Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI
Kata delirium berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah
dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai
delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke.
Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit dan memiliki banyak kausa, yang
semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan
gangguan kognitif pasien. Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan
jarang di diagnosis.1,2
Dalam revisi DSM-IV TR edisi ke-4, delirium ditandai oleh gangguan kesadaran serta
perubahan kognisi yang timbul dalam waktu singkat. Gejala penanda delirium yang utama
adalah hendaya kesadaran, biasanya terjadi pada hendaya fungsi kognitif secara menyeluruh.
Abnormalitas mood, persepsi dan perilaku merupakan gejala psikiatri yang lazim dijumpai.
Tremor, astreksis, nistagmus inkoordinasi dan inkontinensia urin adalah gejala neurologis yang
umum ditemui. Secara klasik, delirium memiiki awitan mendadak ( dalam hitungan ja atau hari
), perjalanan singkat dan berfluktuasi serta perbaikan cepat bila faktor kausatif diidentifikasi
serta dieliminasi.2
1
Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka panjang dan dosis tiggi zat
tertentu, seperti alcohol, sedative, hipnotik, atau ansiolitik, dapat menyebabkan delirium akibat
putus zat.
5. Delirium akibat etiologi multiple
Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah medis umum atau
pengaruh kombinasi masalah medis umum dan penggunaan zat.
Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi sub tipe hiperaktif dan
hipoaktif, tergantung dari aktivitas psikomotornya. Keduanya dapat terjadi bersamaan pada
satu individu.
a. Delirium hiperaktif
Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada pasien terjadi
agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan dispruptif lainnya.
Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin mencabut selang infus atau kathether,
atau mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien delirium karena intoksikasi, obat antikolinergik,
dan alkohol withdrawal biasanya menunjukkan perilaku tersebut. Delirium hiperaktif juga
didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic
acid diethylamideatau LSD.
b. Delirium hipoaktif
Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh para klinisi. Pasien
tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan dengan keadaan fatigue
dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah dibangunkan dan dalam berada dalam
tingkat kesadaran yang normal. Rangsang yang kuat diperlukan untuk membangunkan ,
biasanya bangun tidak komplet dan transient. Penyakit yang mendasari adalah metabolit dan
enchepalopati.
2. EPIDEMIOLOGI
Delirium adalah penyakit yang sering terjadi, sekitar 10-15% pasien yang ada di
bangsal bedah dan 15-20% di bangsal ilmu penyakit dalam mengalami delirium selama
dirawat. Penyebab delirium pasca operasi termasuk stress pembedahan, nyeri pasca operasi,
gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan kehilangan darah. Insidensi delirium
meningkat seiring dengan bertambahnya usia pasien. Faktor-faktor predisposisi delirium antara
2
lain usia (usia muda dan usia lanjut lebih dari 65 tahun), kerusakan otak yang mendahului
(penyakit serebrovaskuler, tumor), riwayat delirium sebelumnya, kecanduan alkohol, diabetes,
kanker, kerusakan sensorik (seperti kebutaan), dan malnutrisi.2
3. ETIOLOGI
Faktor predisposisi:1
1. Demensia
2. Obat-obatan multiple
3. Umur lanjut
4. Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson
5. Gangguan penglihatan dan pendengaran
6. Ketidakmampuan fungsional
7. Hidup dalam institusi
8. Ketergantungan alcohol
9. Isolasi social
10. Kondisi ko-morbid multiple
11. Depresi
12. Riwayat delirium post-operative sebelumnya
Faktor presipitasi:2
A. Medikasi
B. Penyakit:
1. Infeksi
2. Metabolik
3. Kelainan SSP
4. Perubahan lingkungan
5. Penurunan rangsang sensoris
6. Lainnya: bedah, syok, demam, hipotermia, anemia
3
dan hati. Secara lengkap dan lebih terperinci penyebab delirium dapat dilihat pada tabel
dibawah ini. 2
4
- Karbon monoksida
- Logam berat dan racun industri lain
Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
- Hipofisis
- Pankreas
- Adrenal
- Paratiroid
- Tiroid
Penyakit organ non endokron
Hati
Ensefalopati hepatik
Ginjal dan saluran kemih
Ensefalopati uremikum
Paru
Narkosis karbon dioksida
Hipoksia
Sistem Kardiovaskular
Gagal jantung
Aritmia
Hipotensi
Penyakit Defisiensi
Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat
Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun
Keadaan pascaoperatif
Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi
dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien
5
dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel
dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter. 2
Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium
adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa
penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium diatas
menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak. Mekanisme patofisiologi lain khususnya
berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron non
adrenergiknya. Neurotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan glutamat.2
a. Obat dan Delirium
Lansia lebih sensitif terhadap efek obat atau dosis rendah dan secara khusus
beresiko delirium pada saat lebih besardari obat yang digunakan. Obat-obatan yang
melewati sawar darah otak menyebabkan delirium. Delirium karena toksisitas obat juga
disebabkan oleh obat-obatan dengan 'indeks terapi sempit', meskipun beberapa obat
seperti digoxin dilaporkan menyebabkan delirium pada keadaan normal. Pasien dengan
intoksikasi alkohol dapat menyebabkan delirium selama perawatan meskipun
withdrawal alkohol dapat menyebabkan delirium 1-3 hari setelah dirawat, seperti
withdrawal ( reaksi putus obat) hipnotik dan sedatif.2
Obat paling sering menyebabkan delirium adalah sedatif dan hipnotik,
antikolinergik dan narkotik. Penggunaan preparat ini sebaiknya berhati-hati pada
lansia, khususnya pada gangguan kognitif sebelumnya. Jika obat ini harus dipakai
sebaiknya dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan. Obat hipoglikemi, khususnya
kerja sedang dapat menyebabkan hipoglikemi yang juga bermanifestasi konfusio.2
(1) Asetilkolin
Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari
neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal
yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui
sebagai penyebab keadaan bingung. pada pasien dengan transmisi
kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif,
delirium serum antikolinergik juga meningkat.
(2) Dopamine
Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan
dopaminergic. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik.
Pengobatan simptomatis muncul pada pemberian obat antipsikosis seperti
haloperidol dan obat penghambat dopamine.
6
b. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati
hepatikum. GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic
encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level
ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang menyebabkan peningkatan
pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino inimerupakan precursor
GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien
yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.
c. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan
interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang
luas dan paparan toksik, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari
sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, terdapat
hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
e. Mekanisme structural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis
bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi
yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari
bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis
mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium.
Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium,
mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neurotoksik dan sel-sel peradangan
(sitokin) untuk menembus otak.
7
5. ANAMNESIS
Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada
8, 9
kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi . Dan dari anamnesisnya kita bisa
mendapatkan informasi informasi tersebut bisa dari keterangan keluarga atau orang terdekat
pasien yang mengetahui awal terjadinya penyakit pasien, dan dari pasien langsung untuk
mengetahui secara pasti apa yang dirasakannya dengan berbagai pertanyaan sebagai berikut. 8,
9
1. Gangguan atensi
Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah
melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk
diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan
menyuruh pasien menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.
2. Gangguan memori dan disorientasi
Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi
waktu,tempat dan situasi juga sering didapatkan pada delirium.
3. Agitasi
Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan
kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap
mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai
orang asing yang menerobos kerumahnya.
4. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal
Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat
seperti depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.
5. Gangguan tidur
Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam
hari. Pola ini digabungkan dengan disorientasi dan kebingungan yang dapat menimbulkan
situasi berbahaya pada pasien, yaitu resiko jatuh dari tempat tidur, menarik kateter atau IV
dan pipa nasogastric.
6. Emosi yang labil
8
Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah, sedih, menangis dan
kadang kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika
seseorang mengalami delirium.
7. Gangguan persepsi
Terjadi halusinasi visual dan auditori.
8. Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain: tremor gait, asterixis mioklonus,
paratonia dari otot terutama leher, sulit untuk menulis dan membaca, dan gangguan visual.
6. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan secara lengkap termasuk menilai status mental di
perlukan pada pasien pasien dengan delirium, Mengecek tanda vital seperti suhu tubuh, tekanan
darah, frekuensi nadi dan respirasi adalah wajib. 10
Gangguan kesadaran bisa di nilai dengan bedside test, yaitu dengan memberikan
beberapa test daya ingat seperti, pasien disuruh untuk meneybutkan nama nama hari selama
seminggu, menghitung secara terbalik dari nomer 20. 10
Keparahan dari gejala Delirium ini dapat dinilai dengan menggunakan DRS ( Delirium
Rating Scale ) dan CAM ( Confusion Assesment Method ). 10
9
(Gambar Alogaritma diagnostic Delirium (healthgov.au)
7. KRITERIA DIAGNOSIS
10
1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam
bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian).
2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).
3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat
dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan penyebab delirium ini.
11
3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat
dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan penyakit delirium ini dalam kriteria A dan B. Keadaan ini berkembang
selama atau dalam waktu singkat sesudah sindroma putus zat.
Pedoman diagnostik
Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat
haruslah ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik
menurut PPDGJ-III : 4
mengalihkan perhatian.
12
Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat
Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif
masih utuh.
Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.
3. Gangguan psikomotor :
Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu
ke yang lain.
Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya
Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
5. Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis
6. Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini
13
8. DIAGNOSIS BANDING
Insight/tilikan ++ +
Awitan akut/subakut ++ -
14
dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang
bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala
berkembang dalam beberapa jam.3
Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu
keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium.
Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih
terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.2
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika diagnosis masih belum jelas, pemeriksaan lebih lanjut seperti GDA, tes fungsi hati,
pengukuran serum kalsium dan albumin, TSH, vitamin B12, ESR, ANA, dan VLDR. Dan jika
masih belum jelas lagi, pengujian dapat mencakup analisa CSF (terutama untuk menyingkirkan
meningitis, ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid), pengukuran serum amonia, dan
pemeriksaan logam berat.4
10. TERAPI
a. Pengobatan farmakologis
15
Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu
formula intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting
untuk pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena
obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh
pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai
bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).1
b. Non-farmakologis (pencegahan)
16
sebelumnya. Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat
menjadi penting dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.
Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami
delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan
suasana/situasi rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat
juga dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan
faal kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:
benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramid,ranitidine, tioridazin,
digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa
tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti
cukup efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa
tindakanyang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada table:
17
Tingkatkan asupan
cairan oral kalau
perlu per infuse
11. EDUKASI
Edukasi Keluarga dan pasien mengenai penyebab dan perjalanan dari Delirium ini
sangat penting untuk disampaikan oleh seorang psikiatrik. Mengedukasi terutama pasien dan
keluarga tentang bagaimana cara menjaga factor factor resiko dan predisposisi di masa yang
akan datang seperti Malnutrisi, pemakaian Selang kateter, pemakaian lebih dari 3 obat,
Menghindari terjadinya Infeksi sekunder dari apapun yang bersangkutan oleh pasien. 11
Keluarga pasien juga tentunya akan merasa gelisah jika pasien mempunyai kerusakan
pada otak atau mempunyai penyakit psikiatrik secara permanen, oleh karena itu pentingnya
memberikan penjelasan yang baik tentang Delirium sangat menguntukan untuk pasien dan
keluarga. 11
Memberitahukan kepada keluarga pasien yang sering mengunjungi pasien saat dirumah
sakit untuk membawa foto atau benda atau alat yang sering di pakai pasien untuk
mengembalikan orientasi dan memori pasien. 11
12. PROGNOSIS
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien delirium ketika mereka
dirawat di rumah sakit atau yang mengidap delirium selama rawat inap, 35 sampai 40% dari
pasien rawat inap dengan delirium meninggal dalam waktu 1 tahun. Delirium karena kondisi
tertentu (misalnya, hipoglikemia, keracunan obat atau alkohol, infeksi, faktor iatrogenik,
toksisitas obat, ketidakseimbangan elektrolit) biasanya cepat sembuh dengan pengobatan.5, 6, 7
Pasien delirium dapat sembuh total. Namun, pemulihan mungkin lambat (hari, minggu,
bahkan bulan), terutama pada orang tua, sehingga pasien lebih lama di rumah sakit, Pasien juga
dapat mengalami peningkatan risiko dan tingkat keparahan komplikasi, biaya meningkat, dan
cacat jangka panjang. Dua tahun setelah delirium terjadi, risiko kognitif, penurunan fungsional,
dan kematian meningkat.5,6,7
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I. Sinopsis Psikiatri; Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2010;
hal. 519-528
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 2010; hal. 99-105
3. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 2009; hal. 907-912
4. http://emedicine.medscape.com/article/288890-overview diakses pada tanggal 08 April
2016.
5. Huang J. Delirium. The Merck Manual for Health Care Professional. Merck; 2013
[diunduh tanggal 08 April 2016].
Tersedia dari:
http://www.merckmanuals.com/professional/neurologic_disorders/delirium_and_dem
entia/delirium.html.
6. National Institutes of Health. Delirium [document on the Internet]. Medline Plus
Online; 2013 [diperbaharui tanggal 27 Februari 2013; diunduh 08 April 2016]. Tersedia
dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000740.htm.
7. Australian Government. Complication of Delirium [document on the Internet Perth:
Curtin University; 2009 [diunduh tanggal 08 April 2016]. Tersedia dari:
http://cra.curtin.edu.au/local/docs/delirium_training_package/ManagementOfConfusi
onFinalMarch09/module01/complications-delirium.html.
8. Juliana Bar et al, Clinical Practice Guidelines for the Management of Pain, Agitation,
and Delirium in Adult Patients in the Intensive Care Unit, CCM Journal , hal 283, 2013
9. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual Of Mental
Disorders, Fifth Edition, Washington DC : American Psychiatric Association; 2013
10. Kannayiram A, Delirium, Medscape Edition American College Of Physicians ; 2013
11. Cole M, Mc CuskerJ, The prognostic significance of subsyndromal delirium in elderly
medical inpatients, Medline, 2003
19