You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

Neoplasia trofoblas gestasional (GTN), mencakup spektrum Penyakit dengan


berbagai potensi neoplastik dan merupakan salah satu penyakit keganasan padat yang langka
pada manusia yang dapat disembuhkan bahkan saat sudah tersebar secara luas. Alasan untuk
keberhasilan ini yaitu suatu penanda sensitif, beta-human chorionic gonadotropin (-hCG),
dan kepekaan terhadap berbagai agen dan kemoterapi modalitas lain seperti pembedahan dan
radiasi. Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) bisa jinak atau ganas.
Secara histologis diklasifikasikan ke dalam mola hidatidosa, mola invasif
(chorioadenoma destruens), koriokarsinoma, dan site plasenta trofoblastik tumor (PSTT).
Mereka yang menyerang secara lokal atau metastasis secara kolektif dikenal sebagai
neoplasia trofoblas gestasional (GTN). Mola hidatidosa adalah bentuk paling umum GTN.
Sementara mola invasif dan koriokarsinoma adalah ganas, bentuk Molahidatidosa dapat
bersifat ganas atau jinak.
Pada tahun 1983, WHO, kelompok ilmiah pada penyakit trofoblas gestasional
menerbitkan rekomendasi spesifik mengenai terminologi definisi, klasifikasi, dan stadium
dari penyakit trofoblastik. Pada dasarnya, penyakit trofoblas gestasional dapat dibagi ke mola
hidatidosa dan tumor trofoblastik gestasional. Istilah neoplasia trofoblas gestasional tidak lagi
digunakan karena mola invasif tidak sebetulnya suatu neoplasia.
Koriokarsinoma adalah suatu bentuk kanker yang tumbuh cepat yang terjadi dalam
rahim wanita (rahim). Merupakan sel yang abnormal dalam jaringan yang biasanya menjadi
plasenta, organ yang berkembang selama kehamilan untuk memberi makan janin.
Koriokarsinoma adalah suatu bentuk dari PTG yang sifatnya ganas. Koriokarsinoma
merupakan kanker pada manusia yang seringkali dapat diatasi dengan pemberian kemoterapi
dan tidak jarang pasiennya dapat sembuh sekalipun penyakitnya sudah menyebar secara luas.
Koriokarsinoma dapat tumbuh dari berbagai bentuk konsepsi baik kehamilan normal aterm,
abortus, KET, kematian intrauterin, dan mola hidatidosa. Peluang terjadinya koriokarsinoma
pascamola sekitar 1000 kali lebih besar dari pada sesudah suatu kehamilan normal.

1
BAB II
KHORIOKARSINOMA

2.1 Definisi
Khoriokarsinoma merupakan neoplasma dari sel trofoblast plasenta yang invasif.
Koriokarsinoma terdiri dari sejumlah sel yang menginvasi jaringan sekitar dan menyebar
melalui rongga vascular. Secara mikroskopis, neoplasma terdiri dari invasif proliferasi
tanpa villi dari syncytiotrophoblast dan cytotrophoblast yang dikelilingi oleh jaringan
nekrosis dan perdarahan. Terdapat intermediate trophoblastic multinucleated giant cell,
pembesaran inti dan mitosis yang abnormal. Kebanyakan khoriokarsinoma memiliki
cytogenetic aneuploidi.4
Khoriokarsinoma merupakan tumor ganas yang terdiri dari lapisan-lapisan sel
sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas dengan perdarahan, nekrosis, dan invasi pembuluh
darah yang jelas. Tumor ini digolongkan sebagai karsinoma epitel korionik tetapi pola
pertumbuhan dan metastasisnya bersifat sarkoma.3
Khoriokarsinoma adalah keganasan sel epitel khorionik sebagai akibat sekunder dari
pertumbuhan invasif trofoblas dan erosi pembuluh darah. Karakteristiknya tidak
dijumpai gambaran villi khorialis dan umumnya disertai metastasis jauh.4
Metastasisnya seringkali terjadi pada tahap dini dan hematogen karena afinitas sel-
sel trofoblas terhadap pembuluh darah. Tempat metastasis paling sering adalah paru-paru
(75%) dan vagina (sekitar 50%). Kista teka lutein ovarium dapat ditemukan pada
sepertiga kasus. Metastasis pada paru-paru memberikan empat gambaran khas : pola
alveolar atau badai salju, densitas bulat, efusi pleura, serta emboli akibat oklusi arteri
pulmoner dan dapat menyebabkan hipertensi pulmoner.3
Transformasi malignant pada GTD terdiri dari banyak tahap dari perubahan seri
genetik termasuk aktivasi onkogen dan inaktivasi tumor suppresor gen. Bagaimanapun,
karena sel trophoblastic, secara alami, membelah secara cepat dan menginvasi,
peningkatan expresi gen ini secara langsung mengontrol fungsi sel. Perubahan dari gen
secara signifikan secara pathogenesis dan transformasi malignan dari GTD masih belum
dapat dijelaskan secara pasti.5-6

2
2.2 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering dijumpai :
o Peningkatan kadar -hCG di luar kehamilan.
o Perdarahan uterus disfungsional.
o Bila terjadi metastasis ke paru dapat timbul gejala sesak nafas dan hemoptisis.4
Metastasis :
Metastasis terjadi dini dan umumnya hematogenik :
Paru : 60-95%
Vagina : 40-50%
Vulva serviks : 10-15%
Otak : 5-15%
Liver : 5-15%
Ginjal : 0-5%
Spleen : 0-5%
Usus : 0-5%
Metastase pada :
Liver dan otak tergolong resiko tinggi
Metastase vagina phatognomonis khoriokarsinoma, sekalipun masih bentuk
mola hidatidosa.5
Konsentrasi beta hCG tinggi di atas 100.000 mIU/ml, dalam urin 24 jam
Konsentrasi dalam serum lebih dari 40.000 mIU/ml

2.3 Pendekatan Diagnosis


Petunjuk diagnosis adalah adanya proses invasif ada endometrium disertai
peningkatan kadar -hCG serta metastasis ekstrauterin. USG biasanya umum digunakan
sebagai modalitas diagnostik awal, namun mungkin tidak dapat membedakan dari mola
hidatidosa. Foto polos dada dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan metastasis
paru, namun CT scan umumnya lebih sering dipakai karena sensitivitasnya yang lebih
tinggi. CT scan dan MRI digunakan terutama untuk mendeteksi adanya metastasis jauh.

3
2.4 Pemeriksaan USG, CT scan dan MRI
Ultrasonografi (USG)
Terlihat massa kistik ireguler, berbagai ukuran (akibat adanya perdarahan atau
nekrosis), mengisi rongga rahim, menginvasi miometrium, serviks atau vagina. Dapat
menyerupai gambaran mola hidatidosa komplit. USG Doppler : peningkatan
kecepatan dengan penurunan hambatan (low impedance, high diastolic flow).4
CT scan
Terlihat adanya pembesaran uterus, material kistik dalam cavum uteri yang
menginvasi miometrium, dan nodul paru ireguler disertai gambaran ground glass
dengan halo di sekitarnya yang menunjukkan adanya perdarahan.
MRI
Seperti CT scan tapi memberikan gambaran batas massa yang lebih jelas.

2.5 Terapi
Terapi bergantung pada stadiumnya, tapi umumnya meliputi evakuasi massa,
pembedahan, dan kemoterapi.
a. Terapi Khoriokarsinoma tergantung dari metastasis yang terjadi :
1. Pada khoriokarsinoma tanpa metastasis
Histerektomi
Indikasi histerektomi :
- Khemoterapi resisten
- Granda multipara/umur diatas 40 tahun
Bilateral oophorektomi
Tambahan kemoterapi
Untuk perdarahan lokal dilakukan :
- Angiografi disertai embolisasi arteria/vena sehingga pembuluh
darahnya tertutup dan perdarahan dapat dihentikan.
2. Metastasis pada sentral nervus sistem
Untuk memastikan lokalisasinya dilakukan :
- Computerized tomography scanning ( CT scan)
- Magnetic resonance imaging (MRI)

4
Terapi yang dianjurkan adalah :
- Radiasi yang dapat :
Menghentikan perdarahan
Menyebabkan dehidrasi sel tumor membunuhnya.
3. Metastasis pada liver
Merupakan metastasis yang serius dan mempunyai resiko tinggi
Komplikasi metastasis pada liver adalah :
- Gangguan fungsi liver yang serius
- Perdarahan mendadak sampai fatal
Terapi radiasi liver secara menyeluruh dapat menghentikan perdarahan
4. Metastasis pada paru
Metastasis masif pada paru dengan gejala :
- 50% foto paru buram dan tak berfungsi
- Anemia
- Nyeri pada dada
Terapi : extrakorporal (di luar badan)
- Perfusi oksigen
- Obat antikoagulasia, mengurangi bahaya perdarahan.6
b. Terapi berdasarkan stadium :
1. Pengobatan PTG Risiko Rendah
Kriteria PTG risiko rendah adalah Skor WHO 6. Stadium FIGO I, II, dan III.
Diberikan kemoterapi tunggal (single agent).
o Metotrexate 0,4 mg/kgBB selama 5 hari, diulangi setiap dua minggu. Ini
merupakan protokol asli dalam GTD dan digunakan di Yale. Hal ini juga
merupakan protokol di The Brewer Trophoblast Center Chicago dengan
angka kegagalan 10%.
o Metotrexate dan Leucovorin. Metotrexate 1,0 mg/kgBB setiap hari dengan
empat dosis Leucovorin 0,1 mg/kg 24 jam setelah setiap dosis metotrexate.
Protokol ini digunakan di Inggris dan Amerika Serikat dengan angka
kegagalan 20-25%.
o Metotrexate 50 mg/m2 setiap dua minggu. Regimen ini memiliki angka
kegagalan 30%. Bila terjadi dapat diberikan Metotrexate 0,4 mg/kgBB

5
selama lima hari atau diganti dengan Actinomycin-D 12 mg/kg selama lima
hari.
o Actinomycin-D 12, 25 mg/m2 setiap dua minggu (pulse regimen). Protokol
ini memiliki angka kegagalan 20%. Ini merupakan langkah alternatif dari
pemberian Metotrexate secara mingguan.
o Actinomycin D 12 mg/kgBB IV setiap hari selama lima hari, diulangi setiap
dua minggu. Protokol ini merupakan alternatif dari protokol pemberian
Metotrexate selama lima hari. Dapat digunakan pada pasien dengan disfungsi
hepar dengan angka kegagalan 8%.
o Metotrexate 250 mg infus selama dua belas jam. MTX ini merupakan bagian
dari protokol EMA-CO dengan angka kegagalan terapi 30%.

Catatan : Actinomycin-D menyebabkan kerusakan yang parah pada kulit jika


terinfiltrasi dan harus disuntikkan melalui infus intravena yang baru. Jika terjadi
ekstravasasi, area ini harus diinfiltrasi dengan 100 mg hidrocortisone dan 2 cc
xylocaine 1%.

Pemeriksaan serial darah lengkap, platelet, kreatinin, BUN dan SGOT dilakukan
terutama pada hari pertama pemberian pengobatan.
Pengukuran kadar -hCG setiap minggu dilakukan setelah pemberian
kemoterapi, kurva regresi kadar -hCG merupakan dasar utama pemberian seri
kemoterapi berikutnya. Setelah pemberian kemoterapi pertama.
Kemoterapi berikutnya diberikan setelah ada penurunan yang progresif dari
kadar -hCG.
Tidak ada patokan pasti interval pemberian seri kemoterapi berikutnya.
Seri kedua pemberian kemoterapi diberikan pada keadaan -hCG yang
meningkat.
Kadar -hCG mendatar (plateau) selama tiga minggu, atau naik lagi.
Kadar -hCG tidak menurun 1 log selama delapan belas hari setelah
pemberian kemoterapi pertama.
Bila respons setelah pemberian pertama adekuat dosis yang diberikan tetap sama.
Respons dikatakan adekuat bila ada penurunan kadar hCG sebesar 1 log setelah
pemberian kemoterapi, bila respons tidak adekuat dosis MTX ditingkatkan 1,0

6
sampai 1,5 mg/kgBB. Bila setelah pemberian dua kali respons tetap tidak adekuat
maka bisa dikatakan resisten. MTX selanjutnya diberikan Act-D, dan bila setelah
satu pemberian Act-D tidak terjadi penurunan kadar -hCG sebesar 1 log maka
dikatakan resisten terhadap Act-D secara agen tunggal, dan penderita memerlukan
kemoterapi kombinasi.5

2. PTG Risiko Tinggi


Kriteria PTG risiko tinggi adalah Stadium FIGO I, II, III dengan Skor WHO 7
atau Stadium 4.
Pasien dengan risiko tinggi diterapi dengan kombinasi kemoterapi yaitu
EMA-CO sebagai terapi primer. EMA-CO adalah Etoposide, Metotrexate dengan
Leucovorin dan Actinomycin, pemberian pada hari kesatu dan kedua, sedangkan
Cyclophospamide dan Vincristine (Oncovin) diberikan pada hari ke delapan.
Sejauh ini, terapi kombinasi macam ini lebih dapat diterima dan efek toksiknya
lebih rendah dibanding kemoterapi Metotrexate, Actinomycin, dan Cytoxan
(MAC)-C sebenarnya adalah Chlorambucil. EMA-CO juga telah mendesak
keberadaan regimen Bagshawe II. Namun, beberapa senter kembali
menggunakan MAC karena risiko EMA-CO berupa leukemia yang terjadi setelah
lebih dari enam kali pemberian.
Pasien harus dimonitor ketat dan pemberian EMA-CO diulangi sampai
terjadi remisi. Neupogen biasanya diberikan untuk mempertahankan sel darah
putih.
Kemoterapi tetap diberikan dua sampai tiga seri setelah bila hCG tidak
terdeteksi pertama kali. Kadar hCG yang negatif menandakan bahwa jumlah
keberadaan sel-sel ganas dalam tubuh kurang dari 100 juta sel.
Fokus metastatik tertentu membutuhkan terapi spesifik. Contohnya pada
lesi di otak diterapi dengan meningatkan dosis Metotrexate sampai 1g/m2 di
protokol EMA-CO. Tergantung dari besar dan jumlah metastase pada otak,
pasien dapat diterapi dengan radiasi sebesar 25-30 grey atau dilakukan eksisi.
Pasien dengan metastase pada liver dapat dilakukan radiasi sebesar 20 grey atau
infus arteri hepar. Radiasi ini digunakan untuk mencegah perdarahan yang hebat
bukan sekedar untuk mengontrol penyakitnya.
Pasien yang resisten dengan EMA-CO atau multiagen kemoterapi yang
lain bisa diterapi dengan protokol EMA-EP. Protokol ini adalah EMA ditambah

7
dengan Etoposide dan Platinum, untuk kasus yang resisten pada EMA-EP, Taxol
dengan Cisplatin alternating dengan Taxol-Etoposide atau Taxol-5-FU atau
Iphosphospamide-Cisplatinum-Etoposide (ICE) atau Vinblastine-Etoposide-
Cisplastin telah digunakan.5

Komplet atau parsial Gestasional trofoblastik Histologi diagnosa


hydatidoform mole neoplasma didiagnosa dari choriocancer setelah
persisten hCG metastase dan peningkatan hCG hasil aterm

Diagnosa sebagai PTG

Investigasi staging dan skor faktor risiko

hCG, CBC, platelet, BUN, creatinin, LFT, pembekuan (jika ada


indikasi), foto dada, USG pelvis.
Jika foto dada positif CT/USG abdoment, particulary hari,
CT/MRI otak jika ada indikasi

Stage I Stage II Stage III Stage IV


Faktor risiko 6 Faktor risiko 6 Faktor risiko 6 Faktor risiko 7

Agen tunggal kemoterapi Tidak respon

Ubah jadwal atau agent kemoterapi dengan satu agent


Revolusi (Jika regular Act-D atau MTX ubah menjadi 5 hari
Jika tetap gagal ganti untuk mengganti Act-D atau MTX)

Ikuti secara klinis dan dengan kadar hCG


Tidak respon
Selama 12 bulan sebelum mengijinkan hamil

Kombinasi kemoterapi (putuskan


Tidak respon
TAH dengan uterine lesion)

Diagram III.3.2

Diagram II.3.1 Panduan untuk Managemen Trofoblastik Neoplasia

8
Post hydatidiform mole Nonmolar GTN
Stage IV atau faktor resiko 7 didiagnosis dari metastase

Investigasi, staging dan skor faktor risiko

hCG, CBC, platelet, BUN, creatinin, LFT, pembekuan (jika ada indikasi), foto dada, USG pelvis.
Jika foto dada positif CT/USG abdoment, particulary hari, CT/MRI otak jika ada indikasi

Stage I, II, III dengan faktor risiko 7


atau stage IV

Multipel agen kemoterapi EMA-CO)


(untuk metastase serebral dosis MTX ditingkatkan sampai 1 g/m2)

Resolusi Neoplasma persisten

Putuskan pembedahan untuk isolated lesi yang


Ikuti dengan hCG dan surveilance
resectable
klinis selama 1 tahun
(umumnya paru, otak dan hati)

Lini kedua multipel agen kemoterapi (EP-EMA)

Konsul pusat trofoblas Tidak respon

Putuskan Taxoll5-FU iphosphamide

Diagram III.3.2 Panduan untuk Manajemen Trofoblastik Neoplasia

9
2.6 Prognosis
Prognosis umumnya baik (survival rate 90%); prognosis lebih buruk pada splid
tumor nest serta histopatologi jaringan dengan pleomorfisme dan aktivitas mitotik yang
tinggi.4
Kesembuhan khoriokarsinoma, dengan kemoterapi mendekati 90%. Kesembuhannya
kurang 50% mempunyai masalah dan digolongkan :
Khoriokarsinoma dengan metastasis tergolong resiko tinggi.
Memerlukan kombinasi beberapa khemoterapi.
Kategori khoriokarsinoma dengan resiko tinggi adalah :
- hCG urin/24 jam lebih dari 100.000 IU
- penyakit telah melebihi 4 bulan
- metastasis pada liver dan otak
- pengobatan terdahulu gagal
- terjadi pada kehamilan aterm
- serum -hCG lebih dari 40.000 mIU/ml

2.7 Evaluasi Khoriokarsinoma pasca Kemoterapi


Pasca kemoterapi, monitoring dilakukan dengan :
- Pemantauan kadar -hCG sampai tidak terdeteksi setelah 3 minggu berturut-turut.
- Pemantauan secara radiologis, meliputi :
Pemantauan volume tumor secara serial
Evaluasi terhadap invasi parametrium dan tanda-tanda ancaman perforasi
Evaluasi terhadap kista teka lutein yang persisten
Perubahan gambaran vaskularisasi pada USG Doppler
Perubahan lokasi metastasis

Manajemen Pasca Evakuasi


1. Monitor kadar -hCG
Tiap minggu sekali sampai -hCG tidak terdeteksi yang pada umumnya delapan
minggu pasca evakuasi. Jika terdapat anemia atau infeksi yang harus diobati.

10
Saat -hCG sudah tak terdeteksi, pemeriksaan dilakukan tiap bulan selama
enam bulan, lalu tiap dua bulan sekali selama enam bulan berikutnya untuk
memastikan hCG tetap tidak terdeteksi.
3. Pengukuran subunit -hCG. Kadar -hCG 5 mIu/ml penting untuk monitor.
4. Pemakaian kontrasepsi, lebih baik dalam bentuk pil. Jika penurunan -hCG
konstan, pasien boleh hamil setelah enam bulan. Jika penurunan kadar -hCG
hanya sedikit-sedikit maka perlu waktu lebih lama lagi untuk hamil. Perlu
dilakukan USG pada kehamilan awal dan pemeriksaan kadar -hCG. Pemantauan
kadar -hCG dilakukan sampai kadarnya negatif setelah melahirkan.
4. Pasien dengan usia kehamilan empat minggu yang besarnya lebih dari
normal dan adanya kista theca lutein berpeluang 50% memiliki trofoblastik.
5. Jika pasien diterapi dengan menggunakan kemoterapi untuk GTD persisten,
pasien dapat dianggap mengalami remisi setelah titer -hCG negatif selama
tiga minggu berturut-turut. Setelah remisi, follow up masih harus dilakukan
untuk mengamati terjadinya rekurensi.1

11
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit trophoblas merupakan suatu kelainan berupa proliferasi sel trophoblas


kehamilan yang abnormal. Petanda tumor yang khas pada penyakit ini adalah subunit
human Chorionic Gonadotropin (-hCG) dan memiliki kecenderungan invasi lokal dan
penyebaran. Neoplasia trofoblas gestasional (NTG - Neoplasia Trophoblastic Gestasional)
adalah bagian dari PTG yang berkembang menjadi jejas keganasan.
Khoriokarsinoma adalah keganasan sel epitel khorionik sebagai akibat sekunder dari
pertumbuhan invasif trofoblas dan erosi pembuluh darah. Karakteristiknya tidak dijumpai
gambaran villi khorialis dan umumnya disertai metastasis jauh. Kurang lebih 50% terjadi
setelah mola hidatidosa, 25% setelah abortus, 22,5% setelah kehamilan normal, dan 2,5%
setelah kehamilan ektopik. Gejala dan tanda yang sering dijumpai : peningkatan kadar -hCG
di luar kehamilan, perdarahan uterus disfungsional, dan bila terjadi metastasis ke paru dapat
timbul gejala sesak nafas dan hemoptisis. Perlunya kemampuan menilai gejala klinis,
pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat diharapkan mampu mencegah invasi
dan metastasis lebih jauh.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. Gary, et al. Obstetri Williams Vol.2 Ed 23. Alih bahasa Brahim U Pendith.
Jakarta : EGC.2013.

2. Andrijono. Sinopsis kanker ginekologi. Jakarta. 2003.

3. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.2010.

4. Rasjidi Imam, Muljadi Rusli, Chayono Kristianus. Imaging ginekologi onkologi. Jakarta :
Sagung Seto. 2010.

5. Rasjidi Imam. Panduan penatalaksanaan kanker ginekologi berdasarkan evidence base.


Jakarta : EGC. 2007.

6. Manuaba Ida AC, Manuaba Ida Bagus GF, Manuaba Ida Bagus G. Buku ajar penuntun
kuliah ginekologi. Den Pasar : CV Trans Info Media. 2010.

7. Rasjidi Imam. Deteksi dini kanker pada wanita. Jakarta: Sagung Seto. 2009.

13

You might also like