Professional Documents
Culture Documents
tumbuhan.[1] Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada
tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. [2] Antosianin (dari bahasa
Yunani anthos , bunga dankyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di
bunga berwarna merah, ungu, dan biru .[2] Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain
misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Flavnoid sering terdapat di sel
epidermis.[2] Sebagian besar flavonoid terhimpn di vakuolasel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya
ada di luar vakuola
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning
yang ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida,
flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon,
proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon,
flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya Menurut
Markham (1988).
Uji kemanjuran (efficacy) dilakukan untuk mendapatkan data kemanjuran dan kisaran
dosis efektif tengah (ED50) suatu sediaan obat, senyawa kimia maupun obat tradisional.
Sedangkan untuk menilai keamanannya dilakukan dengan mengevaluasi data ketoksikan
akut (LD50) subkronik, dan keteratogenikan suatu obat atau obat tradisional dan untuk
mendapatkan data prakiraan batas aman (LD50/ED50).
Sementara itu uji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat, maupun
bahan yang dipakai sebagai siplemen ataupun makanan. Berdasarkan lama paparan dan
dosis, diketahui ada 3 tingkatan uji ketoksikan yaitu akut, sub kronik, dan kronik. Toksisitas
Akut digunakan untuk menilai ketoksikan suatu bahan dengan pemberian suatu bahan
sampel dosis tunggal dalam waktu akut (singkat), biasanya 24 jam. Toksisitas sub kronik
dilakukan dengan pemberian suatu bahan sampel dengan dosis berulang selama jangka
waktu kurang dari 3 bulan. Toksisitas kronik dilakukan seperti sub kronik tetapi selama lebih
dari 3 bulan. Uji Toksisitas subkronik atau kronik dianjurkan tetap perlu dilakukan meskipun
senyawa tersebut diketahui mempunyai toksisitas rendah. Ini ditujukan untuk melakukan
antisipasi kemungkinan adanya efek toksik terhadap organ tubuh dari senyawa tersebut jika
digunakan dalam waktu lama. Hal ini perlu dipahami oleh produsen obat, makanan, maupun
makanan suplemen, agar dapat melindungi keamanan dan keselamatan konsumen. Untuk
itu LPPT UGM yang telah mempunyai kompetensi dalam penanganan dan pengembangan
hewan percobaan standard, menyediakan fasilitas uji farmakologi dan toksisitas yang dapat
dimanfaatkan oleh industri obat maupun makanan.
Menilai keamanan obat, obat tradisional bahan kimia sebagai makanan atau suplemen
Menilai potensi suatu obat, obat tradisional untuk efektifitas farmakologi tertentu.
http://lppt.ugm.ac.id/berita-200-uji-farmakologi-dan-uji-toksisitas.html
alah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan
pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman
dan memberikan manfaat klinik. Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka
telah dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah yang mencakup :
1. Uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat),
2. Uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan
3. Uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau gejala
penyakit).
Pengujian bahan obat dimaksud agar obat-obat yang dipakai dalam praktek klinik pada
manusia dapat dipertanggung jawabkan khasiat, manfaat, serta keamanannya secara ilmiah.
Uji Farmakologi
Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini diperoleh
informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil farmakokinetik (meliputi absorpsi,
distribusi, metabolisme dan eliminasi obat) calon obat. Hewan yang baku digunakan adalah
galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji
menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat.
Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji
pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam
pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji pada
manusia.
Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah
dikembangkan pula berbagai uji in vitrountuk menentukan khasiat obat contohnya uji
aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan
mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada
hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro.
Uji Toksisitas
Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik toksik dari
suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan manusia
yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu pendek melalui jalur
oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia.
Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan toksik
dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung dengan menggunakan nilai LC50 atau LD50. Nilai
ini didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut
bahan kimia.
Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen
menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan invertebrata,
tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat menggunakan beberapa hewan
mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD50 diantaranya tikus, mencit dan kelinci. Di
samping pengamatan terhadap gejala klinis dan uji LD50 , bisa dilakukan juga pengujian
terhadap organ gastrium, duodenum dan ginjal untuk melihat gambaran
histopatologinya. Gambaran histopatologi ini bisa diambil dari organ hewan uji kemudian
didokumentasikan menggunakan kamera mikroskop.
Uji toksisitas kronis diperlukan jika uji toksisitas akut tidak menghasilkan efek, maka bukan
berarti toksikan tidak bersifat toksik. Oleh karena itu perlu uji kronis.Percobaan ini dilakukan
dengan memberikan dosis tertentu bahan kimia terhadap hewan percobaan melalui
penelanan atau inhalasi terhadap bahan kimia yang sedang diuji selama masa hidupnya.
Untuk mencit dapat memakan waktu hingga 2 tahun sedangkan untuk tikus sedikit lebih
singkat.
Maksud dari uji kronik (seumur hidup), untuk menentukan apakah bahan kimia dapat
menimbulkan setiap efek kesehatan yang mungkin memerlukan waktu yang lama untuk
menimbulkan suatu efek seperti kanker, atau paparan jangka panjang terhadap bahan
kimia menimbulkan efek kesehatan pada organ seperti ginjal.
Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan
maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia harus diteliti dulu
kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.
Uji Klinik
Setelah praklinis selesai, kemudian diujikan kepada manusia. Dari yang sakit kemudian yang
sehat. Biayanya besar, sampai miliaran rupiah. Sehingga, biasanya harus kerja sama dengan
industri. Dalam uji klinis, obat alam tadi dibandingkan dengan placebo yaitu senyawa tanpa
efek, misalnya isi serbuk atau tepung. Sama-sama berbentuk kapsul, satu berisi obat dan
satunya isi serbuk. Orang yang diuji tidak boleh tahu. Pengujinya kadang juga tidak tahu. Hal
itu supaya tidak bias cara melihat efek.
Uji klinik pada manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari pengujian
toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk pemakaian pada
manusia. Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi dalam beberapa fase yaitu :
Fase I :
Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi, sifat farmakokinetik
yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan
dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk melihat
kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan penelitian
masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol), sehingga belum ada kepastian bukti
manfaat terapetik.
Fase III :
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai, memakai kontrol
sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik.
Fase IV :
Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk melihat kemungkinan
terjadinya efek samping yang tidak terkendali pada waktu pengujian pra klinik atauklinik
fase 1 , 2 , 3.
In vitro (dari bahasa Latin, berarti "di dalam kaca") adalah istilah yang dipakai
dalam biologi untuk menyebutkan kultur suatu sel, jaringan, atau bagian organtertentu di
dalam laboratorium. Istilah ini dipakai karena kebanyakan kultur artifisial ini dilakukan di
dalam alat-alat laboratorium yang terbuat dari kaca, seperticawan petri, labu
Erlenmeyer, tabung kultur, botol, dan sebagainya.
Tujuan in vivo
Apakah tujuannya adalah untuk menemukan obat atau untuk mendapatkan pengetahuan
tentang sistem biologi , sifat dan sifat alat kimia tidak dapat dianggap independen dari sistem
itu harus diuji masuk Senyawa yang mengikat protein rekombinan yang terisolasi adalah satu
hal , alat kimia yang dapat mengganggu fungsi sel lain, dan agen farmakologis yang dapat
ditoleransi oleh organisme hidup dan mengganggu sistem yang belum lain Jika itu yang
sederhana untuk memastikan sifat yang dibutuhkan untuk mengembangkan memimpin
ditemukan di . vitro untuk satu yang aktif in vivo , penemuan obat akan dapat diandalkan
seperti pembuatan obat .
Organisme hidup adalah sistem fungsional yang sangat kompleks yang terdiri dari , minimal ,
puluhan ribu gen , molekul protein , molekul RNA , senyawa organik kecil , ion anorganik
dan kompleks di lingkungan yang spasial diselenggarakan oleh membran dan , dalam kasus
organisme multiseluler , sistem organ . [ 1 ] untuk organisme biologis untuk bertahan hidup ,
komponen segudang harus berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungan mereka dengan
cara yang memproses makanan , menghilangkan limbah , bergerak komponen ke lokasi yang
benar , dan responsif terhadap molekul sinyal , organisme lain , cahaya, suara , suhu dan
berbagai faktor lainnya .
Kompleksitas yang luar biasa ini dari organisme hidup merupakan hambatan besar untuk
identifikasi komponen individu dan eksplorasi fungsi dasar biologis mereka . Keuntungan
utama dari kerja in vitro adalah bahwa hal itu memungkinkan tingkat besar penyederhanaan
sistem yang diteliti , sehingga peneliti dapat fokus pada sejumlah kecil komponen . [ 2 ] [ 3 ]
Sebagai contoh , identitas protein dari sistem kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan
mekanisme yang mereka mengenali dan mengikat antigen asing akan tetap sangat jelas jika
tidak untuk penggunaan ekstensif kerja in vitro untuk mengisolasi protein , mengidentifikasi
sel-sel dan gen yang memproduksi mereka , mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan
antigen , dan mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler yang
mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh . [ 4 ]
Respon seluler adalah spesies - spesifik , pinjaman analisis lintas - spesies bermasalah .
Metode baru spesies - sasaran yang sama - , studi multi- organ yang tersedia untuk memotong
hidup , pengujian lintas-spesies . [ 5 ]
Kelemahan utama dari penelitian in vitro eksperimental adalah bahwa kadang-kadang bisa
sangat menantang untuk ekstrapolasi dari hasil kerja in vitro kembali ke biologi organisme
utuh . Penyidik melakukan dalam pekerjaan vitro harus berhati-hati untuk menghindari over -
interpretasi hasil mereka , yang kadang-kadang dapat menyebabkan kesimpulan yang salah
tentang organisme dan sistem biologi . [ 6 ]
Sebagai contoh, para ilmuwan mengembangkan obat baru untuk mengobati virus infeksi
dengan virus patogen (misalnya HIV - 1 ) mungkin menemukan bahwa fungsi obat kandidat
untuk mencegah replikasi virus dalam pengaturan in vitro ( biasanya kultur sel ) . Namun,
sebelum obat ini digunakan di klinik , ia harus maju melalui serangkaian uji in vivo untuk
menentukan apakah aman dan efektif dalam organisme utuh ( hewan biasanya kecil , primata
dan manusia dalam suksesi ) . Biasanya , banyak calon obat yang efektif in vitro terbukti
efektif dalam vivo karena masalah yang terkait dengan pengiriman obat ke jaringan yang
terkena , atau toksisitas terhadap bagian penting dari organisme yang tidak terwakili dalam
penelitian in vitro awal . [ 7 ]
Polymerase chain reaction adalah metode untuk replikasi selektif urutan DNA dan RNA
spesifik dalam tabung tes .
Pemurnian protein melibatkan isolasi protein tertentu yang menarik dari campuran kompleks
protein , sering diperoleh dari sel homogen atau jaringan .
Fertilisasi in vitro digunakan untuk memungkinkan spermatozoa untuk membuahi telur dalam
wadah budaya sebelum menanamkan embrio atau embrio yang dihasilkan ke dalam rahim
calon ibu .
Dalam diagnostik in vitro mengacu pada berbagai tes laboratorium medis dan kedokteran
hewan yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan memonitor status klinis pasien
menggunakan sampel darah , sel-sel atau jaringan lain yang diperoleh dari pasien .
Fitokimia
Apa phytochemical?
Fitokimia adalah bahan kimia tanaman non-gizi yang memiliki sifat pencegahan pelindung
atau penyakit. Mereka adalah nutrisi yang tidak penting, yang berarti bahwa mereka tidak
dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk mempertahankan hidup. Hal ini juga diketahui bahwa
tanaman menghasilkan bahan kimia ini untuk melindungi diri mereka sendiri, tetapi
penelitian terbaru menunjukkan bahwa mereka juga dapat melindungi manusia terhadap
penyakit. Ada lebih dari seribu phytochemical dikenal. Beberapa fitokimia terkenal yang
likopen dalam tomat, isoflavon dalam kedelai dan flavanoids dalam buah-buahan
Penelitian eksperiment
Subjek penelitian
Metode. Sel punca kanker diisolasi dari jaringan kanker payudara. Sel punca
sudah mencapai konfluen dan diberikan selama 24 jam. Dosis quersetin yang
diberikan adalah 1, 10, 20, 40, 80 dan 100 mg/mL. sel BCSC diinkubasi dengan
menunjukkan bahwa pemberian quersetin dengan dosis 40, 80 dan 100 mg/mL
menurunkan translokasi subunit p50/p65 NFB dari sitoplasma ke inti sel punca
proliferasi sel cenderung meningkat pada sel yang diberi quersetin 1 mg/mL
Analisa hasil
Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Homogenitas data
diuji dengan uji Levene. Normalitas data diuji dengan uji Saphiro Wilk. Uji
hipotesis dilakukan menggunakan uji One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan
uji Post Hoc Bonferroni. Batas derajat kemaknaan penelitian ini adalah apabila