You are on page 1of 3

artikel kesehatan

Rabu, 13 November 2015

BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

Pengertian
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan cara menutupi orifisium uretra
(Smeltzer dan Bare, 2002)

Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya heperplasia prostat, tetapi beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Namun ada beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
huperplasia prostat, yaitu :

Teori hormonal
Teori growth factor (faktor pertumbuhan)
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnnya sel yang mati
Teori sel stem (stem cell hypotesis)
Patofis teori dehidrotestosteron (DHT).

Manifestasi klinis
Gambaran klinis pada hiperplasia prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi :

Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dankuat
sehingga mengakibatkan pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining),
kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memenjang dan akhirnya
menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh
atau dikatakan sebagai hipersensitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara
lain :
Sering miksi (frekuesncy), miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi
yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria).
Sedangkan menurut Brunner Dan Sudarth (2002) menyebutkan bahwa : adalah peningkatan
frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan , abdomen tegang,
volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar,
dribbing (urine terus-menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Klasifikasi
Rectal gradding, dilakukan pada waktu urinaria kosong :

Grade 0 : penonjolan prostat 0-1cm kedalam rektum.


Grade 1` : penonjolan prostat 1-2cm kedalam rektum.
Grade 2 : penonjolan prostat 2-3cm kedalam rektum.
Grade 3 : penonjolan prostat 3-4cm kedalam rektum.
Grade 4 : penonjolan prostat 4-5cm kedalam rektum.
Clinical gradding dilakukan dengan menentukan jumlah sisa urine di dalam vesica :

Normal : tidak ada sisa


Grade I : sisa 0-50 cc
Grade II : sisa 50-150 cc
Grade III : sisa > 150 cc
Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus,
mukosa rektum, kelaianan lain seperti seperti benjolan dalam rektum dan prostat.
Pemeriksaan fugsi ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih.
Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit BPH.
Catatan Harian Miksi (Voiding Diaries). Voiding diaries saat ini dipakai secara luas
untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas
yang cukup baik.
Uroflometri. Adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran
kemih bagian bawah yang tidak invsif.
Pemeriksaan residual urine. Adalah sisa urine (PVR) adalah sisa urine yang
tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini normal adalah
0,09-2,24 ml dengan rata-rata 0,35 ml.
Pencitraan traktus urinarius. Meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian
atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat.
Uretrosistoskopi. Pemerikasaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra
prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra, dan
leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli.
Pemeriksaan uro dinamika. Dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu
disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan
kontraksi otot detrusor

Penatalaksaan medis
Terapi untuk BPH ringan dengan belum adanya keluhan atau gejala. Pasien tidak
diberikan terapi apapun, hanya edukasi untuk mengerangi faktor resiko dan faktor
predisposisi, seperti : tidak minum kopi atau alkohol, cola, minuman bersoda, coklat,
makanan pedas dan asin, batasi fenilpropanolamin, tidak menahan BAK, selanjutnya
dilakukan folow up tiap 3-6 bulan sekali dengan pemeriksaan uroflowmetri, dan PSA.
Terapi untuk BPH sedang, dengan fungsi ginjal masih normal dengan tidak ada
kompikasi lainnya kecuali hipertensi ringan adalah medikomatosa dengan whatch full
waiting. Medikomatosanya adalah adrenoreseptor blocker yang menurunkan tonus
otot polos prostat (Prozosin 2x sehari, terazosin atau afluzosin atau doxazosin 1x
sehari), 5--reduktase inhibitor yang menurunkan DHT sehingga menghentikan
hiperplasia dan mengurangi gejalanya (finasteride 5mg/hari selama 6 bulan), dan
fitofarmaka yaitu : Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica,
dsb. Terapi senis ini tidak boleh diberikan jika terjadi hipotensi postural atau
orthostatik dan alergi betabloker.
Terapi untuk BPH berat adalah pembedahan yang dapat berupa open surgary, TURP,
TUIP, Elektroevapusi, dan prosedur-prosedur minimal invasif.

You might also like