You are on page 1of 18

A.

TANAH MINERAL
1. Sifat Fisika Tanah Mineral
a. Bulk Density Bulk

Menyatakan tingkat kepadatan tanah yaitu berat kering suatu volume tanah
dalam keadaan utuh yang biasanya dinyatakan dengan g/cm3 . Perkembangan
struktur yang paling besar pada tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus
menyebabkan kerapatan massanya lebih rendah dibandingkan tanah berpasir.
Kerapatan massa (Bulk Density) dihitung sebagai berikut : Kerapatan massa =
Berat tanah (g)/Volume tanah (cm3)

Kerapatan massa lapisan yang bertekstur halus biasanya antara 1,0-1,3


g/cm . Jika struktur tanah kasar maka kerapatan massa 1,3-1,8 g/cm3. Dimana
3

makin padat suatu tanah makin tinggi kerapatan massa atau bulk densitynya
sehingga makin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Pemberian
bahan organik pada tanah dapat menurunkan Bulk Density tanah, hal ini
disebabkan oleh bahan organik yang di tambahkan mempunyai kerapatan jenis
yang lebih rendah. Kemantapan agregat yang semakin tinggi dapat menurunkan
bulk density tanah maka persentase ruang pori pori semakin kasar dan kapasitas
mengikat air semakin tinggi.

Kepadatan tanah erat hubungannya dengan penetrasi akar dan produksi


tanaman. Jika terjadi pemadatan tanah maka air dan udara sulit disimpan dan
ketersediaannya terbatas dalam tanah menyebabkan terhambatnya pernapasan
akar dan penyerapan air dan memiliki unsur hara yang rendah karena memiliki
aktivitas mikroorganisme yang rendah.

b. Total Ruang Pori

Ruang pori tanah ialah bagian yang diduduki udara dan air. Jumlah ruang
pori sebagian ditentukan oleh susunan butir-butir padat, apabila letak keduannya
cenderung erat, seperti pada pasir atau subsoil yang padat, total porositasnya
rendah.Sedangkan tersusun dalam agregat yang bergumpal seperti yang kerap kali
terjadi pada tanah-tanah yang bertekstur sedang yang besar kandungan bahan
organiknya, ruang pori persatuan volume akan tinggi. Tanah bertekstur halus akan
mempunyai persentase pori total lebih tinggi dari pada bertekstur kasar, walaupun
ukuran pori dari tanah bertekstur halus kebanyakan sangat kecil dan porositas
sama sekali tidak menunjukkan distribusi ukuran pori dalam tanah yang
merupakan suatu sifat yang penting.

Porositas tanah erat hubungannya dengan bulk density serta permeabilitas.


Apabila total ruang pori tinggi maka memiliki tekstur tanah yang halus yang dapat
menyimpan air dan udara dalam tanah sehingga menyebabkan kerapatan massa
(bulk density) yang rendah. Universitas Sumatera Utara ii Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara.
Permeabilitas umumnya diukur sehubungan laju aliran air melalui tanah dalam
suatu massa waktu dan dinyatakan sebagai cm per jam. Ini mengakibatkan
pergerakan udara yang berhubungan dengan volume tanah yang kosong, bukan
ukuran pori dan kesinambungan ruang pori.

c. Warna Tanah

Tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab
perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan
kandungan bahan organik.

Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun


tanah.Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran
warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh
luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing
terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan
menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik
dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas,
sehingga sangat mempengaruhi warna tanah.

Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan dengan warna yang


terdapat pada buku Munsell Soil Color Chart, warna dinyatakan dalam tiga
satuan/kriteria, yaitu kilapan (hue), nilai (value) dan kroma (chrome), menurut
nama yang tercantum dalam lajur buku tersebut, kilap berhubungan erat dengan
panjang gelombang cahaya, nilai berhubungan erat dengan kebersihan suatu
warna dari pengaruh warna lain dan kroma yang kadang-kadang disebut juga
dengan kejernihan yaitu kemurnian relatif dari spektrum warna.

Warna merupakan salah satu sifat fisik tanah yang lebih banyak digunakan
untuk pendeskripsian karakter tanah, karena tidak mempunyai efek langsung
terhadap tetanaman tetapi secara tidak langsung berpengaruh lewat dampaknya
terhadap temperatur dan kelembaban tanah. Warna tanah dapat meliputi putih,
merah, coklat, kelabu, kuning dan hitam, kadangkala dapat pula kebiruan atau
kehijauan. Kebanyakan tanah mempunyai warna yang tidak murni, tetapi
campuran kelabu, coklat dan bercak (rust), kerapkali 2-3 warna terjadi dalam
bentuk spot-spot, disebut karatan.

Sifat tanah yang berkaitan dengan warna tanah kandungan bahan organik,
kondisi drainase dan serasi. Warna tanah digunakan dalam menentukan klasifikasi
tanah dan mencirikan perbedaan horizon-horizon tanah, atas dasar warnanya yang
muncul sebagai akibat gaya-gaya aktif dalam proses pembentukan tanah. Warna
tanah juga sangat dipengaruhi oleh kadar lengas di dalamnya. Tanah yang kering,
warnanya lebih muda dibandingkan dengan tanah yang basah, hal ini karena
bahan koloid yang kehilangan air. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna
tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik
umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya
senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu
tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam
kondisi reduksi (Fe2+).

Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam
air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3
(hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3H2O (limonit) yang berwarna
kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-
kadang kering, maka selain berwarna abu- abu (daerah yang tereduksi) didapat
pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara
dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis
mineral dapat menyebabkan warna lebih terang.

d. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksi-
fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas,
permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada
daerah geografis tertentu. Ada 12 kelas tekstur tanah menurut USDA antara lain:

1) Pasir
Apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk
bola dan gulungan.
2) Pasir Berlempung
Apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola
tetapi mudah sekali hancur.
3) Lempung Berpasir
Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi
mudah hancur.
4) Lempung
Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola
agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
5) Lempung Berdebu
Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan
gulungan dengan permukaan mengkilat.
6) Debu
Apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
dapat digulung dengan permukaan mengkilat.
7) Lempung Berliat
Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan
dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur.
8) Lempung Liat Berpasir
Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat
dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur.
9) Lempung Liat Berdebu
Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola
teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat.
10) Liat Berpasir
Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola
teguh, dan mudah dibuat gulungan.
11) Liat Berdebu
Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh,
dan mudah dibuat gulungan.
12) Liat
Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik,
dan mudah dibuat gulungan.

Ada 3 macam tekstur utama tanah, yaitu :

1) tekstur pasir (sand) yaitu tanah mengandung pasir, presentasinya > 70%,

2) lempung (loam) yaitu bila tidak ada kandungan pasir dan liat, dan

3) liat (clay) yaitu kandungan liat > 35%.

e. Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan susunan ikatan partikel tanah satu sama lain.
Ikatan tanah berbentuk sebagai agregat tanah. Apabila syarat agregat tanah
terpenuhi maka dengan sendirinya tanpa sebab dari luar disebut ped, sedangkan
ikatan yang merupakan gumpalan tanah yang sudah terbentuk akibat penggarapan
tanah disebut clod. Untuk mendapatkan struktur tanah yang baik dan valid harus
dengan melakukan kegiatan di lapangan, sedang laboratorium relatif sukar
terutama dalam mempertahankan keasliannya dari bentuk agregatnya.

Pengamatan dilapangan pada umumnya didasarkan atas tipe struktur, klas


struktur dan derajat struktur. Ada macam-macam tipe tanah dan pembagian
menjadi bermacam-macam klas pula. Disini akan dibagi menjadi 7 tipe tanah
yaitu: tipe lempeng (platy), tipe tiang, tipe gumpal (blocky), tipe remah (crumb),
tipe granulair, tipe butir tunggal dan tipe pejal (masif). Dengan pembagian klas
yaitu dengan fase sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar. Untuk
semua tipe tanah dengan ukuran kelas berbeda-beda untuk masing-masing tipe.
Berdasarkan tegas dan tidaknya agregat tanah dibedakan atas: tanah tidak
beragregat dengan struktur pejal atau berbutir tunggal, tanah lemah (weak) yaitu
tanah yang jika tersinggung mudah pecah menjadi pecahan-pecahan yang masih
dapat terbagi lagi menjadi sangat lemah dan agak lemah, tanah sedang/cukup
yaitu tanah berbentuk agregat yang jelas yang masih dapat dipecahkan, tanah kuat
(strong) yaitu tanah yang telah membentuk agregat yang tahan lama dan jika
dipecah terasa ada tahanan serta dibedakan lagi atas sangat kuat dan cukupan.

f. Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah adalah istilah yang berkaitan sangat erat dengan


kandingan air yang menunjukkan manifestasi gaya-gaya fisika yakni kohesi dan
adhesi yang berada didalam tanah pada kandungan air yang berbeda-beda. Setiap
materi tanah mempunyai konsistensi yang baik bila massa tanah itu besar atau
kecil (sedikit), dalam keadaan ilmiahataupun sangat terganggu, terbentuk agregat
atau tanpa struktur maupun dalam keadaanlembab atau kering. Sekalipun
konsistensi tanah dan struktur berhubungan erat satu samalain, struktur tanah
menyangkut bentuk ukuran dan pendefinisian agregat alamiah yangmerupakan
hasil dari keragaman gaya tarikan di dalam massa tanah. Sebaliknyakonsistensi
meliputi corak dan kekuatan dari gaya-gaya tersebut.

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir- butir tanah.Gumpalan-


gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang
berbeda-beda. Tanah dikatakan tidak berstruktur bila butir-butir tanah tidak
melekat satu sama lain (disebut lepas, misalnya tanah pasir) atau saling melekat
menjadi satu satuan yang padu (kompak) dan disebut massive atau pejal. Tanah
dengan struktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-
unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah.

Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak
dapat saling bersinggungan dengan rapat.

Struktur tanah menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah


primer (pasir, debu, dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder atau ped
disebut juga agregat.Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah
merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna tekstur atau komposisi kimia.

2. Sifat Kimia Tanah


a. C-Organik

Karbon merupakan bahan organik yang utama yaitu berkisar 47%, karbon
diserap tanaman berasal dari CO2 udara, kemudian bahan organik
didekomposisikan kembali dan membebaskan sejumlah karbon. Sejumlah CO2
bereaksi dalam bentuk asam Carbonat Ca, Mg, K atau Bikarbonat. Pengaruh
pemberian bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalah meningkatkan
aktivitas mikroorganisme, sehingga kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan
bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara yang terdapat di
dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Tersedianya bahan organik dalam
tanah mempengaruhi populasi dan jenis mikroflora (bakteri, jamur dan
aktinomycetes) di dalam tanah.

Penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik,


kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
dapat melepaskan asam organik yang tersedia dalam tanah, meningkatkan total
ruang pori tanah, menurunkan kepadatan tanah yang dapat menyebabkan
kemampuan mengikat air dalam tanah tinggi. Bahan organik juga dapat
menyumbangkan unsur hara N, P, K, Ca, Mg serta mengurangi fiksasi fosfat oleh
Al dan Fe dalam tanah.

b. Unsur Hara N

Nitrogen merupakan unsur hara makro utama yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3-
atau NH4+ dari tanah. Dalam tanah kadar Nitrogen sangat bervariasi, tergantung
pada Universitas Sumatera Utara ii pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut.
Tanaman dilahan kering umumnya menyerrap ion nitrat NO3- relatif lebih besar
jika dibandingkan dengan ion NH4+. Ketersediaan Nitrogen dalam tanah akan
meningkatkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering
menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati. Hasil asimilasi CO2 diubah
menjadi karbohidrat dan karbohidrat ini akan disimpan dalam jaringan tanaman
apabila tanaman kekurangan unsur Nitrogen. Untuk pertumbuhan yang optimum
selama fase vegetatif. Pembentukan senyawa organik tergantung pada imbangan
ion-ion lain, termasuk Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sitesis
asam nukleat.

c. Unsur Hara P

Fosfor merupakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah
yang besar (hara makro). Jumlah Fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan
dengan nitrogen dan kalium. Tanaman menyerap Fosfor dalam bentuk anion
(H2PO4) dan (HPO42-). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk anorganik
cepat berubah menjadi senyawa Fosfat organik. Fosfor ini mudah bergerak antar
jaringan tanaman dan kadar optimal Fosfor dalam tumbuhan vegetatif dalam 0,3%
- 0,5% dari berat kering tanaman.

Diantara tiga unsur hara penting (N, P dan K) pemberian unsur hara P sering
menunjukkan pengaruh yang nyata pada tanaman. Kekahatan Fosfat merupakan
salah satu masalah kesuburan tanah paling penting di daerah tropik. Fosfor sangat
penting dalam pembentukan bunga, buah maupun biji, pembagian sel,
pembentukan lemak serta albumin, kematangan tanaman, Universitas Sumatera
Utara ii perkembangan akar, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah,
meningkatkan kualitas tanaman serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan
penyakit.

d. Unsur Hara K

Unsur hara K merupakan unsur hara makro ketiga setelah N dan P yang
paling banyak diserap tanaman, seperti tanaman tembakau, padi, jagung, apel,
jeruk dan tomat, umbi lobak dan kentang. Ketersediaan K dalam tanah dapat
membentuk dan memperkuat karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan
protein, mengatur berbagai kegiatan unsur mineral, menetralkan reaksi dalam sel
terutama dari asam organik, menaikkan pertumbuhan jaringan meristem,
memperkuat tegaknya batang, membantu pembentukan biji tanaman menjadi
lebih berisi dan padat, menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit.

Tanaman jagung memerlukan Kalium sebanyak N untuk menghasilkan hasil


produksi yang baik. Kalium diperlukan untuk memperkuat batang, melawan
penyakit dan translokasi air dalam tumbuhan. Kalium penting untuk kesehatan
tangkai dan sering juga dihubungkan dengan kepekaan kebusukan tangkaidan
toleransi kekuatan batang. Gejala kekurangan Kalium adalah klorosis (menguning)
yang diikuti oleh nekrosis (kematian jaringan) sepanjang garis tepi daun mulai
dari ujung daun. Kekurangan kalium sering terjadi dengan hilangnya residu panen
atau distribusi residu tidak seimbang dengan panen yang sebelumnya serta
kekurangan ditekankan karena cuaca kering.

e. Rasio C/N

Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan tingkat dekomposisi


dari bahan organik tanah. Apabila makin tinggi dekomposisinya maka makin kecil
nisbah C/N-nya. Jika nisbah dari bahan organik segar yang dibenamkan kedalam
tanah lebih besar dari 20, mikroorganisme yang terlibat didalam proses
dekomposisi tersebut biasanya sulit memperoleh Nitrogen yang memadai dari
bahan organik itu sendiri. Apabila nisbah C/N lebih kecil dari 20 menunjukkan
terjadinya mineralisasi N, apabila lebih besar dari 30 maka terjadi immobilisasi N,
jika diantara 20 30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi.

3. Sifat Biologi Tanah Mineral

Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya


dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah.
Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam
mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang
kehidupan di dalam dan di atasnya. Pemahaman tentang biodiversitas tanah masih
sangat terbatas, baik dari segi taksonomi maupun fungsi ekologinya. Makrofauna
tanah merupakan kelompok fauna bagian dari biodiversitas tanah yang berukuran
sekitar 2 mm hingga 20 mm. Makrofauna tanah merupakan bagian dari
biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan
biologi. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak
berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta memberikan fasilitas
lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut
yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai
jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna tanah lainnya adalah dalam
perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati, pengangkutan materi organik
dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan proses
pembentukan tanah. Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk
menjaga kesuburan tanah atau kesehatan tanah.

Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap


perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah.
Salah satu organisme tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok
makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda, insekta,
moluska dan cacing tanah (Wood, 1989). Makrofauna tanah sangat besar
peranannya dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara,
siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994).
Biomasa cacing tanah telah diketahui merupakan bioindikator yang baik untuk
mendeteksi perubahan pH, keberadaan molekul organik, kelembaban tanah dan
kualitas humus. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan
dekomposisi bahan organik. Penentuan bioindikator kualitas tanah diperlukan
untuk mengetahui perubahan dalam sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda.
Perbedaan penggunaan lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi
makrofauna tanah. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman
secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan
terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah.

Populasi, biomasa dan diversitas makrofauna tanah dipengaruhi oleh


praktek penggelolaan lahan dan penggunaannya. Sebaliknya, pada lahan terlantar
karena kualitas lahannya tergolong masih rendah menyebabkan hanya makrofauna
tanah tertentu yang mampu bertahan hidup, sehingga diversitas makrofauna tanah
baik yang aktif di permukaan tanah maupun di dalam tanah juga sangat rendah.
Fauna tanah memerlukan persyaratan tertentu untuk menjamin kelangsungan
hidupnya. Struktur dan komposisi makrofauna tanah sangat tergantung pada
kondisi lingkungannya. Makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan
masam lemah sampai netral (Notohadiprawiro, 1998). Hakim dkk (1986) dan
Makalew (2001), menjelaskan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
aktivitas organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman,
kelembaban, suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya
matahari.
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
sifat-sifat tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan hewan yang berbeda memiliki
kebutuhan akan cahaya, air, suhu, dan kelembapan yang berbeda. Berdasarkan
responnya terhadap cahaya, makrofauna tanah ada yang aktif pada pagi, siang,
sore, dan malam hari. Kebanyakan makrofauna permukaaan tanah aktif di malam
hari. Selain terkait dengan penyesuaian proses metabolismenya, respon
makrofauna tanah terhadap intensitas cahaya matahari lebih disebabkan oleh
akitivitas menghindari pemangsaan dari predator. Dengan pergerakaannya yang
umumnya lambat, maka kebanyakan jenis makrofauna tanah aktif atau muncul ke
permukaan tanah pada malam hari.

Bahan organik tanaman merupakan sumber energi utama bagi kehidupan


biota tanah, khususnya makrofauna tanah, sehingga jenis dan komposisi bahan
organik tanaman menentukan kepadatannya. Makrofauna tanah umumnya
merupakan konsumen sekunder yang tidak dapat memanfaatkan bahan organik
kasar/seresah secara langsung, melainkan yang sudah dihancurkan oleh jasad
renik tanah.
B. TANAH ALUVIAL

Tanah Aluvial merupakan tanah endapan, dibentuk dari lumpur dan pasir
halus yang mengalami erosi tanah. Banyak terdapat di dataran rendah, di sekitar
muara sungai, rawa-rawa, lembah-lembah,maupun di kanan kiri aliran sungai
besar. Tanah ini banyak mengandung pasir dan liat, tidak banyak mengandung
unsur-unsur zat hara. Ciri-cirinya berwarna kelabu dengan struktur yang sedikit
lepas-lepas dan peka terhadap erosi. Kadar kesuburannya sedang hingga tinggi
tergantung bagian induk dan iklim. Di Indonesia tanah alluvial ini merupakan
tanah yang baik dan dimanfaatkan untuk tanaman pangan (sawah dan palawija)
musiman hingga tahunan.

1. Gerakan Geologi Air Pada Permukaan Tanah

Gerakan geologi air di permukaan tanah yang sumber airnya berasal dari
lapisan atmosfer atau hujan atau mata air, akan mengalir ketempat yang lebih
rendah. Dalam perjalanan, air menjalankan proses geologis. Air yang bergerak
dari dataran tinggi, yang semula sangat sedikit dan akan semakin banyak
berkumpul di daerah lereng dan lembah. Dan pada tempat datar arus akan
melemah dan akan terjadi proses pengendapan unsur-unsur. Bila bahan yang di
bawa hanyut air itu mengendap di dasar tebing sehingga terbentuk onggokan yang
berbaris-baris maka bahan itu disebut delluvium (collivium). Pergerakan air akan
melebar seolah merupakan lembaran yang tipis dan merata di permukaan tanah,
akan mencari celah-celah bukit dan berkumpul membentuk alur air yang kecil dan
beberapa alur tersebut berkumpul di bagian bawah akan membentuk parit-parit
sehingga akan membentuk jaringan dan membuat sungai kecil. Bila bahan ini
terangkut oleh gerakan air sampai ke saluran sungai dan diendapkan di sana,
disebut Alluvium.

2. Sifat dari Tanah Aluvial

Sifat dari tanah Alluvial ini kebanyakan diturunkan dari bahan-bahan yang
diangkut dan diendapkan. Teksturnya berkaitan dengan laju air mendepositkan
Alluvium. Oleh karenanya, tanah ini cenderung bertekstur kasar yang dekat aliran
air dan bertekstur lebih halus di dekat pinggiran luar paparan banjir. Secara
mineralogy, jenis jenis tanah ini berkaitan dengan tanah yang bertindak sebagai
sumber Alluvium. Endapan-endapan alluvial baik yang diendapkan oleh sungai
maupun diendapkan oleh laut, pada umumnya mempunyai sususnan mineral
seperti daerah diatasnya tempat bahan-bahan bersangkutan diangkut dan
diendapkan.

3. Proses Pembentukan Tanah Alluvial

a. Proses pembentukan tanah Alluvial sangat tergantung dari bahan induk asal
tanah dan topografi,
b. tingkat kesuburan tanah bervariasi dari rendah sampai tinggi, tekstur dari
sedang hingga kasar, serta kandungan bahan organik dari rendah sampai tinggi
dan pH tanah berkisar masam, netral, sampai alkalin, kejenuhan basa dan
kapasitas tukar kation juga bervariasi karena tergantung dari bahan induknya.

c. Tanah Alluvial memiliki kadar pH yang sangat rendah yaitu kurang dari 4,
sehingga sangat sulit untuk dibudidayakan.

Tanah Alluvial atau Inceptisol ini yang masuk kategori bermasalah adalah
sulfaquepts, karena mengandung horizon sulfuric (cat clay) yang sangat
masam. Tahap perkembangan tanah Alluvial memperlihatkan awal perkembangan
yang biasanya lembab atau basa selama 90 hari berturut-turut. Umumnya
mempunyai lapisan kambik, karena tanah ini belum berkembang lebih lanjut dan
juga kebanyakan tanah ini cukup subur. Alluvial atau Inceptisol merupakan tanah-
tanah yang memiliki epipedon dan okrik, horizon albik.

4. Sifat Morfologis Pada Tanah aluvial

Terdapat perbedaan sifat morfologis pada tanah Aluvial yang


dipersawahan dengan tanah yang tidak dipersawahan. Perbedaan yang sangat
nyata dapat dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah
dipersawahan berstruktur granular dan warna coklat tua (10 YR 4/3). Sedangkan
epipedon tanah Aluvial yang dipersawahan tidak berstruktur dan berwarna
berubah menjadi kelabu. Tanah Alluvial yang lahannya sering menjadi penyebab
banjir dan mengalami endapan marine akibat adanya pasang surut air laut,
dianggap masih muda dan belum ada perbedaan horizon. Endapan aluval yang
sudah tua dan menampakan akibat pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk
inceptisol, mungkin lebih berkembang. (baca : manfaat pasang surut air laut )

5. Ciri-Ciri Pada Pembentukan Tanah Aluvial

Suatu hal yang mencirikan pada pembentukan Alluvial adalah bahwa sebagian
bahan kasar akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya.

a. Tekstur bahan yang diendapkan pada tempat dan waktu yang sama akan lebih
seragam. Makin jauh dari sumbernya semakin halus butir yang diangkut.

b. Tanah Alluvial mempunyai kelebihan agregat tanah yang didalamnya


terkandung banyak bahan organik sekitar setengah dari kapasitas tukar kation
(KTK), berasal dari bahan bahan sumber hara tanaman.

c. Dan disamping itu juga, bahan organik merupakan sumber energi dari
sebagian besar organism tanah, dalam memainkan peranannya bahan organik
sangat dibutuhkan oleh sumber dan susunanya.
Tanah Alluvial mengalami proses pencucian selama bertahun-tahun.
Tanah ini ditandai dengan memiliki kandungan bahan organik yang tinggi.
Vegetasi kebanyakan lumut yang tumbuh rendah. Tumbuhan tumbuh dengan
lambat, tetapi suatu lahan yang rendah menghambat dekomposisi bahan organik
sehingga menghasilkan tanah yang mengandung bahan organik dan KTK yang
tinggi. Tanah Alluvial berwarna kelabu muda dengan sifat fisik jika kering akan
keras dan pijal dan lekat jika basah. Kaya akan kandungan fosfot yang mudah
larut dalam sitrat 2% mengandung 5% CO2 dan tepung kapur yang halus dan juga
berstruktur pejal yang dalam keadaan kering dapat pecah menjadi fragmen
berbetuk persegi sedang sifat kimiawinya sama dengan bahan asalnya.

6. Kandungan Atau Sifat Kimia Tanah Aluvial

Kadar fosfor yang ada dalam tanah Alluvial ditentukan oleh banyak atau
sedikitnya cadangan mineral yang megandung fosfor dan tingkat pelapukannya.
Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal, yaitu peredaran fosfor di dalam
tanah, bentuk-bentuk fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor. Tingkat kesuburan
tanah alluvial sangat tergantung dengan bahan induk dan iklim. Suatu
kecenderungan memperlihatkan bahwa di daerah beriklim basa P dan K relative
rendah dan pH lebih rendah dari 6,5. daerah-daerah dengan curah hujan rendah di
dapat kandungan P dan K lebih tinggi dan netral.

Persebaran jenis tanah alluvial terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia yang
memiliki sungai-sungai besar seperti di pulau Jawa, Sumatra, Halmahera,
Kalimatan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi dan Papua bagian selatan (Sungai
Bengawan Solo, Sungai Opak, Sungai Glagah).

7. Permasalahan Tanah Aluvial

a. Kandungan pH pada tanah aluvial tergolong rendah (5,3 5,8).

b. Terjadinya keracunan alumunium yang sangat tinggi

c. Kandungan alumunium terlarut dalam jumlah cukup banyak.

d. Terdapatnya P terarbsorbsi relatif rendah.

8. Pengelolaan Tanah Aluvial

a. Pemberian pupuk P dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah.

b. Kapur pertanian dan pupuk kandang sangat dianjurkan untuk meningkatkan


produktivitas tanah aluvial.
C. TANAH GAMBUT

Sifat kimia dan fisika tanah gambut merupakan sifat-sifat tanah gambut
yang penting diperhatikan dalam pengelolaan lahan gambut. Sifat kimia seperti
pH, kadar abu, kadar N, P, K, kejenuhan basa (KB), dan hara mikro merupakan
informasi yang perlu diperhatikan dalam pemupukan di tanah gambut.
Sifat fisika gambut yang spesifik yaitu berat isi (bulk density) yang
rendah berimplikasi terhadap daya menahan beban tanaman yang rendah.
Selain itu agar tanah gambut dapat dipergunakan dalam jangka waktu yang
lama,maka laju subsiden (penurunan permukaan tanah) dan sifat mengering
tidak balik (irreversible drying) perlu dikendalikan agar gambut tidakcepat habis.

1. Sifat kimia tanah gambut

Tanah gambut terbentuk dari timbunan bahan organik, sehingga


kandungan karbon pada tanah gambut sangat besar. Fraksi organik tanah
gambut di Indonesia lebih dari 95%, kurang dari 5% sisanya adalah fraksi
anorganik. Fraksi organik terdiri atassenyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga
20%, sebagian besar terdiri atas senyawa-senyawa non-humat yang meliputi
senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin,suberin, dansejumlah
kecil protein. Sedangkan senyawa-senyawa humat terdiri atas asam humat,
himatomelanat dan humin.

Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat beragam dan


ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut,
jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi
gambut. Polak (1975) mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan
Kalimantan umumnya didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu
komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah lignin yang umumnya
melebihi 60% dari bahan kering, sedangkan kandungan komponen lainnya
seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein umumnya tidak melebihi 11%.

a. Kemasaman tanah

Tanah gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif


tinggi dengan kisaran pH 3 - 4. Gambut oligotropik yang memiliki substratum
pasir kuarsa di Berengbengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25
3,75. Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera Selatan
memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu 4,1- 4,3. Tanah gambut di Indonesia
sebagian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH <4,0. Tingkat
kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam
organik, yaitu asam humat dan asam fulvat.

Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi mempunyai gugus


reaktif karboksil danfenol yang bersifat sebagai asam lemah. Diperkirakan 85-95%
sumber kemasaman tanah gambut disebabkan karena kedua gugus karboksil dan
fenoltersebut. Kemasaman tanah gambut cenderung menurun seiring dengan
kedalaman gambut. Pada lapisan atas pada gambut dangkal cenderung
mempunyai pH lebih tinggi dari gambut tebal. Pengapuran tanah gambut dengan
tujuan meningkatkan pH tidak terlalu efektif, karena kadar Al gambut yang
rendah. Umumnya pH gambut pantai lebih tinggi dan tanahnya lebih subur
dibandingkan dengan gambut pedalaman karena adanya pengayaan basa-basa dari
air pasang surut.

b. Asam-asam fenolat

Tanah gambut di Indonesia umumnya terbentuk dari kayu-kayuan yang


mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanahtanah
gambut yang berada di daerah beriklim sedang (Driessen dan Suhardjo,
1976; Driessen, 1978). Dekomposisi tanah gambut kayu-kayuan kaya lignin
dalam keadaan anaerob selain menghasilkan asam-asam alifatik juga
menghasilkan asam-asam fenolat. Sebagian besar dari asam-asam ini bersifat
racun bagi tanaman. Beberapa jenis asam fenolat yang umum dijumpai dalam
tanah adalah asam vanilat, p-kumarat, p-hidroksibenzoat, salisilat, galat, sinapat,
gentisat, dan asam syringat. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa asam-
asam fenolat bersifat fitotoksik bagi tanaman dan menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat. Asam-asam fenolat tersebut berpengaruh menghambat
perkembangan akar tanaman dan penyediaan hara di dalam tanah.

Hartley dan Whitehead (1984), mengemukakan bahwa asam-asam fenolat


pada konsentrasi 250 M menurunkan sangat nyata serapan kalium oleh tanaman
barley. Asam salisilat dan ferulat menyebabkan terhambatnya serapan kalium dan
fosfor oleh tanaman gandum, serta asam ferulat pada konsentrasi 500-1.000 M
menurunkan serapan fosfor pada tanaman kedelai. Konsentrasi asam fenolat
sebesar 0,6-3,0 M dapat menghambat pertumbuhan akar padi sampai 50%,
sedangkan pada konsentrasi 0,001 hingga 0,1 M dapat mengganggu
pertumbuhan beberapa tanaman. Pengaruh asam p-hidroksibenzoat yang diberikan
terusmenerus sampai panen dengan konsentrasi >0,1 M menurunkan bobot
kering tanaman bagian atas dan biji pada saat panen mendapatkan pada
konsentrasi asam p-hidroksibenzoat sebesar 7- 70 M dapat menekan
pertumbuhan tanaman jagung, gandum, dan kacangkacangan. Sedangkan pada
konsentrasi 180 M tidak berpengaruh terhadap tanaman tebu, tetapi pada
konsentrasi asam p-hidroksibenzoat 360 M berpengaruh terhadap pertumbuhan
akar tanaman tebu.
c. Kandungan basa-basa

Gambut oligotropik, seperti banyak ditemukan di Kalimantan, mempunyai


kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah terutama pada
gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-basa yang dikandungnya semakin
rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam. Semakin tebal gambut,
kandungan abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanah
menjadi lebih masam. Kandungan basa-basa yang rendah disertai dengan nilai
kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggimenyebabkan ketersediaan basa-basa
menjadi rendah. Rendahnya kandungan basa-basa pada gambut pedalaman
berhubungan erat dengan proses pembentukannya yang lebih banyak dipengaruhi
oleh air hujan. Kejenuhan basa (KB) tanah gambut pedalaman pada umumnya
sangat rendah. Tanah gambut pedalaman Berengbengkel Kalimantan Tengah
mempunyai nilai KB <100%, demikian juga nilai KB tanah gambut dataran
rendah Riau`

d. Kapasitas tukar kation

Nilai kapasitas tukar kation tanah gambut umumnya sangat tinggi (90-
200 cmol(+)kg-1. Hal ini disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yang
sebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol. Menurut
Andriesse (1974) dan Driessen (1978), kapasitas tukar kation tanah gambut
ombrogen di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa
humat. Tanah gambut di Indonesia, terutama tanah gambut ombrogen mempunyai
komposisi vegetasi penyusun gambut didominasi dari bahan kayu-kayuan. Bahan
kayu-kayuan umumnya banyak mengandung senyawa lignin yang dalam proses
degradasinya akan menghasilkan asam-asam fenolat.

Tanah gambut pedalaman di Kelampangan, Kalimantan Tengah


mempunyai nilai KB < 10%, demikian juga gambut di Pantai Timur Riau
(Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976). Muatan negatif (yang menentukan KTK)
pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH dependent
charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negatif
yang terbentuk adalah hasil disosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol.
Oleh karena itu penetapan KTK menggunakan pengekstrak amonium acetat pH
7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK dengan
pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai yang
lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity)
gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga
kationkation K, Ca, Mg, dan Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan
mudah
tercuci.
Secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah,
karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asamasam
organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian
asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah, yang menentukan
kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam
organik ini akan menentukan sifat kimia gambut. Untuk mengurangi pengaruh
buruk asam-asam organik yang beracun, dapat dilakukan dengan
menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti
Fe, Al, Cu, dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan
ligan organik membentuk senyawa kompleks/khelat. Oleh karena itu bahanbahan
yang mengandung kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai
bahan amelioran gambut.

e. Status hara

Secara alami status hara tanah gambut tergolong rendah, baik hara
makro maupun mikro. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh
lingkungan pembentukannya. Gambut yang terbentuk dekat pantai pada
umumnya gambut topogen yang lebih subur, dibandingkan gambut pedalaman
yang umumnya tergolong ombrogen. Tingkat kesuburan tanah gambut
tergantung pada beberapa faktor: (a) ketebalan lapisan tanah gambut dan
tingkat dekomposisi; (b) komposisi tanaman penyusunan gambut;dan (c) tanah
mineral yang berada dibawah lapisan tanah gambut (Andriesse, 1974). Polak
(1949) menggolongkan gambut kedalam tiga tingkat kesuburan yang
didasarkan pada kandungan P2O5, CaO, K2O, dan kadar abunya, yaitu: (1)
gambut eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi; (2) gambut mesotrofik
dengan tingkat kesuburan yang sedang; dan (3) gambut oligotrofik dengan
tingkat kesuburan yang rendah.

Gambut di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen, terutama


gambut pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan miskin unsur hara,
digolongkan ke dalam tingkat oligotrofik. Sedangkan pada gambut pantai pada
umumnya tergolong gambut topogen dengan status eutrofik yang kaya akan basa-
basa, karena adanya sumbangan Ca, Mg, dan K dari air pasang surut. Beberapa
sifat kimia tanah gambut lain yang berpengaruh terhadap dinamika hara dan
penyediaan hara bagi tanaman yaitu: kemasaman tanah, kapasitas tukar kation dan
basa-basa dapat ditukar, fosfor, unsur mikro, komposisi kimia dan asam fenolat
gambut.

1) Nitrogen

Ketersediaan N bagi tanaman pada tanah gambut umumnya rendah,


walaupun analisis N total umumnya relatif tinggi karena berasal dari N-organik.
Perbandingan kandungan C dan N tanah gambut relatif tinggi, umumnya
berkisar 20-45 dan meningkat dengan semakin meningkatnya kedalaman. Oleh
karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanaman
yang optimum diperlukan pemupukan N.

2) Fosfor

Unsur fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijumpai dalam
bentuk P-organik, yang selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi
menjadi P-anorganik oleh jasad mikro. Sebagian besar senyawa P-organik
berada dalam bentuk ester ortofosfat, sebagian lagi dalam bentuk mono dan
diester. Ester yang telah diidentifikasi terdiri atas inositol fosfat, fosfolipid, asam
nukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Ketiga senyawa pertama bersifat dominan.
Fraksi P-organik diperkirakan mengandung 2,0% P sebagai asam
nukleat, 1,0% sebagai fosfolipid, 35% inositol fosfat, dan sisanya belum
teridentifikasi. Di dalam tanah, pelepasan inositol fosfat sangat lambat
dibandingkan ester lainnya, sehingga senyawa ini banyak terakumulasi, dan
kadarnya didalam tanah menempati lebih dari setengah P-organik atau kira-kira
seperempat total P tanah. Senyawa inositol heksafosfat dapat bereaksi dengan
Fe atau Al membentuk garam yang sukar larut, demikian juga terhadap Ca.
Dalam keadaan demikian, garam ini sukar didegradasi oleh mikroorganisme.
Penelitian pada tanah Histosol yang tidak diusahakan, dan didrainase,
yang mengandung bahan mineral yang tinggi termasuk besi feri (Fe3+) dan Ca
yang tinggi, akan menurunkan mobilitas dan degradasi fosfat. Dari total P fraksi
terbesar yaitu fraksi P-organik tidak labil dan yang resisten. Asam fulvat
berasosiasi dengan P sebesar 12% dari total P. Fosfat residu berturut-turut
sebesar 13; 29; dan 8% dari total P tanah pada Histosol yang diusahakan, tidak
diusahakan, dan yang digenangi.

3) Unsur mikro

Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan
diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi
tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur
mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Unsur mikro juga
diikat kuat oleh ligan organik membentuk khelat sehingga mengakibatkan unsur
mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Gejala defisiensi unsur mikro sering
tampak jelas pada gambut ombrogen seperti tanaman padi dan kacang tanah
yang steril. Menurut Driessen (1978) kandungan unsur mikro tanah gambut
pada lapisan bawah umumnya lebih rendah dibandingkan lapisan atas. Namun
dapat juga kandungan unsur mikro pada lapisan bawah dapat lebih tinggi
apabila terjadi pencampuran dengan bahan tanah mineral yang ada di lapisan
bawah gambut tersebut. Tanah gambut mengerap Cu cukup kuat, sehingga
hara Cu tidak tersedia bagi tanaman, menyebabkan gejala gabah hampa pada
tanaman padi. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan
dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro.

2. Sifat fisik tanah gambut

Sifat fisik tanah gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk


pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban
(bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik
(irriversible drying). Kadar air tanah gambut berkisar 100 1.300% dari berat
keringnya. Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya,
sehingga gambut dikatakan bersifat hidrofilik. Kadar air yang tinggi menyebabkan
BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah.
Berat isi (BD) tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1-0,2 g cm-3
tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di
lapisan bawah memiliki BD <dari 0,1 g cm-3, tapi gambut pantai dan gambut di
jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm-3 karena
adanya pengaruh tanah mineral. Volume gambut akan menyusut bila lahan
gambut didrainase, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah
(subsiden). Selain karena pemadatan gambut, subsiden juga terjadi karena
adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah gambut
didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm tahun-1. Pada tahun berikutnya
laju subsiden sekitar 2 6 cm tahun-1 tergantung kematangan gambut dan
kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang
menggantung.

Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga


beban (bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan
beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut
juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tahun 1960
adalah tahun dimulainya drainase. Akar pohon menggantung dan tanaman yang
roboh di lahan gambut, perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa
seringkali doyong atau bahkan roboh. Kadang-kadang pertumbuhan seperti ini
dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen sawit.
Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik, yaitu apabila
gambut mengering dengan kadar air <100% (berdasarkan berat kering), tidak
bisa menyerap air lagi kalau dibasahi, atau bersifat hidrofobik. Gambut yang
mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering dan kehilangan fungsinya
sebagai tanah. Gambut kering juga mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah
terbakar dalam keadaan kering. Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas
yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit
dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah
permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

You might also like