You are on page 1of 21

LAPORAN

KESEHATAN LINGKUNGAN

JAMBAN SEHAT

Pembimbing

dr. Edi Santoso

Disusun oleh

dr. Adimas Wbisono

dr. Siti Karlina

dr. Ila Daril Fadilah

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS MANDIRAJA 2

KABUPATEN BANJARNEGARA

PERIODE NOVEMBER 2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmatNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kesehatan lingkungan yang berjudul Jamban sehat.
Penulisan laporan ini dibuat sebagai salah satu tugas dokter Intership di Puskesmas 2 Mandiraja
Kabupaten Banjarnegara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak kekurangan, namun
berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan dokter pembimbing, akhirnya penyusunan
laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada dr. Edi Santoso selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus ini dalam memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang sangat berharga kepada penulis
selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung turut membantu penyusunan laporan kasus ini.

Banjarnegara, Juli 2017

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Kesehatan lingkungan merupakan salah satu pilar ilmu kesehatan masyarakat


yang memberikan perhatian terhadap segala macam bentuk kehidupan, bahan dan
kondisi di sekitar manusia yang memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan yang
bisa mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan serta melakukan analisis dan mencari
upaya alternatif pemecahan masalah. Dasar keilmuan kesehatan lingkungan adalah
mengidentifikasi, mengukur, menganalisis, menilai, memprediksi bahaya berbagai
pajanan di lingkungan, dan melakukan pengendalian dengan tujuan mencegah dan
melindungi kesehatan masyarakat dan ekosistem. Ilmu kesehatan lingkungan
mempelajari interaksi dinamis berbagai pajanan atau agen lingkungan (fisik, radiasi,
kimia, biologi, dan perilaku) melalui wahana udara, air, limbah, makanan dan
minuman, vector dan rodent, dan manusia di lingkungan pemukiman, tempat kerja
atau sekolah, tempat-tempat umum maupun perjalanan dengan risiko dampak
kesehatan (kejadian penyakit) pada kelompok manusia atau masyarakat.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,
higienitas dan sanitasi masih sangat besar. Pada konferensi yang diselenggarakan oleh
World Bank Water Sanitation Program (WSP), Indonesia berada di urutan kedua di
dunia sebagai negara dengan sanitasi buruk. Menurut data yang dipublikasikan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet
dan masih buang air besar sembarangan (BABS) di sungai, laut, atau di permukaan
tanah.

3
Sanitasi yang tidak memadai, baik di pedesaan maupun perkotaan, telah
berdampak buruk pada kesehatan dan terutama pada orang miskin yang paling tidak
mampu menangani tanpa bantuan pemerintah. Karena masalah sanitasi tersebut,
tercatat setidaknya terjadi 121.100 episode diare dengan 50.000 kematian setiap
tahunnya. Sedangkan pada bidang ekonomi, hal ini menyebabkan kerugian lebih dari
31 triliun rupiah per tahun (Tim Water and Sanitation Program, 2012).
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan
perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar sembarangan (BABS), khususnya ke
badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.
Hanya 38,4% dari penduduk pedesaan yang memiliki akses ke sanitasi yang layak.
Pemerintah telah menunjukkan bahwa target Tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goal MDS) poin ke 7 mengenai sanitasi lingkungan
memerlukan perhatian khusus. Hal ini dikarenakan pergerakan program yang tidak
berada di jalur yang benar. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) untuk merubah perilaku higienis dan peningkatan
akses sanitasi yang lebih cepat, murah, dan berkelanjutan. Disebut Sanitasi Total
karena target yang ingin dicapai adalah suatu komunitas mencapai kondisi : (1) Tidak
buang air besar sembarangan (Stop BABS); (2) Mencuci tangan pakai sabun (CTPS);
(3) Mengelola air minum dan makanan yang aman (PAMM RT); (4) Mengelola
sampah dengan benar dan (5) Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
(Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2013).
Stop BABS adalah pilar utama untuk menghasilkan peningkatan kebutuhan
masyarakat untuk memperbaiki sanitasi, sesuai dengan prinsip pendekatan non subsidi
untuk fasilitas sanitasi rumah tangga. Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian
khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah
dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus,
muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika.
Pendekatan STBM telah di laksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Mandiraja yaitu di Kecamatan Mandiraja di desa candiwulan. Mayoritas
masyarakat di kecamatan tersebut bekerja sebagai petani dan masih berpenghasilan

4
dibawah rata-rata, tingkat kesejahteraan masyarakat disana masih belum masuk
kategori sejahtera. Indikasi tersebut disebabkan karena total pengeluaran yang terdiri
dari pengeluaran untuk konsumsi dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh setiap
rumah tangga lebih besar dari pendapatan. Hal ini juga dapat memicu lemahnya
kesanggupan masyarakat untuk memenuhi kondisi sanitasi. Kondisi sanitasi dasar
masyarakat di Kecamatan Mandiraja terutama Desa candiwulan masih
memprihatinkan. Masih ada masyarakat yang buang air besar secara terbuka seperti di
kebun, selokan, sungai, dan disembarang tempat lainnya. Hal ini tentu merupakan
sumber penularan penyakit bagi masyarakat dan sangat mengganggu dari segi estetika
akibat bau yang ditimbulkan, selain itu masih ditemukan rumah dan lingkungan
sekitarnya yang tidak memenuhi syarat kesehatan, tidak ada saluran pembuangan air
limbah dan perilaku kebiasaan membuang sampah sembarangan.

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2 Permasalahan

2.1. Individu

a. Masyarakat kurang memahami gangguan kesehatan yang akan ditimbulkan bila


buang air besar di sembarang tempat.
b. Masyarakat memiliki keterbatasan ekonomi dalam membangun wc ataupun jamban
cemplung.
c. Masyarakat terutama lansia yang terbiasa buang air besar sembarangan memiliki
perasaan psikologis bahwa ia tidak akan bisa buang air besar secara lampias jika
tidak BAB di sungai atau kebun.
d. Masyarakat kurang mengetahui mengenai cara menjaga kebersihan.

2.2. Lingkungan

a. Masyarakat mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber air bersih.

II. PERENCANAAN

Tempat : Desa Candiwulan

Waktu : Sabtu, 23 Mei 2017 Desa Candiwulan, RT 2 RW 2

Sasaran : Seluruh kader di Desa CandiWulan

Kegiatan : Pemicuan, penyuluhan/ sosialisasi, dan diskusi

6
III. INTERVENSI

NO Prioritas Masalah Rencana Kegiatan (Intervensi) Metode dan Pendekatan


1 Masyarakat kurang Memberi edukasi kepada a. Memberi edukasi melalui
mengetahui gangguan masyarakat mengenai dampak metode penyuluhan kepada
kesehatan yang akan BABS dan mengenai STBM masyarakat mengenai
ditimbulkan bila buang air dampak BABS dan STBM,
besar di sembarang tempat. yang meliputi:
1) 5 Pilar STBM
2) Pemaparan alasan
masyarakat masih BABS
3) Penyakit-penyakit yang
dapat timbul karena
perilaku BABS, dari yang
ringan seperti gatal-gatal
hingga yang berat yaitu
Hepatitis dan Poli
4) Alasan harus stop
BABS
5) Alur penularan penyakit
melalui BAB
6) Manfaat stop BABS
7) Pengenalan jamban
dengan berbagai tipe
(jamban cemplung, jamban
leher angsa)
b. Memperlihatkan poster
yang berisikan informasi
mengenai pembuatan
jamban dan tipe nya

7
c. Mengadakan forum
tanyajawab mengenai
kesehatan lingkungan
terutama yang berkaitan
dengan stop BABS
2 Masyarakat memiliki Melakukan diskusi antar warga Melakukan diskusi antar warga
keterbatasan ekonomi dalam dan memberikan pilihan solusi dan memberikan pilihan solusi
membangun wc. dengan: a. metode arisan
jamban sehat b. memberikan
info mengenai paket hemat
pembuatan jamban yang
terdapat di wilayah
Candiwulan
3 Masyarakat terutama lansia Memberikan edukasi kepada a. Memberikan edukasi baik
yang terbiasa buang air besar masyarakat terutama lansia melalui metode penyuluhan
sembarangan memiliki yang masih BABS maupun pendekatan secara
perasaan psikologis bahwa ia personal kepada masyarakat
tidak akan bisa buang air terutama lansia mengenai
besar secara lampias jika bahaya atau gangguan
tidak BAB di sungai atau kesehatan yang dapat
kebun ditimbulkan dari BABS b.
Memberikan keyakinan dan
motivasi bahwa penggunaan
jamban justru akan lebih
memberikan rasa nyaman dan
aman untuk buang air besar.
4 Masyarakat kurang Memberi edukasi kepada Mengajari cara cuci tangan
mengetahui mengenai cara masyarakat mengenai yang baik (6 langkah cuci
menjaga kebersihan pentingnya cuci tangan, tangan) dengan sabun dan
penyediaan air minum, dan menjelaskan pentingnya bagi
pembuangan limbah rumah kesehatan dengan tujuan

8
tangga sebagai motivasi agar
masyarakat senantiasa
membersihkan tangan sehabis
buang air besar sebagai upaya
peningkatan taraf perilaku
hidup bersih sehat (PHBS) b.
Menjelaskan pentingnya air
bersih, syarat air bersih, dan
jenis sarana air bersih yang
dapat diupayakan
c. Mengajari cara mengatur
pembuangan limbah rumah
tagga baik berupa sampah
maupun air
5 Masyarakat mengalami Melakukan diskusi antar warga Memberikan saran kepada
kesulitan dalam memperoleh dan memberikan pilihan solusi pengurus RT dan tokoh
sumber air bersih masyarakat setempat untuk
melakukan pengajuan program
pamsimas

VI. EVALUASI

1. Evaluasi Proses

a. RT 07 RW 02, Desa Candiwulan

Terlaksana di Balai Desa, dihadiri oleh Seluruh kader Desa Candiwulan sebanyak 33
warga
Dari pihak Puskesmas hadir 7 orang yang terdiri dari 1 pemegang program STBM, 4
bidan desa, dan 2 dokter.
Materi STBM tersampaikan dengan baik oleh bidan desa dan dokter, dilanjutkan dengan
diskusi.

9
Beberapa warga aktif bertanya dan menjawab pertanyaan, serta terdapat warga yang
memberikan info tentang pembuatan jamban

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Sanitasi Total berbasis Masyarakat

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah suatu pendekatan yang menekankan
pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat dengan melibatkan masyarakat sebagai subjek
pembangunan yang berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan. Tujuan dari STBM
adalah terciptanya suatu kondisi sanitasi total dalam upaya mengurangi penyakit berbasis
lingkungan. Dalam mencapai tujuan, indikator yang digunakan adalah menurunnya kejadian
penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan
perilaku.
Dalam upaya ini, STBM memiliki 5 pilar perubahan perilaku, yaitu :

1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air sembarangan.

2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)
Suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang
digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya, serta pengelolaan
makanan yang aman di rumah tangga yang meliputi 5 (lima) kunci; keamanan pangan
yakni: (i) menjaga kebersihan, (ii) memisahkan pangan matang dan pangan mentah, (iii)
memasak dengan benar, (iv) menjaga pangan pada suhu aman, dan (v) menggunakan air
dan bahan baku yang aman.
4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

10
Proses pengelolaan sampah yang aman pada tingkat rumah tangga dengan
mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang. Pengelolaan
sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaurulangan
atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak membahayakan
kesehatan masyarakat dan lingkungan.
5) Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga
Proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk
menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit
berbasis lingkungan.

Gambar 2.1 Visi STBM

Sedangkan strategi yang digunakan dalam STBM di antaranya adalah :


1. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif

11
Menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya sanitasi total, melalui
dukungan kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antar pelaku STBM, termasuk
didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan,
institusi keagamaan dan swasta.
2. Peningkatan Kebutuhan
Upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku
yang higienis dan saniter.
3. Peningkatan Penyediaan atau Pasokan Sanitasi

Meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap


produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan
mengembangkan pasar sanitasi.
4. Pengelolaan Pengetahuan

Pengelolaan pengetahuan, pembelajaran, pengalaman, hasil studi dan riset agar


pihak yang berkepentingan memiliki akses yang mudah, cepat dan murah.
5. Pembiayaan

Sinergi sumber daya untuk mendukung, dan penguatan pendekatan STBM


dengan fokus nonsubsidi untuk pembangunan sarana individu (onsite system)
6. Pemantauan dan Evaluasi

Agar dapat mengukur perubahan dalam pencapaian program dan


mengidentifikasi pembelajaran yang dapat dipetik selama pelaksanaan.

2.3 Perilaku Buang Air Besar Sembarangan


1. Pengertian BABS

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk salah satu

contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakanmembuang
kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan
dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.(1-2)

2. Pengertian Tinja

12
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai

(35)
sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan Dalam aspek
kesehatan masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia yang diutamakan adalah tinja dan urin
karena kedua bahan buangan ini dapat menjadi sumber penyebab imbulnya penyakit saluran
pencernaan(5).Manusia mengeluarkan tinja rata rata seberat 100 - 200 gram per hari, namun
berat tinja yang dikeluarkan tergantung pola makan.(35) Setiap orang normal diperkirakan
menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 140 gram kering perorang/ hari dan perkiraan
berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135 270 gram perorang/hari.(5) Dalam keadaan
normal susunan tinja sekitar merupakan air dan zat padat terdiri dari 30% bakteri mati, 10
20% lemak, 10 20% zat anorganik, 2 3% protein dan 30 % sisa sisa makanan yang tidak
dapat dicerna.(35). Tinja mengandung berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya bersifat
tidak menimbulkan penyakit. Tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen terutama
apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan.
Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa dan cacing. Coliform bacteria
yang dikenal dengan Escherichia coli dan fecal streptococci sering terdapat di saluran
pencernaan manusia yang dikeluarkan oleh tubuh manusia dan hewan-hewan berdarah panas
lainnya dalam jumlah besar dengan rata-rata 50 juta per gram. (36-37)

3. . Faktor faktor yang mempengaruhi perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan)

1) Faktor Host
a) Karakteristik manusia dan sosiodemografi meliputi umur, jenis kelamin, jenis
pekerjaan, tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan.
Menurut teori Health Belief Model faktor sosiodemografi sebagai
latarbelakang yang mempengaruhi persepsi terhadap ancaman suatu penyakit dan
upaya mengurangi ancaman penyakit. Dalam teori PREECEDE PROCED
faktor sosiodemografi sebagai faktor predisposisi terjadinya perilaku.(47-49)
Umur berkaitan dengan perubahan perilaku adalah salah satu tugas perkembangan
manusia. Perkembangan pengetahuan manusia didasarkan atas kematangan dan
belajar. Membuang kotoran dari tubuh manusia termasuk sistem ekskresi yang
fisiologis yang sudah ada sejak manusia dilahirkan. Belajar mengendalikan
pembuangan kotoran, membedakan benar-salah dan mengembangkan hati nurani

13
adalah beberapa tugas pekembangan manusia sejak masa bayi dan anak anak.
Seiring dengan bertambahnya umur maka akan mencapai tingkat kematangan
yang tinggi sesuai dengan tugas perkembangan. (50) Perilaku membuang kotoran di
sembarang tempat adalah perilaku salah dan tidak sehat yang seharusnya sudah
dapat diketahui dan diajarkan kepada seseorang sejak bayi dan anak anak. Masa
usia pertengahan (40 60 tahun) bertanggung jawab penuh secara sosial dan sebagai
warga Negara serta membantu anak dan remaja belajar menjadi dewasa, sehingga
seseorang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah yang akan mewujudkan
perilaku yang sehat. Selain hal tersebut pada usia pertengahan diiringi dengan
menurunnya kondisi fisik dan psikologis, akan tetapi pada beberapa orang terjadi
kegagalan penguasaan tugas tugas perkembangan karena berbagai faktor. Faktor
faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan kematangan perkembangan adalah tidak
adanya kesempatan belajar, tidak adanya bimbingan, tidak adanya motivasi, kesehatan
yang memburuk dan tingkat kecerdasan yang rendah.
Teori belajar sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku adalah proses
belajar melalui pengamatan dan meniru yang meliputi memperhatikan, mengingat,
mereproduksi gerak dan motivasi. Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara
karakteristik pribadi dan karakteristik model, salah satunya adalah umur. Anak anak
lebih cenderung meniru model yang sama dalam jangkauannya baik anak yang seusia
ataupun orang dekat yang ada disekitarnya.
Jenis kelamin adalah karakteristik manusia sebagai faktor predisposisi terhadap
perilaku. Perempuan adalah orang yang paling dirugikan apabila keluarga tidak
mempunyai jamban dan berperilaku BABS, mereka merasa terpenjara oleh siang hari
karena mereka hanya dapat pergi dari rumah untuk buang air besar pada periode gelap
baik dipagi buta atau menjelang malam, apalagi ketika mereka sedang mengalami
menstruasi, dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa terjadi peningkatan 11% anak
perempuan yang mendaftar kesuatu sekolah setelah pembangunan jamban disekolah.
Tingkat pendidikan seseorang termasuk faktor predisposisi terhadap perilaku
kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan tidak ada hubungannya
dengan pemanfaatan jamban keluarga.(21, 33-34) Meskipun pada beberapa penelitian tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan perilaku, namun tingkat pendidikan
mempermudah untuk terjadinya perubahan perilaku, semakin tinggi tingkat pendidikan

14
semakin mudah seseorang untuk menerima informasi informasi baru yang sifatnya
membangun.
Pekerjaan adalah salah satu tugas perkembangan manusia dan termasuk
karakteristik yang menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku. Jenis pekerjaan
tertentu akan terjadi penyesuaian penyesuaian terhadap perilaku tertentu yang dapat
dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan kerja yang sehat akan mendukung kesehatan
pekerja yang akan meningkatkan produktivitas dan akhirnya meningkatkan derajat
kesehatan.
Status ekonomi seseorang termasuk faktor predisposisi terhadap perilaku
kesehatan. Semakin tinggi status ekonomi seseorang menjadi faktor yang memudahkan
untuk terjadinya perubahan perilaku. Berdasarkan penelitian penghasilan yang rendah
berpengaruh 4 kali terhadap penggunaan jamban.
b) Tingkat peran-serta
Hasil penelitian di Jepara mengatakan bahwa keaktifan seseorang dalam
mengikuti penyuluhan tidak ada hubungan dengan pemanfaatan jamban. Penelitian di
Amhara Ethiopia menyebutkan bahwa partisipasi dalam pendidikan kesehatan
berpengaruh terhadap kepemilikan dan penggunaan jamban (OR=1,6). Menurut
Mukherjee bahwa keberhasilan menjadi daerah bebas BABS adanya kesadaran
masyarakat untuk membangun jamban sendiri dengan bentuk gotong royong, adanya
natural leader dan pemicuan yang melibatkan semua unsur masyarakat.
c) Pengetahuan
Menurut model komunikasi/persuasi, bahwa perubahan pengetahuan dan
sikap merupakan prekondisi bagi perubahan perilaku kesehatan dan
perilakuperilaku yang lain.(49) Curtis dalam studinya menemukan bahwa upaya
peningkatan pengetahuan melalui promosi kesehatan mempengaruhi perubahan
perilaku di Burkina Faso.(51) Berdasarkan hasil penelitian tentang Sanitasi dan
Higiene mengatakan bahwa pengetahuan terhadap perilaku BAB yang sehat
cukup tinggi (90%), toilet dipastikan berfungsi dengan baik tetapi 12,2 %
keluarga tidak memakai toilet secara teratur.(19)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan penggunaan
jamban, bahwa terdapat hubungan yang bermakna pengetahuan (tentang jamban)
dengan perilaku keluarga dalam penggunaan jamban.(21) Namun dalam penelitian

15
Simanjutak bahwa pengetahuan (p=0,189) tidak ada hubungan dengan perilaku
buang air besar.(22)
d) Sikap dan Persepsi
. Dalam teori HBM (Health Belief Model) persepsi seseorang terhadap
kerentanan dan kesembuhan pengobatan dapat mempengaruhi keputusan dalam
perilaku - perilaku kesehatannya. Demikian juga dalam teori PRECEDE
PROCEED menyebutkan bahwa persepsi termasuk dalam faktor predisposisi
terhadap terjadinya perilaku. Menurut Simanjutak, seseorang yang mempunyai
persepsi tentang ancaman ketika BABS kurang baik berisiko 3 kali untuk
melakukan BABS, dan seseorang yang mempunyai persepsi manfaat BAB di
jamban kurang baik berrisiko 5 kali untuk melakukan BABS.

2) Faktor Agent
a) Penggunaan jamban
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu
terhadap perilaku buang air besar (BAB) yang sehat cukup tinggi (90%) dan
93,7% toilet dipastikan berfungsi dengan baik tetapi 12,2 % keluarga tidak
memakai toilet secara teratur.(19) Penelitian lain menyebutkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap penggunaan
jamban, tetapi dari 196 responden hanya 46,4% yang menggunakan jamban
secara teratur.
b) Prioritas kebutuhan
Upaya program peningkatan akses masyarakat terhadap sanitasi layak, telah
dilaksanakan khususnya pembangunan sanitasi diperdesaan. Hasil studi evaluasi
menunjukkan bahwa banyak sarana sanitasi yang dibangun tidak digunakan dan
dipelihara oleh masyarakat. Berdasarkan laporan MDGs, di Indonesia tahun 2010
akses sanitasi layak hanya mencapai 51,19% (target MDGs sebesar 62,41%) dan
sanitasi daerah pedesaan sebesar 33,96% (target MDGs sebesar 55,55%).(28)
Salah satu penyebab target belum tercapai bahwa pendekatan yang digunakan
selama ini belum berhasil memunculkan demand, maka komponen pemberdayaan

16
masyarakat perlu dimasukkan dalam pembangunan dan penyediaan jamban agar
sarana yang dibangun dapat dimanfaatkan

2.4. Jamban

Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran
sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab
suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan (Fauzia, 2000).

Pengertian lainnya tentang jamban adalah pengumpulan kotoran manusia di suatu


tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan
menganggu estetika (Hasibuan, 2009). Sementara menurut Kementrian Kesehatan RI jamban
sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit
(Kepmenkes, 2008: 852).

2.1.1 Jenis jamban keluarga

Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik
adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang tercakupi dan
berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat di bedakan atas beberapa macam (Azwar, 1996).

1) Jamban cemplung
adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat injakan atau di
bawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa
sehingga tidak di mungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang baru.
Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu lama karena tidak
terlalu dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya 1,5-3 meter.
2) Jamban empang (Overhung Latrine)
adalah jamban yang di bangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada
yang kotorannya tersebar begitu saja, yang bisanya di pakai untuk ikan, ayam.
3) Jamban kimia (chemical toilet)

17
Jamban model ini biasanya di bangun pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti
kereta api, pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfaksi dengan zat-zat kimia seperti
caustic soda dan pembersihannya di akai kertas tisue (toilet piper). Jamban kimia sifatnya
sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi.

6) Jamban leher angsa (angsa latrine)


Jamban leher angsa adalah jamban leher lubang closet berbentuk lengkung,
dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau
busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang
terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

2.3.

Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (Depkes RI, 2004).

2) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter
dari sumber air minum.
3) Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun tikus.
4) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak tanah sekitar.
5) Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.
6) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna
7) Cukup penerang
8) Lantai kedap air
9) Ventilasi cukup baik
10) Tersedia air dan alat pembersih.

2.4.2 Manfaat Dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan
memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1) Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit


2) Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman.

18
3) Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.
4) Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

2.5.2 Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaklah selalu dijaga dan di pelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan
yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaklah selalu bersih dan kering.

2. Di sekeliling jamban tidak tergenang air

3. Tidak ada sampah berserakan

4. Rumah jamban dalam keadaan baik

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada

7. Tersedia alat pembersih

8. Bila ada yang rusak segera di perbaiki.

Selain itu di tambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat di lakukan dengan
(Simanjuntak, P : 1999) :

1) Air selalu tersedia dalam bak atau ember


2) Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus di siram bersih agar tidak bau dan
mengundang lalat.
3) Lantai jamban usahakan selalu bersih dan tidak licin agar tidak membahayakan pemakai
4) Tidak memasukan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban
5) Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja.

19
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
a. Masih adanya masyarakat Desa candiwulan yang buang air besar sembarangan
(BABS) yaitu masyarakat RT RW, Desa Candiwulan
b. Sebelum mendapatkan penyuluhan, masyarakat Desa Candiwulan kurang mengetahui
dampak BABS baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.
c. Beberapa hal yang menjadi alasan sulitnya masyarakat untuk tidak BABS adalah
kebiasaan (habit), keterbatasan ekonomi, dan sulitnya akses mendapatkan air bersih.
d. Dengan edukasi dan penyampaian yang baik, masyarakat dapat mengerti pentingnya
stop BABS dan menjaga kebersihan.
2. Saran
a. Dilakukan pemicuan dan sosialisasi ulang pada desa lain yang masih memiliki angka
cakupan sanitasi layak yang rendah.
b. Jika sudah bebas BABS, program dapat difokuskan pada subjek higienitas yang lain,
seperti penatalaksanaan limbah rumah tangga.

20
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Penyehatan Lingkungan. 2013. Road Map Percepatan Program STBM


2013-2015. Jakarta : Sekretariat STBM Nasional.

Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT Citra Adtya Bakti.

Tim Water and Sanitation Program. 2012. STBM (Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat); Lebih Bersih, Lebih Sehat. Jakarta : Sekretariat STBM Nasional.

21

You might also like