You are on page 1of 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bruxism waktu tidur ( sleep Bruxism ) adalah kelainan gerakan yang stereotip yang ditandai

dengan clenching (mengatupkan) atau grinding (mengasah) gigi geligi waktu tidur. Bruxism dapat

ditemui pada semua kelompok umur dan merupakan penyakit gangguan tidur ketiga terbanyak yang

terjadi pada 8% populasi. Prevalensi tertinggi ditemui pada anak- anak. Bruxism yang terjadi

berulang menyebabkan banyak komplikasi seperti kerusakan gigi, gusi dan jaringan dibawahnya, gigi

yang hipersensitif, sakit kepala kronis, nyeri dan tegang pada otot maseter, membuat suara yang

keras ketika tidur sehingga menganggu teman sekamar. Tetapi bruxer (sebutan orang yang

mengalami bruxism) biasanya tidak pernah sadar jika mengalami bruxism selama tidurnya, jika

mereka tidur sendiri biasanya mereka baru mengeluh ke dokter ketika mereka mengalami sudah

mengalami komplikasi seperti gangguan pada gigi-geliginya, atau sakit kepala, jika mereka memiliki

teman sekamar biasanya hal ini bisa ditangani lebih cepat karena suara yang ditimbulkan oleh bruxer

menganggu partner tidurnya. Mengingat komplikasi yang ditimbulkan, maka penulis tertarik untuk

mendalami lebih lanjut mengenai bruxism sehingga diharapkan kasus bruxism ini bisa dikenali lebih

cepat sehingga dapat penanganan lebih cepat dan tepat.


2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN PREVALENSI

Menurut American Sleep Disorders Association (ASDA) bruxism waktu tidur (

sleep Bruxism ) adalah kelainan gerakan yang stereotip yang ditandai dengan grinding

(mengasah) atau clenching (mengatupkan) gigi geligi waktu tidur.1 Bruxism

didefinisikan sebagai aktifitas parafungsi dari gigi geligi pada siang hari atau malam hari

berupa gerakan clenching, braching, gnashing dan grinding yang terjadi pada sebagian

besar manusia. Hal ini dapat dilihat melalui tampakan gigi yang mengalami keausan

yang merupakan akibat dari bruxism.2

Hampir semua orang mengalami bruxism, mulai dari anak anak hingga lanjut

usia. Prevalensi terjadinya bruxism lebih sering terjadi pada usia remaja. Seiring dengan

bertambahnya usia, bruxism semakin jarang terjadi. Bruxism paling banyak ditemui pada

anak- anak sebesar 14-17%, pada remaja-dewasa muda sebesar 12%, dan pada dewasa

sebesar 8% dan 3% pada orang tua. Bruxism bisa terjadi ketika terjaga (awake bruxism)

yang lebih banyak ditemui pada wanita dan ketika tidur (sleep bruxism) yang tidak ada

perbedaan antar prevalensi pada pria dan wanita.3

B. ETIOLOGI dan PATOLOGI

Bruxism dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor sentral, faktor perifer dan

psikososial.
3

1. Faktor Sentral

Penyebab bruxism hingga kini masih terus diteliti, namun diduga karena

adanya respon arousal yang berlebihan. Respon arousal adalah perubahan mendadak

dari tidur dalam ke tidur dangkal atau periode singkat (3-15 detik) dari aktivitas

cortikal sewaktu tidur, yang berhubungan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis 4.

Bruxism didahului urutan kejadian psikologis: peningkatan aktivitas saraf simpatis

(pada 4 menit sebelum bruxism dimulai), diikuti aktivasi cortikal (1 menit

sebelumnya) dan peningkatan ritme jantung dan tonus otot pembukaan mulut (1 detik

sebelumnya) Lihat gambar 24. Bukti terbaru yang mendukung hipotesis bahwa

bruxism dimediasi secara sentral dibawah rangsangan autonom dan otak. Bukti

mendukung peran saaraf sentral dan sistem saaraf autonom pada awal aktivitas

oromandibular bruxism selama tidur malam5.

Autonomic cardiac activation


(4-8 minutes before)

Increase in electroencephalographic activity (alpha waves


( 4 s before)

Increase in cardiac rhythm


(1 s before)

Increase in the suprahyoid muscle tone


(0.8 s before)

Beginning bruxism episode (masseters)


Gambar 2. Tahapan kejadian psikologis sebelum episod bruxism5.
4

Selain itu, bruxism diduga terjadi karena adanya gangguan pada sistem

neurotransmitter pada sistem saraf pusat berupa ketidakseimbangan neurotransmitter

dopamin. Sehingga terjadi gangguan pada jalur pergerakan dan menyebabkan gerakan

nonfungsional pada rongga mulut berupa kertakan gigi. Ketidakseimbangan dopamin ini

salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan amphetamin dan nikotin. Amphetamin

menyebabkan konsentrasi dopamin meningkat sedangkan nikotin menyebabkan aktivitas

dopaminergik meningkat sehingga kedua zat ini menyebabkan ketidakseimbangan

dopamin yang nantinya akan menyebakan bruxism. 3

2. Faktor psikososial

Faktor psikososial yang mempengaruhi kejadian bruxism hingga kini masih

diteliti. Diduga yang membedakan bruxer dengan orang nonbruxer ialah tingkat depresi,

sentivitas terhadap stress dan peningkatan dalam rasa kebencian atau permusuhan.

Begitupun pada anak- anak yang mengalami bruxism cenderung lebih mundah cemas

daripada yang nonbruxer. Stress merupakan faktor yang signifikan menyebabkan

bruxism waktu tidur. 3

Ketika seseorang stress, tubuh akan merespon dengan produksi katekolamin oleh

kelenjar adrenal kemudian katekolamin akan di metabolisme menjadi dopamin,

norepinefrin, dan epinefrin. Ketika seseorang terus menerus stress maka konsentrasi

dopamin di sistem saraf pusat akan meningkat dan menganggu jalur pergerakan yang

nantinya akan menyebabkan bruxism.5

3. Faktor perifer

Faktor periferal pada waktu lalu dipertimbangkan sebagai etiologi utama

bruxism. Ramfjorf (1961) menyarankan bahwa bruxism dapat dihilangkan dengan

penyesuaian oklusal. Tapi dari berbagai studi menunjukkan bahwa hubungan antara

bruxism dan faktor oklusal adalah lemah atau tidak ada.6 Sementara itu, Michelotti dkk,
5

2005, dalam eksperimennya, bahwa suprakontak nyata berhubungan dengan

pengurangan kegiatan elektomiografi (EMG) ketika bangun. Hasil double-blind

randomized controlled studies di Finland menunjukkan bahwa interferensi oklusal

artifisial tampaknya mengganggu keseimbangan oromotor pada mereka dengan kelainan

temporomandibular. Artikel tinjauan Luther, 2007 menyatakan tidak ada bukti bahwa

interferens oklusal sebagai etiologi bruxism, atau penyesuaian oklusal dapat

mencegahnya. 7

C. TANDA DAN GEJALA

Ketika datang ke dokter biasanya pasien akan mengeluh:7

a. Sensasi tidak nyaman pada gigi dan otot

b. Mialgia otot mastikasi

c. Gigi hipersensitif

d. Teman sekamar mengeluh suara kertakan gigi ketika tidur

Sedangkan yang dapat dokter dapatkan ketika pemeriksaan:

Hipertrofi pada otot mastikasi


6

Patah pada akar gigi

Gigi retak

Lesi abfraksi

D. KOMPLIKASI

Bruxism yang berulang menyebabkan banyak komplikasi diantaranya kerusakan

gigi-geligi yang progresif dan ireversibel, gigi hipersensitif, nyeri temporomandibular,

sakit kepalam nyeri otot maseter dan temporalis, tidur terganggu, dan menganggu partner

tidur.5
7

E. TATALAKSANA

Penanganan awal bruxism sebaiknya diarahkan pada identifikasi penyebab

gangguan disfungsi tidur dan kerja untuk mengurangi faktor yang dapat mempengaruhi

pola tidur seperti stres, kelainan psikiatrik dan lain-lain. Perawatan bruxism

membutuhkan kombinasi yaitu perawatan perilaku, perawatan gigi dan perawatan

pharmakologis.

1. Perawatan pharmakologis, tidak ada obat yang khusus untuk mengatasi bruxism,

tetapi dari berbagai studi yang terkendali telah dievalusi berbagai obat yang memiliki

efek terhadap bruxism. Golongan relaksasi otot, sedatif dan anxiolitik seperti

diazepam, clonazepam, metocarbamol dan zolpiden. Agen dopaminergik: L-dopa.

Beta-adregenik agonist : clonidin. Antidepresan: buspirone.

2. Perawatan gigi diantaranya berbagai alat intraoral untuk mengatasi rasa sakit lokal,

mencegah lesi struktur orofasial, dan mencegah disfungsi artikulasi

temporomandibuler. Alat intraoral yang bisa digunakan salah satunya ialah occlusal

splint.

3. Perawatan perilaku T
8

Daftar pustaka

1. Wendasi A.H, Nunung R, Aprilia A. Bruksisma. Jurnal

Dentorasial;2011:10(3):135-250

2. Wijaya Y, Laura S, Roselani W, Occlusal Grinding Pattern During Sleep Bruxism

and Temporomandibular Disorder. Journal od Dentistry.

Indonesian;2012:20(2):25-9

3. Shetty S, Pitti V, Babu S. Bruxism: A literature Review. J Indian Prosthodon;

2010:10:141-8

4. Kato T, Rompre P, Montplaisir JY, Sessle BJ, lavigne GJ. Sleep bruxism an

oromotor activity secondary to microaurosal. J Dent Res. 2001;80(10):1940-.

5. Lavigne GJ, Huynh N, Kato T, Okura K, Yao D, et al. Genesis of sleep bruxism:

otor and autonomic-cardiac interaction. Arch Oral Biol. 2007;52:361-381.

6. Manfredini D, landi N, Tognini F, montagnani G, Brosco M. Psyhic and occlusal

factorsin bruxism. Aust Dent J 2004a;49:84-9.

7. Niemi PM, Alanen P, Kylml M, Jms T, Alanen P. Psychological factors and

responses to artificial interferences in subjects with and without a history of

temporomandibular disorder. Acta Odontol Scand 2006;64:300-5.

You might also like