You are on page 1of 3

Asumsi yang mendasari asesmen kelas

Angelo dan Cross (1993) mengajukan tujuh asumsi yang mendasari penilaian kelas sebagai
berikut:

a. Mutu hasil belajar siswa berelasi dengan mutu pembelajaran. Asumsi ini memuat pengertian
bahwa untuk mencapai hasil belajar yang baik maka guru harus merancang dan melaksanakan
pembelajaran dengan baik pula.

b. Rumusan tujuan yang jelas dan eksplisit, pemberian umpan balik yang komprehensif, segera
dan sering, serta mendorong siswa untuk belajar mengakses belajarnya sendiri akan
meningkatkan efektivitas pembelajaran.

c. Pada hakikatnya penilaian kelas ditujukan untuk menjawab pertanyaan guru sendiri.

d. Pemberian sistematik inkuiri dan tantangan intelektual dalam penilaian kelas akan menjadi
sumber motivasi, pertumbuhan, dan pembaruan belajar bagi siswa.

e. Penilaian kelas tidak memerlukan latihan khusus bagi guru dan dapat dilaksanakan oleh guru
yang berdedikasi.

f. Kolaborasi antara guru dan siswa dalam penilaian kelas akan memajukan belajar dan kepuasan
diri siswa.

Tujuan Asesmen Kelas

Penilaian kelas mempunyai beragam tujuan . Wragg (2004) mengemukakan penilaian kelas
berujuan untuk: memberi umpan balik bagi guru da siswa, mendukung, dan mendorong belajar
siswa, memotivasi siswa, mendiagnosis kesulitan belajar siswa dan pelaksanaan pembelajaran,
menyeleksi siswa sesuai dengan tujuan seleksi, mengukur dan membandingkan hasil belajar
siswa dengan kriteria tertentu.

Secara lebih rinci, (KTSP, 2006) mengemukakan beberapa tujuan penilaian kelas sebagai
berikut:

a. Untuk menetapkan ketuntasan belajar yang dicapai siswa dan kelas. Dengan kata lain untuk
menentukan apakah siswa telah mengausai kompetensi tertentu sesuai indikator. Siswa secara
individu diklasifikasikan tuntas belajar apabila tela menguasai lebih dari 60% dari indikator yang
telah ditetapkan, namun dalam hal tertentu sekolah dapat menentukan kriteria sendiri.

b. Memanfaaatkan hasil penelitian kelas: 1) untuk menentukan siswa yang perlu remedial atau
pengayaan; 2) untuk perbaikan program dan proses pembelajaran peran formatif penilaian kelas;
3) bagi Kepala Sekolah (KS) untuk menilai kerja guru dan tingkat keberhasilan siswa.
c. Pelaporan hasil penilaian kelas ditujukan untuk memenuhi akuntabilitas public. Oleh karena
itu, bentuk laporan harus komunikatif dan komprehensif agar mudah dibaca dan dipahami.
Contoh bentuk laporan hasil penilaian kelas diantaranya adalah rapor yang merupakan laporan
kemajuan belajar siswa dalam satu semester.

Hasil penilaian kelas juga digunakan untuk penentuan kenaikan kelas. Kriteria siswa tidak naik
kelas jika: ada nilai kurang pada MP Agama, 3 Mata Pelajaran tidak tuntas, atau alasan lain,
misalnya sakit, gangguan emosi atau mental sehingga siswa tidak dapat dibantu mencapai
ketuntasan.

Kemampuan-kemampuan

A. Pemahaman Matematik

Istilah pemahaman Asesmen sebagai terjemahan dari istiah mathematical understanding berbeda
dengan jenjang memahami dalam taksonomi Bloom. Dalam taksonomi Bloom, secara umum
indikator memahami matematik meliputi: mengenal dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip
dan idea matematika dengan benar pada ksus sederhana. Namun sesungguhnya, pemahaman
matematik memiliki tingkat kedalaman tuntutan kognitif yang berbeda.

B. Pemecahan Masalah Matematik

Proses pemecahan masalah matematik berbeda dengan proses menyelesaikan soal matematika.
Perbedaan tersebut terkandung dalam istilah masalah dan soal. Menyelesaikan soal atau tugas
matematik belum tentu sama dengan memecahkan masalah matematik. Apabila suatu tugas
matematik dapat segera ditemukan cara menyelesaikannya, maka tugas tersebut tergolong pada
tugas rutin dan bukan mrupakan suatu msalah. Suatu tugas amtematik digolongkan sebagai
masalah matemati apabila tidak dapat segera diperoleh cara menyelesaikannya namun harus
melalui beberapa kegiatan lainnya yang relevan.

C. Koneksi Matematik

Seperti kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik, kemampuan koneksi


matematik merupakan kemampuan esesnsial yang harus dikuasai siswa sekolah menengah.
Pentingnya memilki kemampuan koneksi matematik terkandung dalam tujuan pembelajaran
matematika sekolah menengah yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasian konsep ata algoritma secara luwes akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah. Dalam rumusan tujuan tersebut, kemampuan koneksi matematik
menjadi sangat penting karena akan membangtu penguasaan pemahaman konsep yang bermakna
dan membantu menyelesaikan tugas pemecahan masalah melalui keterkaitan antarkonsep
matematika dan antar konsep matematika dengan konsep dalam disiplin lain.

D. Komunikasi Matematik
Komponen tujuan matematika pada komunikasi matematik tercantum pada kurikulum sekolah
menenga antara lalin: dapat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
ekspresi matematik untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan.

E. Penalaran Matematik

Berdasarkan analisis terhaddap karya beberapa pakar, secara garis besar penalaran matematika
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:

1. Penalaran Induktif sebagai penarikan kesimpulan berdasarkan pengamatan terhadap data


terbatas. Karena berdasarkan keterbatasan banyaknya pengamatan tersebut, maka nilai kebenaran
kesimpulan dalam penalaran induktif tidak mutlak tetapi bersifat probailistik,

2. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai
kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya
bersama-sama.

F. Berpikir Kritis Matematik

Ennis (Baron, dan Sternberg, 1987) mendefinisikan berpikir kritis ebagai berpikir reflektif yang
berasalan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang dilakukan.

G. Berpikir Kreatif Matematik

Munandar (1987, 1992) merinci ciri-ciri berpikir kreatif: fluency, flexibility, originality,
elaboration.

You might also like