiaan yang akan
selalu dikenang sepanjang hidupnya. (Noor, 2016: 147)
berdasarkan kesamaan kekuatan super yang dimiliki sosok cyborg yang dengan
mudah bisa membunuh orang. Sosok cyborg dalam cerpen terdapat pengingkaran
dari teks aslinya. Cyborg diasosiasikan sebagai makhluk yang dengan mudah
81
pembunuh bayaran yang dimiliki pemerintah orde baru pada medio 80-an yang
bertugas membunuh siapa saja yang tidak sejalan dengan aturan pemerintahan.
Tokoh utama dalam cerpen diketahui sebagai sosok aktivis yang vokal dan
Cyborg dalam cerpen mempunyai fungsi yang rancu, sebagaimana pro dan
kontra terhadap kehadiran petrus. Bagi pihak yang pro, petrus dianggap sebagai
kembali kemungkinan dibunuhnya tokoh utama, dan beranggapan tidak ada alasan
Hujan adalah tema besar kedua teks, dan merupakan gagasan besar dari
penciptaan teks. Pastiche sajak Hujan Bulan Juni muncul sebagai wujud
sekaligus akademisi yang telah banyak menulis sajak. Hujan Bulan Juni
merupakan sajak yang menjadi salah satu ikon kepenyairan Sapardi dan sajak
dengan menggunakan analogi hujan. Tokoh utama dalam cerpen merupakan sosok
yang ingin disingkirkan oleh pemerintah yang berkuasa, sedangkan tokoh utama
melalui lakuan dan deskripsi narator masih belum percaya jika dirinya ingin
disingkirkan oleh negara. Hujan sekaligus sebagai setting yang dipakai dalam
Nightmare Blues) menggunakan orang ketiga serba tahu sebagai sudut pandang
cerita. Wujud pastiche pertama yang dibahas adalah pastiche lirik lagu yang
memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai pembangun suasana dalam cerita.
nuansa sedih dengan latar malam yang sunyi dan kelam. Cerpen seakan-akan
dibuat seperti adegan film yang bisa dengan jelas dilihat penonton. Efek-efek
visual film tersebut pada cerpen diganti dengan deskripsi suasana yang merupakan
untuk mencari kesamaan terhadap gagasan cerpen. Tokoh pussy dalam cerpen
diceritakan selalu mendengarkan dongeng neneknya agar bisa tertidur. Pussy juga
merasa sering bermimpi buruk, akan tetapi mimpi-mimpi buruk tersebut adalah
nyata, maka untuk mempertegas hal tersebut kata midnight kemudian diganti
pastiche lain dalam cerpen yang muncul setelahnya, seperti pada kutipan berikut.
pada kutipan di atas dijelaskan sebagai penggesek biola dan pelantun lagu. Pada
lukisan berjudul Der Grne Geiger karya Marc Chagall. Pastiche tersebut
dengan lukisan Marc Chagall. Kesamaan tersebut terdapat pada tokoh penggesek
biola dalam cerpen yang disamakan dengan lukisan Marc Chagall yang berupa
pria yang sedang menggesek biola. Hal tersebut diperkuat dengan kutipan penulis
pada catatan kaki cerpen yang mengaku terispirasi oleh lukisan Marc Chagall
akan tetapi memiliki cakupan yang lebih luas. Cerita yang muncul dari tokoh
Pada kutipan di atas, gaya bercerita tokoh nenek merupakan gaya bercerita
nostalgia terhadap kultur masyarakat. Selain itu pastiche memiliki fungsi merajut
dunia imajiner tokoh, tokoh nenek dalam cerpen memiliki imajinasi tersendiri
untuk membangun suatu cerita yang ditujukan kepada cucunya. Ketika tokoh
...Dan selewat dini hari, patung seorang penyair akan berdiri dan
membaca puisi.
pastiche sajak Di Sebuah Basilica, Asisi muncul dalam cerpen dan memiliki
fungsi nostalgia terhadap sajak Acep Zamzam Noor. Sajak tersebut terkumpul
dalam buku Di Atas Umbria yang merupakan sajak-sajak ketika penyair berada di
kota Assisi.
sebagai sarana imajinasi tokoh nenek melalui dongeng yang dibawakannya. Selain
itu tokoh patung seorang penyair yang membacakan sebuah puisi dimaksudkan
penyair. Pastiche selanjutnya juga muncul melalui tokoh pada dongeng yang
dibawakan tokoh nenek, yang berupa nostalgia terhadap cerpen Franz Kafka.
Tokoh Patung yang bercakap dengan tokoh Putri mengganggap dirinya memiliki
kesamaan dengan tokoh dalam cerpen Kafka, seperti pada kutipan berikut.
Tentu. Tentu.
Ia menjabat patung itu (Noor, 2016: 191).
Gracchus merupakan tokoh utama dalam cerpen Kafka yang berjudul The
Hunter Gracchus atau Gracchus Sang Pemburu yang ditulis pada tahun 1917.
Gracchus merupakan seorang pemburu terkenal yang telah lama menghilang dan
telah meninggal dan hidup diantara dinding kehidupan dan kematian. Bagi
merdeka. Pada akhir cerpen Gracchus ditawari untuk tinggal dan menetap, akan
dan gagasan dalam cerpen. Persamaan kedua teks adalah tidak adanya batasan
antara realitas dan nonrealitas, khayalan dan kenyataan menjadi satu. Gracchus
dan tokoh patung merupakan sosok lintas dimensi yang memiliki jalan pikiran
sendiri. Graccus adalah manusia yang telah mati sekaligus hidup, demikian juga
dengan tokoh patung yang bisa menjadi benda mati dan pada saat yang ditentukan
bisa berubah menjadi makhluk hidup. Oposisi biner dalam kedua teks baur dan
menjadi satu, seakan-akan tidak ada pembeda antara hidup dan mati, fiksi dan
nonfiksi.
Pastiche lagu Nina Bobok adalah jabaran pemikiran tokoh nenek ketika
ingin membuat cucunya tertidur. Pastiche juga sebagai sarana nostalgia untuk
mencari kesesuaian konteks pada kedua teks. Ketika tokoh nenek ingin membuat
tidur cucunya, maka lagu Nina Bobok yang dimunculkan, dikarenakan lagu
tersebut dikenal secara umum untuk menidurkan anak-anak. Lirik lagu Nina
tokoh pussy. Setelah tokoh nenek mendongeng, ternyata pussy tidak bisa tidur dan
melimpahkan kasih sayang pada Putri bermata jelita itu. Begitu pun
Nenek, amat sangat sayang padanya. Setiap malam, Nenek menemani
Putri itu dengan dongeng-dongeng ajaib yang selalu memukau sang Putri,
sementara kucing anggola hitam kesayangannya menggelesot manja di sisi
peraduan.
Betapa ia ingat, suatu hari ia dapati kucing angola kesayangannya
telah mati digorok dan di paku ke tembok (Noor, 2016: 195).
Pastiche berupa tokoh nenek yang memulai bercerita pada kutipan di atas
merupakan nostalgia dari gaya bercerita lisan yang kedua muncul dalam cerpen.
Pastiche berfungsi sebagai unsur pembangun keutuhan cerita dan penjelas jalinan
cerita dalam cerpen. Dongeng yang dibawakan tokoh nenek kepada pussy sama
tokoh pussy mulai tersadar dan ingat jika kucing piaraannya telah mati digorok
Tokoh nenek yang bercerita menciptakan tokoh yang hidup dan memiliki
terhadap cerita pendek yang mempunyai alur linear. Ketika tokoh nenek mulai
bercerita alur berubah menjadi acak dan berputar-putar. Tokoh pussy sejak awal
sebenarnya sudah tahu jika dongeng yang dibawakan tokoh nenek merupakan
cerita tentang dirinya sendiri, bagian tersebut berada dalam alur cerita yang
berputar ketika tokoh nenek mulai mendongeng. Sementara alur cerita yang acak
dan bervariasi terdapat dalam cerita yang dibawakan oleh tokoh nenek.
hubungan pastiche dengan unsur pembangun cerpen, dan fungsi pastiche dalam
91
cerpen. Agus Noor dengan sengaja mengambil teks atau nonteks ke dalam
maupun sastrawan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain sebagai sarana
Gejala-gejala postmodern pada sajak Rendra dan Subagio tampak melalui tokoh-
mencapai kesetaraan dengan tokoh lain. Sedangkan sajak Sapardi dan Acep secara
Ionesco, Carlo Collidi, Marc Chagall, dan Franz Kafka. Tiga dari empat seniman
drama absurd Ionesco, permainan warna dalam lukisan Chagall, dan cerpen-
marut keadaan sosial. Selain itu kemunculan pastiche membuktikan jika karya
seni bukanlah artefak seni yang keberadaannya tidak bisa mengikuti zaman,
tetapi seni adalah wujud kebudayaan yang keberadaannya tidak lekang oleh
waktu. Seni, dalam dunia postmodern Agus Noor merupakan bentuk pengulangan
dari karya yang telah ada, untuk kemudian diolah dan ditampilkan kembali ke
dalam cerpen.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kumpulan cerpen Memorabilia & Melankolia karya Agus Noor, dapat diperoleh
1. Idiom pastiche yang muncul dalam cerpen didominasi oleh seniman yang
membentuk pandangan dunia dan lakuan tokoh, selain itu pastiche juga
3. Secara garis besar kemunculan pastiche dalam cerpen memiliki tiga fungsi
yaitu: (1) untuk melakukan pembebasan tokoh agar memiliki ruang gerak
bebas tanpa batasan, dibuktikan adanya pembauran terhadap oposisi biner, (2)
93
94
yang digantikan menjadi fiksi historis di dalam cerpen, (3) untuk nostalgia
terhadap teks maupun nonteks yang berasal dari masa lampau yang
B. Saran
dalam memahami kajian teks sastra, khususnya bentuk idiom pastiche dalam
wacana postmodern.
dengan menggunakan kajian teori baru yang masih jarang digunakan pada
peneliti lain untuk melakukan kajian dengan telaah dan sudut pandang
Fuller, Andy. 2011. Sastra dan Politik : Membaca Karya-karya Seno Gumira
Ajidarma. Yogyakarta: Insist.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Kultural Studies Atas Matinya
Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Sayuti, Suminto A.. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Media.
95
96
Teeuw, A. 2013. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Sumber lain:
LAMPIRAN
Lampiran I
Cerpen Mawar, Batu, Kaca yang Pecah, Badak-Badak
DIHANTAR malam, kamu datang dengan bibir gemetar, tubuhmu tertelan kaos
warna biru, bergambar bunga mawar. Membuatku berfikir betapa kamu memang
telah menjadi bidadari seperti yang selama ini sering aku bayangkan: dengan
sepasang sayap terjuntai di punggung, lembut dan bersih. Di langit, segarit jerit,
bagai bayang usungan mayit. Sedang lenganmu, penuh pecahan kaca, luka yang
lama telah kita duga, tetapi tetap saja membuatku terkesima: tiba juga batu-batu
itu memecah kaca jendela, membuatmu bergegas mengenakan sepatu. Itukah yang
membuatmu mendatangiku? Kucium juga bau ketakutan dari rambutmu.
Masuklah, kuraih lenganmu, mencari kepastian yang tak mungkin lagi
ditemukan di jalan-jalan, yang membuat orang-orang berjalan lebih bergegas
bersama kecemasan di kepala. Kecemasan itu, kau juga tahu, datang bersama bau
selokan, menyentuh pasar dan pertokoan. Menjalar dan berkobar. Kata-kata telah
beku, hingga setiap orang lebih percaya pada batu. Tak ada mawar di jalan raya.
Juga tak ada mawar tumbuh di sela jari orang-orang yang kecewa. Lalu kenapa
kamu memakai kaos warna biru bergambar mawar seperti itu? Seakan ada yang
tumbuh dari jantungmu, melampaui apa pun yang selama ini aku fikirkan tentang
dirimu, setiap kali menyadari betapa putih kulitmu.
Kenapa kamu masih sempat memilih warna sepatu, kasihku? Juga
memoleskan gincu ke bibirmu? gurauan ini, mungkin tak terlalu lucu, tetapi
entah kenapa aku menganggapnya sedikit perlu.
Aku ingin tetap cantik bahkan dalam mati,1 suaramu mengingatkanku
pada lenguh sapi di malam hari, membuatku jadi ingin mengenal riwayatmu
kembali, ketika sebuah perahu datang dari sebuah koloni, membawa sutra,
keramik, batu giok dan candu, mencari matahari yang tak kunjung bisa mengubah
putih kulitmu. Telah lama sekali semua itu terjadi. Tapi aku masih saja selalu
merasa bersalah tak pernah mau mengerti, tak pernah mampu memahami, hingga
kamu selalu saja asing, dengan mata sipit dan rambut poni.
Mungkinkah aku memang jadah, sejak mula sejarah...
Matamu penuh kunang, seperti ribuan lampion yang digantungkan dalam
sebuah perayaan menjelang pergantian tahun, mengenang leluhur. Bermekaran,
bersama rentengan mercon yang berletusan, mengirim seekor naga untuk menjaga
kamar tidurmu. Tapi kemanakah kini naga itu, kekasihku? Tak ada lagi yang
menjagamu, juga naga itu.
1
Kutipan dari sajak Permaisuri, Subagio Sastrowardoyo
98
AKU menelpon beberapa kenalan, melintasi kota-kota tanpa perlu bertatap muka,
sambil memandangi tubuhmu yang mendekam dalam cermin, menggenggam
bunga mawar plastik, gemetaran, hingga sepatumu tampak lucu. Seakan ada
kelinci sembunyi di situ, bermain dengan para kurcaci, memakan kwaci dan
nonton televisi. Kau dengar, mereka pun berkisah tentang jalan-jalan yang telah
penuh batu, rumah-rumah yang dijarah, pasar-pasar yang terbakar, dan wajah
orang-orang di jalan telah menjadi tungku. Meraka mencari beras, gula dan susu,
yang lenyap seperti hantu.
Kuceritakan ketakutanmu, tetapi tak ada kenalan mau membuka pintu
untukmu. Apakah kamu memang telah benar-benar menjadi sebuah ancaman?
Rasa bersalah tak cukup untuk sebuah persahabatan. Sebagaimana dulu kita
ditolak oleh masjid dan gereja, karena warna kulit dan keyakinan kita. Perbedaan
tak pernah diperbolehkan tumbuh bersama. Hidup memang telah menjadi slogan,
membosankan dan seragam. Seperti warna kuning pada tiang listrik dan pagar
halaman, menutup setiap apa pun yang mencoba menjadi beda. Sungguh aku
merasa bersalah tak bisa memetik kecemasan yang tumbuh di telingamu yang jadi
merah.
Bisakah kamu menyulap kulitku, menjadi hitam seperti lembu?
tanganmu mencari keajaiban, menatapku dengan semacam pengharapan
penghabisan.
Istirahatlah.
Malam di jendela. Kubiarkan kamu menyimpan tubuhmu dalam selimut,
mengubur ketakutanmu dalam tidur. Waktu seperti balok-balok es, membeku,
membuatku jadi ragu apakah aku benar-benar bisa menolongmu dari ketakutan
ini? Tentu, aku masih tetap mencintaimu, kekasihku. Meski impian itu sudah bisa
aku damaikan. Mungkin benar seperti katamu, aku seorang peragu. Tak pernah
bisa dengan tegas memutuskan sesuatu. Tak sepertimu, yang bisa dengan yakin
menolak mengganti namamu. Bukan karena kamu menolak pembauran, tetapi
karena mengganti nama tidaklah segampang seperti ganti baju: mengganti model
lama dengan yang baru. Begitu, kamu selalu mnegatakan padaku, disela kecupan
dan isakan, pada suatu malam, sebelum akhirnya kita menyadari pagi telah jatuh
di bawah kaki kita, di kamar ini juga.
Wajahmu daun sunyi, putih bercahaya. Di luar, jalan raya telah menyala.
Warung, kios dan toko, berantakan dan terbakar. Tentara berjaga-jaga, membuat
siapa pun bertambah merasa tak aman. Naga di bawah kamar tidurmu menggeliat,
mencari gua yang lain untuk tapa panjangnya. Meninggalkanmu sendirian, dalam
kegelapan, dengan mawar plastik yang gampar terbakar. Menggigil, ketika batu-
batu memecah kaca jendela. Asap hitam dan letusan senapan, membuatku merasa
asing dengan kota ini. Seakan ratusan mahkluk ganjil berbiak tanpa percakapan,
memenuhi jalan-jalan.
Aku mendengar gemuruh kaki mereka, menderap keluar masuk gang,
seperti ratusan badak yang tengah merangsak. Kota telah penuh badak.2
Membongkar gudang-gundang, mencari beras dengan teriakan beringas.
2
Ditulis dengan ingatan pada drama Badak-badak, karya Eugene Ionesco
99
Mungkinkah kita menyematkan bunga mawar pada telinga badak-badak itu? Tak
ada gagasan seperti itu tumbuh dalam kepala, ketika setiap orang sibuk mencari
kambing hitam untuk kesalahan yang bertahun-tahun mereka lakukan. Membuat
siapa pun panik, dan berusaha cuci tangan, sambil mencari sabun di wastafel. Tapi
semua telah mahal, kini. Juga sabun dan sikat gigi. Dan bensin sebentar lagi.
Membuat banyak kendaraan umum, menghilang dari jalan raya, menelantarkan
orang-orang yang hendak berpergian. Membuat anak-anak sekolah marah,
kemudian mengubah diri mereka menjadi badak, bergerak serentak dengan batu
ditangan, memecahi kaca-kaca, prrraanggg!!!
Kamu kaget dan tergeragap bangun, tersengal. Wajahmu selembar daun,
pucat.
Apakah aku bermimpi?
Tidak. Ini bukan mimpi.
MALAM hari, sejak kamu pergi, aku lebih suka menyendiri di bukit ini. Aku tak
mau menjadi badak, sebagaimana kini setiap orang di kota kita telah benar-benar
berubah menjadi badak, menggosok-gosokkan kulitnya yang keras ke tembok atau
pohon dan tiang listrik, juga menara kota. Kekerasan membuat hidung banyak
orang jadi tumbuh cula. Menciptakan bahasa sendiri, yang bertentangan dengan
pernyataan-pernyataan dalam televisi yang penuh nyanyian cinta. Padamu Negri...
Alangkah ganjil nyanyian itu, selalu melelehkan telingaku jadi kesedihan
Ketika jalan-jalan telah penuh badak, kenapa tiba-tiba kita bicara tentang
cinta tanpa pernah menanam mawar di jalan raya?
Dari bukit ini, aku seperti bisa mendengar kembali gemeretak gigimu,
sambil memandangi kota -- di bawah sana -- yang meledak penuh badak. Sayup,
kudengar ledakan. Jam malam mengubur kota jadi bentangan kesunyian. Aku tak
tahu, apakah itu akan menyelesaikan. Bagaimana pun badak-badak perlu makan.
Mungkin sedikit dedak. Aduh! Kepalaku juga telah bengkak, seperti kepala badak.
Aku butuh lumpur buat berendam! Membenamkan kecemasanku. Karena itulah,
aku sembunyi di bukit ini, kekasihku. Aku malu padamu, karena tak benar-benar
mau memahamimu, karena aku selalu saja gemetar setiap menyebut namamu,
Mai Ling... Alangkah celaka, tak pernah aku sadari, betapa sudah lama aku
sendiri telah menjadi seekor badak.
Sesekali, tengah malam, aku turun ke kota, dengan langkah terseret,
seperti jam yang berdetak pelan, menyusuri jalan-jalan yang telah menjadi parit
sunyi. Aku mencari manusia, yang akan menyapaku dengan senyum keindahan.
Tapi kota ini telah gelap dan mati. Rumah-rumah terkunci, seperti hati yang tak
mau berbagi. Aku berjalan dengan pengharapan akan bertemu denganmu, di
warung pojok jalan itu, tempat biasa kita menghabiskan waktu dengan
percakapan. Tak ada siapa-siapa. Tak ada penjual jagung bakar. Tak ada tukang
sate. Tak ada perempuan menjajakan diri. Tak ada kendaraan melintas. Kota telah
benar-benar mati. Sisa kerusuhan berserakan. Gerobag terguling. Kios hancur.
Reruntuhan tembok, berkaparan di bawah remang cahaya bulan. Aku mendengar
suara orang menangis, seperti keluar dari leher yang tergorok. Tapi aku tak
menjumpai asal tangis itu, meski telah kuikuti gema itu. Tangis itu seperti
menggenang di mana-mana, memenuhi pendengaranku yang berdenyut oleh
bayangan badak-badak yang merangsak keluar kota, merayap dalam gelap.
Aku duduk, menanggalkan jaket, sambil membayangkan kamu duduk di
hadapanku. Kuhidupkan lagi percakapan-percakapan kita, dulu: Menikmati
jagung bakar dengan segelas wedang ronde. Kuingat, orang-orang akan
memandangi kita, seakan kita sepasang mahkluk ganjil yang dilarang berjabatan
tangan. Sering kubayangkan suatu hari aku akan terbang ke bulan, kamu sering
berbicara seperti itu. Aku percaya, hidup di bulan lebih baik ketimbang hidup di
bumi.3 Aku akan hidup di sana, dan tiap hari akan kupetik kecapi. Membuatku
sering membayangkan bahwa pada suatu hari akan tumbuh sayap biru di
punggungmu. Itulah kenapa, kekasihku, ketika kau datang menemuiku malam itu,
kupikir kamu benar-benar telah menjadi bidadari bersayap jelita. Kenapa aku tak
3
Ucapan Betsy, dalam sajak Rick dari Corona, karya Rendra
101
pernah berfikir bahwa malam itu kamu hendak menyatakan kepergian tanpa
ciuman perpisahan?
Kenapa aku selalu merasa bersalah dengan warna kulitku?
Kupandangi ujung sepatuku, membayangkan ada seekor kelinci hidup di
situ. Kamu kemudian memandangi bulan, seakan mencari anak tangga untuk
sampai ke sana. Mungkin benar, hidup di bulan lebih baik ketimbang hidup di
bumi yang tak mau berbagi. Kamu bisa memetik kecapi di sana, atau memintal
kain cita dengan benang air mata. Mengingat itu semua, aku seketika memandang
ke arah bulan, mengharap betapa kamu memang benar-benar ada di sana. Kenapa
aku tak mendengar suara kecapi sunyimu? Kenapa aku hanya mendengar suara
tangis yang keluar dari leher tergorok, entah di mana?!
Rasanya, kakiku kian mengeras, seperti tersimpan dalam aspal.
DARI bukit ini, aku selalu memandangi kota kita dengan perasaan kehilangan.
Juga penyesalan, kenapa aku tak pernah benar-benar bisa menerima kamu.
Membuatku benar-benar menjadi badak. Adakah tempat yang nyaman untuk
kakiku yang telah mengeras begini? Mungkin aku perlu membangun sebuah
tangga hingga menjulang menyentuh bulan. Siapa tahu di bulan, aku benar-benar
ketemu kamu. Kita bisa sama-sama menanam mawar hingga bulan selalu tambah
merah. Sebagaimana aku ingin menanam mawar di bukit ini, karena di jalan-jalan
kota aku tak bisa menanamnya. Keindahan kota telah menjadi urusan yang
berwenang, sebagaimana banyak persoalan telah diambil alih oleh kekuasaan
negara. Dan kita hanya bisa berbisik-bisik atas itu semua, seperti suara tikus yang
memenuhi got. Menjadi keresahan yang diam-diam membusuk di dada setiap
orang. Bacin. Apakah kekuasaan memang tak boleh disalahkan? Apakah
kekuasaan tak pernah merasa bersalah seperti kamu yang merasa bersalah dengan
warna kulitmu?
Di bukit ini aku selalu digoda oleh semua pertanyaan itu, sambil
mengenang ribuan kunang-kunang yang berhamburan dari matamu, seperti
lampion-lampion yang mengapung mengikuti arus sungai, mencari muara waktu
dimana kita bisa menyusun riwayat cinta dan menyusun sebuah percakapan tanpa
pernah mempersoalkan warna kulit kita....
Yogyakarta, 1998
102
Lampiran II
Cerpen Purnama di Atas Kota
Purnama di Atas Kota
CINTA seringkali datang pada saat yang tak terduga, dan kita tak mau seketika
mengakuinya. Seperti ketika kutemukan tumpukan tulang belulang gosong di sisa
reruntuhan gedung yang ludes terbakar saat terjadi kerusuhan yang
menghanguskan sebagian kota. Tulang belulang itu teronggok di antara
reruntuhan tembok, masih sedikit panas ketika aku menyentuhnya. Rasanya
seperti menyentuh seonggok mayat yang masih menyimpan sedikit redup sisa
hidup seakan masih ada jantung yang lemah berdegup. Dan aku hanya terpana,
dan kian terpana, ketika aku semakin lama menatap onggokan tulang belulang itu.
Rasanya aku jatuh cinta pada saat yang tak terduga, bagaikan cinta pada
pandangan pertama.
Sementara puluhan orang mengkais mencari barang-barang yang mungkin
masih bisa digunakan, aku hanya berdiri termangu memandangi tulang belulang
itu. Aku seperti melihat tubuh-tubuh yang meringkuk remuk bertumpuk-tumpuk
saling peluk. Dan dari sebongkah tengkorak yang retak, aku seperti mendengar
gema suara penuh harap yang mengingatkanku pada keinginan terakhir seseorang
yang sedang sekarat. Tolong aku.., ambillah aku, maka aku akan jadi istrimu
yang paling setia Dan aku gemetar mendengarnya. Seperti mendengar langkah
keajaiban bersijengkat mendekat. Adakah ini keajaiban cinta yang datang tak
terduga? Aduhai! Ia hanya tulang tulang berserakan, hanya jerangkong gosong,
tapi ia berjanji hendak menjadi istri yang setia. Aku jadi kepikiran, betapa
memang merupakan anugerah yang luar biasa bila mendapat istri yang setia di
tengah dunia yang tak lagi menghargai kesetiaan. Tak gampang, pada saat ini,
menemukan perempuan yang bisa setia. Betapa jarang kita menemukan istri yang
sungguh-sungguh setia. Kukira, jauh lebih baik kawin dengan jerangkong,
ketimbang kawin dengan perempuan yang tak setia.
Rasanya ada bunga tumbuh dan mekar dalam jantungku, seperti cinta yang
tumbuh di tengah kesepian dunia.
Lantas kudapati diriku telah memunguti tulang belulang itu dengan begitu
hati-hati, bagai memunguti harapan dan impian. Kutata kubungkus dalam kardus.
Beberapa orang memandangiku dengan tatapan heran. Pastilah apa yang aku
lakukan tampak begitu ganjil. Sementara orang-orang bergegas lalu-lalang
menjarah berbagai barang, aku malah sibuk memunguti belulang
jerangkong yang jelita desisku, memandangi kerut serut pada tulang belulang
itu: terlihat garis-garis hitam tipis di bagian kaki dan lengan lebih halus dibagian
humerus dan radius dan terlihat janggal di tulang karpal dan tarsal.
Sungguh, aku bisa merasakan, betapa ia begitu pasrah dalam ajal.
Malam jatuh menidurkan kepenatan. Aku rebahan di sisi tulang belulang
jerangkong jelita itu. Menatapnya dengan kesedihan dan kemesraan yang terus
berdebaran, seakan malam pertama sepasang pengantin yang tak direstui. Aku
mendengar desah nafas lembut jerangkong itu nafas lembut pengantin
perempuan yang menunggu dijamah. Aku terus memandanginya, merasa nyaman
lantaran memiliki teman yang membuatku tak lagi terlalu merasa kesepian.
Hingga kantuk mengatup mata. Separuh tertidur separuh terjaga, aku masih
sempat mendengar sayup mesin kendaraan melintas, bayangan malam pucat di
kenting kaca dan semacam harapan murung yang tak lagi percaya pada fajar pagi.
Lalu sempurnalah sepi.
Seperti mimpi
Aku melihat lamat-lamat kelebat perempuan yang bangkit dan
bersijengkat, meraih sandal jepit dan melangkah mengitari kamar. Suara pintu
terbuka, kemudian kerekit kerekan berderit, disusul kecebur ember menyentuh
dasar sumur. Langkah-langkah sandal diseret pada lantai, berulang-ulang,
berkitaran, di antara kemericik air dan denting piring yang saling bersentuhan.
Batuk-batuk kecil. Suara dan gerak yang teredam, hawa suam yang memuai
bersama kemericik minyak pada penggorengan yang dipanaskan. Aku mendengar
air diseduh, gelinting sendok yang menimpa tepian gelas, aroma nasi goreng, dan
harum kopi yang hangat
Semuanya serba samar, seperti kenangan yang mulai memudar, seperti
potongan-potongan gambar yang menyebar dalam kamar. Dan ketika aku bangun,
aku mendapati di meja telah terhidang sepiring nasi goreng dengan telur dadar dan
segelas kopi panas!
Pagi datang dengan keajaiban. Aku memandangi meja makan dengan
perasaan tak percaya, tetapi kemudian perlahan mulai mengerti: sesuatu telah
terjadi. Aku melirik ke arah jerangkong itu, yang tampak meringkuk. Ia telah
memakai sarung, yang dikerungkupkan menutup punggung. Lalu kuingat kelebat
perempuan itu, seperti mimpi yang hidup di malam hari. Juga kuingat pada bunga
yang tumbuh dalam jantungku ketika pertama kali kulihat tulang belulang itu.
Adakah semua ini memang keajaiban cinta?
Aku pernah terpesona pada kisah boneka kayu yang menjelma manusia.
Cinta si Kakek Tua telah menghidupkan boneka kayu itu.4 Kisah itu juga
berbagai kisah lainnya yang penuh keajaiban membuat masa kanak-kanakku
terasa begitu ranum. Sering aku membayangkan, betapa suatu hari nanti, aku akan
bertemu boneka kayu itu di sebuah pesta, ketika para pangeran dan putri-putri
yang jelita bernyanyi dan berdansa. Semua itu membuat masa kanak-kanakku
penuh warna, dan cerita-cerita yang penuh keajaiban tumbuh dalam kepala.
Bahkan sampai aku dewasa, dongeng-dongeng di masa kanak-kanak itu terus
4
Kisah Boneka Pinokio, boneka kayu yang menjelma manusia.
104
5
Sebuah dongeng dari Jepang, yang mengisahkan asal mula dunia.
6
Sebuah dongeng yang berasal dari Skandinavia, mengisahkan kemunculan manusia pertama yang
bernama Buri dan kemudian melahirkan anak cucu yang menjadi dewa-dewa.
105
sebagai sebuah dongengan dengan alur dan kisah yang lebih menakjubkan dan
lebih penuh keajaiban dari dongengan apa pun dan mana pun.
Mungkin karena aku merasa konyol saja ketika mulai membayangkan itu
semua. Merasa tolol karena apa yang aku bayangkan itu selalu berujung dengan
bayangan tuhan yang sering aku angan-angankan ketika kanak-kanak. Ketika
kanak-kanak, aku selalu membayangkan tuhan sebagai seorang tua berjenggot
putih yang terkantuk-kantuk di kekelaman semesta; bila ia batuk gunung api pun
meletus; sesekali ia meludah, dan datanglah air bah; sesekali ia menggaruk
punggungnya yang gatal, dan bumi pun mengelinjal atau terpental-pental seperti
bola bekel ditangan anak kecil yang nakal. Saat dewasa aku selalu menganggap
tuhan seperti seorang tua tukang cerita yang sibuk mereka-reka bermacam
peristiwa di dunia. Mereka-reka bermacam dongeng yang terus-menerus dipenuhi
keajaiban.
Sampai kini pun aku selalu tak bisa memupuskan bayangan itu, membuat
aku selalu merasa betapa tuhan memang tiada lain dan tiada bukan ialah semacam
dongengan yang dikisahkan agar anak-anak bisa tidur dengan tenang dan nyaman.
Setidaknya, dongengan tentang tuhan diperlukan agar kita tak terlalu merasa sia-
sia dan sengsara, karena kita jadi sedikit punya hiburan untuk apa kita hidup di
dunia yang fana. Dongeng tentang tuhan akhirnya menjadi dongeng yang paling
menentramkan.
Dongeng membuatku selalu yakin, betapa selalu ada keajaiban dalam
hidup ini. Sesuatu yang akan muncul begitu saja dalam hidup kita, seperti cinta
yang datang tak terduga. Hidup serupa dongeng adalah hidup yang membuat kita
selalu terpesona pada apa pun yang hidup dalam fantasi kita. Karena itulah, aku
lebih menyukai menganggap hidup ini semacam dongengan bahkan tiada lain
dan tiada bukan ialah sebuah dongeng. Mungkin aku terlalu terobsesi pada
dongeng. Aku selalu membayangkan diriku sebagai anak tiri yang dibuang ke
hutan, kemudian tersuruk-suruk mencari arah keluar mengikuti kerlip kunang-
kunang, bertemu peri yang memberiku mantra untuk mengubah nasib menjadi
pangeran; kemudian dengan mantra-mantra itu pula aku mesti menyelamatkan
seorang putri yang ditawan raksasa. Dan sebagai pangeran yang kesepian, aku pun
mengembara ke kota, ke sebuah kerajaan yang gemerlap oleh cahaya. Dan aku
terpesona oleh cahaya-cahaya yang gemerlapan di atas menara-menaranya. Dan
kota, kerajaan cahaya itu, membuatku kian terpesona karena penuh dongengan
dan kisah-kisah yang ajaib: tentang makhluk-makhluk yang ditemukan tergeletak
tanpa kepala, bayi bengkak yang membusuk di selokan, hantu-hantu yang
gentanyan di tengah malam menjarah rumah-rumah dan membunuh dan
memperkosa penghuninya, anak-anak yang hidup di gorong-gorong sementara
para pangeran dan putri-putri jelita berpesta di gedung-gedung menjulang. Dan
yang selalu menggairahkanku ialah kisah tentang manekin-manekin yang selalu
hidup di malam hari.
Sering, bila tengah malam, aku berdiri di depan etalase toko, memandangi
manekin-manekin yang terkurung dalam kaca, mengingatkanku pada putri jelita
yang disekap raksasa. Dan bila lonceng di tengah kota berdentang selewat tengah
malam, kusaksikan manekin-manekin itu mulai mengedipkan mata, menggeliat,
106
terlihat lebih putih, lantai lebih bersih, dan benda-benda tak lagi tumpang tindih.
Dan di atas sprei merah ganih, kulihat jerangkong itu terbaring lelap dibawah
cahaya yang malap; ia begitu tentram dalam temaram lampu yang hampir padam.
Ah, betapa jelitanya ia!
Lembut kusentuh lengannya, kucium batok tengkoraknya yang hangus,
Selamat tidur
Selapis abu arang menempel di bibirku. Kuseka, menciptakan garis hitam
di punggung telapak tangan. Sambil duduk di kursi, kupandangi jerangkong itu.
Seperti apakah ia dulu? Adakah ia manekin yang menjelma manusia? Manekin
yang sempat di kenalnya pada pesta itu? Ataukah ia seorang pramuniaga yang
terjebak api ketika kerusuhan itu terjadi? Mungkin ia seorang gadis, yang sedang
berbelanja, hendak membeli gaun yang akan ia kenakan saat pesta ulang tahun
kekasihnya. Tapi, mungkin juga jerangkong itu sesungguhnya seorang putri jelita
yang dikutuk: ia akan mati dalam sebuah kebakaran. Aku mendengar jerit itu,
langkah-langkah panik orang-orang berlarian ditengah gemeretak api yang
berkobaran
Kini ia terbaring lelap. Ketika sarung yang menutupi tulang belulangnya
tersingkap, aku terkesiap. Kurasakan gairah pelan-pelan meruap, ketika
memandangi tulang kakinya yang jenjang, pipih dan panjang membuatku
terangsang! Aku merasakan birahi yang tumbuh di tengah belukar sunyi.
Aku tak bisa tidur malam itu. Gelisah oleh gagasan gila: bagaimana kalau
aku menyetubuhinya?
SAMPAI suatu malam yang sendu, ketika gerimis membuat gang jadi lengang.
Sedikit basah, aku bergegas pulang. Aku melepas baju dan celana, telanjang,
tanpa menyadari ada yang memandang dalam remang. Sampai kemudian aku
menyadari betapa jerangkong itu tengah duduk di pojok kamar, menatapku malu-
malu, memandang ke arahku yang telanjang. Hingga aku begitu gugup dan buru-
buru meraih sarung, kulilitkan serampangan ke pinggang.
Pada liang matanya yang kelam kutangkap isyarat perpisahan. Semacam
rasa bersalah yang tak gampang diucapkan. Kulihat lengannya mendekap
bungkusan di pangkuan.
Kamu hendak pergi?
Aku tahu, malam-malammu terganggu karena aku...
Ia bangkit.
Ke mana kamu akan pergi?
Entahlah.
Kuraih jari-jarinya ah, betapa dingin. Tinggallah di sini kataku
dengan nada kelu. Ini rumah kita, kukira kau sudah tahu sejak mula. Kemudian
kudekap ia, keperihan yang telah membuatku menerima dunia.
Lama kami berpelukan. Kurasakan kering kasap tulang belulang itu, aku
merabanya dengan mesra. Ia merebahkan tengkoraknya ke dadaku. Ruas-ruas
tulang punggungnya terdengar menggeretak setiap kali ia bergerak, seakan ingin
109
prosesus. Jabang bayi itu terus tumbuh dan berdenyut, meringkuk, tangan dan
kakinya pelan-pelan terbentuk. Tidakkah anak ini kelak akan bertanya siapa
ibunya?
Apakah yang kamu pikirkan, suamiku?
Tidak apa-apa, istriku, jawabku, mencoba tersenyum. Aku cuma mikir,
kayak apa ya nanti anak kita?
SEBAGAIMANA umumnya bayi, sembilan bulan sepuluh hari, bayi itu pun lahir.
Tak melewati vagina, tetapi melepaskan diri begitu saja dari belitan ari-arinya.
Akhirnya aku menjadi seorang ayah, batinku bahagia. Tak ada yang lebih
membahagiakan seorang ayah selain memiliki anak yang bertahun-tahun
diharapkannya. Kugendong bayi itu, tangisnya pecah mengagetkan para tetangga.
Tapi aku terlalu bahagia untuk memperdulikan makian-makian mereka.
Hanya saja aku merasa kebahagian itu tak akan lagi berlangsung terlalu
lama, ketika istriku memberi isyarat agar aku mendekat. Sepertinya aku musti
pergi, bisiknya lirih. Kulihat tulang belulang itu memutih, seakan tangan maut
mulai menyentuh ubun-ubunya yang kering, untuk kedua kali. Aku bisa melihat
betapa ia begitu damai. Mungkin karena ia sudah pernah merasakan bagaimana
rasanya mati. Ia pernah hangus terbakar cara kematian yang mengerikan tentu
saja hingga ia bisa merasa seperti apa panasnya api neraka. Dan kini ia akan
kembali mati, dalam siatuasi yang tenang dan diharapkan. Ia begitu damai
menyambut kematian. Ah, barangkali, seperti puisi, kematian memang tak lebih
dari melankoli. Kamar perlahan mengendap sunyi ditinggalkan cahaya yang
bersijengkat pergi. Ada harum serupa melati. Dan maut yang lembut tersenyum di
sela detik jam yang mengerut. Dan kurasakan jantungku begitu keras berdenyut.
Kenapa gemetar? Kenapa mendadak merasa hambar pada hidup yang
sebentar? desahnya.
Kemudian sunyi. Alangkah sunyi. Aku bisa mendengar suara air mataku
yang jatuh menimpa tengkorak kepalanya.
Kau tak perlu repot. Hanyutkan saja belulangku ke tengah kali. Atau
lemparkan ke timbunan sampah, biar jadi makanan anjing
Menjelang subuh, jerangkong itu mati. Aku berdoa semoga Tuhan tidak
keliru melemparkannya ke dalam neraka. Hujan, serpihan kepedihan itu, membuat
kesedihanku jadi lengkap, ketika bayi itu kudekap, ketika suara-suara lingkap,
ketika hidup kurasakan kembali gelap.
Bayi itu dengan cepat membesar, lebih cepat dari warna putih yang
merambat di kepalaku. Usia memang selalu membuat kita termangu. Tetapi bayi
itu, anakku, jauh membuatku lebih termangu. Ia tumbuh tak banyak cakap, dan
lebih menyukai gelap. Hanya sesekali mata kami bersitatap, dan aku tergetar
setiapkali memandang matanya yang hitam. Sepasang mata itu selalu
mengingatkanku pada liang kelam mata jerangkong itu. Mata yang menyimpan
kemarahan, yang menatapku sebagai tuntutan. Ia tumbuh lebih muram dari
kulitnya yang kapisa; kasar dan dipenuhi bulu-bulu serupa serigala. Begitu sering
111
ia berhari-hari melayap dalam gelap, kemudian pulang tengah malam dengan mata
lebam dan hidung berdarah.
Kenapa, anakku?
Kelahi! dengusnya pendek.
Kenapa hampir setiap hari kamu berkelahi, anakku?
Mereka selalu bilang, kalau aku anak jerangkong. Bukankah itu
keterlaluan, ayahku?!
Aku mengelus kepalanya. Inilah saat-saat yang paling kutakutkan: aku
mesti menjelaskan siapa ibunya. Bagaimanakah aku mesti menceritakan semua
kisah ibunya kepadanya? Aku ingin ia bangga pada ibunya. Ia masih kanak-kanak,
ia mesti mulai menyusun kenangan yang membahagiakan dan menyenangkan
tentang ibunya. Lalu kuingat pada nenekku, yang dulu di masa kanak-kanakku
suka mendongengkan kisah bidadari. Kurasa aku bisa mengisahkan hal yang sama
pada anakku. Kuminta agar ia duduk tenang mendengarkan, dan aku mulai
mengisahkan siapa ibunya.
Suatu hari ada bidadari turun ke bumi meniti pelangi. Bersama bidadari-
bidadari yang lain, bidadari itu mandi di sebuah telaga sunyi. Mereka bermain-
main air, berenang berkecipakan tertawa riang. Membuat hutan bergema dipenuhi
tawa tan celoteh mereka. Saat itulah, seorang lelaki yang tengah mencari kayu
mendengar gema tawa para bidadari itu. Segera lelaki itu mengendap-endap
menghampiri tepian telaga, dan dilihatnya para bidadari yang sedang mandi.
Seketika lelaki itu jatuh cinta. Maka ia pun mencuri selendang satu bidadari,
hingga bidadari itu tak bisa kembali ke kahyangan. Kemudian bidadari itu
menjadi istri si lelaki. 7
Nah, bidadari itulah ibumu, kataku menutup kisah.
Lalu siapa si laki-laki?
Ya ayahmu ini!
Jadi, kamu dulu suka mencuri, ayahku?
Ha ha ha Tak apa laki-laki sesekali mencuri.
Juga tak apa-apa kan kalau laki-laki sesekali suka berkelahi?!
Sebenarnya tak apa-apa. Karena terkadang seorang laki-laki baru benar-
benar menjadi laki-laki kalau ia berani berkelahi Aku memandangi mulutnya
yang monyong, serupa moncong. Tapi ibumu tak suka kalau punya anak suka
berkelahi.
Tapi mereka selalu mengolok-olokku anak jerangkong.
Tidak. Kamu anak bidadari.
Dan anak pencuri.
Ha ha ha
Ha ha ha
Lalu ia menghambur, masuk kegelapan. Entah apa yang dikerjakannya
dalam kegelapan. Berhari-hari ia menghilang dalam gelap, mendekam dalam
kelam. Ia hanya muncul saat purnama. Kepadanya memang kuceritakan, betapa
7
Dongeng tentang Nawang Wulan dan Jaka Tarub, yang merupakan cerita lisan di khasanah
tradisi Jawa (Tengah) dan sekitarnya.
112
ibunya akan datang menemuinya setiap malam purnama. Karena itulah, ia selalu
terlihat bahagia setiap kali purnama muncul di langit kota. Setiap purnama, ia
merangkak keluar kegelapan, menyambut kemunculan ibunya.
Sambil berbaring digerogoti kesunyian, aku selalu melihat bayangan
tubuhnya yang merangkak keluar semak-semak dan mulai mencakar-cakar
dinding sebuah gedung. Dengan kuku-kuku seruncing dan sekuat cakar serigala,
bocah itu kemudian mulai merayap naik dinding itu. Sesampai di puncak ia akan
bersimpuh melolong-lolong memanggili ibunya. Kemudian bulan yang bulat bulai
dan bundar itu kian merendah, menggosok-gosokkancahayanya yang perlahan
meredup oleh kerinduan. Hingga gedung-gedung yang menjulang itu menjelma
silhuet, dan bocah itu tampak seperti serigala yang melolong panjang memanggil-
manggil bulan di puncak ketinggian gedung yang paling menjulang. Lolongan itu
bergaung dan terus bergema di atas langit kota
Kalian pastilah pernah mendengar lolong itu. Dan seketika, kalian pastilah
merasa ngeri. Tapi aku kian gelisah disesah sunyi.
Yogyakarta, 1998-2002
113
Lampiran III
Cerpen Hujan
Hujan
SEPERTI serpih kepedihan berluruhan, hujan turun, membuat jalanan dan pohon-
pohon basah berkilatan. Tempias air berliukan digerakkan angin, berdesauan,
bagai galau tertahan. Debu pada tembok pada pagar pada ranting dan dedaunan,
berleleran mirip lukisan samar-samar yang tanggal dari ingatan. Rumah-rumah
jadi kelabu. Hujan membentangkan kelengangan, dengan desau yang sesekali
mengejutkan. Dari jendela ia pandangi hujan. Ia selalu terkesan pada hujan.
Seakan ada yang dibangkitkan, dan kenangan seketika bermekaran. Hujan.
Adakah yang lebih mengesankan melebihi hujan? Hujan menyimpan semacam
kesedihan. Seakan ada rahasia yang disembunyikan dalam hujan. Ada kepedihan
dan harapan. Setiap mendengar desau hujan ia selalu mendengar percakapan-
percakapan yang seakan-akan ingin dirahasiakan. Mungkin, nun entah di mana,
ada seseorang sesungukkan, menisbahkan nasib pada hujan. Kadang ia mendengar
tangis menitis diantara giris gerimis. Kadang ia juga seperti mendengar erang --
bahkan sering lengking yang memanjang.
Ia suka saat-saat seperti itu, memandang dan mendengarkan tempias hujan
menyihir lampu-lampu jalan, hingga segalanya terasa menghanyutkan. Dari
jendela ia lihat orang-orang beteduh di emperan toko: seakan deretan arca
lumutan. Ada sepasang kekasih saling dekap, merapat tembok. Adakah mereka
punya kenangan dengan hujan? Mungkin tidak. Mereka tak pernah
membayangkan apa pun tentang hujan, selain air yang ditumpahkan dari langit,
dan membuat mereka punya alasan untuk berdekapan. Mungkin si laki-laki
sesekali iseng menyelusupkan tangannya ke balik jaket perempuan, lalu meremas
dengan lembut tetek perempuan itu, yang memang mengharap sentuhan --
setidaknya agar tak terlalu kedinginan. Dengan nafas tertahan, mata sayu, mereka
saling bisik; sesekali melenguh pelan, sambil membayangkan kamar losmen
murahan. Mereka menunggu hujan dengan dada berdebar. Ah, adakah mereka
kemudian menyimpan hujan sebagai kenangan? Yang akan mereka ceritakan pada
anak-anak mereka, kelak, sembari saling lirik, ketika suatu sore hujan mendadak
turun perlahan.
Malam tak menyurutkan hujan. Lampu-lampu jalan sudah lama menyala,
berpendar samar. Awan membuat langit karatan. Kelengangan membentang. Kaca
jendela jadi lembab dan buram. Pada kaca itu, iseng, ia toreh segarit garis. Ingin ia
tuliskan sesuatu di situ; sesuatu yang bisa mengingatkan pada makna kesunyian.
Sesuatu yang bisa membawanya pada satu nama, peristiwa atau apa saja yang
tertinggal jauh di gigir kenangan, yang kadang muncul sebagai bayangan
menakutkan, tetapi toh tetap ingin ia abadikan. Sesuatu yang membuatnya selalu
merasa punya kenangan. Itulah kenapa ia kerasan memandang hujan. Seperti ada
tabir kenangan yang selalu membuatnya percaya betapa ada rahasia yang ingin
disampaikan hujan. Dan di sana, ia akan memperoleh jawaban yang dapat
membuatnya nyaman.
114
itu, tetapi mereka akan segera melupakan karena mengira itu hanyalah suara petir
memecah keheningan. Mereka akan segera kembali memejam dan berharap
mimpi nyaman. Peristiwa itu akan dirahasiakan hujan.
Pembunuhan. Hmm. Pembunuhan. Sudah berapa banyak pembunuhan
terjadi dalam hujan? Mungkin di satu tempat entah di mana pada saat ini juga
tengah turun hujan dan terjadi pembantaian. Puluhan mayat terkapar dengan usus
terburai, tanpa kepala. Cuilan daging bergeletakan, lengket pada aspal. Puluhan
bayi yang sudah dibetot jantungnya dipacak pada tombak, dan dijejer sepanjang
jalan atau digantungkan di dahan pepohonan. Biji mata mereka sudah dikeruk
dengan sendok, hingga liang mata itu menganga, seperti sarang ular yang kian
kelam dalam hujan. Mayat-mayat itu dilempar begitu saja di pinggir jalan. Darah
berlelehan di jalan bercampur air hujan. Sesekali terdengar tembakan. Asap hitam
masih mengepul di kejauhan. Bau amis mengambang di udara basah. Ketika hujan
kian deras, mayat itu mengapung, timbul-tenggelam; sebagian nyangkut di lobang
gorong-gorong, sebagian lagi hanyut terseret arus sungai yang meluah
menggenangi jalan-jalan....
ORANG berjubah hitan bertopi anyaman pandan itu masih saja bergeming.
Kilat melecut kegelapan. Bayangan gedung-gedung mengkilap, sekejap.
Bayangan orang berjubah hitam itu selesat jelas terlihat. Memang sendirian.
Bahkah tak ada kucing atau anjing melintas. Melihat ketabahannya, ia kian yakin
kalau orang itu memang pembunuh bayaran. Hanya mereka yang terlatih
mengendalikan kesabaran yang sanggup berjam-jam berdiri tak bergerak tak
beranjak di bawah derai hujan dan tamparan angin yang terus bersuitan.
Kesabaran yang luar biasa hanya dimiliki pembunuh bayaran. Kesabaran
pembunuh bayaran hanya sedikit di bawah kesabaran para nabi. Apakah ia tengah
menunggu seorang buronan? Patilah ia akan menanti buronan itu dengan
perhitungan cermat. Ia akan menunggu berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-
tahun. Sampai pun ia renta dan ubanan, dan nyawa meregang dari tubuhnya: ia
akan berdiri di situ sampai jadi mayat, sampai dagingnya membusuk melepuh
digerogoti belatung, sampai jadi jerangkong -- ia akan terus menunggu di situ,
sampai ia berhasil membunuh sang burunan. Bagi pembunuh bayaran, setiap
perintah mesti dirampungkan. Ia faham bagaimana mesti bersikap sebagai
pembunuh bayaran sejati. Keberhasilan adalah harga diri. Melihat caranya berdiri,
ia pastilah jago tembak tak terkalahkan. Membunuh hanya perkara biasa. Sudah
berapa ratus orang mati ia tembak? Apakah ia masih tergetar setiap kali melihat
orang sekarat? Ah, bukankah pembunuh yang baik mesti abai dengan semua soal
yang menyangkut perasaan? Tetapi, mungkin saja ia kerap dihantui tatap
menghiba mata para korban yang mohon belas kasihan. Wajah pucah menghadapi
kematian. Bayangan macam itu mungkin saja kerap mengganggu perasaannya --
karena toh bagaimana pun seorang pembunuh bayaran tetap saja manusia.
Ratapan. Erang kesakitan. Jerit dan isak di tenggorokan yang tergorok. Semua itu
tak gampang dilupa. Membuat tidurnya penuh genangan darah. Tapi semua itu
116
cepat ia singkirkan dengan beberapa teguk tuak murahan, sambil meyakinkan diri
betapa semua itu memang takdir yang mesti ia hayati, meski ia sering merasa
betapa ia telah tua untuk urusan pembunuhan, dan ingin mundurdari semua itu,
menghabiskan sisa usia dengan tenang di sebuah tempat yang tentram dan nyaman
hingga ia tak terlalu diganggu perasaan bersalah yang membuahnya begitu lelah.
Tetapi semua itu tak semudah yang ia angankan. Ia tak pernah bisa mengelak
betapa ia memang pembunuh bayaran. Tak kurang tak lebih. Itulah hidupnya.
Orang bayaran yang harus nurut apa perintah yang mesti ia kerjakan. Karenanya,
begitu datang selarik pesan Habisi dan kerjakan, segera ia menyambar jubah
hitam serta topi anyaman pandan, yang baginya sudah menjadi pakaian kebesaran,
kemudian berangkat menembus hujan memburu buronan. Tak ada yang perlu
dirisaukan. Ia toh masih bisa menikmati hidup sebagai pembunuh bayaran.
Bahkan boleh dibilang, membunuh adalah pekerjaan yang tak pernah
membosankan. Setiap pembunuhan selalu menawarkan ketegangan yang berbeda,
selalu menyisakan misterinya sendiri-sendiri. Itulah kenapa, sekali seseorang
membunuh, ia akan selalu didorong keinginan untuk melakukannya lagi, lagi, dan
lagi. Itu bukan soal dorongan kejahatan, tapi kenikmatan. Karena itulah, mestinya
setiap orang punya pengalaman membunuh, agar bisa menikmati dunia dengan
sempurna -- setidaknya buat keseimbangan jiwa. Itulah sebabnya ia tetap jadi
pembunuh bayaran. Apalagi ia bukan pembunuh kelas rendahan. Bagaimana pun
dunia ini membutuhkan pembunuh. Agar dunia tak melulu berisi kebaikan.
Bukankah kebaikan yang berlebihan malah akan membo-sankan?
Hujan masih menyanyikan kesedihan. Orang berjubah hitam bertopi
anyaman pandan itu masih bergeming di sana. Kukuh bagai patung. Dan entah
kenapa, ia merasa, betapa orang itu tengah memandang ke arahnya. Orang, ah,
orang! Sedari tadi ia begitu yakin kalau yang berdiri di luar sana adalah orang,
dengan kesedihan dan impian-impiannya! Bagaimana kalau bayangan hitam
bertopi anyaman pandan yang berdiri di bawah hujan di seberang jalan di ujung
gang di bawah temaram cahaya lampu yang seakan berpercikan itu bukan orang
sebagaimana yang ia bayangkan? Bagaimana kalau dia bukan pembunuh, tapi
mesih pembunuh? Sejenis cyborg: makhluk hibrida setengah manusia setengah
mesin rakitan yang memang diprogram untuk hanya melakukan pembunuhan?
Tidak, ia tidak melebih-lebihkan. Mikroelektronika dan miniaturisasi telah
memungkinkan ilmu kedokteran mutakhir untuk memperbaiki, mengganti dan
mengembangkan organ-organ tubuh yang mati dan tak berfungsi dengan
melakukan rekayasa biomedis sehingga menghasilkan mesin pembunuh paling
sempurna yang dapat diaturkendalikan. Mereka punya otak tapi tak punya pikiran.
Mereka adalah mesin pembunuh paling sempurna. Astaga! Untuk apa mesin
pembunuh itu dikirim memata-matainya?! Ia mencoba mengingat, adakah ia
pernah menyinggung seseorang. Ia sendiri sudah tak ingat, tetapi orang itu tak
bisa melupakannya. Dan kini orang itu mengirimkan mesin pembunuh agar ia
mengingat kembali kesalahan yang tak lagi diingatnya itu. Telah begitu lama
orang itu menyimpan dendam padanya. Tanpa pernah ia sadari, seseorang entah
siapa entah di mana tengah begitu teliti dan penuh ketekunan merancang detik-
detik kematiannya. Dengan telaten orang itu merancang kematian untuknya,
117
8
Larik ini adalah modifikasi teks puisi Hujan Bulan Juni, karya Sapardi Djoko Damono.
118
ORANG -- atau apa pun ia -- masih berdiri di bawah hujan, berjas hitam panjang
bertopi anyaman pandan. Jangan-jangan ia memang tengah mengintaiku,
desisnya. Tak penting apakah aku bersalah atau tidak. Sudah terlalu sering orang
yang tak bersalah mesti menanggung sesuatu yang tak pernah ia lakukan dengan
nyawanya. Yeah, itu memang konyol. Tetapi bukankah hidup ini memang konyol.
Kekonyolan yang bisa menimpa siapa saja, tak kecuali aku. Yang aku perlukan
barangkali cuma berjaga-jaga: mengganjal pintu dengan meja atau penghalang apa
saja untuk menahan dobrakan; memalang jendela, menyumbat semua lobang
masuk, kemudian duduk di sofa. Aku bisa menaruh sofa itu tepat di tengah
ruangan, hingga aku bisa dengan leluasa melihat setiap sudut dan kelebat gerakan.
Bila pembunuh bayaran itu memang muncul, aku bisa dengan cepat mengelak.
Aku akan menunggu ia muncul. Duduk membuka seluruh kepekaan indera,
merasakan detak jam yang terasa kian dalam. Tik tak tik tak... seperti ada yang
tengah menatah resah.
Aku tak yakin, apakah aku bisa menghindari pembunuhan ini. Selama ini
aku tak pernah berkelahi. Aku tak pintar silat. Pembunuh itu, pastilah dengan
gampang membekukku. Seperti ninja, ia muncul dari kelimun asap yang tiba-tiba
nyembul dari celah pintu. Atau mugnkin ia meluncur begitu saja dari wuwungan.
Dan tahu-tahu telah berdiri menodongkan senapan. Tak akan pernah kulihat wajah
119
pembunuh itu, karena seketika aku terkapar dengan kening berlubang Tak ada
jerit.Hanya gema tembakan tenggelam dalam hujan.
Hujan. Masih hujan. Bagaimana pun selama masih hujan, aku bisa sedikit
merasa nyaman. Sebagaimana dulu-dulu, aku percaya, hujan akan
menyelamatkanku. Aku yakin, hujan tak akan membiarkanku sendirian dikoyak
kematian. Tak akan. Selama masih hujan berarti aku masih punya kawan. Aku tak
perlu merasa ketakutan. Dan, memang, kurasakan hujan kian menderas, hingga
bagai kelambu air yang melindungi dari apa pun yang mengancamku,
sebagaimana dulu hujan mendekapku dari ketakutan ketika malam-malam
sekompi pasukan mendadak mendobrak rumah. Aku tak tahu, apa yang terjadi. Di
antara teriakan dan bentakan, sayup-sayup aku mendengar gemuruh hujan datang
dari kejauhan. Kulihat Ayah di seret keluar. Cepat, babi busuk! bentak tentara
yang menyeret sambil menghantamkan popor senapan ke tengkuk Ayah, yang
terjerembab seketika. Bangun! Aku meringkuk di sudut. Hujan turun, seperti
muncul begitu saja dari dalam dadaku yang membadai. Kulihat Ibu diseret,
dilempar ke halaman. Wajahnya pucat. Lima orang tentara mengelilingi Ayah
yang terkapar kuyup.
Bangun, keparat!
Ayah merayap. Di dekatnya, Ibu hanya bisa menganga, memeluk kaki
Ayah yang sengkleh, ketika seorang tentara menempelkan senapan tepat di mulut
Ayah. Jangan!! Sepertinya kudengar jerit itu, sayup dalam deras hujan. Aku
memejam ketika kudengar derum mobil, lalu teriakan-teriakan, lalu kembali mobil
mengeram, menjauh. Lalu senyap. Hanya desau hujan yang meratap. Ketika pelan
kubuka mata, kulihat darah menggenang dan mengalir bercampur air hujan Dan
Ibu terisak memangku kepala Ayah yang pecah.
Aku masih ingusan waktu itu. Aku tak faham kenapa tentara-tentara itu
memaki Ayah pengkhianat. Aku merasa begitu hampa. Marah, geram, namun tak
berdaya. Saat itulah aku merasa betapa hujan menatapku penuh pengertian.
Dengan lembut ia usap kegalauanku. Kurasakan kesejukan, seperti ada tangan
gaib yang menuntunku untuk masuk dalam hujan. Tidurlah, buyung... belai
hujan. Dan aku merasa begitu tentram. Aku temukan perlindungan pada hujan,
dimana bayangan buruk yang terus berkecamuk dalam kepalaku dapat pelan-pelan
kudamaikan. Ketika semua orang menajiskan diriku anak pengkhianat, hujan
membukakan harapan dan impian. Aku mulai belajar tak perduli pada apa pun
yang membuatku terkadang membenci Ayah. Semua sudah jauh tersimpan dalam
hujan. Ibu sudah lama jadi seonggok tanah kuburan. Sedang Ayah, tak lebih
ingatan pedih anak ingusan. Pengkhianat atau bukan, Ayah tetaplah ayah: tempat
dimana kutaut hormat. Pengkhianat atau bukan, itu bukan kesalahan, tapi pilihan.
Dan Ayah telah memilih, seperti aku kini memilih hujan. Rebahan di jantung
hujan. Mendengar setiap erang dan keluhan yang tersimpan. Menyimak semua
cerita yang dituturkan.
Kemana-mana aku bersama hujan. Kemana aku jalan, hujan selalu turun
mengucuri tubuhku. Sungguh keajaiban yang aku sendiri tak bisa menguraikan.
Sejak memilih hujan, makhluk ajaib itu memang tak pernah membiarkanku
sendirian. Ia selalu melindungiku. Hingga aku tak pernah kepanasan, tetapi juga
120
tak pernah kedinginan. Bukan berarti aku tak pernah repot dengan hujan. Sering
aku dihadang satpam dan dilarang masuk pusat perbelanjaan atau rumah makan
karena aku basah kuyup diguyur hujan. Itu akan membikin lantai belepotan. Para
kernet dan kondektur bus kota selalu bersikeras menolakku karena akan membuat
penumpang lain menghambur keluar karena tak mau basah kecipratan hujan. Mau
tak mau ke mana-mana aku selalu berjalan dan jadi perhatian. Sementara orang
blingsatan kepanasan, aku malah basah kuyup kehujanan. Dan itu kadang
merepotkan, juga melelahkan.
Karena itulah, kemudian kubikin perjanjian. Bagaimana kalau kamu
hanya mengucur dalam tubuh dan pikiran? kataku pada hujan. Kalau memang
sudah musim silahkan menghabur keluar. Bagaimana?
Apa lu udah mulai bosen ama gue?
Jangan ngambek begitu, dong. Ini hanya soal kepraktisan saja, kok.
Jadi gue nggak boleh setiap saat ngucur turun, gitu?
Itu kalau kamu setuju.
Baiklah. Baiklah.
Kamu nggak marah, kan?
Kagak.
Bener?
Suer!
Meski begitu, tetap saja, terkadang hujan tiba-tiba keluar dari tubuh dan
pikiran tanpa bisa kukendalikan. Hingga seperti sulapan, hujan tiba-tiba mengucur
perlahan dari tubuhku. Kadang nyembul dari lengan kadang muncrat lewat ubun-
ubun kadang menderas begitu saja dari jari-jari, membuat orang-orang keheranan,
dan tak jarang malah ketakutan. Barangkali, pada saat-saat seperti itu, aku tampak
seperti alien.
Namun bagaimana pun aku tak bisa dipisahkan dengan hujan. Aku bisa
hidup tanpa perempuan, tapi tidak dengan hujan. Lagi pula perempuan mana sih
yang mau direpotkan oleh seorang laki-laki yang sepanjang hidupnya hanya
memikirkan hujan?! Kubangun kisah cintaku sendiri bersama hujan. Kisah paling
menakjubkan. Dimana peri-peri mungil bersayap jelita sepanjang hari memainkan
harpa memintal musim demi musin dengan cahaya bening berkilauan. Dan di
sana, di puncak menara sunyi, hidup seorang laki-laki penyendiri yang hanya
berkawan hujan. Laki-laki itu masuk ke dalam hujan sebagaimana hujan masuk
dalam jiwa dan ingatannya yang pelan-pelan bisa ia damaikan.
Setiap malam, laki-laki itu berdiri termangu di jendela menara, menatap
purnama pucat. Ada lolong anjing di kejauhan. Mata laki-laki itu penuh rindu,
memejam membayangkan hujan, cinta yang dicurahkan. Setiap malam laki-laki
itu selalu ketakutan. Angin selalu menggaruk-garuk tiang menara, begitu riuh,
seperti ribuan gagak mencakari bangkai raksasa. Dalam keriuhan seperti itu, laki-
laki itu selalu merasa, betapa nun di bawah sana, sudah menunggu ribuan
pembunuh yang siap mencacah-cacah tubuhnya. Sampai suatu malam, ketika
hujan tumpah dan langit seakan-akan pecah, dilihatnya seorang pembunuh
bayaran berjas hitam panjang bertopi anyaman pandang bergeming di ujung jalan.
Pembunuh itu mungkin orang mungkin cyborg. Berminggu-minggu, bertahun-
121
dari tengah hujan setiap telah terjadi pembunuhan. Padaku hujan selalu
menceritakan setiap peristiwa pembunuhan.
Entahlah, aku merasa aneh dengan percakapan yang kini kudengar. Seperti
serpihan kepedihan berluluhan. Adakah karena orang ini mati penasaran?
Mungkin ia seorang yang biasa-biasa saja, yang hanya mencintai hujan seperti
mencintai kehidupan. Tentulah orang itu telah belajar banyak pada isyarat hujan;
telah memahami bahasa hujan. Dan kini ia terkapar diguyur hujan, seperti sebuah
pikiran yang dilumpuhkan. Uh, bukankah setiap pembunuhan berarti juga
pembunuhan sebuah gagasan -- yang meskipun tak terlalu menakjubkan,
barangkali bisa dipungut untuk masa depan.
Hujan seperti tak akan pernah reda. Kilat sesekali melecut kelam,
menggemakan rahasia. Seperti ada isyarat, betapa suatu saat riwayatku akan tamat
ketika hujan turun begitu lebat. Seperti orang yang kini terkapar di luar sana, aku
akan mati dalam hujan, meski pun aku begitu mencintai hujan. Mungkin saat itu
aku tengah duduk termangu di gigir jendela memandangi hujan yang bagai
serpihan kepedihan berluruhan membasahi jalan dan menggigilkan pepohonan.
Lalu satu tembakan membuatku terkapar. Tak penting apakah, seperti orang itu,
aku punya kesalahan atau tidak. Kekuasaan tak akan peduli pada apa pun, seperti
halnya selama ini aku tak pernah peduli pada apa pun selain hujan.
Dan aku, seperti orang itu, memang hidup hanya untuk menunggu
kematian. Meski sesungguhnya telah lama mati dan dikubur dalam hujan
Yogyakarta, l997-
1999
123
Lampiran IV
Cerpen Dongeng buat Pussy (Atawa: Nightmare Blues)
9
Lirik ini, dan seterusnya, diambil dari lagu Midnight Blues (album Still Got the Blues) milik Gary
Moore, dengan mengubah kata midnight menjadi nightmare.
10
Gambaran penggesek biola, terinspirasikan oleh lukisan Marc Chagall (1887-1985), Der grne
Geiger, yang kini tersimpan di Solomon R. Guggenheim Museum, New York. Saya melihat
gambar itu dari buku tentang Chagall terbitan Taschen edisi Jerman.
125
Sudah malam, pussy. Kamu belum juga tidur? Itu suara Nenek. Betapa
perih. Apakah kamu pingin Nenek dongengi, pussy?
Ia tersenyum. Dongeng. Apakah ia memang masih membutuhkan dongeng
nenek? Kembali ia teguk champagne. Mulutnya asam. Di tengah kelam di tengah
kesunyian lagu itu masih mengalun menyayat pedih ditangkup alunan biola yang
timbul tenggelam terbawa desau angin. Ive got those nightmare blues...
Kamu mau dongeng apa, pussy?
Kucing, desisnya. Mendongenglah tentang kuncing, Nek.
Kucing? Baiklah. Nenek akan mendongeng tentang kucing bersuara
merdu...
Nenek sudah sering mendongeng tentang itu. Saya sudah hafal, Nek.
Kucing itu akhirnya hidup bahagia karena dipelihara putri jelita. Begitukan,
Nek?
Nah, lalu kenapa kau ingin nenek mendongeng tentang kucing?
Apakah tak ada dongeng lain tentang kucing? Nenek kan bisa
mendongeng tentang kucing yang digorok lalu dipasak ke tembok.
Alangkah mengerikan! Apakah kamu ingin dongeng mengerikan seperti
itu, pussy?
Entahlah.
Bukankah dongeng mesti menyenangkan, pussy?
Kenapa?
Agar dongeng berbeda dengan kenyataan.
Apakah dongeng mesti beda dengan kenyataan?
Setidaknya bila kenyataan telah begitu pahit, dongeng semestinya tidak
menambah kepahitan itu, pussy.
Kalau begitu, ceritakan saja dongeng yang menyenangkan.
Tapi apakah kini ada dongeng yang menyenangkan, pussy?
Bukankah dongeng selalu menyenangkan, Nek.
Benarkah dongeng masih menyenangkan?
Tentu saja. Karena kenyataan telah begitu pahit, maka dongeng jadi
menyenangkan.
Karena kenyataan yang pahit itulah, dongeng menjadi tidak
menyenangkan.
Mungkin. Tetapi aku pingin Nenenk mendongeng untukku.
Tentang apa?
Apa saja.
Bagaimana kalau tentang Bidadari yang jatuh cinta pada Serigala?
Itu pun sudah aku dengar.
Kalau kisah Putri Duyung dalam botol?
Lebih dari lima kali Nenek menceritakannya.
Lalu dongeng apa lagi, pussy?
Terserah Nenek.
Bagaimana kalau cerita tentang putri yang diperkosa raksasa?
Ia terdiam. Sepertinya ia belum mendengar dongeng itu.
Nampaknya mengasyikkan, Nek.
126
SYAHDAN, di sebuah kota yang kecil dan tenang, tinggal seorang Putri jelita
bersama Mama, Papa dan Neneknya. Putri itu punya seekor kucing angola, yang
diberi nama Pussy. Mereka tinggal di sebuah rumah yang mengahadap bukit.
Hari-hari selalu penuh cinta. Mama dan Papa melimpahkan kasih sayang pada
Putri bermata jelita itu. Begitu pun Nenek, amat sangat sayang padanya. Setiap
malam, Nenek menemani Putri itu dengan dongeng-dongeng ajaib yang selalu
memukau sang Putri, sementara kucing anggola hitam kesayangannya
menggelesot manja di sisi peraduan.
Di kota itu, bulan selalu berwarna keemasan. Selalu muncul setiap
malam. Selalu bulat bundar. Memang kota kecil yang ajaib. Kota dengan menara
dan kastil tua, serta patung-patung dewa di taman-taman, yang selalu hidup bila
tengah malam. Dibawah cahaya keemasann bulan yang bulat penuh, patung-
patung itu akan mengeliat. Otot-ototnya berdenyut, lalu kelopak matanya yang
setengah mengatup perlahan membuka. Maka orang-orang pun akan
menyaksikan, betapa setiap tengah malam patung-patung itu akan bangkit,
merentangkan tangan meregangkan otot-ototnya yang bagai kecapaian lantaran
sepanjang pagi sepanjang siang sepanjang sore terus-menerus mematung tak
bergerak. Saat-saat tengah malam seperti itu adalah saat-saat paling indah.
Ketika patung-patung itu sejenak istirah. Patung-patung itu akan berjalan-jalan
mengabiskan saat-saat gaib dimana ia bisa bergerak hidup sebagaimana warga
kota lainnya. Biasanya patung-patung itu akan duduk di kafe pinggir jalan,
menikmati cahaya bulan yang berpendaran. Bulan yang keemasan dan bulat
penuh. Bersama warga kota, patung-patung itu bercengkerama. Ngobrol dan
bercanda.
Capek, ya?
Ya, begitulah. Untung punya kesempatan istirahat seperti ini.
Kalau tidak, pasti sengsara ya?
Sebenarnya tidak juga. Kan kami patung. Jadi sudah biasa tak bergerak.
Berabad-abad kami mampu bertahan untuk terus kaku berdiam diri. Yah, tidak
capek, tetapi membosankan.
Lalu patung-patung itu memesan kopi. Sementara malam mengalun dalam
pendar cahaya bulan keemasan. membuat pucuk-pucuk menara bersepuh cahaya
kemasan hinga tampak menyala begitu indah. Di pojok kafe, seorang laki-laki tua
bertubuh biru menggesek biola, mengalunkan kesenduan yang membuat setiap
orang yang mendengarnya kian merasa hanyut dan ngelangut. Patung-patung itu
tercenung, terbuai gesekan biola laki-laki tua bertubuh biru yang membuat
malam kian diliputi kesyahduan. Dan selewat dini hari, patung seorang penyair
akan berdiri dan membaca puisi.
11
Puisi Di Sebuah Basilica, Asisi, karya Acep Zamzam Noor.
12
Baca cerpen The Hunter Gracchus, karya Franz Kafka
128
rumah sang Putri. Mama terbantai di lantai, dan Papa mati tergantung dengan
wajah membiru.
Mama! Papa! Putri itu memekik.
Mendadak puluhan raksasa muncul dari tembok, seperti hanti dalam film
horor murahan, menyergapnya. Putri itu meronta, tapi apa daya.
Tak baik meronta-ronta, pussy. Tenanglah. Kini saatnya kita berpesta!
Lalu raksasa-raksasa itu merenggut paksa gaunnya. Selebihnya, ia tak
ingat apa-apa. Ketika ia sadar, Putri itu merasa begitu letih. Ia rasakah perih
merayap dan meremas selangkangannya. Ia menggelesot ke luar kamar. Dan,
astaga, ia melihat kepala Nenek tergeletak dekat WC. Raksasa-raksasa itu telah
memenggalnya.
Peristiwa itu muncul dalam siaran televisi. Seorang Putri, menonton
dengan perasaan ngeri. Sembari menikmati sekaleng coke dingin, Putri itu
menyaksikan kawnan raksasa memperkosa seorang wanita muda, menggelandang
puluhan kanak-kanak dan ibu-ibu ke tengah lapangan, menjemurnya di bawah
terik matahari. Sementara api terus berkobaran dan serentetan tembakan sesekali
menggelegar memberondong dada para laki-laki yang mencoba melawan
Setengah mengigau setengah melenguh, ia memotong cerita Nenek.
Sepertinya aku pernah mendengar dongeng itu.
Ada kilat aneh di mata Nenek, sementara suara Nenek dalam menahan
isak, melanjutkan cerita. Sejak itu, Putri yang malang itu selalu diburu bayangan
buruk. Hidup menyendiri di puncak menara sunyi, dimana ia selalu memandangi
malam yang garib langit yang gaib....
Ya, ya. Sepertinya aku memang pernah mendengar dongeng itu, Nek!
Dongeng?
Ya. Barusan, yang barusan Nenek ceritakan.
Pandangan Nenek kian tajam, kian kelam. Bukankah ini dongeng buruk
tentang dirimu sendiri, pussy?!
Ada sebak hangat, menggenang pada kelopak, dan ia tersedak.
Dongeng yang hendak kamu lupakan... Hendak Kamu lupakan...
SUARA biola yang menyayat-nyayat itu masih saja merambat. Dalam kelam
malam seseorang masih bernyanyi muram. Cant get no sleep, dont know what to
do. Botol champagne sudah kosong. Lidahnya terasa bengkak, dan ia tersentak.
Aduh, sudah selarut ini, aku belum menyiapkan makan malam! Nenek pasti sudah
lapar. Uh, betapa teledornya. Lalu ia bangkit, gontai, menuju meja makan.
Dinyalakannya lilin, seperti menyalakan pijar harapan dalam hatinya yang kelam.
Ruang temaram. Di tembok, bayangan tubuhnya yang membungkuk bergoyang-
goyang. Semangkuk puding. Sekerat pizza dingin. Ada juga acar mentimun, sudah
wayu dan terlalu asam. Tak apa. Semoga saja Nenek suka.
Selamat malam, Nek, Ia membuka kulkas.
Dalam kulkas, di antara potongan kubis, sawi dan irisan tomat, sepotong
sosis dan sekaleng sarden, kepala Nenek tampak beku dan lembab. gerai
129
rambutnya yang putih begitu basah menguarkan uap.Tampak pulas. Seakan ada
sorga dalam kulkas, yang membuat Nenek begitu betah.
Selamat malam, pussy. Kepala Nenek bergoyang-goyang.
Apakah Nenek tidur lelap?
Jam berapa sekarang?
Mestinya kita sudah makan malam. Maaf, aku terlambat membangunkan
Nenek.
Kepala Nenek keluar kulkas, bergerak pelan, melayang-layang. Butiran air
bertetesan dari ujung-ujung rambutnya yang basah lunglai tergerai.
Keduanya makan dengan membisu. Cahaya lilin yang meliuk-liuk
menciptakan kerut gelap di kening Nenek yang mengunyah sepotong puding
dengan jengah, membari menunduk.
Waktu seakan beku. Dan begitulah selalu. Ia makan dengan perasaan
hampa, sambil sesekali melirik kepala nenek yang bergoyang-goyang seperti
sebutir semangka yang terapung di arus sunyi. Setelahnya, ia akan kembali
membenamkan tubuh ke sofa. Smentara kepala nenek berkitaran melayang-layang
sambil bersenandung pelan. Nina bobo oh nina bobo, kalau tidak bobo digigit
raksasa... Ia memejam. Nenek terus bersenandung, sesekali tersenyum padanya.
Butiran air terus bertetesan dan berceceran di lantai. Bila ia bangun pagi selalu
masih ia dapati ceceran air itu, dan ia akan mengepelnya, seakan-akan tengah
membersihkan seluruh kesedihannya.
Kau tak dapat tidur, pussy?
Hmm
Maukah kamu Nenek dongengi?
Apakah Nenek tidak lelah mendongeng...
Atau kamu yang lelah mendengar dongeng Nenek?
Tentu saja tidak.
Sepertinya kamu hanya tak mau melukai perasaan Nenek, pussy.
Mendongenglah, Nek.
Tentang apa?
Apa saja.
Ia memejam, tenggelam. Sayup-sayup ia dengar suara nenek mulai
bercerita.
Syahdan, di sebuah kota yang kecil dan tenang, tinggal seorang Putri
jelita bersama Mama, Papa dan Neneknya. Putri itu punya seekor kucing angola,
yang diberi nama Pussy. Mereka tinggal di sebuah rumah yang mengahadap bukit.
Hari-hari selalu penuh cinta. Mama dan Papa melimpahkan kasih sayang pada
Putri bermata jelita itu. Begitu pun Nenek, amat sangat sayang padanya. Setiap
malam, Nenek menemani Putri itu dengan dongeng-dongeng ajaib yang selalu
memukau sang Putri, sementara kucing anggola hitam kesayangannya
menggelesot manja di sisi peraduan.
Betapa ia ingat, suatu hari ia dapati kucing angola kesayangannya stelah
mati digorok dan di paku ke tembok.
Di kota itu, bulan selalu berwarna keemasan. Selalu muncul setiap
malam. Selalu bulat bundar. Memang kota kecil yang ajaib...
130
Suara Nenek sayup, meredup. Ia merasa betapa kepala itu terus berkitaran
di atasnya. Sesekali air butiran air yang menetes dari rambut nenek menimpa
pipinya. Begitu dingin, meresapkan kenangan pedih dalam kulit. Membuatnya
seperti mengapung di ruang hampa, sementara suara nenek kian terdengar lamat.
Sampai suatu hari, tiba-tiba muncul sekawanan raksasa berbadan
kekar...
Tubuhnya tertelan malam kelam. Ia lihat kota yang ganjil. Gedung-gedung
menjulang gosong. Dari balik kelam suara biola itu masih merambat menyayat-
nyayat kesunyian, mengiringi seseorang yang bernyanyi sambil memetik gitar,
menggaruki sukmanya yang muram, its the darkest hour of the darkest night, its
a million miles from the morning light. Alangkah kelam. Alangkah dalam malam.
Begitu jauh cahaya pagi. Nenek masih terus bercerita. Dan nun dalam kelam
malam, samar-samar menampak mahkluk-mahkluk menyeramkan bergentayangan
di jalan-jalan...
Yogyakarta, 1999
Lampiran V
Data Idiom Pastiche dalam Kumpulan Cerpen Memorabilia & Melankolia karya Agus Noor
131
menepis mereka dan berkata: "Bagi
bangsawan sejati nilai yang paling
mulia adalah keindahan. Tanpa
keindahan hidup ini tak berarti.
Adakah keindahan yang melebihi
kesetiaan isteri kepada suami hingga
di kerajaan maut? Kalau keyakinan
sudah sejauh ini, tidak ada langkah
kembali."
Setelah menyembah, permaisuri
dengan anggun memasuki lingkaran
api yang membakar jasadnya sampai
hangus. Nyala api indah sekali di
langit senja.
132
lakukan... Tapi aku yakin bahwa olehmu pun
terasa keanehannya. Seekor badak
berkeliaran di tengah-tengah kota, dan
kau tidak sedikitpun mengejapkan
mata. Tak boleh jadi!
(Slamet Menguap)
SLAMET
Ya.. uuaa, ya uu aaTak boleh jadi.
Memang berbahaya. Baru kusadari
itu. Tapi kaujangan kuatir, kita di sini
tidk akan diganggu binatang itu.
...
3 27- ... Kekerasan membuat hidung banyak Merujuk pada lagu wajib nasional
28 orang jadi tumbuh cula. Menciptakan ciptaan Kusbini. Berikut adalah
Bahasa sendiri, yang bertentangan liriknya:
dengan pernyataan-pernyataan dalam
talevisi yang penuh nyanyian cinta.
Padamu NegriAlangkah ganjil
133
nyanyian itu, selalu melelehkan Padamu Negeri
telingaku jadi kesedihan.
Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami
134
menghidupkan boneka kayu itu.
Kisah itujuga berbagai kisah
lainnya yang penuh keajaiban
membuat masa kanak-kanakku
terasa begitu ranum. Sering aku
membayangkan, betapa suatu hari
nanti, aku akan bertemu boneka kayu
itu di sebuah pesta, ketika...
6 123- ... Asal mula penciptaan alam semesta
124 Sungguh, aku tak kecewa pada dunia. berdasarkan kepercayaan Agama
Aku tak bermaksud melarikan diri dari Hindu.
hidup. Lagi pula, kenapa sebuah
dongeng mesti dianggap sebagai Seperti yang terdapat pada penggalan
pelarian dari hidup dunia? Kupikir beberapa kitab suci Agama Hindu
hidup ini pun tiada lain sebuah berikut beberapa kutipan yang
dongeng. Dunia ini hanyalah dongeng. menjelaskannya:
Aku lebih suka membayangkan
betapa jagat raya ini bermula dari Seluruh semesta termasuk bulan,
sebutir telur yang belum sempurna: matahari, galaksi dan planet-planet
perlahan-lahan putih telur itu ada di dalam telur. Telur ini
menjadi langit, dan sebagian dikelilingi oleh sepuluh kualitas dari
mendedap membentuk cairan yang luar. (Vayu Purana 4.72-73)
mirip agar-agar, kemudian
sehampar tanah mengapung di atas Di akhir dari ribuan tahun, Telur itu
agar-agar itu, seperti minyak yang dibagi dua oleh Vayu. (Vayu Purana
mengapung di atas air, sampai 24.73)
akhirnya menjadi bumi...
135
Dari telur emas, alam material
diciptakan. (Manusmrti 1.13)
7 124 ...seperti minyak yang mengapung di Dongeng berjudul Ymir dan Odin
atas air, sampai akhirnya menjadi yang berasal dari Skandinavia
bumi. Aku juga lebih terpesona pada
kisah manusia pertama yang
tercipta ketika seekor sapi raksasa
menjilati batu karang diselimuti es,
hingga hingga lapisan es itu
pelahan-lahan mencair. Dan pada
hari ketiga , tampaklah sehelai
rambut dari dalam es yang sebagian
telah mencair dijilati sapi raksasa
itu, dan ketika batu karang itu
pelahan menggemeretak terbelah,
muncullah manusia pertama di
dunia...
8 124 ...Aku lebih menyukai kisah itu Asal muasal penciptaan manusia dan
ketimbang kisah Adam yang kisah-kisah teladan berdasarkan
diciptakan Tuhan dari tanah liat ajaran Agama Islam.
aku yakin itu pun sesungguhnya
hanyalah dongeng yang kemudian Hal tersebut terdapat dalam beberapa
dipercaya sebagai iman karena kisah penggalan ayat Al-Quran sebagai
itu didongengkan melalui kitab suci. berikut:
Padahal bisa saja segala yang ada
diseluruh kitab suci pun tiada lain dan Sesungguhnya Kami telah
tiada bukan ialah semacam dongengan. menciptakan kamu (Adam), lalu Kami
136
Air bah yang menenggelamkan bentuk tubuhmu, kemudian Kami
dunia, manusia yang berubah katakan kepada para malaikat:
menjadi patung garam, tongkat Bersujudlah kamu kepada Adam;
yang menjelma ular, orang-orang maka mereka pun bersujud kecuali
mati yang hidup kembali, laba-laba iblis. Dia tidak termasuk mereka yang
yang dengan seketika menutupi bersujud. (QS. Al Araf:11)
pintu guasemua itu menjadi
dongeng ajaib yang mempesonaku... Dan difirmankan: Hai bumi telanlah
airmu, dan Hai langit (hujan)
berhentilah, dan airpun disurutkan,
perintahpun diselesaikan dan bahtera
itupun berlabuh di atas bukit Jud!, dan
dikatakan: Binasalah orang-orang
yang zalim . (QS. Huud : 44)
137
kuda-kuda bersurai cahaya. Aku
memang beruntung diajak menghadiri
pesta manekin-manekin itu. Aku lihat
menara-menara kastil yang tua,
menjulang menyentuh kelam
angkasa. Aku baru tahu, di kota ini
ternyata ada kastil yang begini megah
dengan jendela-jendela besar
berukir yang menyemburkan
cahaya keemasancahaya yang
memancar dari ruang dalam kastil itu
yang terlihat begitu mewah bahkan
dari kejauhan. Gerbang baja di depan
kastil itu menderak terbuka saat
menekin-manekin mulai tiba,
berdatangan dengan gaun-gaun
pesta aneka warna.
10 128 ...Itulah sebabnya, kami mesti Seperti dalam Dongeng Cinderella, di
mengakhiri pesta sebelum fajar pagi mana kereta kencananya berasal dari
tiba. Kalau tidak, kereta-kereta itu abu, dan kuda-kudanya berasal dari
akan menjelma labu, kuda-kuda potongan kayu.
yang gagah itu akan kembali
menjadi potongan kayu, dan kami
semua akan hangus menjadi abu...
11 137 ... Dongeng tentang Nawang Wulan dan
Aku mengelus kepalanya. Inilah Jaka Tarub.
saat-saat yang paling kutakutkan: aku
mesti menjelaskan siapa ibunya.
Bagaimanakah aku mesti menceritakan
138
semua kisah ibunya kepadanya? Aku
ingin ia bangga pada ibunya. Ia masih
kanak-kanak, ia mesti mulai menyusun
kenangan yang membahagiakan dan
menyenangkan tentang ibunya. Lalu
kuingat pada nenekku, yang dulu di
masa kanak-kanakku suka
mendongengkan kisah bidadari.
Kurasa aku bisa mengisahkan hal yang
sama pada anakku. Kuminta agar ia
duduk tenang dan mendengarkan, dan
aku mulai mengisahkan siapa ibunya.
Suatu hari ada bidadari turun ke
bumi meniti pelangi. Bersama
bidadari-bidadari yang lain,
bidadari itu mandi di sebuah telaga
sunyi. Mereka bermain-main air,
berenang berkecipakan tertawa
riang. Membuat hutan bergema
dipenuhi tawa dan celoteh mereka.
Saat itulah, seorang lelaki yang
tengah mencari kayu mendengar
gema tawa para bidadari itu. Segera
lelaki itu mengendap-endap
menghampiri tepian telaga, dan
dilihatnya para bidadari yang
sedang mandi. Seketika lelaki itu
jatuh cinta. Maka ia pun mencuri
selendang satu bidadari, hingga
139
bidadari itu tak bisa kembali ke
kahyangan. Kemudian bidadari itu
menjadi istri si lelaki.
3 Hujan 12 146- ... Bagaimana kalau dia bukan Merujuk pada karakter dari DC
147 pembunuh, tapi mesin pembunuh? Comics yang muncul pertama kali
Sejenis cyborg, makhluk hibrida pada Oktober 1980.
setengah manusia setengah mesin Cyborg adalah manusia super yang
rakitan yang memang diprogram tubuhnya separuh manusia dan
untuk hanya melakukan separuh mesin.
pembunuhan? Tidak, ia tidak
melebih-lebihkan. Mikroelektronika
dan miniaturisasi telah
memungkinkan ilmu kedokteran
mutakhir untuk memperbaiki,
mengganti dan mengembangkan
organ-organ tubuh yang mati dan
tak berfungsi dengan melakukan
rekayasa biomedis sehingga
menghasilkan mesin pembunuh
paling sempurna yang dapat
diaturkendalikan. Mereka punya
otak tapi tak punya pikiran. Mereka
adalah mesin pembunuh paling
sempurna. Astaga! Untuk apa mesin
pembunuh itu dikirim memata-
matainya?!...
13 148- ...Apakah ia terlalu berlebihan, hingga Modifikasi dari puisi Hujan Bulan
149 ia mesti dilenyapkan. Apakah ada yang Juni karya Sapardi Djoko Damono
140
salah dari orang yang mencintai hujan.
Ia hanya belajar pada hujan. Karena Berikut adalah sajak lengkapnya:
baginya tak ada yang lebih tabah dari HUJAN BULAN JUNI
hujan yang selalu merahasiakan
rintik rindunya pada pohon dengan tak ada yang lebih tabah
bunga bermekaran. Tak ada yang dari hujan bulan Juni
lebih bijak melebihi hujan ketika dirahasiakannya rintik rindunya
menghapus jejak-jejak kakinya yang kepada pohon berbunga itu
ragu-ragu di sepanjang jalan. Tak
ada yang lebih arif selain hujan saat tak ada yang lebih bijak
membiarkan yang tak terucap diserap dari hujan bulan Juni
akar pepohonan. Begitulah ia dihapusnya jejak-jejak kakinya
mencintai hujan. Selalu terpesona yang ragu-ragu di jalan itu
melihat hujan...
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
4 Dongeng buat 14 183 ...Dari jauh ia dengar ada yang Penggalan lirik lagu Midnight
Pussy (Atawa: bernyanyi, di antara raung sirine dan Blues
Nightmare gemeretak api berkobar. Its the
Blues) darkest hour of the darkest night. Its MIDNIGHT BLUES
a miliion miles from the morning
light It's the darkest hour
Of the darkest night
It's a million miles
From the mornin' light
141
Can't get no sleep
Don't know what to do
I've got those midnight blues
142
Can't get no sleep
Don't know what to do
I've got those midnight blues
15 184- ...Sampai kemudian bulu itu meliuk Deskripsi lelaki penggesek biola pada
185 turun dan jatuh di kaki seorang renta lukisan Marc Chagall yang berjudul
yang menggesek biola. Wajahnya Der Grnge Geiger.
hijau tua, juga tangan kanan yang
bergerak lembut menggesek biola
yang terus mengalunkan kepedihan
dan kecemasan. Topi dan jubahnya
yang berwarna ungu, seperti
menyala dalam gelap...
16 185 ...Dalam kelam malam suara biola itu Penggalan lirik lagu Midnight
menyayat-nyayat, merintih dan Blues, dengan mengganti kata
mendesah hingga rumah-rumah yang midnight menjadi nightmare
telah ditinggalkan penghuninya
nampak kiat kusam dan murung. Lalu
terdengar ia serak bersenandung,
143
17 185 ...
Ia tersenyum. Dongeng. Apakah ia Penggalan lirik lagu Midnight
memang masih membutuhkan dongeng Blues, dengan mengganti kata
nenek? Kembali ia teguk champagne. midnight menjadi nighmare
Mulutnya asam. Di tengah kelam di
tengah kesunyian lagu itu masih
mengalun menyayat pedih ditangkup
alunan biola yang timbul tenggelam
terbawa desau angin. Ive got those
nighmare blues
18 187 ... Merujuk pada tradisi tuturan bercerita
Bagaimana kalau nenek cerita tentang secara lisan di masyarakat.
putri yang diperkosa raksasa?
Ia terdiam. Sepertinya ia belum
mendengar dongeng itu.
Nampaknya mengasyikkan, Nek.
Kamu mau mendengarnya, pussy?
Ceritakanlah, Nek.
Dan nenek pun bercerita:
19 189 ...Patung-patung itu tercenung, terbuai Puisi karya Acep Zamzam Noor yang
gesekan biola laki-laki tua bertubuh berjudul Di Sebuah Basilica, Asisi
biru yang membuat malam kian di dalam kumpulan puisi Di Atas
diliputi kesyahduan. Dan selewat dini Umbria.
hari, patung seorang penyair akan
144
berdiri dan membaca puisi.
145
Tidak. Tidak. Biar saja Nenekmu
yang mendongengkan kisahku.
Mintalah beliau menceritakan kisah
Gracchus Sang Pemburu.
Tentu. Tentu.
Ia menjabat patung itu.
...
21 193 ... Penggalan lirik lagu Midnight
Suara biola yang menyayat-nyayat itu Blues
masih saja merambat. Dalam kelam-
kelam seseorang masih bernyanyi
muram. Cant get no sleep, dont
know what to do. Botol champagne
sudah kosong. Lidahnya terasa
bengkak, dan ia tersentak...
22 194 ...Setelahnya, ia akan kembali Penggalan dari lirik lagu Nina
membenamkan tubuh ke sofa. Bobo, dengan mengganti kata
Sementara kepala nenek berkitaran nyamuk menjadi raksasa.
melayang-layang sambal bersenandung
pelan. Nina bobok oh nina bobok, Berikut adalah liriknya:
kalau tidak bobo digigit raksasa Ia
memejam. Nenek terus bersenandung,
sesekali tersenyum padanya... Nina bobo
Nina bobo oh nina bobo
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
Nina bobo oh nina bobo
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
146
Tidurlah sayang, adikku manis...
Bobo lah bobo adikku sayang...
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
Nina bobo oh nina bobo
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
147
24 196 ...Dari balik kelam suara biola itu Penggalan lirik lagu Midnight
masih merambat menyayat-nyayat Blues
kesunyian, menggiring seseorang yang
bernyanyi sambil memetik gitar,
menggaruki sukmanya yang muram,
its the darkest hour of the darkest
night, its a million miles from the
morning light. Alangkah kelam.
Alangkah dalam malam. Begitu jauh
cahaya pagi. Nenek masih terus
bercerita. Dan nun dalam kelam
malam, samar-samar menampak
mahkluk-mahkluk menyeramkan
bergentayangan di jalan-jalan...
148