Professional Documents
Culture Documents
(TL-4098)
Disusun oleh:
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN
GAMBAR 1 Rancangan Unit yang di Rekomendasikan. 15
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah
melakukan program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
Pengukur dan pengatur laju alir
Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up)
dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas
pemasakan atau penggelantangan)
Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
Pembilasan dengan aliran berlawanan
2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses, seperti :
Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
Penggelantangan dengan peroksida menghasilkan limbah yang kadarnya kurang
kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD
tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses
pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk
mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung
logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam
pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar
diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat
mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
4. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka
aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Pengolahan
limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika, biologi ataupun gabungan
dari ketiganya. Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi,
filtrasi dan sedimentasi. Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi, flokulasi
dan netralisasi. Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas
mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa
krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi
saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Namun untuk memperoleh BOD, COD, padatan
tersuspensi, warna dan parameter lain dengan kadar yang sangat rendah,dapat digunakan
pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif, saringan pasir,
penukar ion, penjernihan kimia, dll.
1. Pretreatment
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi
dan minyak dalam limbah. Pengolahan pendahuluan tidak meningkatkan kualitas air
limbah secara substansial namun dapat meningkatkan kinerja sistem melalui pengukuran,
pengaturan, serta kontrol dari aliran, penyisihan materi yang mungkin mengganggu unit
pengolahan selanjutnya (Nemerow,1978). Tahapan yang termasuk dalam pengolahan
tingkat satu adalah screening, reduksi padatan kasar (comminution, maceration, dan
screenings grinding), tangki aliran rata-rata, mixing dan flokulasi, grit removal,
sedimentasi, high-rate clarification, accelerated gravity separation, flotasi, transfer
oksigen, aerasi, serta penguapan dan pemecahan senyawa Volatile Organic Compounds.
Dalam proses pengolahan air limbah tekstil, pretreatment yang diperlukan meliputi proses-
proses equalisasi, netralisasi, dan cooling (Siregar, 2005).
a. Equalisasi
Setiap pabrik tekstil yang menggunakan proses finishing harus dilengkapi dengan unit
untuk menyamakan volume dan konsentrasinya. Daerah-daerah pengoperasian dengan
konsentrasi tinggi dapat dilengkapi dengan tangki-tangki penampungan untuk menjamin
aliran yang merata ke dalam IPAL.
b. Netralisasi
Air limbah dalam bak equalisasi kemungkinan membutuhkan netralisasi. Netralisasi yang
dilakukan terhadap seluruh air limbah lebih murah dibandingkan dengan netralisasi parsial.
Hal ini disebabkan oleh adanya netralisasi antara beberapa sumber air limbah. Pada
umumnya, air limbah bersifat basa sehingga diperlukan penambahan asam. Bila
memungkinkan, netralisasi dapat dilakukan dengan menggunakan CO2, asam karbonat
murni, atau stock gas.
c. Cooling
Banyak pabrik tekstil mengeluarkan air limbah dengan temperatur tinggi sehingga harus
didinginkan sebelum dibuang ke badan air penerima, kapasitas panas dapat dikembalikan
dengan alat-alat penukar panas (heat exchanger) ataupun menggunakan cooling tower
sebagai alternatif.
2. Pengolahan Utama
Pengolahan utama adalah pengolahan yang bertujuan untuk menyisihkan kadar organik
dan padatan tersuspensi. Dalam pengolahan air limbah tekstil, proses utama meliputi
pengolahan biologis dan pengendapan secara kimia dan flokulasi (Siregar, 2005).
a. Pengolahan Biologis
Dalam pengoahan air limbah dari pabrik tekstil, activated sludge merupakan cara
pengolahan biologi yang paling dapat diterima. Perencanaan harus memperhitungkan
waktu yang cukup karena kandungan zat-zat yang sulit diolah oleh bakteri lebih besar
daripada yang terdapat dalam air limbah domestik. Pengolahan biologis satu tahap dengan
trickling filter terbukti kurang efektif. Selain itu, dalam pengolahan biologis perbandingan
jumlah nutrient juga harus diperhatikan. Adapun unit-unit pengolahan biologis yang sering
digunakan seperti aerated lagoon, kolam aerobik, kolam fakultatif, activated sludge,
kontak stabilisasi, completed mixed activated sludge (CMAS), oxidation ditch, sequencing
batch reactor (SBR), trickling filter, rotationg biological contactor, dsb.
b. Pengendapan Secara Kimiawi dan Flokulasi
Pengendapan secara kimiawi sering digunakan sebagai pengolahan sekunder. Proses ini
cukup menentukan dalam pengolahan air limbah dari pabrik tekstil. Meskipun biasanya
tidak cukup efektif, namun proses ini tidak mahal. Kebanyakan dari bahan-bahan yang
tidak dapat terurai dapat dihilangkan melalui pengendapan secara kimiawi. Primary
precipitation tidak disarankan untuk dilakukan karena bahan-bahan yang mengendap, yaitu
koloid dan materi-materi tersuspensi, dapat disaring oleh activated sludge.
3. Post Treatment
Tertiary treatment merupakan pengolahan limbah cair lanjut setelah secondary treatment.
Tertiary treatment ini seringkali disebut dengan final atau advanced treatment. Menurut
Metcalf & Eddy (1999), advanced wastewater treatment didefinisikan sebagai pengolahan
lanjutan yang dibutuhkan untuk mengurangi sisa substansi tersuspensi maupun terlarut
setelah melewati pengolahan sekunder (secondary treatment). Substansi tersebut
bermacam-macam, mulai dari material organik, solid tersuspensi, ion anorganik (kalsium,
potassium, sulfat, nitrat, dan fosfat, hingga komponen organik sintetis yang kompleks.
Tujuan dilakukannya tertiary treatment adalah untuk memastikan kualitas effluent sebelum
dibuang ke lingkungan alami seperti laut, sungai, danau, dan lain-lain. Adapun proses-
proses terakhir dalam pengolahan air limbah tekstil yang biasanya dilakukan meliputi
(Siregar, 2005):
a. Filtrasi
Unit filtrasi akan menngkatkan efisiensi IPAL. Proses ini menggunakan multistage filter
yang berupa pasir dan karbon aktif. Dalam pengolahan ini, kondisi media aerobic harus
dipertahankan. Oleh karena itu, diperlukan aerasi sebelum memasuki filter. Sistem filtrasi
ini dapat dilakukan dengan depth filtration, surface filtration ataupun dengan membrane
filtration.
b. Adsorpsi
Bahan untuk adsorpsi yang sering digunakan adalah karbon aktif. Penggunaan karbon aktif
sebagai pengolahan tahap akhir merupakan metode yang cukup efektif. Namun demikian,
karbon aktif tidak bisa menghilangkan sisa-sisa bahan pewarna dan bahan-bahan yang
tidak dapat terurai secara biologis. Beberapa bahan kimia dalam air limbah tekstil dapat
diendapkan, diuraikan secara bologis, ataupun diserap, misalnya PVA (pilovinil alcohol).
c. Oksidasi
Tahapan oksidasi kimia antara lain dilakukan dengan menggunakan ozon. Ozon memiliki
kemampuan untuk menguraikan beberapa zat organik agar dapat diuraikan oleh bakteri.
Dengan demikian, ozonisasi harus diikui dengan pengolahan biologis. Oksidasi juga
diperlukan jika air limbah mengandung zat anorganik yang dalam jumlah besar.
d. Ion Exchange
Ion Exchange merupakan unit proses dimana suatu ion dipindahkan dari exchange material
yang tidak terlarut oleh ion dengan spesifikasi berbeda dalam suatu larutan. Penggunaan
ion exchange seperti pada pelunakan (softening) air domestik, dimana ion sodium dari
proses pertukaran kation memindahkan ion kalsium dan magnesium pada air. Oleh karena
itu, Ion exchange dapat digunakan pula untuk memisahkan kandungan nitrogen, logam
berat, dan total dissolved solid. Material ion exchange misalnya zeolite, synthetic
aluminosilicates, resin atau phenolic polimer.
e. Advanced Oxidation Process (AOPs)
AOPs digunakan untuk mengoksidasi unsur atau senyawa organic kompleks pada limbah
cair yang sulit terdegradasi oleh proses biologis. Salah satu contoh AOPs adalah proses
desinfeksi. Disinfeksi adalah suatu proses baik secara fisika atau kimia, yang bertujuan
untuk menghancurkan atau menghilangkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme.
Metode desinfeksi dapat berupa metoda thermal atau kimia dengan menggunakan bahan
disinfektan. Jenis disinfektan yang sering digunakan adalah dari golongan alkohol,
glutaraldehida, formaldehida, hidrogen peroksida, iodophors, othophthalaldehyde, asam
paracetat, fenol, senyawa amonium kuartener, dan klorin.
4. Sludge Treatment
Pengolahan lumpur yang dihasilkan suatu instalasi bertujuan untuk mengurangi volume
lumpur melalui pengurangan kadar air dan peningkatan densitas. Secara umum, proses
pengolahan lumpur terdiri dari proses thickening dan dewatering.
a. Thickening
Proses thickening bertujuan untuk memadatkan lumpur sehingga volume lumpur
berkurang dan beban pengolahan berikutnya yaitu dewatering lebih kecil dan efisiensinya
akan menjadi lebih besar. Terdapat beberapa alternatif metode Thickening, yaitu:
Co-Settling Thickening
Gravity Thickening
Flotation Thickening
Centrifugal Thickening
Gravity-Belt Thickening
Rotary-Drum Thickening
b. Dewatering
Proses dewatering bertujuan untuk mengurangi kadar air dari lumpur yang telah memadat
hingga lumpur berubah menjadi bentuk padat. Hal ini akan memudahkan penanganan dan
transportasi pembuangan lumpur. Terdapat beberapa alternatif metode proses dewatering,
diantaranya sludge drying bed, centrifugation dan belt filter press.
Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan
pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah
lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif
pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari
potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka
sebagai pengganti dakron.
BAB III
IPAL merupakan kombinasi dari pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. IPAL
dirancang dan disesuaikan dengan karakteristik limbah yang dihasilkan agar dapat bekerja
efektif. Pada kasus ini, pengolahan limbah cair industri tekstil digunakan dengan menerapkan
beberapa unit pengolahan sebagai berikut :
Primary
Bak Aeration
Settling Clarifier Netralisasi
Koagulasi Tank
Tank
Excess Sludge
Belt Filter
Clarifier Cake
Sludge Press
XR Klorinasi
Effluen
a. Bar screen berfungsi untuk menahan benda berukuran besar yang ikut terbawa oleh air
limbah seperti sampah.
b. Grit chamber, berfungsi untuk memisahkan pasir, krikil, dan sejenisnya yang mempunyai
berat jenis lebih besar dari air.
c. Cooling tank, berfungsi untuk menseragamkan suhu dari seluruh industri.
d. Bak ekualisasi, unit ini digunakan untuk menampung limbah dan bak control aliran agar
debit dari 4 Industri yang berbeda (fluktuatif) dapat diekualisasikan.
e. Primary Settling Tank berfungsi untuk mengendapkan partikel diskrit secara gravitasi
tanpa ditambahkan senyawa kimia atau koagulan.
f. Bak koagulasi berfungsi sebagai tempat penambahan koagulan agar partikel flokulen dan
koloid dapat disisihkan.
g. Clarifier berfungsi sebagai tempat mengendapkan partikel flok-flok yang terbentuk dari
proses koagulasi secara gravitasi.
h. Bak netralisasi, berfungsi untuk menetralisasi pH dengan penambahan asam karena pada
proses sebelumnya terbentuk pH basa.
i. Aeration tank berfungsi sebagai tempat proses oksidasi biologis dengan memasukkan
oksigen kedalam air limbah yang diolah selama 20-24 jam
j. Clarifier, berfungsi untuk menampung lumpur (excess sludge) yang terbentuk dari
aeration tank. Pada proses ini terjadi pengembalian lumpur (Sludge Recycle, XR) ke dalam
aeration tank yang bertujuan untuk memanfaatkan kembali mikroorganisme di aeration
tank.
k. Belt Filter Press, berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam lumpur (sludge) agar
terbentuk sludge cake sehingga massa lumpur yang dibuang lebih ringan dilakukan dengan
mem-press lumpur.
l. Klorinasi dilakukan dengan penambahan Chlor yang bertujuan penyisihan logam berat
karena dapat mengoksidasi seluruh zat yang masih dapat dioksidasi seperti (Fe, Zn, Mn,
H2S, dan Ammonia), senyawa organik, dan dapat berperan sebagai desinfektan.
3.2 Filosofi Unit Pengolahan
Pemilihan unit pengolahan air limbah tekstil ditentukan dengan beberapa pertimbangan
yang disesuaikan dengan karakteristik limbah industri tekstil yaitu memiliki volume yang
besar, TSS = 750 ms/l, BOD= 500mg/s, COD/BOD=1,5:1 atau 3:1, memiliki konsentrasi
warna yang tinggi, pH tinggi (basa), temperatur 350-400 oC, dan mengandung senyawa fenol.
Pada awal pengolahan air limbah tekstil digunakan pengolahan pre-treatment yaitu
pengolahan fisika yang terdiri atas bar screen, grit chamber, cooling tank, bak ekualisasi, dan
bak sedimentasi I. Bar screen digunakan untuk menahan benda-benda yang ikut terbawa
dalam air limbah agar mengurangi beban proses pengolahan selanjutnya dan tidak merusak
peralatan lainnya seperti pompa dan valve. Begitu pula dengan grit chamber, grit chamber
ditempatkan setelah bar screen yang berfungsi untuk memisahkan pasir, krikil, dan sejenisnya
yang mempunyai berat jenis lebih besar dari air. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi
konsentrasi TSS dalam air limbah agar memenuhi baku mutu limbah cair industi tekstil
berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 sebesar 50 mg/l serta dapat
memudahkan proses pengolahan selanjutnya. Berdasarkan karakteristik limbah tersebut
diketahui bahwa suhu air limbah tekstil tersebut sangat tinggi sehingga untuk memudahkan
proses selanjutnya dan tidak merusak alat pengolahan, diperlukan bak untuk menurunkan suhu
air limbah dengan menggunakan cooling tank. Selain itu, debit dan volume aliran air limbah
tersebut sangat besar sehingga diperlukan tangki ekualisasi untuk membuat debit aliran
menjadi rata-rata dan seragam, serta menciptakan kualitas air limbah yang homogen. Hal ini
perlu dilakukan untuk menghindari masalah-masalah operasi yang mungkin terjadi akibat
fluktuasi kualitas air limbah sehingga menciptakan kondisi optimum untuk proses-proses
selanjutnya.
Setelah beberapa parameter seperti suhu, pH, dan debit aliran seragam dilakukan
pengolahan primary treatment yaitu dengan mengalirkan air limbah ke primary settling tank
untuk dilakukan pengendapan secara gravitasi untuk mengurangi kandungan suspended solid
yang biasanya sekitar 50-70% (Qasim, 1985) dan BOD sebesar 24-40% (Metcalf, 1991).
Proses ini perlu dilakukan untuk memenuhi baku mutu TSS berdasarkan Peraturan Mentri
Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 sebesar 50 mg/L karena penyisihan pasir dan krikil
dalam grit chamber tidaklah cukup dimana konsentasi TSS dalam limbah cair ini sebesar 750
mg/L. Pada proses ini pemisahan partikel tersuspensi dari air limbah bergantung pada
besarnya specific gravity partikel tersebut, dimana partikel yang memiliki specific gravity
lebih besar dari air limbah akan cepat terendapkan sedangkan partikel yang memiliki specific
gravity lebih kecil dari air limbah akan terapung atau mengendap lambat. Untuk menyisihkan
partikel tersuspensi yang mengapung ini diperlukan proses pengolahan selanjutnya yaitu
proses koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi terjadi pada bak koagulasi dengan
menambahkan senyawa kimia (koagulan) seperti PAC sesuai dengan dosis optimum limbah
cair tersebut, serta dilakukan pengadukan cepat untuk mempercepat kontak antara partikel dan
koagulan. Pada proses koagulasi ini berfungsi untuk menyisihkan partikel flokulen seperti
koloid, dissolved solid, menurunkan konsentrasi warna semu air limbah, dan konsentrasi
COD. Setelah dilakukan proses koagulasi, air limbah tersebut dialirkan menuju clarifier untuk
menampung flok-flok yang mengendap akibat proses koagulasi secara gravitasi dengan
disertai pengadukan lambat agar tetap terjadi kontak antara partikel dan koagulan. Oleh karena
pada proses koagulasi dan flokulasi terjadi penambahan senyawa kimia berupa koagulan PAC
yang bersifat basa maka pH limbah cair tersebut menjadi basa. Untuk memenuhi baku mutu
limbah cair industri tekstil berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014
sebesar 6,0-9,0 maka diperlukan proses netralisasi pH dengan menambahkan senyawa asam
berupa larutan asam sulfat pada bak netralisasi.
Selanjutnya limbah tekstil yang telah melewati netralisasi dialirkan menuju aeration tank
untuk dilakukan proses aerasi yaitu dengan penambahan oksigen ke dalam limbah cair selama
rentang waktu 20-24 jam. Berdasarkan karakteristik air limbah tekstil ini memiliki kadar BOD
sebesar 500 mg/L dan perbandingan COD:BOD=3:1, proses aerasi untuk air limbah tersebut
sangat diperlukan untuk memenuhi baku mutu limbah cair industri tekstil berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 dengan parameter BOD sebesar 60
mg/L dan COD sebesar 150 mg/L. Penurunan kadar BOD dan COD dalam proses ini dapat
terjadi karena adanya proses oksidasi senyawa organik yang terkandung di dalam air limbah
oleh penambahan oksigen. Selanjutnya setelah melewati aeration tank, limbah cair dialirkan
menuju clarifier untuk menampung lumpur yang terbentuk dari proses di aeration tank.
Limbah cair yang telah melewati clarifier kemudian dilakukan proses klorinasi dengan
menambahkan senyawa klor untuk mengoksidasi senyawa organik yang masih tertinggal di
dalam air limbah, dan mengoksidasi logam-logam yang mudah teroksidasi seperti Fe, Mn, Zn,
H2S, dan ammonia, serta sisa klor dapat berfungsi sebagai desinfektan. Selanjutnya limbah
air industri tekstil tersebut dapat diperbolehkan dibuang ke sungai (lingkungan).
Excess sludge yang ditampung dalam clarifier diolah dengan menggunakan alat belt filter
press untuk dilakukan pengurangan kadar air dalam lumpur (sludge) agar terbentuk sludge
cake sehingga pengolahan lumpur selanjutnya menjadi murah karena massa lumpur menjadi
lebih ringan.
Bar screen merupakan sejenis saringan terbuat dari batangan besi yang disusun
pararel dengan kemiringan ( 30 45 )o dari vertikal (Metcalf, 1991). Tebal batang yang
dipakai biasanya ( 5 15 ) mm dengan jarak antar batang ( 25 75 ) mm.
Material yang tertahan pada batang dapat disisihkan secara manual maupun
mekanis. Kandungan volatile pada material ini sebesar ( 80 90 )% , persen berat kering (
15 25 ) %, dengan densitas ( 640 960 ) kg/m3.
a. Kriteria Desain
Tabel 2. Kriteria Desain Bar Screen
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Jarak bukaan antar batang b 25 75 mm Metcalf&Eddy
w 5 15 mm Metcalf&Eddy
Lebar penampang batang
p 50 75 mm Metcalf&Eddy
Panjang penampang batang 45 60 0
Metcalf&Eddy
Headloss maksimum
b. Data Perencanaan
Tabel 3. Data Perencanaan Bar Screen
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan :
Debit minimum Tahap I Qmin1 195 l/detik
Debit maksimum Tahap II Qmax2 654 l/detik
Faktor Kirschen 1,79
Asumsi awal :
Jarak bukaan antar batang b 30 mm
n 1 125,326
l
bw
1000
308
s n 1 26 1 27
Lt sb2730810mm0,81m
Vhmaks Q
Amaks yi l 0 , 6991 0,936m / dt
maks Qmaks 0, 654
Vh 2
hv 02,936 0,048m48mm
2
2g 9 , 81
Kemiringan saluran :
S S
2 1 2 1 2 1 1
10 , 699
Vh 0,936 1n R 3 S 2 1n ly1
l 2 y1
3 2
0, 013
1
1 20 , 699
3 2
33,678S 2
S = 0,0007 m/m
S 0,0007 2,04 y
2 1 2 1 2
Qb y 1n by
b 2 y
3 2
y 0 , 013
1
y
1 2 y
3 2 y
1 2 y
3
(2)
b =1m
2
hv 2hg 20,97,81 0,025m2,5cm
V 2
b. Grit Chamber
a. Pengertian
Grit Chamber berfungsi untuk memisahkan pasir dan kerikil atau partikel kasar
lainnya yang mempunyai kecepatan mengendap lebih besar dari zat organik yang
terkandung di dalam air buangan. Tujuan dari penyisihan ini adalah untuk mencegah
kerusakan pada peralatan mekanis, penyumbatan pipa, pengendapan pada saluran, dan
mengurangi akumulasi inert material pada unit pengolahan selanjutnya.
Grit chamber yang direncanakan adalah grit chamber aliran horizontal. Kontrol
kecepatan aliran melalui dimensi tiap unit, pintu distribusi aliran influen, dan penggunaan
parshall flume pada akhir bak. Setiap unit grit chamber didesain untuk kecepatan
pengaliran mendekati 0,3 m/dtk (1 ft/s). Kecepatan ini cukup untuk membiarkan partikel
grit mengendap sementara itu partikel organik akan turut terbawa aliran melewati bak.
Pengatur kecepatan yang digunakan pada perencanaan ini adalah pharsall flume yang
dipasang pada akhir grit chamber.
Pendimensian Grit Chamber ini didasarkan atas keadaan debit pada tahap II, hal ini
sesuai dengan pertimbangan bahwa grit chamber yang didesain harus mampu mengatasi
beban saat kapasitas IPAL maksimum.
b. Kriteria Desain
Tabel 4. Kriteria Desain Grit Chamber
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Kecepatan horizontal Vh 0,5 - 1 fps Elwyn E. Seelye
td 20 - 60 dt Elwyn E. Seelye
Waktu detensi
V0 900 Vs Elwyn E. Seelye
Overflow rate 0,2 mm Elwyn E. Seelye
Volume pasir
Kind of Specific Diameter ( mm )
Sewage solids 1,01-1,2 1-80 0,2-40 0,01-12 0,01-2 < 0,5 < 0,02 < 0,005
(Sumber : Elwyn E. Seelye, Design 3rd, John Willey and Sons. Inc., New York)
c. Data Perencanaan
Tabel 5. Data Perencanaan Grit Chamber
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan :
Debit minimum tahap II Qmin2 322 l/detik
Debit rata-rata tahap II Qrata2 629 l/detik
Debit maksimum tahap II Qmax2 654 l/detik
Asumsi awal
Diameter pasir terkecil 0,2 mm
Grit chamber dibagi menjadi 4 bak, dimana 3 bak akan beroperasi untuk mengatasi Qmaks,
sementara 1 bak sebagai unit cadangan.
d. Perhitungan
Penggunaan 3 bak dalam operasional :
W A 2/3 A B C D E F G K N
0-3 1-6 3/8 1-0 1-6 0-7 0-10 2-0 0-6 1-0 0-1 0-2
3/16
0-6 2-0 1-4 2-0 1-3 1-3 2-0 1-0 2-0 0-3 0-4
7/16
5/16 5/8 5/8
0-9 2-10 1-11 2-10 1-3 1-10 2-6 1-0 1-6 0-3 0-4
5/8 5/8
1/8
1-0 4-6 3-0 4-4 2-0 2-9 3-0 2-0 3-0 0-3 0-9
7/8 1/4
(Sumber : Elwyn E. Seelye, Design 3rd, John Willey and Sons. Inc., New York)
A = 2,885 ft
2/3 A = 1,927 ft
B = 2,833 ft
C = 1,250 ft
D = 1,885 ft
E = 2,500 ft
F = 1,000 ft
G = 1,500 ft
K = 0,250 ft
N = 0,375 ft
1,1Qmin / 4 ,1W 32 Z
2
Qmin
1,1Qma ks / 4 ,1W 3 Z
Qma ks
917 Z
0,489 01,,693Z
Z 0,174 ft
1,151ft
2 2
Ha Qmin
4 ,1W
3 3, 791
4 ,1.0 , 75
3
D 2/3 A U
Grit Chamber :
Kecepatan horizontal, Vh :
1 1
12 1 12 1
2 , 6 1 K 3 K 3 K 2 , 6 1 0, 25 3 0, 25 3 0, 25
Vh 3 3 0,925 fps 0,28 m / dt (memenuhi kriteria)
1 K 2 1 0,25 2
Kedalaman aliran :
d = 1,1 (Q / 4,1W)2/3 - Z
= 1,86 ft = 0,569 m
Lebar bak :
b dQmaks
maks
Vh 1,860,925 4,499 ft1,372m
7 , 742
jadi b = 1,4 m.
Panjang bak :
Vo = 900 Vs = 900 x 54 = 48600 gpd/ft2 = 0,07 cfs/ft2
As QVmaks
o
bl l QVomaks
b 0, 074, 499 24,583 ft 7,493m
7 , 742
Tinggi freeboard :
FB = E - dmaks - Z = 2,5 - 1,86 - 0,174 = 0,466 ft = 0,14 m
Ruang pasir :
Struktur Influen :
Struktur influen berupa saluran yang memiliki lebar 1m, dengan orifice yang berjumlah 4 buah
untuk membagi aliran ke empat buah grit chamber yang ada. Masing-masing orifice berukuran
0,5m x 0,5m. Kemudian disediakan juga Sluice Gate untuk tiap orifice yang berguna untuk
menutup aliran bila bak sedang dibersihkan. Untuk meyakinkan aliran terdistribusi secara
merata digunakan baffle setelah struktur influen.
Struktur Effluen :
Saluran effluent direncanakan berbentuk pelimpah persegi empat, ditampung dalam effluent
box, kemudian masuk ke pipa outlet. Pelimpah dipakai sesuai lebar bak (1,4 m). Efluen box
sepanjang 4 x 1,4 = 5,6 m + (3 x 0,2m) = 6,2 m. (0,2m untuk mengatasi ketebalan dinding
beton tiap bak).
Pompa yang dipergunakan ini berfungsi untuk menaikkan air buangan dari bak
pengumpul agar konstruksi pengolahan selanjutnya dapat dilakukan di atas permukaan
tanah. Pengaliran selanjutnya dapat dilakukan secara gravitasi. Hal ini akan mengurangi
biaya investasi untuk pembangunan konstruksi bawah tanah yang lebih mahal dan selain
itu dapat mengurangi penggunaan pompa.
Jenis pompa yang dipilih adalah jenis submersible pump. Jenis pompa ini dipilih
karena memberikan beberapa keuntungan antara lain :
Setelah keluar dari bak pengumpul ini debit air buangan yang berfluktuasi akan
menjadi debit rata-rata. Kapasitas rata-rata pemompaan yang dipakai sebesar Qr tahap I,
dibebankan ke 6 pompa. Masing-masing pompa mengalirkan debit sebesar 387 L/dtk / 4
= 96,75 L/dtk.
Pengaturan ini bertujuan untuk memberikan debit yang sesuai dengan tahapan
perencanaan. Pada tahap I kerja pompa diatur 4 pompa bekerja, 2 sebagai cadangan. Debit
yang dihasilkan = 4 x 96,75 = 387 L/dtk. (memenuhi kapasitas rata-rata tahap pertama).
Untuk tahap II kerja pompa menjadi 5 pompa bekerja dan 1 cadangan. Debit yang
dihasilkan sebesar = 5 x 96,75 L/dtk = 483,75 L/dtk. (memenuhi kapasitas rata-rata tahap
kedua).
b. Kriteria Desain
Tabel 7. Kriteria Desain Cooling Tank
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Waktu Detensi b 5 30 menit Metcalf&Eddy
V 0,3 3 m/dtk Qasim
Kecepatan pada pemompaan
S 1:1 Qasim
normal
Slope
c. Data Perencanaan
Tabel 8. Data Perencanaan Cooling Tank
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan :
Debit minimum tahap I Qmin1 195 l/detik
Debit maksimum tahap I Qmax1 408 l/detik
Debit minimum tahap II Qmin2 322 l/detik
Debit maksimum tahap II Qmax2 654 l/detik
Asumsi awal
Waktu Detensi td 5 menit
Efisiensi pompa Vs 75 %
V = (Qmaks Qmin) x td
Tahap I :
= 63,9 m3 = 64 m3
Tahap II :
= 99,6 m3 = 100 m3
Tinggi muka air pada saat debit minimum sesaat = Q x t / A = (0,195 x 60)/51,84 = 22,56 cm.
Tinggi muka air pada saat debit maksimum sesaat = Q x t / A = (0,654 x 60)/51,84=75,69 cm.
D. Equalization Tank
Terdapat dua sistem equalization tank, yakni in line dan off line. In line merupakan
sistem di mana semua air limbah akan masuk ke tangki, sementara off line merupakan
sistem di mana hanya air limbah yang melebih debit rerata yang akan melewatinya. Tangki
aliran rata-rata yang dirancang pada sistem pengolahan ini merupakan tangki dengan
sistem in-line yang berarti bahwa seluruh aliran limbah akan melalui tangki perataan.
Tabel 9. Kriteria Desain Equalization Tank
Jenis bak pengendap pertama yang dipilih adalah jenis horizontal flow yang
berbentuk persegi panjang dengan pertimbangan antara lain :
Kebutuhan lahan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan bak yang berbentuk circular.
Lebih ekonomis dari segi kontruksi.
Losses lebih kecil pada inlet dan outlet.
Lebih mudah dalam pengontrolan bau.
Proses pengendapannya lebih baik karena jarak tempuh partikel yang lebih panjang.
Kemungkinan terjadi aliran pendek kecil.
Penggunaan energi yang lebih kecil untuk pengumpulan dan penyisihan lumpur.
Untuk menghitung pendimensian bak pengendap pertama digunakan setengah dari debit rata-
rata tahap II.
b. Kriteria Desain
Waktu detensi (td) = (1,5-2,5) jam
Overflow rate (OR) = (3-48) m3/m2/hari pd aliran rata-rata.
(80 120) m3/m2hari pd aliran max
Beban pelimpahan (weirloading) = (125-500) m3/m hari
Kedalaman (H) = (3-5) m
Konsentrasi solid = (4-6)%
Perbandingan panjang dan lebar = (3-5) : 1
Slope dasar = (1-2) %
Gambar 3. Kriteria Desain
Sumber : Metcalf
c. Data Perencanaan
Bak sedimentasi I ini direncanakan berbentuk persegi panjang tipe horizontal flow.
Lumpur yang terkumpul dikeluarkan dan diolah selanjutnya bersama-sama dengan lumpur
dari Bak Pengendap II
Direncanakan 3 buah bak (2 beroperasi, 1 cadangan)
Q rata-rata = 0,3145 m3/dtk
P:L=3:1
Persen penyisihan SS yg direncanakan 80 %, tercapai pada OR = 24 m3/m2/hari (Elwyn E.
Seelye)
Vh = 10 Vs
d. Perhitungan
Dimensi Bak :
Luas permukaan :
Qr 0,3145
As 1135,38m 2
OR 0,000277
P : L = 3 : 1 atau P = 3 L
Maka As = 3 L2 = 1135,38 m2
L = 19,454 m 19,5 m
P = 3 x 19,5 = 58,5 m
Q 0,3145
Ac 62,9 m 2
Vh 10 x0,0005
Ac 62,9
H 3,22 m
L 19,5
Struktur Influen :
Struktur influen berupa saluran yang memiliki lebar 1 m, dengan orifice yang berjumlah 4
buah. Masing-masing orifice berukuran 0,5m x 0,5m. Orifice ini berada di bagian bawah
saluran dan berfungsi untuk membagi rata aliran yang datang ke masing-masing bak.
Kemudian disediakan juga Sluice Gate untuk tiap orifice yang berguna untuk menutup aliran
bila bak sedang dibersihkan. Untuk meyakinkan aliran terdistribusi secara merata digunakan
baffle yang berada 0,8 m setelah orifice. Dengan kedalaman 1 meter dan terletak 5 cm di
bawah permukaan air.
Kedalaman air di saluran influent diasumsikan sebesar 0,5 m. Debit yang masuk ke saluran
influent dibagi rata kedua arah, jadi debit tiap saluran = 0,3145/2 = 0,15725 m3/dtk. Maka
kecepatan aliran pada saluran influent = 0,15725 m3/dtk / (0,5m x 1m) = 0,3145 m/dtk.
Headloss yang terjadi pada saluran influen karena orifice yang terendam = [(0,3145/4) m3/dtk
/ 0,6 x (0,5 m)2 x (2x9,81)0.5] 2 = 0,014 m.
Struktur Effluen :
L 19,5
n 97,5
x 0,2
Q 0,3145
qv 0,00323m 3 / dt
n 97,5
1
8 5
qv Cd (2 g ) 2 tan H 2
15 2
2
5
qv
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
2
5
0,00323
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
H 0,087 m 8,7 cm
Saluran efluen direncanakan memiliki lebar 0,6 m dan panjang sesuai dengan lebar
bak = 19,5 m, kemudian untuk efluen boxnya direncanakan memiliki lebar 1 m. Dari efluen
box ini selanjutnya aliran dibawa oleh pipa dengan diameter 0,304 meter. Kedalaman air
di efluen box diasumsikan = 1 m, kedalaman air pada saluran efluen yang dekat dengan
effluent box (y2) = 0,5 meter. Kedalaman air dalam saluran outlet ditentukan dengan :
Volume Lumpur :
Untuk Tahap I :
Jumlah SS = Qr x SS
= 193,5 x 286
= 55,341 gr/dtk.
= 55,341 x 0,8
= 44,273 gr/dtk.
Selain SS, pada bak pengendap I ini BOD-pun mengalami penyisihan, yang besarnya
20 0.00104
24 0.00085
27 0.00071
30 0.00057
32 0.00047
34 0.00038
36 0.00025
37 0.00019
Dalam desain digunakan overflow rate sebesar 0,000277 m3/m2/dt, maka diperkirakan BOD
removal sebesar 35 %. Hasil perhitungan penyisihan BOD dapat dilihat pada tabel.
= 193,5 x 215
= 41,603 gr/dtk.
= 41,603 x 0,35
= 14,561 gr/dtk.
Berat endapan yang berasal dari BOD removal = 0,35 x 14,561 = 5,096 gr/dtk.
Berat endapan yang terbentuk pada bak pengendap I :
= berat endapan dari SS + berat endapan dari BOD
= 4265 kg/hari.
Untuk Tahap II :
Jumlah SS = Qr x SS
= 314,5 x 295
= 92,7775 gr/dtk.
= 92,7775 x 0,8
= 74,222 gr/dtk.
Selain SS, pada bak pengendap I ini BOD-pun mengalami penyisihan, yang besarnya
20 0.00104
24 0.00085
27 0.00071
30 0.00057
32 0.00047
34 0.00038
36 0.00025
37 0.00019
Dalam desain digunakan overflow rate sebesar 0,000277 m3/m2/dt, maka diperkirakan
BOD removal sebesar 35 %. Hasil perhitungan penyisihan BOD dapat dilihat pada tabel.
= 314,5 x 225
= 70,7625 gr/dtk.
= 70,7625 x 0,35
= 24,7668 gr/dtk.
Berat endapan yang berasal dari BOD removal = 0,35 x 24,7668 = 8,668 gr/dtk.
Berat endapan yang terbentuk pada bak pengendap I :
= 7162 kg/hari.
Zone Lumpur :
V 139,062 m 3
z 0,122m
As 19,5 x58,5m 2
Flokulasi
Pengadukan hidrolis Beberapa contoh pengadukan lambat hidrolis adalah gravel bed
floculator, baffle channel floculator dan hidraulic jet floculator. Gravel Bed Flokulator
(GBF) GBF adalah Flokulator yang menggunakan kerikil untuk sistem pengadukannya. o
GBF ini dapat digunakan sebagai: Pretreatment pada direct filtration karena mempunyai
kemampuan untuk mengendapkan flok pada permukaan mediannya Efluen GBF langsung
dialirkan ke filter tanpa melalui Unit Sedimentasi II o Kelemahan GBF : Flok dapat
menutupi pori pada bed flokulator Bakteri dapat tumbuh dalam bed flokulator Perlu
pembersihan bed secara periodik o Kriteria desain: Waktu detensi (td) : 3 5 menit
Kedalaman bak 1,5 3 m Q = 270 m3/detik G pada inlet = 1230/detik dan G pada outlet
= 35/detik. Kriteria desain: Jarak antar sekat harus > 45 cm Kedalaman air 2 3 kali 45
cm Jarak ujung bawah sekat dengan dasar bak (ruang antara ujung sekat bagian atas dengan
muka air) = 1,5 x jarak antar sekat. Bahan sekat sebaiknya dari kayu, jangan menggunakan
sekat dari bahan semen asbeskarena larut pada pH rendah. Pada bagian bawah diberi
lubang untuk pengurasan Hidraulic Jet Flokulator Hidraulic jet flokulator merupakan jenis
flokulator hidrolis sederhana dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaannya. HJF dapat
dioperasikan sebagai unit pengaduk cepat yang diletakkan sebelum unit pengaduk lambat.
Dioperasikan dengan gradien kecepatan menurun sehingga proses flokulasi berjalan
sempurna. Aliran masuk dapat dilakukan secara horizontal ataupun vertikal (upflow atau
downflow) untuk menjadi proses pengadukan menjadi kompak. 8 o Kriteria desain:
Kecepatan aliran inlet tipikal : - 0,5 0,7 m/detik untuk kompartemen I - 0,1 0,2 m/detik
untuk kompartemen II Nilai gradien kecepatan (G) pada masing masing kompartemen : -
Kompartemen I : 75/detik - Kompartemen II : 50/detik - Kompartemen III : 25/detik Waktu
detensi 5 10 menit G = 500/detik dan td 1 menit , digunakan sebagai rancangan satu
kesatuan unit pengaduk cepat dan lambat.
F. Netralisai
Proses netralisasi bertujuan untuk menetralkan pH atau keasaman air limbah sampai
menjadi netral. Hal ini dimaksudkan agar proses pengolahan air limbah secara biologis dapat
berjalan dengan baik. Bahan kimia yyang digunakan adalah asam sulfat atau asam khlorida
untuk menetralkan air limbah yang bersifat alkali. Sedangkan untuk zat alkali yang banyak
digunakan adalah kapur tohor, natrium hidroksida. Proses penetralan membutuhkan
pengadukan dengan waktu 5-30 menit.
G. Aeration Tank
a. Kriteria Desain
b. Data Perencanaan
Tabel 14. Data Perencanaan Aeration Tank
Konsentrasi BOD5 ( S )
= 11,08 mg/L.
= 7,53 mg/L.
= 4,47 mg/L.
BOD5in BOD5out
Efisiensi 100%
BOD5in
238 mg / l 12 mg / l
100%
238 mg / l
94,95%
Volume reaktor
Y .Q.c( So S )
V
X (1 Kd .c)
0,5 x16897x8(238 4,47)
3500(1 0,06x8)
3047 m 3
As = V / d = 3047 / 4,5 m
= 677 m2.
Produksi Lumpur :
Y
Yobs
(1 Kd c)
0,5
(1 0,06x8)
0,338
= 1334 kg/hari.
Px(SS) = Px / 0,8
M = Px(SS) SS effluent
= 1464 kg/hari.
Diasumsikan bahwa kandungan SS pada efluen sama dengan 12 mg/L dan VSS 80 % dari SS.
VxX
c
Qw x Xw Q x Xe
3047 x 3500
8 hari
Qw x 10000 16897x12x0,8
Qw 117 m3/hari.
Qr/Q ( R ) = 0,54
Kebutuhan Oksigen :
0,68
= 3908,597 kg/hari.
Kebutuhan oksigen untuk design dikalikan dengan safety faktor = 2. Jadi kebutuhan oksigen
= 7817,194 kg/hari.
Tabel 16. Tipe Surface Aerator
MOTOR AERATOR
MODEL HP POLE O2KG/HR DM DZ D Pumping rate
M3/MIN
SFA-02 2 4 3 6 12 2-3 5
SFA-03 3 4 4.2 9 18 3-4 7
SFA-05 5 4 6.6 12 24 3-4 9
SFA-07 7 1/2 4 9.6 16 32 3-4 11
SFA-10 10 4 11.5 19 38 3-4 19
SFA-15 15 4 16.5 27 54 3-4 24
SFA-20 20 4 21 32 64 3-4 29
SFA-25 25 4 27.5 36 72 3-4 33
SFA-30 30 4 31 40 80 3-4 37
SFA-40 40 4 38 45 90 5-6 46
SFA-50 50 4 50 50 100 5-6 55
SFA-60 60 4 61 56 112 5-6 65
SFA-75 75 4 73 62.5 125 5-6 80
SFA-100 100 4 95 70 140 5-6 120
Sumber : www.enfound.com
= 300 HP
Kontrol desain :
= 0,3779 memenuhi.
VL= So.Q/V
Untuk Tahap II
Konsentrasi BOD5 ( S )
= 11,08 mg/L.
= 7,53 mg/L.
BOD5 terlarut = (12 7,53) mg/L.
= 4,47 mg/L.
BOD5in BOD5out
Efisiensi 100%
BOD5in
250 mg / l 12 mg / l
100%
250 mg / l
95,20%
Volume reaktor
Y .Q.c( So S )
V
X (1 Kd .c)
0,5 x 27472x8(250 4,47)
3500(1 0,06x8)
5209 m 3
As = V / d = 5209 / 4,5 m
= 1157 m2.
Produksi Lumpur :
Y
Yobs
(1 Kd c)
0,5
(1 0,06x8)
0,338
Px(SS) = Px / 0,8
M = Px(SS) SS effluent
= 2520 kg/hari.
Diasumsikan bahwa kandungan SS pada efluen sama dengan 12 mg/L dan VSS 80 % dari SS.
VxX
c
Qw x Xw Q x Xe
5209 x 3500
8 hari
Qw x 10000 27472x12x0,8
Qw 202 m3/hari.
Qr/Q ( R ) = 0,54
Kebutuhan Oksigen :
= 6681,812 kg/hari.
Kebutuhan oksigen untuk design dikalikan dengan safety faktor = 2. Jadi kebutuhan oksigen
= 13363,624 kg/hari.
MOTOR AERATOR
MODEL HP POLE O2KG/HR DM DZ D Pumping rate
M3/MIN
SFA-02 2 4 3 6 12 2-3 5
SFA-03 3 4 4.2 9 18 3-4 7
SFA-05 5 4 6.6 12 24 3-4 9
SFA-07 7 1/2 4 9.6 16 32 3-4 11
SFA-10 10 4 11.5 19 38 3-4 19
SFA-15 15 4 16.5 27 54 3-4 24
SFA-20 20 4 21 32 64 3-4 29
SFA-25 25 4 27.5 36 72 3-4 33
SFA-30 30 4 31 40 80 3-4 37
SFA-40 40 4 38 45 90 5-6 46
SFA-50 50 4 50 50 100 5-6 55
SFA-60 60 4 61 56 112 5-6 65
SFA-75 75 4 73 62.5 125 5-6 80
SFA-100 100 4 95 70 140 5-6 120
Sumber : www.enfound.com
6 aerator
= 600 HP
Kontrol desain :
= 0,3779 memenuhi.
VL = So.Q/V
Struktur Influen :
Struktur influen direncanakan berupa saluran persegi empat panjang. Saluran ini terletak
sepanjang lebar bak aerasi yang direncanakan terbagi dalam 6 segment. Lebar bak aerasi =
28,4 meter ( 0,4 meter = tebal dinding beton ) Dengan formasi 2 x 3. Masing-masing segment
berbentuk bujursangkar dengan panjang sisi 14 m dan kedalaman 4,5 m. Dalam saluran
tersebut terdapat 8 buah orifice dengan dimensi masing-masing 25 x 25 cm.
Kedalaman air di saluran influent diasumsikan sebesar 0,5 m. Debit yang masuk ke saluran
influent dibagi rata kedua arah, jadi debit tiap saluran = 0,3180/2 = 0,1589 m3/dtk. Maka
kecepatan aliran pada saluran influent = 0,1589 m3/dtk / (0,5m x 1m) = 0,3180 m/dtk.
Headloss yang terjadi pada saluran influen karena orifice yang terendam = [(0,3180/8)
Struktur Effluen :
Saluran effluen direncanakan berupa pelimpah segi empat, diletakkan sepanjang lebar bak
aerasi dengan lebar 1 meter. Seluruh air buangan yang dihasilkan ditampung dalam efluen box
Kedalaman air di efluen box diasumsikan = 1 m, kedalaman air pada saluran efluen yang dekat
dengan effluent box (y2) = 0,44 meter. Kedalaman air dalam saluran outlet ditentukan dengan:
bebas setinggi 0,5 meter. Jadi tinggi total saluran efluen = (0,45 x 1,2) + 0,5 = 1,043 meter.
H. Clarifier
Fungsi Mengendapkan zat padat yang terdapat dalam air buangan yang berasal dari unit
pengolahan biologis.
a. Kriteria Desain
Tabel 18. Kriteria Desain Clarifier
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Overflowrate OR 15 - 32 m3/m2.hari Metcalf&Eddy
Solid Loading SL 15 - 150 Kg/m2.hari Qasim
Radius R 10 - 40 m Metcalf&Eddy
Kedalaman Bak H 3,5 - 5 M Metcalf&Eddy
b. Data Perencanaan
Tabel 19. Data Perencanaan Clarifier
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan :
Debit rata-rata tahap II Q 27472 m3/hari
Debit rata-rata tahap I Q 16897 m3/hari
MLVSS X 3500 mg/L
Kedalaman bak H 4,5 m
Tipe Center Feed Clarifier
Asumsi :
Solid Flux SF 3 Kg/m2.jam
c. Perhitungan
Untuk Tahap I
Dimensi Clarifier :
As = (Q+Qr). X / SF
= 1265 m2
Jari jari Clarifier
R2 = As / 3,14
= 1265 / 3,14
= 402
R = 20 m
Volume Clarifier
Vol = 3,14 x R2 x H.
= 5652 m3
Struktur influen :
Struktur influen yang digunakan berupa bak pelimpah yang berbentuk tabung pada bagian
tengah clarifier. Air buangan yang akan diendapkan masuk melalui pipa influen yang
terhubung dengan bak pelimpah tersebut. Air buangan akan terdistribusi secara merata di
seluruh bagian bak setelah melewati baffle.
Struktur effluen :
Struktur efluen untuk clarifier terdiri dari V-notch, efluen launder, efluen box, dan pipa
bertekanan sebagai pipa outlet.
V notch yang dipakai direncanakan memerlukan ruang sepanjang 0,2 m untuk masing-masing
unitnya. Keliling clarifier = 3,14 x 20x 2 m = 126 m.
L 126
n 630
x 0,2
Q 0,3180
qv 0,000505m 3 / dt
n 630
Tinggi air pada V notch, H (dgn nilai Cd = 0.6) :
1
8 5
qv Cd (2 g ) 2 tan H 2
15 2
2
5
qv
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
2
5
0,000505
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
H 0,041 m 4,1 cm
Saluran efluen direncanakan memiliki lebar 0,5 m kemudian untuk efluen boxnya
direncanakan memiliki lebar 1 m. Dari efluen box ini selanjutnya aliran dibawa oleh pipa
dengan diameter 8.
Kedalaman air di efluen box diasumsikan = 0,6 m, kedalaman air pada saluran efluen yang
dekat dengan effluent box (y2) = 0,3 meter. Panjang saluran = (126 1) /2 = 62,50 m.
Kedalaman air dalam saluran outlet ditentukan dengan :
Kontrol Desain :
Untuk Tahap II
Dimensi Clarifier :
As = (Q+Qr). X / SF
= 2056 m2
R2 = As / 3,14
= 2056 / 3,14
= 655
R = 25,60 m
Volume Clarifier
Vol = 3,14 x R2 x H.
= 9260 m3
Struktur influen :
Struktur influen yang digunakan berupa bak pelimpah yang berbentuk tabung pada bagian
tengah clarifier. Air buangan yang akan diendapkan masuk melalui pipa influen yang
terhubung dengan bak pelimpah tersebut. Air buangan akan terdistribusi secara merata di
seluruh bagian bak setelah melewati baffle.
Struktur efluen :
Struktur efluen untuk clarifier terdiri dari V-notch, efluen launder, efluen box, dan pipa
bertekanan sebagai pipa outlet.
V notch yang dipakai direncanakan memerlukan ruang sepanjang 0,2 m untuk masing-masing
unitnya. Keliling clarifier = 3,14 x 25,60x 2 m = 160 m.
L 160
n 800
x 0,2
Q 0,3180
qv 0,000397m 3 / dt
n 800
1
8 5
qv Cd (2 g ) 2 tan H 2
15 2
2
5
qv
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
2
5
0,000397
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
H 0,038 m 3,8 cm
Saluran efluen direncanakan memiliki lebar 0,5 m kemudian untuk efluen boxnya
direncanakan memiliki lebar 1 m. Dari efluen box ini selanjutnya aliran dibawa oleh pipa
dengan diameter 8.
Kedalaman air di efluen box diasumsikan = 0,6 m, kedalaman air pada saluran efluen yang
dekat dengan effluent box (y2) = 0,3 meter. Panjang saluran = (160 1) /2 = 79,50 m.
Kedalaman air dalam saluran outlet ditentukan dengan :
Kontrol Desain :
1. Gravity Thickener
a. Pengertian
Bentuk geometri yang dipergunakan pada gravity thickener hampir sama dengan
yang digunakan pada clarifier. Solid yang masuk ke dalam thickener terbagi atas tiga zone
yaitu zona cairan jernih pada bagian paling atas, zona sedimentasi, dan zona thickening
pada bagian paling bawah. Partikel-partikel mengalami aglomerasi pada zona thickening.
Sludge blanket terjadi di zona ini dimana massa Lumpur tertekan oleh massa diatasnya
yang terus bertambah. Air akhirnya akan tertekan keluar dari dalam Lumpur tersebut.
Supernatan dari thickener keluar melalui saluran outlet dan dikembalikan lagi ke
pangolahan awal yang pada perencanaan ini dikembalikan ke bak pengendap pertama.
Lumpur yang dihasilkan dikeluarkan dari dasar bak.
b. Kriteria Desain
Tabel 20. Kriteria Desain Gravity Thickener
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Dry solid influen 0,2 1,5 % Qasim
Dry solid efluen 2,0 4,0 % Qasim
Solid Loading SL 10 - 35 kg/m2.hari Qasim
Hidraulic loading HL 1,0 4,0 m3/m2.hari Qasim
Solid capture 60 - 85 % Qasim
TSS pada supernatan 200 - 1000 mg/L Qasim
c. Data Perencanaan
Tabel 21. Data Perencanaan Clarifier
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan :
Debit lumpur influen tahap II Q 341,062 m3/hari
Debit lumpur influen tahap I Q 199,82 m3/hari
Massa lumpur influen tahap II M 9682 kg/hari
Massa lumpur influen tahap I M 5729 kg/hari
Asumsi :
Solid loading SL 35 kg/m2.hari
Berat jenis lumpur Bj 1000 Kg/m3
Konsentrasi keluar thickener 3 %
Solid capture 85 %
d. Perhitungan
Untuk Tahap I :
Dimensi Thickener :
Luas :
Diameter :
D = ((163,69 x 4)/3,14)0,5
= 14,44 m.
Kontrol Desain :
Hidraulik loading :
HL = 199,82/163,69
Kedalaman thickener :
Direncanakan :
Konsentrasi solid :
h = 2,3 m.
d = (0,5+1+1,5+2,3)m = 5,3 m.
Massa Lumpur
Volume Lumpur
Untuk Tahap II :
Dimensi Thickener :
Luas :
Diameter :
D = ((276,62 x 4)/3,14)0,5
= 18,80 m.
Kontrol Desain :
Hidraulik loading :
HL = 341,062/276,62
Direncanakan :
Konsentrasi solid :
h = 2,3 m.
d = (0,5+1+1,5+2,3)m = 5,3 m.
Massa Lumpur
Volume Lumpur
Hal ini sesuai dengan bentuk dari masing-masing unit ini yang juga serupa.
Struktur influen :
Struktur influen yang digunakan berupa bak pelimpah yang berbentuk tabung pada bagian
tengah gravity thickener. Air buangan yang akan diendapkan masuk melalui pipa influen yang
terhubung dengan bak pelimpah tersebut. Air buangan akan terdistribusi secara merata di
seluruh bagian bak setelah melewati baffle.
Struktur efluen :
Struktur efluen untuk gravity thickener terdiri dari V-notch, efluen launder, efluen box, dan
pipa bertekanan sebagai pipa outlet.
V notch yang dipakai direncanakan memerlukan ruang sepanjang 0,2 m untuk masing-masing
unitnya. Keliling gravity thickener = 3,14 x 18,8 m = 59,032 m.
L 59,032
n 295
x 0,2
Q 0,00395
qv 0,00001338m 3 / dt
n 295
qv
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
2
5
0,00001338
H
1
8 Cd (2 g ) 2 tan
15 2
H 0,0094 m 0,94 cm
Saluran efluen direncanakan memiliki lebar 0,5 m kemudian untuk efluen boxnya
direncanakan memiliki lebar 1 m. Dari efluen box ini selanjutnya aliran dibawa oleh pipa
dengan diameter 6.
Kedalaman air di efluen box diasumsikan = 0,3 m, kedalaman air pada saluran efluen yang
dekat dengan effluent box (y2) = 0,15 meter. Panjang saluran = (59,032 1) /2 = 29 m.
Kedalaman air dalam saluran outlet ditentukan dengan :
Pada pengoperasiannya lumpur diletakan diatas bed dengan ketebalan lapisan lumpur 200
300 mm lalu dibiarkan mengering. Sebagian air yang terkandung di dalam lumpur
Akan mengalir melalui pori-pori bed dan sebagian lagi akan menguap. Untuk menampung
air yang mengalir ke bawah ini dibuat suatu sistem drainase lateral dengan menggunakan
pipa berpori. Lumpur yang telah mengering pada bagian atas bed disisihkan dan dapat
dibuang ke landfill ataupun dapat juga digunakan sebagai soil conditioner.
b. Kriteria Desain
Tabel 22. Kriteria Desain Sludge Drying Bed
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Lebar W 6 m Metcalf&Eddy
c. Data Perencanaan
Tabel 23. Data Perencanaan Sludge Drying Bed
Parameter Simbol Besaran Satuan
d. Perhitungan
Untuk Tahap I :
VL = 162,32 m3/hari
V = 162,32 x 10
= 1623,2 m3
V 1623,2 m 3
A 5411m 2
hsl 0,3 m
Direncanakan dimensi tiap 1 unit sludge drying bed adalah 30 x 10 m2 yang dipakai secara
bergantian setiap harinya, sehingga jumlah unit sludge drying bed :
D = hsl + hs + hc + FB
=1m
Untuk Tahap II :
VL = 274,32 m3/hari
V = 274,32 x 10
= 2743,2 m3
V 2743,2 m 3
A 9144m 2
hsl 0,3 m
Direncanakan dimensi tiap 1 unit sludge drying bed adalah 30 x 10 m2 yang dipakai secara
bergantian setiap harinya, sehingga jumlah unit sludge drying bed :
D = hsl + hs + hc + FB
=1m
Karakteristik bed :
Bed terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan batu kerikil sebagai penyangga dan lapisan
pasir yang berfungsi sebagai filter.
Coarse sand : 75 mm
Fine sand : 150 mm
J. Klorinasi
Data Perencanaan
Data perencanaan untuk tangki distribusi AL III dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 24. Data Perencanaan Tangki Distribusi AL III
Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit rata rata Qr m3/hari
Tahap I 64725
Tahap II 82860
Debit maksimum Qmaks m3/hari
Tahap I 122588
Tahap II 155403
Waktu detensi saat
td 35 detik
kapasitas rata rata
Waktu detensi saat
td 30 detik
kapasitas maksimum
Dimensi Tangki Distribusi AL III
Volume tangki saat kapasitas maksimum (V)
Dimensi tangki (p x l) = 5 m x 5 m
dmskd = 54 m3 / 25 m2 = 2,2 m
drata = 34 m3 / 25 m2 = 1,3 m
Struktur Intlet
Struktur inlet terdiri dari pipa yang berasal dari clarifier berdiameter 600 mm.
Struktur Outlet
Struktur outlet terdiri dari rectangular weir, box effluen, dan pipa outlet menuju tangki
clorinasi dengan diameter 500 mm. Direncanakan panjang weir yang dipergunakan 0,5 m
dengan koefisien Cd = 0,624.
2
3 Q 3
hL = x
2 Cd L' 2 g
dimana L = L 0,2hL
Q berdasarkan jumlah tangki clorinasi, pada perencanaan ini tangki clorinasi berjumlah 2 unit.
2
3 82860 m3 / hari / 86400 det/ hari / 2 unit 3
hL = x 2
2 0,624 x 0,5 m 0,2hL 2 x 9,81 m / det
2
3 155403 m 3 / hari / 86400 det/ hari / 2 unit 3
hL = x
2 0,624 x 0,5 m 0,2hL 2 x 9,81 m / det
2
Box Effluen
Direncanakan waktu detensi dalam box effluen selama 5 detik dengan dimensi (p x l) adalah
2 m x 2 m.
Kapasitas maksimum
dbox = 9 m3 / 4 m2 = 2,25 m
2. Ion exchange
Ion exchange digunakan untuk menyisihkan garam inorganik dan bahan anionik
organik seperti fenol. Garam terdiri dari ion positif yang basa dan ion negatif yang asam.
Ion exchange memungkinkan terjadinya pertukaran antara ion dan kation terlarut dengan
larutan elektrolit. Contoh bahan yang digunakan untuk ion exchange adalah ion exchange
resin, zeolite, ataupun bahan sintetik lainnya seperti fenolik dan senyawa kompleks
lainnya.
Ion exchange dapat menurunkan tingkat ketidakmurnian air dengan menambahkan
bahan kimia tertentu. Proses ini tidak dianjurkan untuk senyawa non-ionik.
3. Reserve osmosis
Proses RO (Reserve Osmosis) sangat tergantung pada kemampuan membran polimer
(biasanya selulosa asetat atau nilon) untuk melewatkan air dan menahan garam. Untuk
mencapai hal tersebut, air limbah akan diinjeksikan melalui membran dengan
menggunakan tekanan yang sangat tinggi. Tekanan yang diberikan tersbeut harus mampu
untuk menahan tekanan osmotik dari aliran air dan menyediakan tekanan untuk
melewatkan air ke membran.
RO digunakan untuk menyisihkan suspended solids dan ion seperti besi dan mangan
yang dapat mengganggu sistem. Selain itu juga dapat menyisihkan bahan organik, garam
terlarut, mikroorganisme, dan yang lainnya.
STUDI KASUS
Masyarakat mengeluhkan pencemaran pada Sungai Cikijing dan sawah yang terjadi di 4
desa, yaitu desa Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya Kecamatan Rancaekek yang
diduga disebabkan oleh pembuangan air limbah dari kegiatan industri yang berlokasi di
wilayah Kabupaten Sumedang, papar Balthasar, dalam rilisnya Rabu (14/5/2014). Dari hasil
laporan dan temuan di lapangan, kata dia, perusahaan tekstil yang melakukan pencemaran
lingkungan antara lain PT. KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST. Perkiraan luas lahan tercemar di
Kecamatan Rancaekek seluas 752 ha dari total luas lahan baku sawah 983 ha.
Balthasar mengatakan masyarakat mengeluhkan adanya pencemaran air permukaan dan air
tanah yang merupakan sumber air bersih bagi penduduk setempat. Pada tanah yang tercemar
mengakibatkan produktivitas padi menjadi rendah, dari 6 ton 7 ton/ha menjadi hanya 1 ton
2 ton/ha (Hasil penelitian Balai Peneltian Tanah Bogor, 2003). Kasus pencemaran
lingkungan hidup ini sudah dikeluhkan oleh masyarakat cukup lama dan sampai saat ini belum
ada penyelesaiannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah penegakan hukum lingkungan
yang pasti dan cepat, paparnya. Tindakan penegakan hukum harus dilakukan setelah upaya
lain secara persuasif tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat yang terkena dampak.
Perusahaan tersebut dapat dikenai sanksi pidana, karena ditemukan pula tumpukan drum
bekas oli yang ditempatkan di luar ruangan isolasi tertutup atau melanggar peraturan tentang
limbah B3. "Ada dua titik saluran limbah yang dirusak, dialirkan ke saluran dan patut diduga
terjadi by pass. Ini membutuhkan penelitian penelusuran lebih lanjut. Kami tetap pakai asas
praduga tak bersalah," tuturnya. Pihaknya pun sudah mempunyai peta yang sejalan dengan
data pemantauan dalam setahun sebanyak lima kali pengambilan sampel air di Sungai Citarum
dari sembilan titik. "Nah, hasil patroli itu ternyata diketahui pelakunya masih perusahaan yang
sama. Selanjutnya, sampai akhir tahun ini kami akan melakukan tujuh kali lagi dengan waktu
yang sudah diatur," tegasnya.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil analisa sebelumnya adalah :
a. Karakter limbah industry tekstil ialah dapat ditentukan berdasarkan parameter fisik,
kimia, dan fisika. Berikut adalah salah satu contoh karakteristik limbah industry tekstil
yaitu :
Volume besar
TSS : 750 mg/l
BOD: 500 mg/l
COD/BOD: 1,5 : 1 hingga 3: 1
Warna tinggi
Ph tinggi
Temperature 350-400 oC
Mengandung fenol.
b. Baku mutu yang digunakan dalam industry tekstil adalah berdasarkan pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2014, yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
c. Prinsip pengolahan air limbah yang dapat digunakan untuk limbah tekstil adalah dengan
melakukan penyisihan terhadap materi polutan secara fisika, kimia, dan biologi. Urutan
proses pengolahan itu sangat bergantung pada karakteristik influen, dengan
mempertimbangkan mudah tidaknya suatu materi polutan dipisahkan dan sangat berkaitan
dengan rangkaian proses selanjutnya.
d.
Primary
Bak Aeration
Settling Clarifier Netralisasi
Koagulasi Tank
Tank
XR Klorinasi
Effluen
Unit unit Pengolahan dan Operasi yang digunakan dalam mengelola limbah tekstil nya
adalah sebagai berikut :
1. Bar screen berfungsi untuk menahan benda berukuran besar yang ikut terbawa oleh
air limbah seperti sampah.
2. Grit chamber, berfungsi untuk memisahkan pasir, krikil, dan sejenisnya yang
mempunyai berat jenis lebih besar dari air.
3. Cooling tank, berfungsi untuk menseragamkan suhu dari seluruh industri.
4. Bak ekualisasi, unit ini digunakan untuk menampung limbah dan bak control aliran
agar debit dari 4 Industri yang berbeda (fluktuatif) dapat diekualisasikan.
5. Primary Settling Tank berfungsi untuk mengendapkan partikel diskrit secara
gravitasi tanpa ditambahkan senyawa kimia atau koagulan.
6. Bak koagulasi berfungsi sebagai tempat penambahan koagulan agar partikel flokulen
dan koloid dapat disisihkan.
7. Clarifier berfungsi sebagai tempat mengendapkan partikel flok-flok yang terbentuk
dari proses koagulasi secara gravitasi.
8. Bak netralisasi, berfungsi untuk menetralisasi pH dengan penambahan asam karena
pada proses sebelumnya terbentuk pH basa.
9. Aeration tank berfungsi sebagai tempat proses oksidasi biologis dengan memasukkan
oksigen kedalam air limbah yang diolah selama 20-24 jam
10. Clarifier, berfungsi untuk menampung lumpur (excess sludge) yang terbentuk dari
aeration tank. Pada proses ini terjadi pengembalian lumpur (Sludge Recycle, XR) ke
dalam aeration tank yang bertujuan untuk memanfaatkan kembali mikroorganisme
di aeration tank.
11. Belt Filter Press, berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam lumpur (sludge) agar
terbentuk sludge cake sehingga massa lumpur yang dibuang lebih ringan dilakukan
dengan mem-press lumpur.
12. Klorinasi dilakukan dengan penambahan Chlor yang bertujuan penyisihan logam
berat karena dapat mengoksidasi seluruh zat yang masih dapat dioksidasi seperti (Fe,
Zn, Mn, H2S, dan Ammonia), senyawa organik, dan dapat berperan sebagai
desinfektan.
e. Contoh kasus yang terjadi pada limbah tekstil adalah Pencemaran Sungai Cikijing,
Sumedang oleh 3 perusahaan tekstil, yaitu PT. KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST yang
menyebabkan pencemaran pada air tanah dan tanah pertanian di sekitarnya.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan atas penyusunan laporan ini ialah :
1. Melakukan survey dan mencari data data yang lebih beragam dari beberapa industry tekstil
yang ada sehingga dapat tergambar dan teranalisis lebih dalam lagi terkait pengelolaan
limbah industry. Sehingga hasilnya lebih representative
2. Dalam memilih unit operasi lebih dipertimbangkan lagi hal hal teknis yang mungkin dapat
menjadi alternative yang lebih murah dan mudah untuk diaplikasikan
DAFTAR PUSTAKA
Arceivala, S. J., Simple Waste Treatment Methods, Middle East Technical University Ankara,
Turkey, 1973
Benefield, Larry D, Clifford W Randall, Biological Process Design for Wastewater Treatment,
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, 1980.
Davis, Mackenzie L. 2011. Water and Wastewater Engineering Design Principles and Practice.
New York: McGraw Hill.
Lee, C.C. 2007. Handbook of Environmental Engineering Calculations Second Edition. New
York: McGraw-Hill.
Metcalf & Eddy. 2014. Wastewater Engineering Treatment and Resource Recovery 5th Edition.
New York: McGraw Hill.
Qasim, Syed R., Wastewater Treatment Plants and Operation, Planning, Design, CBS College
Publishing, New York, 1985.
https://www.rroij.com/open-access/textile-waste-water-and-the-advancedoxidative-treatment-
process-an-overview-.php?aid=48324 Diakses pada 25 April 2017 pukul 17.50