You are on page 1of 11

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) UNTUK

AKREDITASI PUSKESMAS/FKTP
I. Pengertian
Istilah prosedur ada beberapa pengertian, diantaranya:

1. Standar Operating Procedures (SPO) adalah serangkaian instruksi tertulis yang


dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintah,
(Kepmenpan No. 021 tahun 2008).
2. Instruksi kerja adalah petunjuk kerja terdokumentasi yang dibuat secara rinci dan
bersifat instruktif yang dipergunakan oleh pekerja sebagai acuan dalam melaksanakan
suatu pekerjaan spesifik agar dapat mencapai hasil yang sesuai persyaratan yang telah
ditetapkan (Susilo, 2003). Langkah dalam penyusunan instruksi kerja sama dengan
penyusunan prosedur, namun ada perbedaan, instruksi kerja adalah suatu proses yang
melibatkan suatu bagian/unit profesi, sedangkan prosedur adalah suatu proses yang
melibatkan lebih dari satu bagian/unit/profesi. Prinsip dalam penyusunan prosedur dan
instruksi kerja adalah kerjakan yang ditulis, tulis yang dikerjakan, buktikan dan tindak-
lanjut serta dapat ditelusur hasilnya.
3. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Istilah ini digunakan
di Undang-undang No. 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran dan Undang-
undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Beberapa istilah prosedur yang sering digunakan yaitu:

1. Prosedur yang telah ditetapkan disingkat Protap;


2. Prosedur untuk panduan kerja (Prosedur Kerja disingkat PK);
3. Prosedur untuk melakukan tindakan;
4. Prosedur penatalaksanaan;
5. Petunjuk pelaksanaan disingkat Juklak;
6. Petunjuk pelaksanaan secara tehnis, disingkat Juknis;
7. Prosedur untuk melakukan tindakan klinis: protokol klinis, Algoritma/Clinical
Pathway.

Walaupun banyak istilah tentang pengertian prosedur tidak menjadikan salah tapsir maka
yang dipergunakan didalam dokumen akreditasi Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama didalam pembahasan ini adalah "Standar Prosedur Operasional
(SPO)". Sedangkan pengertian SPO adalah Suatu perangkat instruksi/langkah-langkah
yang di bakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
II. Tujuan Penyusunan SPO

Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten/seragam dan
aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang
berlaku.

III. Manfaat SPO

1. Memenuhi persyaratan standar pelayanan Puskesmas


2. Mendokumentasikan langkah-langkah kegiatan;
3. Memastikan staf Puskesmas memahami bagaimana melaksanakan pekerjaannya.
Contoh: SPO Pemberian Informasi, SPO Pemasangan Infus, SPO Pemindahan Pasien
dari tempat tidur ke kereta dorong.

IV. Format SPO

1. Format SPO dibakukan agar tidak terjadi banyak format yang digunakan;
2. Format yang dibahas disini merupakan format minimal, oleh karena itu format ini
dapat diberi tambahan materi kolom misalnya, nama penyusun SPO, unit yang
memeriksa SPO. Untuk SPO tindakan agar memudahkan didalam melihat langkah-
langkahnya dengan bagan alir, persiapan alat dan bahan dan lain-lain, namun tidak
boleh mengurangi ite-item yang ada di SPO.
3. Contoh format SPO sebagai berikut:

Format SPO
Penjelasan: Penulisan SPO yang harus tetap didalam tabel kotak adalah: nama puskesmas
dan logo, judul SPO, nomor dokumen, tanggal diterbitkan, dan tandatangan kepala
puskesmas, sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur/langkah-langkah,
dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/tabel.
V. Petunjuk Pengisian SPO

1. Logo yang dipakai adalah logo Pemerintah kabupaten/kota, nama organisasi adalah
nama Puskesmas, atau logo dan nama dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
2. Kotak Heading: masing-masing kotak (Puskesmas, judul SPO, No. Dokumen, Nomor
Revisi, Halaman SPO, Tanggal Terbit, ditetapkan Kepala Puskesmas) diisi sebagai
berikut:

Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama kotak
heading harus lengkap, untuk halaman-halaman berikutnya kotak heading dapat
hanya memuat: kotak nama puskesmas, judul SPO, No. Dokumen, Nomor Revisi
dan Halaman.

Kotak Puskesmas/Klinik diberi nama puskesmas dan Logo Pemerintah daerah


atau logo dan nama Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Judul SPO: diberi Judul/nama SPO sesuai proses kerjanya;

No. Dokumen: diisi sesuai dengan ketentuan penomoran yang berlaku di


Puskesmas/FKTP yang bersangkutan, dibuat sistematis agar ada keseragaman.

No. Revisi: diisi dengan status revisi, dapat menggunakan huruf. Contoh:
dokumen baru diberi huruf A, dokumen revisi pertama diberi huruf B dan
seterusnya. Tetapi dapat juga dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat
diberi nomor 0, sedangkan dokumen revisi pertama diberi 1, dan seterusnya.

Halaman: diisi nomor halaman dengan mencantumkan juga total halaman untuk
SPO tersebut. misalnya: halaman pertama: 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman
terakhir 5/5, ini jika SPO ada memiliki 5 halaman.

SPO diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah yang digunakan Puskesmas/FKTP,


misalnya SPO, Prosedur, Prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan, prosedur kerja
dan sebagainya, namun didalam akreditasi Puskesmas dan FKTP memakai istilah
SPO.

Tanggal terbit: diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya atau tanggal


diberlakukannya SPO tersebut.

Ditetapkan Kepala Puskesmas/FKTP: diberi tandatangan Kepala


Puskesmas/FKTP dan nama jelasnya.
VI. Isi SPO

Isi dari SPO minimal adalah sebagai berikut:

1. Pengertian: yang paling awal diisi adalah Judul SPO adalah, dan berisi penjelasan dan
atau definisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah
pengertian/menimbulkan multi persepsi;
2. Tujuan: berisi tujuan pelaksanaan secara spesifik. Kata kunci: "Sebagai acuan
penerapan langkah-langkah untuk ....".
3. Kebijakan: berisi kebijakan Kepala Puskesmas/FKTP yang menjadi dasar dibuatnya
SPO tersebut. Dicantumkan kebijakan yang mendasari SPO tersebut, contoh untuk
SPO imunisasi pada bayi, pada kebijakan dituliskan: Keputusan Kepala Puskesmas
No. 005/2014 tentang Pelayanan Imunisasi.
4. Referensi: berisikan dokumen eksternal sebagai acuan penyusunan SPO, bisa
berbentuk buku, peraturan perundang-undangan, ataupun bentuk lain sebagai bahan
pustaka.
5. Langkah-langkah prosedur: bagian ini merupakan bagian utama yang menguraikan
langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan proses kerja tertentu.
6. Unit terkait: berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses kerja
tersebut.

Dari keenam isi SPO sebagaimana diuraikan diatas, dapat ditambahkan antara lain: bagan
alir, dokumen terkait, dan sebagainya menyesuaikan dengan format SPO yang ditentukan
oleh Pemerintah Daerah, yang penting dalam satu organisasi menggunakan satu format
yang seragam.

VII. Diagram Alir/Bagan Alir (Flow Chart)

Didalam penyusunan prosedur maupun instruksi kerja sebaiknya dalam langkah-langkah


kegiatan dilengkapi dengan diagram alir/bagan alir untuk memudahkan dalam pemahaman
langkah-langkahnya. Adapun bagan alir secara garis besar dibagi menjadi dua macam,
yaitu diagram alir makro dan diagram alir mikro.

Diagram alir makro, menunjukkan kegiatan-kegiatan secara garis besar dari proses
yang ingin kita tingkatkan, hanya mengenal satu simbol yaitu simbol blok:

Simbol Blok
Diagram alir mikro, menunjukkan rincian kegiatan-kegiatan dari tiap tahapan diagram
makro, bentuk simbol sebagai berikut:

Awal kegiatan:

Awal Kegiatan

Akhir kegiatan:

Akhir Kegiatan

Simbol keputusan:

Simbol Keputusan
Penghubung:

Simbol Penghubung

Dokumen:

Simbol Dokumen

Arsip:

Simbol Arsip

VIII. Tatacara Pengelolaan SPO

1. Agar ditetapkan siapa yang mengelola SPO;


2. Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO Puskesmas/Klinik;
3. Pengelola SPO agar membuat tatacara penyusunan, penomoran, distribusi, penarikan,
penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO.
IX. Tatacara Penyusunan SPO

Hal-hal yang perlu diingat:

1. Siapa yang harus menulis atau menyusun SPO;


2. Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO;
3. Bagaimana SPO dapat dikenali;
4. Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dari unit terkait;
5. Bagaimana pengendalian SPO: penomoran, revisi yang berkala, dan distribusi kepada
siapa.

X. Syarat Penyusunan SPO

1. Identifikasi kebutuhan, yakni mengidentifikasi apakah kegiatan yang dilakukan saat ini
sudah memiliki SPO atau belum, dan bila sudah agar diidentifikasi apakah SPO masih
efektif atau tidak, jika belum apakah kegiatan tersebut perlu disusun prosedurnya.
2. Perlu ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakukan pekerjaan
tersebut atau oleh unit kerja tersebut. Tim atau panitia yang ditunjuk oleh kepala
Puskesmas/FKTP hanya untuk menanggapi dan mengoreksi SPO tersebut. Hal tersebut
sangatlah penting, karena komitmen terhadap pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan
adanya keterlibatan personel/unit kerja dalam penyusunan SPO.
3. SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar
mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim Mutu diminta
memberikan tanggapan.
4. Di dalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan
dan mengapa.
5. SPO jangan menggunakan kalimat majemuk. Subjek, predikat dan ojek harus jelas.
6. SPO harus menggunakan kalimat perintah/instruksi dengan bahasa yang dikenal
pemakai;
7. SPO harus jelas, ringkas, dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien maka
harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk
SPO profesi harus mengacu kepada standar professi, standar pelayanan, mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kesehatan, dan memperhatikan
aspek keselamatan pasien.

XI. Proses Penyusunan SPO

SPO disusun dengan menggunakan format sesuai dengan panduan penyusunan


dokumen akreditasi Puskesmas/FKTP.
Penyusunan SPO dapat dikoordinir oleh tim mutu/tim akreditasi puskesmas/FKTP
dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Pelaksana atau unit kerja/upaya menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait;
2. SPO yang telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja disampaikan ke tim mutu/tim
akreditasi;
3. Fungsi tim mutu/tim akreditasi Puskesmas didalam penyusunan adalah:
Memberikan tanggapan, mengkoordinir dan memperbaiki SPO yang telah
disusun oleh pelaksana atau unit kerja baik dari segi bahasa maupun penulisan;

Mengkoordinir proses pembuatan SPO sehingga tidak terjadi duplikasi


SPO/tumpang tindih SPO antar unit;

Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan ditandatangani oleh


Kepala Puskesmas;

Penyusunan SPO dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk


SPO pelayanan dan SPO administrasi, untuk melakukan identifikasi kebutuhan
SPO bisa dilakukan dengan menggambarkan proses bisnis di unit kerja tersebut
atau alur kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk
SPO klinis, identifikasi kebutuhan dilakukan dengan mengetahui pola penyakit
yang sering ditangani di unit kerja tersebut. Dari identifikasi kebutuhan SPO
dapat diketahui berapa banyak dan macam SPO yang harus dibuat/disusun.
Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan elemen penilaian pada standar akreditasi, minimal SPO-SPO
apa saja yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di elemen penilaian adalah
SPO minimal yang harus ada di Puskesmas/FKTP. Sedangkan identifikasi SPO
dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit kerja adalah
seluruh SPO secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut;

Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk
memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai
dengan membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah
membuat diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting dari
seluruh proses. Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan
masing-masing kotak dan dibuat alurnya.

Semua SPO harus ditandatangani oleh Kepala Puskesmas/Kepala Klinik.

Agar SPO dapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO-
SPO tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka untuk melaksanakan SPO
tersebut perlu dilakukan pelatihan.

XII. Hal-Hal yang Memengaruhi Keberhasilan Penyusunan SPO

Adanya komitmen dari Kepala Puskesmas/FKTP yang terlihat dengan adanya


dukungan fasilitas dan sumber daya.
Adanya fasilitator/petugas yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
menyusun SPO;
Adanya target waktu yaitu ada target dan jadwal yang disusun dan disepakati;
Adanya pemantauan dan pelaporan kemajuan penyusunan SPO.
Tatacara penomoran SPO
Penomoran SPO maupun dokumen lainnya diatur pada kebijakan pengendalian dokumen
dengan ketentuan:

1. Semua SPO harus diberi nomor;


2. Puskesmas/FKTP agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SPO
sesuai dengan tata naskah yang dijadikan pedoman;
3. Pemberian nomor mengikuti tata naskah Puskesmas/FKTP, atau ketentuan
penomoran yang khusus untuk SPO (bisa menggunakan garis miring atau dengan
sistim digit). Pemberian nomor sebaiknya dilakukan secara terpusat.

Kode-Kode dapat dipergunakan untuk pemberian nomor, seperti contoh berikut:

1. Kode unit kerja: masing-masing unit kerja di Puskesmas/FKTP mempunyai kode


sendiri-sendiri yang dapat berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh pada
Program Bab VI, dengan VI/SPO/KIAKB, dan lain sebagainya (namun tergantung
didalam pedoman tata naskah yang berlaku);
2. Nomor urut SPO adalah urutan nomor SPO di dalam unit kerja upaya
Puskesmas/FKTP;
3. Satu SPO dipergunakan oleh lebih dari ssatu unit yang berbeda misalnya SPO
rujukan pasien maka diberi kolom unit terkait/unit pemakai SPO.

XIII. Tatacara Penyimpanan SPO

1. Penyimpanan adalah bagaimana SPO tersebut disimpan;


2. SPO asli (master dokumen/SPO yang sudah dinomori dan sudah ditandatangani) agar
disimpan di sekretariat Tim Akreditasi Puskesmas/FKTP atau Bagian Tata Usaha
Puskesmas/FKTP, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di organisasi tersebut tentang
tata cara pengarsipan dokumen yang diatur dalam tata naskah. Penyimpanan SPO yang
asli harus rapi sesuai metode pengarsipan sehingga mudah dicari kembali bila
diperlukan.
3. SPO fotocopy disimpan di masing-masing unit upaya Puskesmas/FKTP dimana SPO
tersebut dipergunakan. Bila SPO tersebut tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan
maka unit kerja wajib mengembalikan SPO sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat
mutu atau Bagian Tata Usaha sehingga di unit kerja hanya ada SPO yang berlaku saja.
Sekretariat Tim Mutu atau bagian Tata Usaha organisasi dapat memusnahkan fotocopy
SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO yang asli agar tetap disimkpan,
dengan lama penyimpanan sesuai ketentuan dalam ketentuan retensi dokumen yang
berlaku di Puskesmas/FKTP;
4. SPO di unit upaya Puskesmas/FKTP harus diletakan ditempat yang mudah dilihat,
mudah diambil, dan mudah dibaca oleh pelaksana.

XIV. Tatacara Pendistribusian SPO

1. Distribusi adalah kegiatan atau usaha menampaikan SPO kepada unit upaya atau
pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat digunakan sebagaimana panduan
dalam melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim mutu atau bagian
Tata Usaha Puskesmas/FKTP sesuai pedoman tata naskah.
2. Distribusi harus memakai ekspedisi dan/atau formulir tanda terima.
3. Distribusii SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bisa juga untuk seluruh unit
kerja lainnya.
4. Bagi Puskesmas/Klinik yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa
melalui jejaring area local, dan diatur kewenangan otoritasi disetiap unit kerja,
sehingga unit kerja dapat mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO.

XV. Evaluasi SPO


A. Evaluasi SPO dilakukan terhadap isi maupun penerapan SPO.

1. Evaluasi penerapan/kepatuhan terhadap SPO dapat dilakukan dengan menilai


tingkat kepatuhan terhadap langkah-langkah dalam SPO. Untuk evaluasi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan daftar tilik/check list.
2. Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten,
diikuti dalam pelaksanaan suatu rangaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan dan
diberi tanda (check-mark).
3. Daftar tilik merupakan bagian dari sestem manajemen mutu untuk mendukung
standarisasi suatu proses pelayanan.
4. Daftar tilik tidak dapat digunakan untuk SPO yang kompleks;
5. Daftar tilik digunakan untuk mendukung, mempermudah pelaksanaan dan
memonitor SPO bukan untuk menggantikan SPO itu sendiri.

B. Langkah-langkah Menyusun Daftar Tilik


Langkah awal menyusun daftar tilik dengan melakukan identifikasi prosedur yang
membutuhkan daftar tilik untuk mempermudah pelaksanaan dan monitoringnya.

Gambaran flow-chart dari prosedur tersebut;


Buat daftar kerja yang harus dilakukan;
Susun urutan kerja yang harus dilakukan;
Masukan dalam daftar tilik sesuai dengan format tertentu;
Lakukan uji-coba;
Lakukan perbaikan daftar tilik;
Standarisasi daftar tilik;
Daftar tilik untuk mengecek kepatuhan terhadap SPO dalam langkah-langkah
kegiatan, dengan rumus sebagai berikut:

C. Evaluasi Isi SPO

Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan minimal sekali dalam dua tahun
yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja.
Hasil evaluasi: SPO masih tetap bisa dipergunakan, atau SPO tersebut perlu
diperbaiki/direvisi. Perbaikan/Revisi isi SPO bisa dilakukan sebagian atau
seluruhnya.
Perbaikan/revisi perlu dilakukan bila:
1. Alur SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada;
2. Adanya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pelayanan
kesehatan;
3. Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru;
4. Adanya perubahan fasilitas.

Penggantian Kepala Puskesmas, bila SPO memang masih sesuai/dipergunakan


maka tidak perlu direvisi.

Sumber:
Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar
Tahun 2014

You might also like