You are on page 1of 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang mengagetkan banyak pihak yaitu : To Err is Human, building a
Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di
Utah, Colorado dan New York. Di Utah dan Colorado ditemukan kejadian tidak
diharapkan(KTD)/Adverse Event sebesar 2,9%, dimana 6,6% diantaranya
meninggal. Sedangkan di New York ditemukan KTD sebesar 3,7% dengan angka
kematian 13,6% (Dep Kes RI, 2008). Laporan yang disusun oleh the Institute of
Medicine (IOM) angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh
Amerika berkisar 44.000 98.000 per tahun, dan lebih dari 1 juta kasus
harm/kerugian setiap tahun. Angka ini jauh melebihi angka kematian akibat
kecelakaan lalu lintas, kanker payudara ataupun AIDS (Khon et al., 2002). WHO
pada tahun 2004, mempublikasikan angka-angka penelitian di rumah sakit dari
berbagai Negara: Amerika, Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2 16,6%. Berdasarkan data tersebut, banyak negara melakukan
penelitian dan pengembangan Sistem Keselamatan Pasien (Dep Kes RI, 2008).
Di beberapa negara maju melakukan penelitian tentang KTD, diantaranya
dilakukan (Vincent et al., 2001) pada 2 rumah sakit di Inggris dengan mereview
rekam medis pasien mendapatkan 10,8% KTD, setengah diantaranya yang dapat
dicegah, sedangkan sepertiganya menyebabkan kecacatan dan kematian. KTD
tersebut menyebabkan perpanjangan rawat inap rata-rata 8,5 hari dan tambahan
biaya berobat 290,2. Penelitian yang sama di beberapa rumah sakit pada 5
provinsi di Kanada mendapatkan KTD sebanyak 7,5%, dari KTD tersebut 36,9%
dapat dicegah, 20,8% menyebabkan kematian (Baker et al., 2004). Sedangkan di
Swedia dengan mereview rekam medis pasien pada 28 rumah sakit mendapatkan
12,3% KTD, dimana 70% diantaranya KTD yang dapat dicegah, 9%
menyebabkan cacat permanen, 3% menyebabkan kematian (Soop et al., 2009).
Studi pada 21 rumah sakit di Belanda dengan mereview rekam medis pasien
2

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi


(Zegers et al., 2009).
Penelitian oleh (Wilson et al., 2012) tentang patient safety pada delapan
negara berkembang di Mediterania Timur dan Afrika dengan mereview 15.548
rekam medis pasien post rawat inap, menunjukkan 8,2% diantaranya memiliki
setidaknya satu KTD, 83% diantaranya dinilai dapat dicegah, 30% terkait dengan
kematian pasien, sedangkan sekitar 34% KTD berasal dari Medication error.
Upaya konvensional untuk mendeteksi KTD yang berfokus pada laporan
sukarela dan pelacakan error, diduga hanya akan mendapatkan 10 sampai 20%
dari error yang seharusnya dilaporkan. Rumah sakit memerlukan cara yang lebih
efektif, salah satunya dengan IHI Global Trigger Tool for Measuring Adverse
event (Griffin & Resar 2009). Institute for Healthcare Improvement (IHI)
melaporkan penggunaan kombinasi Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ) Patient Safety Indicators (PSI), dengan pelaporan insiden rumah sakit
dapat mengidentifikasi KTD sebanyak 4% pada pasien post rawat inap, sedangkan
penggunaan IHI Global Trigger Tool pada sampel rekam medis pasien post rawat
inap mengidentifikasi 27% KTD (Naessens et al. 2009). Identifikasi KTD yang
dilakukan dengan tiga metode pada tiga rumah sakit tersier di Amerika Serikat
dengan mereview 795 rekam medis, terdeteksi 393 KTD. MetodeThe Global
Trigger Tool dapat mendeteksi sebanyak 354 KTD (90,1%), dengan Patient
Safety Indicator dapat mendeteksi 35 KTD (8,99%) sedangkan metode pelaporan
insiden internal mendeteksi hanya 4 KTD (1,0%) (Classen et al. 2011). Pelaporan
insiden tidak memberikan penilaian yang memadai untuk mengidentifikasi KTD,
memerlukan tambahan dengan metode lain seperti review rekam medis, untuk
mengidentifikasi resiko dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan
program perbaikan mutu (Olsen et al. 2007).
Penelitian pertama di Indonesia dilakukan pada pasien rawat inap 15 rumah
sakit dengan 4500 rekam medik. Hasilnya menunjukkan angka KTD yang sangat
bervariasi, yaitu 8,0% hingga 98,2% untuk diagnostic error dan 4,1% hingga
91,6% untuk medication error oleh Utarini et al.,2000 yang disitasi oleh (Utarini
2011).
3

Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near miss)
masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal praktek,
yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Keselamatan pasien (patient
safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: assessment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan resiko (Dep Kes RI, 2008).
Rumah sakit Santo Vincentius merupakan salah satu rumah sakit swasta
milik Keuskupan Agung Pontianak yang pengelolaannya diserahkan
kepadaYayasan Karya Kesehatan Pontianak. Terletak di kecamatan Singkawang
Barat Pemerintah Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Hingga bulan September
tahun 2013 kapasitas tempat tidur yang dimiliki RS Santo Vincentius berjumlah
70 tempat tidur, sedangkan mulai 1 Oktober 2013 terjadi penambahan jumlah
tempat tidur menjadi 105 tempat tidur (TT). Adapun jenis pelayanan rawat inap
Rumah Sakit Santo Vincentius dan BOR rumah sakit adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jenis pelayanan rawat inap Rumah Sakit Santo Vincentius


Ruang perawatan Jumlah BOR
Tempat Tidur 2012 2013
St Lukas/dewasa 20 TT 61,1% 64,7%
Zr Therezia/dewasa 34 TT - 38,0%
St Yohanes/dewasa 8 TT 62,7% 80,3%
St Ana/Obgyn 11 TT 25,4% 32,3%
St Agnes/Anak 23 TT 41,8% 41,1%
ICU 5 TT 27,4% 39,9%
Perinatologi 4 TT 18,1% 21,3%
Jumlah 105 TT 46,0% 39,3%
Sumber: Rekam Medis RSU Santo Vincentius tahun 2013
4

Data jumlah pasien rawat inap tahun 2013 dibandingkan tahun 2012
seperti pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel 2. Data jumlah pasien rawat inap tahun 2012 dan 2013
Bulan 2012 2013
Januari 276 426
Februari 318 420
Maret 381 453
April 310 407
Mei 363 482
Juni 415 479
Juli 340 414
Agustus 416 440
September 367 441
Oktober 367 457
November 455 465
Desember 379 478
Jumlah 4387 5362
Sumber: Data Rekam Medis RS Santo Vincentius Singkawang tahun 2013

Jumlah pasien rawat inap tahun 2012 adalah 4387 pasien yang terdiri dari 3508
pasien dewasa dan 879 pasien anak. Pada tahun 2013 jumlah pasien rawat inap
5362 pasien yang terdiri dari 4541 pasien dewasa dan 821 pasien anak.
Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit terdiri dari 20 orang
dokter umum dan dokter Spesialis, tenaga perawat 78 orang, tenaga Penunjang 16
orang.
Program patient safety sudah berjalan sejak tahun 2010 dengan
pembentukan Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan telah melaksanakan
sistem pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi kejadian tidak diharapkan
(KTD), kejadian nyaris cedera dan kejadian sentinel. Pencatatan dan pelaporan
insiden mengacu pada Buku Pedoman Pelaporan Insiden keselamatan Pasien
5

(IKP) yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit tahun
2008.
Data pelaporan Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Santo Vincentius
menunjukkan jumlah kejadian tidak diharapkan/KTD dan kejadian nyaris
cedera/KNC tahun 2012 dan tahun 2013 sebagai berikut:
Tabel 3. Data pelaporan KTD dan KNC tahun 2012 dan 2013
Bulan 2012 2013
KTD KNC KTD KNC
Januari 0 0 4 5
Februari 1 (sentinel) 0 4 4
Maret 1 0 0 3
April 0 0 5 1
Mei 0 2 3 2
Juni 0 0 3 0
Juli 1 0 2 0
Agustus 0 0 3 2
September 1 0 2 0
Oktober 0 1 4 0
November 2(1 sentinel) 1 0 1
Desember 3 1 4(1 sentinel) 1
Jumlah 9 5 34 19
Sumber: Laporan KPRS RSU Santo Vincentius Singkawang 2012 & 2013

Dari 9 KTD yang dilaporkan tahun 2012, 6 KTD terjadi di ruang rawat inap
dewasa. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah yang dilaporkan sebanyak 34 KTD,
12 KTD terjadi diruang rawat inap dewasa. Dari data tersebut belum semua KTD
dilaporkan, diduga karena sikap petugas kesehatan yang belum mendukung
pentingnya pelaporan. Hal tersebut yang mendorong peneliti untuk mengetahui
seberapa besar KTD yang sebenarnya terjadi diruang rawat inap dengan metode
IHI Trigger tool dengan melihat data rekam medik pasien rawat inap
dibandingkan dengan sistem pelaporan insiden yang sudah berjalan.
6

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi pelaporan kejadian tidak
diharapkan (KTD) berdasarkan laporan insiden keselamatan pasien dibandingkan
dengan metode identifikasiIHI Trigger Tool di ruang rawat inap Rumah Sakit
Santo Vincentius Singkawang dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi
pelaporan insiden.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang didapat dari
laporan insiden internal rumah sakit berdasarkan Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-
RS)
2. Mengidentifikasi angka kejadian tidak diharapkan (KTD) di ruang rawat inap
Rumah Sakit Santo Vincentius yang dihitung dengan IHI Trigger Tool
3. Mengidentifikasi faktor-faktor individu dan manajerial yang mempengaruhi
pelaporan insiden keselamatan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Santo
Vincentius

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi manajemen Rumah sakit, sebagai masukan dalam program
pengembangan mutu dan keselamatan pasien
2. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang
penerapan IHI Trigger Tool untuk menghitung angka kejadian tidak
diharapkan (KTD)
7

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pelaporan kejadian tidak diharapkan/KTD dan faktor faktor
yang mempengaruhi, diantaranya :
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Moumtzoglou 2010b) dengan judul:
Factors that prevent physicians reporting adverse events.Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengeksplorasi alasan dokter-dokter rumah sakit di
Yunani tidak melaporkan adverse event, lokasi penelitian 14 Rumah sakit
di Athena Yunani, rancangan penelitian adalah Diskriptif (studi
eksploratif), subyek penelitian 209 dokter di 14 rumah sakit tersier di
Athena, cara pengumpulan data survei Adverse event questionaire. Hasil
penelitian adalah tiga alasan dominan mengapa dokter tidak melaporkan
insiden adalah tidak ada tradisi melaporkan adverse event, keyakinan
pelaporan tidak akan mempengaruhi keperbaikan dan beban kerja yang
tinggi.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitiannya dokter,
perawat dan Direksi. Rancangan penelitiannya Studi Kasus
Eksploratoris,dengan metode kuantitatif dan didukung metode kualitatif
dengan wawancara mendalam
2. Penelitian yang dilakukan oleh (Evans et al. 2006) dengan judul: Attitudes
and barriers to incident reporting: a collaborative hospital study. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai pengetahuan, penggunaan sistem
pelaporan insiden dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat
pelaporan insiden di rumah sakit, lokasi penelitian adalah enam rumah
sakit di Australia Selatan, rancangan penelitian Cross sectional study,
subyek penelitian 186 dokter dan 587 perawat di enam rumah sakit
Australia Selatan, cara pengumpulan data survei kuisioner pengetahuan
dan penggunaan sistem pelaporan insiden, alasan tidak melaporkan
insiden. Hasil penelitian adalah faktor yang paling dominan menghambat
dokter dan perawat dalam pelaporan insiden adalah kurangnya umpan
balik (dokter 57,7% dan perawat 61,8% setuju)
8

Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitiannya dokter,


perawat dan Direksi. Rancangan penelitiannya Studi Kasus
Eksploratoris,dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara
mendalam
3. Peneliti yang dilakukan (Kim et al. 2010) dengan judul: Status and
Problems of Adverse Event Reporting Systems in Korean Hospital. Tujuan
penelitian untuk mengetahui kondisi terbaru masalah sistem pelaporan
Adverse event rumah sakit di korea, lokasi penelitian adalah rumah sakit
di Korea, rancangan penelitian Diskriptif, subyek penelitian 265 Manager
Resiko di rumah sakit Korea. Cara pengumpulan data survei kuisioner
Adverse event adopsi dari AHRQ questionnaire by email. Hasil penelitian
menunjukkan 85% rumah sakit di Korea membuat laporan Insident, hanya
54% mempunyai organisasi patient safety, alasan yang paling sering tidak
adanya pelaporan insiden ketakutan individu dilibatkan dalam investigasi
dan potensi kerugian yang timbul.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitiannya dokter,
perawat dan Direksi. Rancangan penelitiannya Studi Kasus
Eksploratoris,denganmetode kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara
mendalam
4. Penelitian yang dilakukan (Naessens et al. 2009) dengan judul penelitian :
A comparison of hospital adverse events identified by three widely used
detection methods. Tujuan penelitian adalah menentukan tingkat
perbandingan antara tiga pengukuran Adverse event (AHRQ-PSI using
ICD9, Provider reported event, IHI Trigger Tool), lokasi penelitian Mayo
klinik Rochester Hospitals, rancangan penelitian Cross-sectional studi,
subyek penelitian pasien post rawat inap tahun 2005 dengan jumlah 60599
pasien, cara pengumpulan data dengan review rekam medis pasien post
rawat inap, penyedia laporan kejadian. Hasil penelitian menunjukkan 4%
pasien post rawat inap teridentifikasi adverse event dengan satu metode,
sekitar 38% teridentifikasi dari pelaporan insiden. Pasien yang
teridentifikasi adverse event dengan satu metode tidak selalu
9

teridentifikasi dengan metode yang lain. Hanya 6,2% rawat inap dengan
Patient safety indicators (PSI) juga memiliki penyedia laporan kejadian
dan hanya 10,5% dari penyedia laporan kejadian memiliki PSI.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah identifikasi Adverse event dengan
dua metode yaitu review rekam medis dengan IHI Trigger Tool dan
Laporan Insiden Keselamatan Pasien dari KKP-RS 2008.
5. Peneliti yang dilakukan oleh (Chakravarty 2013) dengan judul penelitian :
A survey of attitude of frontline clinicians and nurses toward adverse
events. Tujuan penelitian adalah survei terhadap sikap dokter dan perawat
garis depan terhadap adverse event, lokasi penelitian Rumah sakit
pendidikan di India, rancangan penelitian Cross-Sectional dan observasi,
subyek penelitian 75 dokter dan 60 perawat selama 1 tahun, cara
pengumpulan data survei kuesioner attitude dan observasi. Hasil penelitian
10% dari petugas kesehatan membuat pelaporan insiden dari kejadian yang
diamati, sedangkan 90% petugas kesehatan tidak melaporkan kejadian
yang diamati.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitiannya dokter,
perawat dan Direksi. Rancangan penelitiannya Studi Kasus Eksploratoris,
dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara mendalam.

You might also like