You are on page 1of 3

PENDAHULUAN

Kemajuan sebuah negara dapat ditentukan oleh kemajuan ekonominya yang didukung dengan
banyaknya jumlah wirausaha di negara tersebut (Afifah, 2015). Primandaru (2017) menyebutkan
bahwa salah satu syarat suatu negara dapat menjadi negara maju adalah jika jumlah
wirausahanya mencapai 2% dari jumlah populasi masyarakatnya. Indonesia sendiri baru
memiliki 1.5% wirausaha dari sekitar 252 juta penduduk. Padahal, wirausaha merupakan salah
satu solusi untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Tercatat dalam data BPS, total
pengangguran terbuka di Indonesia didominasi oleh lulusan sekolah menengah, seperti terlihat
dalam tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Pendidikan 2015 2016 2017


No
Tertinggi Yang
. Februari Agustus Februari Agustus Februari
Ditamatkan

Tidak/belum pernah
1 124,303 55,554 94,293 59,346 92
sekolah
Tidak/belum tamat
2 603,194 371,542 557,418 384,069 546
SD
3 SD 1,320,392 1,004,961 1,218,954 1,035,731 1,292
4 SLTP 1,650,387 1,373,919 1,313,815 1,294,483 1,281
5 SLTA Umum/SMU 1,762,411 2,280,029 1,546,699 1,950,626 1,552
SLTA
6 1,174,366 1,569,690 1,348,327 1,520,549 1,383
Kejuruan/SMK
7 Akademi/Diploma 254,312 251,541 249,362 219,736 249
8 Universitas 565,402 653,586 695,304 567,235 606
Total 7,454,767 7,560,822 7,024,172 7,031,775 7,005

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)


Keterangan :
: Tertinggi Pertama
: Tertinggi Kedua

Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa Lulusan sekolah menengah (SMU dan
SMK) menempati posisi pertama dan kedua dengan menyumbang sekitar 1,552,894 atau sekitar
22% (SMA) dan 1,383,022 atau sekitar 20% (SMK) dari total jumlah pengangguran terbuka.
Sangat disayangkan jika para pelajar yang telah mendapatkan pendidikan yang memadai pada
akhirnya hanya menjadi pengangguran terutama lulusan SMK sebagai penyumbang terbesar
kedua dari total jumlah pengangguran. Padahal SMK merupakan sekolah yang memiliki
kurikulum serta program pendidikan yang terfokus pada pembekalan ketrampilan guna
memperisapkan siswanya agar siap bersaing di dunia kerja nantinya. Namun dikarenakan
tingginya permintaan lapangan kerja ditambah dengan daya serap industri yang terbatas
mengakibatkan lambatnya penurunan jumlah pengangguran di Indonesia (Kurniawan, 2011).

Penciptaan lapangan kerja atau mendirikan usaha secara mandiri merupakan salah satu
solusi keluar dari permasalahan pengangguran. Pentingnya berwirausaha telah didukung oleh
Pemerintah sejak Tahun 2013 melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa
mata pelajaran kewirausahaan masuk dalam standar kurikulum pembelajaran di seluruh SMK.
Oleh karena itu, SMK memiliki peluang cukup besar untuk dapat mencetak wirausaha.

SMK Negeri 3 Purwokerto adalah salah satu sekolah menengah di Purwokerto dengan
empat program keahlian yaitu Pariwisata, Tata Boga, Tata Busana dan Kecantikan. Penjabaran
visi SMK Negeri 3 Purwokerto adalah Siap kerja : keterserapan lulusan bagus sesuai dengan
kompetensinya dan mampu mandiri (berwirausaha). Untuk dapat memenuhi capaian visi
tersebut, selain adanya bekal berupa ilmu kewirausahaan, siswa juga perlu memiliki minat untuk
berwirausaha.

Menurut Subandono (2007) dalam Verosa (2015) minat berwirausaha adalah


kecenderungan hati dalam diri subjek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian
mengorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha yang diciptakannya
tersebut. Salah satu faktor pendorong minat berwirausaha adalah locus of control. Locus of
control merupakan persepsi individu mengenai sebab terjadinya suatu kejadian dalam hidupnya,
apakah berasal dari internal individu itu sendiri ataukah berasal dari eksternal. Konsep locus of
control awalnya diformulasikan oleh Julian Rotter pada tahun 1966. Beberapa penelitian
memberikan bukti bahwa locus of control memberikan pengaruh signifikan terhadap minat
berwirausaha (Oktabriyantina, dkk, 2014; Afifah, 2015; Suprapto & Sambung, 2015;
Primandaru, 2017).
Locus of control memiliki dua konstruk, yaitu internal dan eksternal. Individu dengan
internal locus of control meyakini bahwa apa yang terjadi selalu berada dalam kontrolnya dan
dia selalu mengambil peran serta bertanggungjawab dalam setiap pengambilan keputusan.
Sedangkan individu dengan external locus of control meyakini bahwa kejadian dalam hidupnya
berada di luar kontrolnya. Suprapto dan Sambung (2015) menyebutkan dalam hasil
penelitiannya bahwa locus of control memberikan pengaruh terbesar kedua (yang pertama
adalah kebutuhan untuk berprestasi) dalam membangun minat siswa dalam berwirausaha.
Selanjutnya pengaruh tersebut diberikan oleh variabel kebutuhan kemandirian dan efikasi diri.
Sejalan dengan hal tersebut, Afifah (2015) juga menyebutkan bahwa siswa yang mampu
mengontrol dimensi internal dan eksternal locus of control mereka, maka dapat mempengaruhi
keyakinan mereka tentang intense/ minat berwirausaha. Dengan demikian, locus of control
memiliki kaitan dengan keberhasilan kewirausahaan (Rauch dan Frese, 2000 dalam Verosa,
2015).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti merasa penting untuk meneliti mengenai
Locus of Control, dan Pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha (Studi pada siswa SMK
N 3 Purwokerto)

You might also like