You are on page 1of 17

Asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse

A. DEFINISI
Henry Kempe dkk. (1962) mendefinisikan the bettered child syndrome hanya terbatas pada
anak-anak yang mendapat perlakuan salah secara fisik yang ekstrem saja.
Pada 1963, Delsboro mendefinisikan child abuse adalah seorang anak yang mendapat
perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu
badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. Malnutrisi, kelaparan dan
penyalahgunaan seksual tidak termasuk, kecuali kalau disertai kekerasan badani.
Fontana, pada tahun 1971 membuat definisi yang lebih luas dari child abuse, dimana
malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan
penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spectrum perlakuan salah
oleh orang tuanya/ pengasuhnya.
Sedangkan seorang ahli sosiologi David Gil (1973), mengatakan bahwa child abuse adalah
setiap tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak, sehingga tidak optimal lagi.
Dari laporan-laporan hukum di USA, yang dimaksudkan dengan child abuse dan neglect
adalah perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan
kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual. (Synder et. Al. 1983)
Sedangkan David Gil 1981 (dikutip dari Lynch MA, 1992) yang dimaksud dengan perlakuan
salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran, dan eksploitasi terhadap anak,
dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak.

B. KLASIFIKASI
Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Dalam kelurga
Penganiayaan fisik
Kelalaian/ penelantaran anak
Penganiayaan emosional
Penganiayaan seksual
Sindroma Munchausen
2. Di luar keluarga
Dalam institusi atau lembaga
Di tempat kerja
Di jalan
Di medan perang
Bukan tidak mungkin anak-anak ini mendapat perlakuan salah lebih dari satu macam
perlakuan tersebut diatas. Demikian pula, perlakuan salah ini dapat diperoleh dalam keluarga dan
diluar keluarga. Misalnya anak yang ditelantarkan dirumah, kemudian menjadi anak gelandangan
di jalan-jalan., di tempat baru inipun ada kemungkinan mendapat perlakuan penganiayaan fisik,
seksual, dan lain sebagainya.
Bentuk perlakuan salah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penganiayaan fisik
Yaitu cedera fisik sebagai akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
2. Kelalaian
Kelalaian ini selain tidak sengaja, juga akibat dari ketidaktahuan atau kesulitan ekonomi.
Bentuk kelainan ini antara lain yaitu:
a. Pemeliharaan yang kurang memadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh (failure to
thrive), anak merasa kehilangan kasih saying, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan.
b. Pengawasan yang kurang, dapat menyebabkan anak mengalami risiko untuk
terjadinyatrauma fisik dan jiwa.
c. Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan meliputi: kegagalan merawat anak dengan baik
misalnya imunisasi, atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit
anak.
d. Kelalaian dalam pendidikan meliputikegagalan dalam mendidik anak untuk mampu
berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari
nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
3. Penganiayan emosional
Ditandai dengan kecaman kata-kata yang merendahkan anak, atau tidak mengakui sebagai anak.
Kejadian ini sering kali berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasikan anak dari
lingkungannya/ hubungan sosisialnya, atau menyaklahkan anak secara terus menerus.
Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
4. Penganiayaan seksual
Mengajak anak untuk melakukan aktivitas seksual yang melanggar norma-nprma sosialyang
berlaku di masyarakat, dimana anak tidak memahami/ tidak bersedia. Aktivitas seksual dapat
berupa semua bentuk oral genital, genital, anal, atau sodomi. Penganiayaan seksual ini juga
termasuk incest yaitu penganiayaan seksual oleh orang yang masih ada hubungan keluarga.
5. Sindroma Munchausen
Sindroma ini merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang dibuat-buat dan
pemberian keterangan palsu untuk menyokong tuntutan.

C. FAKTOR-FAKTOR RESIKO
Menurut Delsboro (dikutip dari Synder, 1983), perlakuan salah terhadap anak adalah sebagai
akibat dari pelepasan tujuan hidup orang tua, hubungan orang tua dengan anak tidak lebih dari
hubungan biologis saja. Kehidupan orang tua sebagian besar diliputi pelanggaran hukum,
penyalahgunaan penghasilan, pengusiran berulang, penggunaan alcohol yang berlebihan, dan
keadaan rumah yang menyedihkan. Orang tua seperti ini kelihatannya tidak dapat menolong
dirinya sendiri. Mereka menganiaya anaknya seolah-olah sebagai pelampiasan rasa frustasinya,
ketidaktanggung jawabannya, ketidakberdayaannya dan sebagainya.Orang tua seperti kasus
diatas, lebih sering menganiaya anak yang lebih besar, karena pada umumnya mereka lebih awas
terhadap sesuatu perbedaan dengan orang tua mereka, sehingga seolah-olah anak tersebut
melawan orang tuanya. Anak yang dianiaya tersebut tampak oleh si penganiaya sebagai saingan
atau penghalang yang harus dihancurkan atau paling tidak harus disakiti.
Menurut Bittner pada bayi premature, perwatannya lebih sulit, menangis lebih sering dan
sering membuat orang tua frustasi, sehingga mempunyai resiko lebih banyak untuk mendapatkan
perlakuan salah dari orang tuanya. Tetapi menurut penelitian, Leventhal (1984) mendapatkan
bahwa tidak ada hubungannya antara prematuritas dengan perlakuan salah, dan dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara umur ibu pada waktu pertama kali melahirkan dengan perlakuan salah
terhadap anak. Disebutkan bahwa ibu yang umurnya belasan tahun lebih agresif terhadap
anaknya dan lebih banyak mengalami kesulitan dalam merawat dan mendidik anaknya.
1. Nilai/ norma yang ada di masyarakat
2. Hubungan antar manusia
3. Kemajuan jaman: pendidikan, hiburan, olah raga, kesehatan, hukum, dsb.

1. Fisik berbeda. 1. Kemiskinan, pengangguran, 1. Rendah diri


(missal cacat) mobilitas, isolasi, peruma- 2. Waktu kecilnya
2. Mental berbeda han, tidak memadai,dll. Mendapat perla-
(missal: retardasi) 2. Hubungan orang tua-anak, kuan salah.
3. Temperamen berbeda stress perinatal, anak yang 3. Depresi
(missal: sukar) tidak diharapkan, prema- 4. Harapan pada
4. Tingkah laku berbeda turitas, dll. Anak yang tidak
(missal: rehiperaktif) 3. Perceraian, dll. Realistic.
5. Anak angkat/ tiri, dll. 5. Kelainan karakter/
gangguan jiwa, dll.

- disiplin
- konflik keluarga/ pertengkaran
- masalah lingkungan yang mendadak

- Penganiayaan
- Ketidakmampuan merawat
- Peracunan
- Teror mental

D. ETIOLOGI
Perlakuan salah terhadap anak bersifat multidimensional, tetapi ada tiga factor penting yang
berperan dalam terjadinya perlakuan salah pada anak, yaitu:
a. Karakteristik orang tua dan keluarga
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse antara lain:
Para orang tua juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak
Orang tua yang agresif dan impulsive
Keluarga hanya dengan satu orang tua
Orang tua yang dipaksa menikah sat belasa tahun sebelum siap secara emosional dan
ekonomi
Tidak mempunyai pekerjaan
Jumlah anak yang banyak
Adanya konflik dengan hukum
Ketergantungan obat, alcohol. Atau sakit jiwa
Kondisi lingkungan yang terlalu padat
Keluarga yang baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari
sanak keluarga serta kawan-kawan.
b. Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah
Beberapa factor yangberesiko tinggi untuk perlakuan salah adalah:
Anak yang tidak diinginkan
Anak yang lahir premature, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya
keterikatan bayi dan orang tua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan
Anak dengan retardasi mental, orang tua merasa malu
Anak dengan malformasi, anak mungkin ditolak
Anak dengan kelainan tingkah laku mseperti hiperaktif mungkin terlihay nakal
Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orang tua bekerja
c. Beban dari lingkungan: Linkungn hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak.
Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa penyiksaan anak dilakuakan oleh orang
tua dari banyak etnis, letak geografis, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan dan social ekonomi.
Kelompok masyarakat yang hidup dalam kemiskinan meningkatkan laporan penyiksaan fisik
terhadap anak-anak.
Hal ini mungkin disebabkan karena:
Peningkatan krisis di tempat tinggal mereka (contoh: tidak bekerja atau hidup yang
berdesakan)
Askes yang terbatas ke pusat ekonomi dan social saat masa-masa krisis
Peningkatan jumlah kekerasan di tempat tinggal mereka
Hubungan antara kemiskinan dengan factor resiko seperti remaja dan orang tua tunggal (single
parent).

Salah satu kepustakaan lain menyebutkan ada beberapa factor yang berhubungan dengan
kekerasan di keluarga, factor-faktor itu antara lain:
a. Lingkungan kekerasan (The Cycle of Violence)
Salah satu hasil dari penelitian yang konsisten menyebutkan bahwa individu yang mempunyai
pengalaman disiksa atau mengalami kekerasan semasa kecilnya akan tumbuh menjadi seorang
yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang pernah dilakukan terhadap dirinya
pada orang lain, tentunya dalam hal ini adalah anak-anak.
b. Status social ekonomi
Walaupun para penyelidik masalah penyiksaan anak mendapatkan tidak adanya hubungan
antara status social ekonomi dengan tindak penyiksaan, namun beberapa artikel menyebutkan
adanya prevalensi yang tinggi di antara mereka yang berstatus ekonomi rendah.
c. Stress
Penyelidikan di suatu wilayah domestic di Amerika menyebutkan bahwa terdapat hubungan
antara kekerasan dalam rumah tangga dengan stress di antara anggota keluarga. Beberapa hal
yang dapat meningkatkan tekanan dalam rumah tangga adalah:
Kepala rumah tangga yang tidak bekerja
Kesulitan keuangan
Kehamilan (hubungan dengan kekerasan pada istri)
Orang tua tunggal
Kehilangan pekerjaan
Kematian saudara sekandung dari anak
Mempunyai anak yang mempunyai kelainan mental

Laporan menyebutkan bahwa lebih dari 90% dari orang tua yang melakukan penyiksaan
terhadap anaknya adalah seorang psikotik atau mempunyai kepribadian criminal. Hal lain adalah
bahwa mereka biasanya orang yang kesepian, tidak bahagia, pemarah, muda dan orang tua single
yang tidak merencanakan kehamilannya. Orang tua ini juga biasanya tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang tumbuh kembang anak dan mempunyai harapan yang tidak
realistis terhadap perilaku anak-anak. Anak yang mengalami keterbelakangan mental mempunyai
resiko lebih tinggi untuk mengalami penyiksaan dan penelantaran. Orang tuanya melukai mereka
dalam keadaan marah akibat tindak-tanduk mereka yang berhubungan dengan keterbelakangan
yang mereka milki.
Penyiksaan secara fisik kepada anak-anak terjadi pada orang tua yang mempunyai resiko
tinggi yang berhadapan dengan anak-anak yamg jugamempunyai resiko tinggi untuk mengalami
penyiksaan. Anak-anak yang mempunyai resiko tinggi antara lain adalah bayi premature, bayi
dengan penyakit kronik dan anak-anak dengan kelainan tingkah laku. Perilaku normal dari anak-
anak seperti menangis dan mengompol dapat menyebabkan orang tua lepas control dan akhirnya
dapat melukai anaknya.

E. MANIFESTASI KLINIK
Anak-anak yang menjadi korban child abuse rata-rata perkembangan psikologis mengalami
gangguan. Mereka terlihat murung, tertutup, jarang beradaptasi dan bersosialisasi, kurang
konsentrasi, dan prestasi akademik menurun (Hefler, 1976). Studi lain menemukan bahwa anak-
anak di bawah usia 25 bulan yang menjadi korban child abuse, skor perkembangan kognitifnya
lemah. Hal ini ditandai oleh empat perbedaan perilaku dan perkembangan anak, yakni perbuatan
kognitif, penyesuaian fungsi-fungsi di sekolah, perilaku di ruang kelas, dan perilaku di rumah
(Mackner, 1997).

F. PENATALAKSANAAN
Karena perlakuan yang salah ini sebagai akibat dari sebab yang kompleks, maka perlu
penanganantim multidisiplin yang terdiri dri dokter anak, psikiater, psikolog, pekerja social, ahli
hukum, pendidik, dll.
Dibawah ini cara penanganan perlakuan salah terhadap anak menurut Newberger(dikutip dari
Snyder, 1983), yang terdiri dari 3 aspek pokok yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Tahap-tahap dalam mengelola perlakuan salah pada anak
2. Pertimbangan utama
3. Intervensi untuk melindungi anak dan menolong keluarga

Tahap-tahap Pertimbangan utama Intervensi


I. Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
X-foto tulang
Pemeriksan laboratorium
Konsultasi untuk evaluasi dinamika keluarga dan tumbuh kembang anak
Apakah kelainan fisik yang ditemukan sesuai dengan anamnesis?
Apakah anak suspek child abuse/ neglect?
Apa ada perlindungan hukum terhadap child abuse?
Apakah rumah cukup aman?
Apakah anak dalam bahaya?
Apa saja yang diperlukan untuk membuat agar rumahnya cukup aman untuk anak setelah
kembali?
Pemeriksaan medis lebih teliti
Beritahu orang tua tentang kecurigaan kita dan tanggung jawab dokter terhadap anak
Membuat laporan untuk badan yang berwenang
Evaluasi secara teratur di poliklinik
Rawat anak di RS untuk pencegahan dan evaluasi lebih lanjut
Rencanakan pertemuan multidisiplin untuk membust rencana
II. Program rehabilitasi
Kebutuhan akan kesehatan
Kebutuhan fisik, social dan lingkungan
Apa sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhan anak dan keluarga
Rencanakan perawatan kesehatan dan pengobatan yang sesuai untuk anak tersebut
III. Follow-up (pemantauan)
Perawtan kesehatan
Pekerjaan social
Dan lain-lain pelayanan yang sesuai
Siapa yang akan memonitor kesehatan dan pelayanan di masyarakat kepada anak dan
keluarganya
Mengadakan koordinasi dan integrasi dengan sumber-sumber yang menolong anak dan
keluarganya

Menurut Snyder, 7 aspek yang harus diperhatikan pada pengelolaan perlakuan salah pada
anak, adalah sebagai berikut:
1. Sekali diagnosis perlakuan salah terhadap anak ditegakan, tarutama pada anak umur kurang
dari setahun, adalah resiko tinggi untuk mendapat perlakuan salah yang berulang-ulang.
2. Pada anak yang mendapat perlakuan salah yang kesekian lainnya, maka sebaiknya orang
tuanya yang dikonsultasikan ke psikiater.
3. Jarang sekali ada maksud menemukan siapa sesungguhnya orang yang memperlakukan anak
tersebut dan kapan perlakuan tersebut dilakukan secara intensif. Sesungguhnya dengan melihat
gejala itu sendiri, sudah harus membuka pintu untuk menolong dan merencanakan pelayanan
yang menyeluruh pada anak dan keluarganya.
4. Apabila ada kemungkinan anak dalam resiko besar, sebaiknya anakdirawat di RS sekaligus
untuk memungkinkan penyelidikan multidisiplin.
5. Perlindungan terhadap anak harus menjadi tujuan pokok dari intervensi. Tetapi perlindungan
tersebut harus sejalan dengan rencana pelayanan dalam pembinaan keluarganya.
6. Perlu follow-up multidisiplin dan kontak yang sering oleh semua yang terlibat dalam
pelayanan kepada anak. Hal ini diperlukan agar tercapai perkembangan anak yang sehat.
7. Diperlukan pekerja-pekerja social yang terdidik, terampil, dan mampu bekerja sama dengan
badan-badan lain, gunma mencegah perlakuan salah terhadap anak dan menolong keluarganya
dari masalah-masalah yang dihadapi.

Disamping itu diperlukan adanya undang-undang yang melindungi hak-hak anak, yang benar-
benar dilaksanakan.

G. PROGNOSIS ATAU KOMPLIKASI


Dengan pengobatan dan perawatan secara intensif, 80-90% keluarga yang terlibat dalam
penganiayaan serta pengabaian anak dapat direhabilitasi, sehingga mampu memberikan
perawatan yang mencukupi bagi anak mereka. Tetapi, sekitar 10-15% dari yang dapat
distabilisasi, masih membutuhkan pelayanan yang berkelanjutan sampai anaknya cukup dewasa.
Namun demikian, 2-3% kasus hak orang tua untuk mengasuh anaknya harus diputuskan dan
ditempatkan dipanti asuhan.
Intervensi perlu dan harus diputuskan segera, yaitu sewaktu anak akan dipulangkan ke rumah.
Karena, ternyata tanpa intervensi, sebanyak 5% anak dipulangkan akan terbunuh dan 25% di
antaranya akan mengalami penganiayaan yang lebih berat kembali.
Anak yang berulang kali mengalami jejas pada susunan saraf pusatnya, dapat mengalami:
Keterlambatan dan keterbelakangan mental
Kejang-kejang
Hidrosefalus
Ataksia
Selanjutnya, keluarga-keluarga yang tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang
memadai cenderung akan menghasilkan anak remaja yang nakal dan menjadi penganiaya anak
sendiri pada generasi berikutnya.
Anak yang telah mengalami penganiayaan seksual dapat menyebabkan perubahan tingkah
laku dan emosi anak,antara lain:
Depresi
Percobaan bunuh diri
Gangguan stress post traumatic
Gangguan makan
Seorang anak laki-laki korban penganiayaan seksual pada masa anak-anak akan meningkat
resikonya menjadi pelaku penganiayaan seksual di kemudian hari.
Wanita yang secara fisik mengalami kekerasan pada masa anak-anak akan dua kali lebih
tinggi rentan atas penyakit atau gejala kegagaklan untuk makan. Demikian hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dr Bernard L Harlow dari Harvard University School atas 732 wanita berusia 36-
44 tahun. Para wanita yang dijadikan obyek penelitian Dr Bernard L Harlow iyu mengakui
bahwa semasa kecil merka mengalami perlakuan kasar. Sebuah dmpak yang membuat para
wanita itu ketika beranjak dewasa mengalami masalah dengan mengkonsumsi makanan. Namun
dampak yang paling besar dialami adalah akibat perlakuan keras dan pelecehan seksual saat
mereka masih gadis.
Hasil penelitian Dr Bernard itu dipublikasikan dalam The Medical Journal Epidemiology.
Kekerasan pada masa kecil memang sudah lama menjdi salah satu factor penyebab timbulnya
gejala atau penyakit sulit makan sepert anorexia dan bulimia. Gejala bulimia ini pernah dialami
oleh mendiang Putri Wales, Putri Diana yang stress dengan perlakuan yang diterimanya.
Akibatnya ia mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Dr Bernard dan tim dari Harvard
School melakukan survey atas sejumlah wanita dengan pertanyaan apakah mereka pernah
mengalami perlakuan kejam atau pelecehan seksual semasa mereka masih kanak-kanak.
Perlakuan kasar termasuk dengan perbuatan tidak pada tempatnya oleh para anggota
keluarganya. Gejala anorexia dan bulimia hamper terjadi pada semu responden wanita dimana
102 wanita mengalami gejala yang jelas sementara 49 wanita lainnya harus melakukan
konsultasi dengan okter mengenai gejala yang meraka alami. Seorang gadis akan mengalami
gejala anorexia atau bulimia dua kali lebih besar jika kepadanya pernah mengalami perlakuan
keras semasa kecil. Malah resiko itu akan naik tiga hingga empat kali pada wanita yang
mengaklami kekerasan fisik dan seksual sekaligus. Secara umum, Dr Bernard memberikan
kesimpulan bahwa para wanita yang mengalami kekerasan pada waktu kecil memerlukan
konsultasi dengan seorang dokter untuk mendapatkan upaya penyembuhan dan pencegahan dari
anorexia dan bulimia.

H. PENCEGAHAN
Konversi Magna Carta atau Bill of Rights for Children mencakup banyak ketentuan untuk
proteksi dan hak-hak anak sebagai berikut:
1. Hak kelangsungan hidup dan berkembang.
2. Hak yang menyangkut nama, kebangsaan dan identitas.
3. Proteksi anak terhadap eksploitasi seluruh bentuk kekerasan fisik, mental dan pengabaian
(maltreatment).
4. Hak untuk mendapat pendidikan.
5. Proteksi anak dari semua bentuk perlakuan salah akibat proses adopsi.
6. Proteksi dari diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
7. Hak untuk berpartisipasi.
Lembaga anak Indonesia menetapkan pendekatan pada penganiayaan dan pengabaian anak
atas dasar:
1. Sasaran jangka pendek dan jangka panjang.
2. Tujuan dan target yang akan dicapai.
3. Keterlibatan dokter anak, ahli hukum, pendidik, dan lain-lain.
4. Perluasan hukum dan pendidikan pada kesejahteraan anak.
5. Indikator yang dipakai dalam mengevaluasi.
6. Meningkatkan persiapan dan aktivitas yang dibutuhkan.
7. Tersedianya fasilitas dan informasi.

Peran tenaga kesehatan paling penting adalah dalam upaya pencegahan perlakuan salah pada
anak, yaitu:
1. mengedintifikasi orang tua resiko tinggi yang tidak mampu mencintai, merawat,
memelihara, ataupun membesarkan keturunanny dengan memadai.
2. penganiayaan dan pengabaian berat dapat dicegah kalau keluarga tersebut mendapat sebuah
bentuk perawatan dan pemeliharaan yang mencakup:
kursus perawatan antenatal
persalinan
rawat gabung
kontak orang tua dengan bayi premature
Kunjungan dokter dan perawat kesehatan masyarakat yang lebih sering, dan
Petunjuk yang terus menerus dari masing-masing disiplin ilmu
Pada pertemuan internasional Jenewa (29-31 maret 1999), WHO memfokuskan kebutuhan
tindakan pencegahan yang efektif dan meningkatkan kesadaran dalam menurunkan beban
kesehatan masyarakat akibat perlakuan salah pada anak.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA CHILD ABUSE

A. PENGKAJIAN
RIWAYAT PENYAKIT DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Riwayat penyakit
a. Riwayat keluarga dari penganiayan anak yang lalu.
b. Kecelakaan yang berulang-ulang, dengan fraktur/ memar/ jaringan yang berbeda waktu
sembuhnya.
c. Orang tua yang lambat mencari pertolongan medis.
d. Orang tua yang mengaku tidak mengetahui bagaimana jejas tersebut terjadi.
e. Riwayat kecelakaan dari orang tua berbeda atau berubah-ubah pada anamnesis.
f. Keterangan yang tidak sesuai dengan penyebab jejas yang tampak atau stadium
pekembangan anak.
g. Orang tua yang mengabaikan jejas utama dan hanya membicarakan masalah kecil yang
terus-menerus.
h. Orang tua berpindah dari satu dokter ke dokter yang lain sampai satu saat akhirnya bercerita
bahwa ada sesuatu yang salah dengan anak mereka.
i. Penyakit anak yang tidak jelas penyebabnya.
j. Anak yang gagal tumbuh tanpa alas an yang jelas.
k. Ana wanita yang tiba-tiba berubah tingkah lakunya, menyendiri atau sangat takut dengan
orang asing, harus diwaspadai adanya penganiayaan seksual.
l. Pada anak yang lebih tua, mungkin dapat menceritakan tentang jejasnya, tetapi kemudian
mengubah uraiannya karena rasa takut akan pembalasan atau untuk mencegah pembalasan orang
tua.
2. Penganiayaan fisik
Tanda patognomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
a. Luka memar, terutama di wjah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
b. Luka baker yang patognomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air
panas, atau luka baker berbentuk lingkaran pada bokong.
c. Luka baker akibat alat listrik seperti oven atau setrika.
d. Trauma kepala, seperti fraktur tengkirak, trauma intracranial, perdarahan retina, dan fraktur
tulang panjang yang multiple dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
e. Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada
penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak diatas usia 2 tahun.
3. Pengabaian
Pengabaian Non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan kegagalan
mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik
terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita
penyakit kronik, tidak mendapat imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang
disengaja oleh orang tua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak
sehingga mengalami kerusakan gigi.
4. Penganiayaan seksual
Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau secret di vagina.
Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas premature pada wanita.
Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktifitas fisik dengan teman sebaya, binatang, atau
obyek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku
yang menggairahkan.
Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang dewasa,
mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, dapresi, gangguan stress post-traumatik,
prostitusi, gangguan makan, dan sebagainya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, peril dilakukan skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual,
dilakukan pemeriksaan:
Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan
seksual.
Kultur specimen dari oral, anal dan vaginal untuk gonokokus.
Tes untuk sifilis, HIV dan hepatitis B.
Analisa rambut pubis.
b. Radiologi
Ada dua peranan radiology dalam menegakan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu
antuk:
Identifikasi focus dari jejas.
Dokumentasi.

Pemeriksaan radiologi pada anak dibawah usia dua tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti
tulang, sedangkan pada anak di atas 4 -5 tahun hanya perlu dilakukan bila ada raasa nyeri tulang,
keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Ultrasonografi (USG) digunakan
untuk mendiagnosis adanya lesi visceral. CT scan lebih sensitive dan spesifik untuk lesi serebral
akut dan kronik, hanya diindikasikan pada penganiayaan anak atau seorang bayi yang mengalami
trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) lebih sensitive pada lesi yang subakut.
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cedera b.d kekerasan fisik
2. Resiko trauma b.d kekerasan fisik
3. Ketakutan b.d kondisi fisik/ social
4. Cemas b.d perlakuan salah yang berulang-ulang, ketidakseimbangan dan potensial
kehilangan orang tua
5. Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua/ anak/ bayi b.d perilaku kekerasan
6. Resiko keterlambatan perkembangan b.d perilaku kekerasan
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang

C. INTERVENSI
Dx 1 Resiko cedera b.d fisik (kekerasan orang tua)
NOC : Pengendalian Resiko
Pantau factor resiko pribadi dan lingkungan
Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
Menghindari cedera fisik
Mengenali resiko dan memantau kekerasan
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Manajemen lingkungan: Keselamatan
Monitor lingkungan untuk perubahan fisik
Identifikasi keselamatan yang dibutuhkan pasien, fungsi kognitif dan level fisik
Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko
Gunakan alat-alat pelindung untuk mobilitas fisik yang sakit
Catat agen-agen berwenang untuk melindungi lingkungan

Dx 2 Resiko trauma b.d kekerasan fisik


NOC : Pengendalian resiko
Memantau lingkungan dan factor resiko perilaku pribadi
Mengikuti strtegi pengendalian resiko yang terpilih
Memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko
Berpartisipasi dalam penapisan untuk mengidentifikasi resiko
Menggunakan system dukungan pribadi dan sumber-sumber komunitas untuk mengendalikan
resiko
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Pengendalian resiko
Memantau lingkungan dan factor resiko perilaku pribadi
Mengikuti strtegi pengendalian resiko yang terpilih
Memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko
Berpartisipasi dalam penapisan untuk mengidentifikasi resiko
Menggunakan system dukungan pribadi dan sumber-sumber komunitas untuk mengendalikan
resiko

Dx 3 Ketakutan b.d kondisi fisik/ lingkungan


NOC : Kontrol ketakutan
Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
Menghindari sumber ketakutan bila mungkin
Mengendalikan respon ketakutan
Mempertahankan penampilan peran dan hubungan social
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC 1 : Pengurangan ansietas
Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan/ mengurangi takut
Tetap bersama pasien selama dalam situasi baru
Gendong atau ayun-ayun anak
Sering berikan penguatan verbal/ non verbal yang dapat membantu menurunkan ketakutan
pasien
NIC 2 : Peningkatan koping
Gunakan pendekatan yang tenang, meyakinkan
Bantu pasien dalam membangun pemikiran yang objektif terhadap suatu peristiwa
Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat
Dukung untuk menyatakan perasaan, persepsi, dan ketakutan secara verbal
Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interpretasikan sebagai ancaman

Dx 4 Cemas b.d perlakuan salah yang berulang-ulang, ketidakberdayaan dan potensi kehilangan
orang tua
NOC : Kontrol cemas
Monitor intensitas kecemasan
Menyingkirkan tanda kecemasan
Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas
Mencari informasi untuk menurunkan cemas
Menggunakan strategi koping efektif
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Penurunan kecemasan
Tenangkan klien
Berusaha memahami keadan klien
Temani psien untuk mendukung keamanan dan menurunkn rasa takut
Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan

Dx 5 Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua/ anak/ bayi b.d perilaku kekerasan
NOC : Parenting
Menyediakan kebutuhan fisik anak
Merangsang perkembangan kognitif
Merngsang perkembangan emosi
Merangsang perkembangan spiritual
Menggunakan masyarakat dan sumber lain yang tepat
Gunakan interaksi yang tepat untuk perkembangan emosi anak
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Anticipatory guidance
Kaji pasien untuk mengidentifikasi perkembangan dan krisis situasional selanjutnya dan efek
dari krisis yang ada pada kehidupan individu dan keluarga
Instruksikan tentang perkembangan dan perilaku yang tepat
Sediakan informasi yang realistic yang berhubungan dengan perilaku pasien
Tentukan kebiasaan pasien dalam mengatasi masalah
Bantu pasien dalam menemukan bagaimana menyelesaikan masalah
Bantu pasien beradaptasi dalam mengantisipasi perubahan peraturan

Dx 6 Resiko keterlambatan
NOC : Abusive behavior self control
Hindari perilaku kekerasan emosi
Hindari perilaku kekerasan fisik
Hindari perilaku kekerasan seksual
Gunakan alternatif mekanisme koping untuk mengurangi stress
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Familly therapy
Tentukan terapi dengan keluarga
Rencanakan strategiterminasi dan evaluasi
Tentukan ketidakmampuan spesifik dalam harapan peran
Gunakan komunikasi dalam berhubungan dengan keluarga
Berikan penghargaan yang positif pada keluarga

Dx 7 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang


NOC : Nutritionl status: Nutrient intake
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Keterangan skala:
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Nutritional management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Ajarkan bagaimana membuat catatan makanan harian
Monitor jumklah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

D. EVALUASI
Skala
Dx 1 Resiko cedera b.d fisik (kekerasan orang tua)
NOC : Pengendalian Resiko
Pantau factor resiko pribadi dan lingkungan 5
Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko 5
Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko 5
Menghindari cedera fisik 5
Mengenali resiko dan memantau kekerasan 5

Dx 2 Resiko trauma b.d kekerasan fisik


NOC : Pengendalian resiko
Memantau lingkungan dan factor resiko perilaku pribadi 5
Mengikuti strtegi pengendalian resiko yang terpilih 5
Memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko 5
Berpartisipasi dalam penapisan untuk mengidentifikasi resiko 5
Menggunakan system dukungan pribadi dan sumber-sumber komunitas untuk
mengendalikan resiko 5
Dx 3 Ketakutan b.d kondisi fisik/ lingkungan
NOC : Kontrol ketakutan
Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan 5
Menghindari sumber ketakutan bila mungkin 5
Mengendalikan respon ketakutan 5
Mempertahankan penampilan peran dan hubungan social 5

Dx 4 Cemas b.d perlakuan salah yang berulang-ulang, ketidakberdayaan dan potensi


kehilangan orang tua
NOC : Kontrol cemas
Monitor intensitas kecemasan 5
Menyingkirkan tanda kecemasan 5
Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas 5
Mencari informasi untuk menurunkan cemas 5
Menggunakan strategi koping efektif

Dx 5 Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua/ anak/ bayi b.d perilaku kekerasan
NOC : Parenting
Menyediakan kebutuhan fisik anak 5
Merangsang perkembangan kognitif 5
Merngsang perkembangan emosi 5
Merangsang perkembangan spiritual 5
Menggunakan masyarakat dan sumber lain yang tepat 5
Gunakan interaksi yang tepat untuk perkembangan emosi anak 5

Dx 6 Resiko keterlambatan
NOC : Abusive behavior self control
Hindari perilaku kekerasan emosi 5
Hindari perilaku kekerasan fisik 5
Hindari perilaku kekerasan seksual 5
Gunakan alternatif mekanisme koping untuk mengurangi stress 5

Dx 7 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inakemakanan kurang


NOC : Nutritionl status: Nutrient intake
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 5
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 5
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 5
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5
Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 5
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 5

DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
http: // www.who. child abuse. htm
Beherman RE, dkk. Essentials of Pediatrics. Edisi ke 2. Philadelphia: Sanders
http: // www. kekerasan-anak
http:// www. tempo. co. id/ child abuse. htm

You might also like