You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan
karakter atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi biasa,
sifatnya stabil dan dapat diramalkan. Sejak kecil, remajan dewasa hingga lanjut
usia seseorang mempunyai kecenderungan atau kebiasaan menggunakan suatu
pola yang relatif serupa dalam menyikapi masalah yang dihadapi yang merupakan
rangkaian dari suatu kepribadian.1
Dalam DSM-IV TR Gangguan kepribadian didefinisikan sebagai pengalaman
dan perilaku subjektif yang berlangsung lama, menyimpang standar budaya,
universal yang kaku, memiliki onset pada masa remaja atau dewasa awal, stabil
sepanjang waktu, dan menimbulkan ketidakbahagiaan serta hendaya2. Gangguan
kepribadian dapat juga diartikan sebagai ciri kepribadian yang bersifat tidak
fleksibel dan maladaptive yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau
penderitaan subjektif.1
Gangguan kepribadian dependen adalah suatu pola perilaku berupa kebutuhan
berlebih agar dirinya dipelihara, yang meyebabkan seorang individu berperilaku
submisif, bergantung kepada orang lain, dan ketakutan akan perpisahan dengan
orang tempat ia bergantung.1
Gangguan kepribadian dependen ditandai dengan pasien yang tampak sangat
penurut, kooperatif, terbuka untuk pertanyaan spesifik, dan minta bimbingan.
Perilakunya dependen, submisif, dan ia tidak bisa mengambil keputusan tanpa
nasehat dan jaminan berlebih dari orang lain. Ia menolak kedudukan yang bersifat
memimpin, dan lebih suka menurut.1

1.2 Tujuan
Paper ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti kepanitraan
klinik senior di Departemen Psikiatri. Paper ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gangguan kepribadian dependen,

1
sehingga dapat lebih mengetahui tentang gangguan ini serta mendiagnosisnya.
Pemahaman yang lebih baik tentang gangguan kepribadian dependen ini
diharapkan dapat memudahkan dalam diagnosis sehingga jika diketahui lebih dini,
pasien dapat memiliki prognosis yang lebih baik, sehingga mencegah terjadi
kesalahan pengobatan dan mencegah gangguan ini terjadi berlarut-larut.

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Gangguan Kepribadian


2.1.1 Definisi
Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan
karakter atau ciri seseorang dalam kondisi yang biasa. Kepribadian dapat juga
didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai
kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya, kepribadian
relatif stabil dan dapat diramalkan.1,2
Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang
di luar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Gangguan kepribadian
memiliki ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel dan maladaptif yang
menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Pasien dengan
gangguan kepribadian menunjukkan pola maladaptive, mendarah daging, tidak
fleksibel yang berhubungan dengan mengesankan lingkungan dan dirinya sendiri.
Berbeda dengan ciri kepribadian dimana masih bersifat fleksibel, dan gambaran
klinisnya tidak memenuhi kriteria atau pedoman diagnostik, bersifat lebih ringan
dari gangguan kepribadian.1,2
Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi
karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi
beberapa bidang dari kepribadian, dan hampir selalu berhubungan dengan
kesulitan pribadi dan sosial. Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut
berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai
hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan yang
lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.3

2.1.2 Etiologi
a) Faktor genetik
Hal ini dibuktikan melalui penelitian di Amerika Serikat pada 15000 pasang
anak kembar bahwa faktor genetik berperan terhadap timbulnya gangguan

3
kepribadian. Pada kembar monozigotik persamaan dalam gangguan kepribadian
beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan kembar dizigotik. Hal itu juga
ditemukan walaupun kembar monozigotik itu dibesarkan secara terpisah sejak
kecil.1
b) Faktor Biologi
- Hormon
Orang dengan ciri impulsif sering didapati kadar testosterone, 17-estradiol,
dan estrone yang meningkat. Pada beberapa orang dengan gangguan
kepribadian ambang dan orang yang menderita depresi memiliki kadar DST
yang abnormal.1
-
Platelet Monoamin Oksidase
Penelitian menemukan bahwa mahasiswa dengan kadar MAO
(monoamine oksidase) yang rendah lebih banyak menggunakan waktu untuk
aktivitas sosial dibandingkan dengan yang kadar MAOnya tinggi. 1
- Smooth eye persuit movements
Gerakan mata melirik halus bersifat cepat ditemukan pada orang introvert,
memiliki rasa rendah diri, serta memiliki gangguan skizotipal. 1
- Neurotransmitter
Tingginya kadar endorphin endogen mungkin terkait dengan sikap yang
dingin. Kadar asam 5-hidrosiindolasetat (5-HIAA) yang merupakan suatu
metabolit serotonin didapati endah pada orang yang mencoba bunuh diri dan
pada pasien yang impulsif dan agresif. Peningkatan kadar serotonin dengan
pemberian agen serotonergik dapat mengubah beberapa ciri kepribadian.
Peningkatan dopamine, misalnya karena obat psikosimultan dapat
menimbulkan euphoria.1
- Elektrofisiologi
Pada orang dengan gangguan kepribadian antisosial dan ambang sering
ada gelombang lambat dalam EEG.1
c) Faktor Psikososial
Freud menghipotesiskan bahwa beberapa ciri kepribadian berkaitan
dengan fiksasi pada salah satu fase perkembangan psikoseksual, misalnya orang

4
dengan karakter oral bersifat pasif dependen karena mereka terfiksasi pada
stadium oral. Orang dengan karakter anal bersifat keras kepala, kikir, sangat teliti,
hal itu terjadi karena mengalami konflik selama toilet training pada fase anal.1

2.1.3 Klasifikasi
Gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV)
yaitu :
1. Kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal
dimana orang dengan gangguan ini sering kali tampak aneh dan eksentrik, dan
sering kali ditemukan dalam keluarga yang menderita skizofrenia.
2. Kelompok B terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang, historinik, dan
narsistik dimana orang dengan gangguan ini sering tampak dramatik, emosional,
dan tidak menentu.
3. Kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen, dan
obsesif-kompulsif dimana orang dengan gangguan ini sering tampak cemas dan
atau ketakutan. 1

2.1.4 Kriteria Diagnostik


Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ketiga
(PPDGJ III) Gangguan Kepribadian memiliki kode diagnostik F60 dengan
pedoman diagnostik :
1. Kondisi yang tidak berkaitan langsung dengan kerusakan atau penyakit otak berat
atau gangguan jiwa lainnya.
2. Memenuhi kriteria berikut :
Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa
bidang fungsi, misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang
dan berpikir, serta gaya berhubungan dengan orang lain.
Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas
pada episode gangguan jiwa.

5
Pola perilaku abnormalnya bersifat mendalam dan maladaptif yang jelas terhadap
berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas.
Manifestasi diatas selalu muncul pada masa kanaka tau remaja dan berlanjut
sampai usia dewasa.
Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang cukup berarti, tetapi baru
menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut.
Gangguan ini biasanya berkaitan secara bermakna dengan masalah-masalah dalam
pekerjaan dan kinerja sosial tetapi tidak selalu.3

2.2 Gangguan Kepribadian Dependen


2.2.1 Definisi
Gangguan kepribadian dependen disebut juga gangguan kepribadian tidak
adekuat, pasif, ditandai dengan ketergantungan pada orang lian, perilaku tunduk
dan kurang akal. Individu-individu ini mengadopsi peran pasif dan membiarkan
keluarga dan orang lain mengambil keputusan pada persoalan hidup yang penting.
Mereka takut sendirian, merasa rendah diri dan dapat menyebut dirinya sendiri
bodoh.5

Orang dengan gangguan kepribadian dependen menempatkan kebutuhan


mereka sendiri dibawah kebutuhan orang lain, meminta orang lain untuk
mengambil tanggung jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak
memiliki kepercayaan diri, dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat
jika sedang sendirian dalam waktu yang cukup lama.2

2.2.2 Etiologi
Banyak teori tentang etiologi yang menyebabkan terjadinya gangguan
kepribadian dependen, pada penelitian sebelumnya yang berpengaruh pada
gangguan ini adalah faktor psikososial berdasarkan teori Sigmund Freud dimana
terjadi keterhambatan pada fase oralnya. Kemudian pada penelitian lain
ditemukan bahwa pola asuh orang tua yang lebih berpengaruh untuk terjadinya
ketergantungan pada seseorang. Setelah dibandingkan antara pola asuh pada orang
tua yang membiarkan anaknya bebas mengambil keputusan dan mandiri dengan

6
pola asuh orang tua yang terlalu protektif dan tidak membiarkan anak mengambil
keputusan sendiri menyebabkan anak tersebut berfikir bahwa dia tidak dapat
melakukan fungsinya dengan baik jika tanpa bantuan dan dorongan dari orang
lain.3

2.2.3 Epidemiologi
Gangguan ini lebih sering ditemukan pada permepuan dibanding laki-laki.
Gangguan ini lebih lazim ditemukan pada anak-anak dibandikan orang yang lebih
tua. Anak-anak yang diklasifikasikan memiliki temperamen yang malu-malu dan
orang dengan penyakit fisik kronis pada masa kank-kanak mungkin lebih rentan
terhadap gangguan ini.1,2

2.2.4 Gambaran Klinis


Gangguan kepribadian dependen ditandai dengan pola ketergantungan
yang pervasif dan perilaku patuh. Orang dengan gangguan ini tidak dapat
membuat keputusan tanpa nasehat dan peyakinan yang berlebihan dari orang lain.
Pasien dengan kepribadian dependen menghindari posisi tanggung jawab dan
menjadi cemas jika diminta untuk memegang peran kepemimpinan. Mereka lebih
senang tunduk. Jika mereka sendirian, mereka merasa sukar untuk menekuni tugas
tetapi merasa mudah melakukan tugas tersebut untuk orang lain.3
Pasien tampak sangat penurut, kooperatif, terbuka untuk pertanyaan spesifik, dan
meminta bimbingan. Orang dengan gangguan ini tidak senang sendirian. Mereka
mencari orang lain pada siapa mereka dapat menggantung, dan hubungan mereka
dengan demikian dikacaukan oleh kebutuhan mereka untuk melekat dengan orang
lain tersebut. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan ketakutan untuk
mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai perilaku pasien dengan
gangguan kepribadian dependen.1,2

2.2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk menegakkan gangguan ini dapat mengacu pada
criteria berdasarkan DSM IV atau PPDGJ III.

7
A. Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV-TR seperti yang ditunjukkan oleh lima
atau lebih hal berikut :
1) Memiliki kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa nasehat dan
peyakinan yang berlebihan dari orang lain.
2) Membutuhkan orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada sebagian besar
area utama didalam kehidupannya.
3) Memiliki kesulitan untuk mengungkapkan ketidaksetujuan dengan orang lain
karena takut kehilangan dukungan atau persetujuan.
4) Memiliki kesulitan untuk memulai suatu proyek atau melakukan sesuatu atas
keinginan sendiri (karena tidak percaya diri di dalam penilaian atau kemampuan,
bukannya tidak ada motivasi atau energi)
5) Berlama-lama untuk mendapat pengasuhan dan dukungan dari orang lain, sampai
pada tingkat sukarela melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan.
6) Merasa tidak nyaman atau tidak berdaya jika sendirian karena rasa takut yang
berlebihan tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
7) Segera mencari hubungan lain sebagai sumber perhatian dan dukungan jika suatu
hubungan berakhir.
8) Memiliki preokupasi yang tidak realistic akan rasa takut ditinggalkan untuk
mengurus dirinya sendiri.3

B. Kriteria diagnostik gangguan kepribadian dependen berdasarkan PPDGJ III


memiliki minimal tiga dari ciri-ciri berikut ini :
1) Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar
keputusan untuk dirinya.
2) Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia
bergantung, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka.
3) Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana
tempat ia bergantung.
4) Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan yang
dibesar-besarkan tentang ketidak mampuan mengurus diri sendiri.

8
5) Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya,
dan dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri.
6) Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat
nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain.3

2.2.6 Diagnosis Banding


Ciri ketergantungan sering juga tampak dalam gangguan kepribadian
historinik dan gangguan kepribadian ambang, tapi khusus gangguan kepribadian
dependen hubungan interpersonal dengan orang yang ia bergantung berjangka
panjang dan umumnya ia tidak bersifat manipulatif. Perilaku dependen dapat juga
terjadi pada agoraphobia.1

2.2.7 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Mereka memiliki resiko terkena gangguan depresif berat jika mereka
mengalami kehilangan orang tempat mereka bergantung, tetapi prognosis untuk
gangguan ini baik jika dengan terapi karena pasien dengan gangguan ini
kooperatif dan mau mendengarkan arahan sehingga lebih mudah dalam
memberikan terapi dan pasien dapat menjadi lebih mandiri secara perlahan.4

2.2.8 Terapi
a. Psikoterapi
Terapi psikoterapi terapi berorientasi tilikan membantu pasien menyadari hal-
hal yang mendahului perilakunya, dan dengan bimbingan terapis, ia makin
menjadi madiri dan lebih percaya diri.1
b. Farmakoterapi
Farmakoterapi digunakan untuk menangani gejala seperti ansietas dan depresi
yang merupakan gambaran yang lazim ditemukan dan terkait dengan gangguan
kepribadian dependen. Pasien yang mengalami seranagn panik atau memiliki
tingkat ansietas akan perpisahan yang tinggi dapat dibantu dengan imipramine
(Tofranil). Benzodiazepine dan agen serotonergic jugatelah berguna. Jika depresi

9
pasien atau gejala penarikan diri memberikan respons terhadap psikostimulan,
obat tersebut dapat digunakan.1
Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai anti ansietas ialah : klordiazepoksid,
diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam dan
halozepam. Sedangkan klorazepam dianjurkan untuk pengobatan panic disorder.5
Indikasi dan sediaan : derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan
sedasi, menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikomatik yang ada hubungan
dengan rasa cemas. Selain sebagai ansietas, derivat benzodiazepin digunakan juga
sebagai hipnotik, antikonvulsi, pelemas otot dan induksi anestesi umum; Sebagai
antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat
diperlukan, suntikan dapat diualang 2-4 jam dengan dosis 25-100 mg sehari dalam
2 atau 4 pemberian. Dosis diazpam adalah 2-20 mg sehari : pemberian suntikan
dapat diulang tiap 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara 30 mg sehari dalam dosis
terbagi.Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg. Diazepam berbentuk
tablet 2 dan 5 mg. Diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian rektat pada
anak dengan kejang demam.5

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan Kepribadian Dependen merupakan suatu pola perilaku berupa
kebutuhan berlebih agar dirinya dipelihara, yang menyebabkan seseorang individu
berperilaku submisif, bergantung kepada orang lain, dan ketakutan akan berpisah
dengan orang tempat ia bergantung. Gangguan kepribadian dependen ditandai
dengan pola ketergantungan yang pervasif dan perilaku patuh. Orang dengan
gangguan ini tidak dapat membuat keputusan tanpa nasehat dan peyakinan yang
berlebihan dari orang lain. Pasien dengan kepribadian dependen menghindari
posisi tanggung jawab dan menjadi cemas jika diminta untuk memegang peran
kepemimpinan. Mereka lebih senang tunduk. Jika mereka sendirian, mereka
merasa sukar untuk menekuni tugas tetapi merasa mudah melakukan tugas
tersebut untuk orang lain. prognosis untuk gangguan ini baik jika dengan terapi.
Terapi yang dapat diberikan berupa psikoterapi dan farmakoterapi.
Psikoterapi dilakukan berorientasi tilikan disertai terapi perilaku, latihan
ketegasan, terapi keluarga, dan terapi kelompok. Secara farmakoterapi dapat
diberikan anti ansietas dan anti depresan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, Sylvia D & Hadisukanto, Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FK-UI.
2010
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara. 2010
3. Maslim Rusdi . Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta. FK-Unika Atmajaya. 2013
4. Faith. Casidy. Dependent Personality Disorder: A Reviewof Ethiology and
Treatment. Volume I. Graduate Journalof Conceling Psychology. 2009.
http://epublication.marquette.edu/giep.voll.1ss2/7 [accesed 04Oktober 2016]
5. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

12

You might also like