You are on page 1of 17

1

Mekanisme Good Corporate Governance, Earnings Management dan


Right Issue
Lodovicus Lasdi
Unika Widya Mandala Surabaya
Abstract. This research examines the influence of corporate governance mechanism
to earnings management around the timing of right issue, and investigating whether
there are any differences between discretionary accruals tend to be high before and
after right issue. Corporate governance mechanisms include institutional ownership,
managerial ownership, presence of independent director and size of director. The
sample of this research consists of companies conducting the right issue between the
year of 2002-2005, with 2 years observation period before and after right issue.
Therefore, the period included in this research is 2000-2007. Hypothesis testing is
conducted using regression, while pair t-test is used to investigate the differences of
discretionary accruals before and after the right issue. The results of this study show
that managerial ownership and presence of independent director had significant
influence to earnings management. In addition, the result of the study shows that
there are differences between discretionary accruals before the right issue and that
of after the right issue, i.e. the discretionary accruals before the right issue tends to
be higher than that of after.

Keywords: corporate governance mechanisms, earnings management, and right


issue

PENDAHULUAN
Perusahaan membutuhkan modal untuk keperluan operasional rutin. Hal itu dapat
dipenuhi dengan menerbitkan saham dan menjual kepada publik melalui penjualan
saham kepada masyarakat (public offerings) dengan initial public offerings (IPO) atau
penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya atau seasoned equity offerings (SEO) atau
cara lain dengan menjual saham kepada pemegang saham lama (right issue). Untuk
menarik minat investor, manajer dapat mengelola laba perusahaan agar terlihat bagus
dengan menggunakan teknik akrual. Hal ini dapat terjadi karena adanya asimetri
informasi.
Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat
memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings
management) (Richardson, 1998). Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan
tentang penentuan kontrak yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah
keagenan (Jensen dan Meckling, 1976 dan Eisenhardt, 1989). Akan tetapi, adanya
kontrak yang efisien belum cukup untuk mengatasi masalah keagenan. Konsep corporate
governance timbul karena adanya keterbatasan dari teori keagenan dalam mengatasi
masalah keagenan dan dapat dipandang sebagai kelanjutan dari teori keagenan (Ariyoto,
2000). Corporate governance merupakan cara-cara untuk memberikan keyakinan pada
para pemasok dana perusahaan akan diperolehnya return atas investasi mereka (Shleifer
dan Vishny, 1997).
Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan
sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik
monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). Perilaku manajemen laba oleh
manajer tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang
bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) kepentingan manajer (agent) dan pemilik
(principal). Mekanisme corporate governance untuk meminimumkan tindakan
manajemen laba dilakukan dengan beberapa cara.
2

Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen


(managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau
pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua,
kepemilikan saham oleh investor institusional. Mohd et al. (1998) dalam Pratana dan
Masud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat
memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk
mengatur laba menjadi berkurang. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan
komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) menemukan
hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan.
Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi
kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan.
Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Fung, Leung, dan Zhu (2008) di Cina
tentang manajemen laba dan right issue, dan Ujhiyanto dan Pramuka (2007) yang hanya
melihat dampak mekanisme corporate governance dan manajemen laba. Lebih jauh,
penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi mekanisme corporate governance
terhadap manajemen laba, terutama pada saat perusahaan melakukan penawaran
saham terbatas pada pemegang saham lama (right issue). Hal ini didasari pada
fenomena terjadinya penurunan kinerja setelah perusahaan melakukan right issue
(Putra, 2006). Penelitian ini ingin membuktikan apakah pada saat right issue juga
terdapat perbedaan earnings management, yang dalam hal ini diproksi dengan
diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah melakukan right issue.

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


1. Right Issue
Istilah right issue di Indonesia dikenal pula dengan istilah HMETD atau Hak
Memesan Efek Terlebih Dahulu. Right issue merupakan pengeluaran saham baru
dalam rangka penambahan modal perusahaan, namun terlebih dahulu ditawarkan
kepada pemegang saham saat ini (existing share holders) dengan kata lain pemegang
saham memiliki preemtive right atau hak memesan efek terlebih dahulu, atas saham-
saham baru tersebut. Tentu saja untuk mendapatkan saham tersebut pemegang saham
harus melaksanakan right tersebut pada tingkat harga yang telah ditentukan, karena
sifatnya hak dan bukan merupakan kewajiban maka jika pemegang saham tidak ingin
melaksanakan haknya sehingga ia dapat menjual haknya tersebut. Dengan demikian
terjadilah perdagangan atas right. Right issue diperdagangkan seperti halnya saham
namun perdagangan right issue ada masa berlakunya.
Alasan tiap-tiap perusahaan untuk melakukan right issue sangat beragam, misalnya
pembangunan pabrik baru, penambahan modal kerja, diversifikasi produk, pembayaran utang,
dan lainnya. Setelah melakukan right issue investor tentu sangat berharap kinerja yang
dimiliki oleh perusahaan menjadi lebih baik karena dengan adanya right issue berarti dana
dari pihak luar masuk ke perusahaan. Harapan dari pihak-pihak yang berkepentingan tersebut
belum tentu menjadi kenyataan. Apabila kinerja perusahaan tidak membaik setelah
melakukan right issue, tentu saja akan mengurangi kepercayaan terhadap perusahaan tersebut,
bahkan secara luas bias menghilangkan kepercayaan terhadap pasar modal sehingga investor
lebih tertarik untuk melakukan investasi pada sektor perbankan, yakni deposito. Hal ini akan
sangat merugikan keberlangsungan pasar modal karena pasar modal akan ditinggalkan oleh
para investor.

2. Manajemen Laba
Healy dan Wahlen (1999) mendefinisikan bahwa manajemen laba terjadi ketika
manajer menggunakan judgment-nya dalam pelaporan keuangan dan dalam transaksi
3

merubah laporan keuangan untuk menyesatkan beberapa stakeholder tentang kinerja


ekonomi perusahaan atau, untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang tergantung
pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Terdapat beberapa aspek bahasan yang
terkandung dalam definisi tersebut.
Pertama, terdapat beberapa cara yang mana manajer dapat menggunakan
judgment-nya untuk mempengaruhi laporan keuangan. Sebagai contoh, judgment
diperlukan untuk mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi yang terefleksikan dalam
laporan keuangan, seperti masa manfaat dan nilai sisa dari aset jangka panjang,
kerugian dari bad debts dan lainnya. Manajer juga harus memilih diantara metode
akuntansi untuk pelaporan transaksi ekonomi yang sama, seperti metode penyusutan
dipercepat atau garis lurus atau metode persediaan FIFO, LIFO, atau rata-rata
tertimbang. Selain itu, manajer juga harus membuat judgement dalam pengelolaan
modal kerja (seperti tingkat persediaan, waktu pengiriman atau pembelian persediaan
dan kebijakan piutang) yang mempengaruhi alokasi biaya dan laba bersih. Manajer
juga harus memilih untuk membuat atau menunda discretionary expenditures, seperti
research and development (R&D), iklan, atau pemeliharaan. Akhirnya, manajer harus
memutuskan bagaimana melakukan strukturisasi transaksi perusahaan. Sebagai
contoh, kontrak sewa guna usaha dapat distruktur sehingga kewajiban sewa guna
usaha adalah on balance sheet atau off balance sheet.
Hal yang kedua dari definisi tersebut menunjukkan bahwa tujuan manajemen laba
adalah untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini
dapat terjadi jika manajer tidak yakin bahwa stakeholder dapat membatalkan
manajemen laba dan manajer mempunyai akses ke informasi yang tidak tersedia bagi
stakeholder. Manajer dapat juga menggunakan judgement untuk membuat laporan
keuangan lebih informatif bagi pemakai. Hal ini dapat terjadi jika, sebagai contoh
pilihan atau estimasi metode akuntansi tertentu dirasakan mahal dan karena itu
merupakan sinyal yang kredibel dari kinerja keuangan perusahaan. Sebagai contoh,
perusahaan menggunakan judgment akuntansi tertentu untuk melaporkan laba yang
lebih rendah sebagai sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek masa depan yang
kuat.
Akhirnya, manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dengan
mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. Biaya merupakan kesalahan alokasi yang
potensial dari sumber daya yang muncul dari manajemen laba. Manfaat merupakan
perbaikan potensial dalam komunikasi informasi privat yang kredibel dari manajemen
untuk stakeholder eksternal.

3. Mekanisme Corporate Governance


Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan
dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah
keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan
manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang
ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak
menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance
diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Shleifer and Vishny (1997) menyatakan corporate governance berkaitan dengan
cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh
return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Mekanisme corporate
governance memberikan manajemen dan pengambil keputusan kendali dan
membuatnya lebih mudah untuk mencapai maksimasi nilai perussahaan (Cuervo,
2002). Dennis dan McConnel (2003) menyatakan bahwa mekanisme internal dalam
4

corporate governance, khususnya yang terkait dengan dewan direksi dan struktur
kepemilikan modal dalam perusahaan; mengambil alih sistem perlindungan pasar dan
hukum.

4. Manajemen Laba di Seputar Right Issue


Penelitian-penelitian tentang pengaruh right issue terhadap kinerja memberikan bukti
adanya penurunan kinerja operasi setelah perusahaan melakukan right issue (Hansen
dan Crutchley 1990; McLaughlin, Safieddine, dan Vasudevan 1996; Teoh, Welch dan
Wong 1997; Ranggan 1997; Loughran dan Ritter 1997). Di Indonesia, Harto (2001)
melakukan penelitian tentang perubahan kinerja dengan dilakukannya right issue
menunjukkan bahwa kinerja operasi, profitabilitas, dan saham perusahaan mengalami
penurunan pasca right issue. Fenomena penurunan kinerja setelah right issue ini
ditenggarai terjadi adanya tindakan manajemen untuk memanipulasi laba seperti yang
terjadi pada peristiwa penawaran saham perdana (IPO) dan penawaran saham
musiman (SEO).
Rangan (1998) dan Teoh et al. (1998) menyatakan bahwa terjadi penurunan
kinerja di seputar SEO. Hal ini terjadi karena meningkatnya transaksi discretionary
accruals yang berasal dari manajemen laba. Wibisono (2003) menyatakan bahwa
manajer bersikap oportunis sehingga mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan
pasca SEO. Sementara itu Assih et al. (2005) menemukan bahwa ROA perusahaan
pasca-IPO akan menurun pada perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen
laba menjelang IPO. Demikian pula Kusumawardhani dan Siregar (2009)
memberikan bukti adanya hubungan negatif antara manajemen laba yang dilakukan
sebelum IPO dengan proksi kinerja perusahaan dalam penelitian ini, yakni rata-rata
pertumbuhan EVA perusahaan. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa
perusahaan cenderung meningkatkan kinerja pada saat sebelum corporate action
dengan cara memanipulasi laba dalam bentuk peningkatan laba (income increasing),
tetapi kondisi ini menyebabkan penurunan jangka panjang pada periode setelah
corporate action. Hal ini juga berlaku sama pada perusahaan yang melakukan right
issue. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis berikut:
H1: Discretionary accruals sebelum right issue cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan discretionary accruals setelah right issue

5. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba


Pada Perusahaan yang Melakukan Right Issue
a. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi
manajemen laba. Hasil penelitian Brickley, Lease, dan Smith (1988) menunjukkan
bahwa investor institusi melakukan pengawasan yang lebih baik dibandingkan dengan
investor lainnya. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat
mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup
kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Gideon,
2005). Cornet et al., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan
oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan
perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku
opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Dalam penelitian ini diajukan hipotesis
dengan rumusan sebagai berikut:
5

H2a: Proporsi kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap


manajemen laba melalui akrual diskresioner.

b. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba


Secara teoretis ketika proporsi kepemilikan manajemen rendah, maka insentif
terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat.
Lebih lanjut, teori akuntansi menguraikan bahwa manajemen laba sangat ditentukan
oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran
manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai
pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut
akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang
diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa
persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung
mempengaruhi tindakan manajemen laba (Gideon, 2005).
Kepemilikan oleh manajemen dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan
kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen and Meckling,
1976). Hasil tersebut diperkuat oleh hasil studi Warfield, Wild, and Wild (1995) serta
Pratana dan Masud (2003) yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara
kepemilikan manajerial dan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen
laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan
informasi dalam laba. Selanjutnya, rumusan hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H2b : Proporsi kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba

c. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen


Laba
Komisaris independen sering disebut sebagai komisaris ekstern atau di negara lain
sering disebut outside directors. Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah
diatur oleh Bursa Efek Indonesia tanggal 1 Juli 2000. Fama dan Jensen (1983)
menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam
perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan
manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen
merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta
perusahaan yang good corporate governance. Hasil penelitian Dechow, Patricia,
Sloan dan Sweeney (1996), Klein (2002), Peasnell, Pope dan Young (2001), Chtourou
et al. (2001), Pratana dan Masud (2003), dan Xie, Wallace dan Peter (2003)
memberikan simpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director dapat
mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga, jika anggota dewan komisaris
dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan
makin rendahnya penggunaan discretionary accruals (Cornett et al., 2006). Dalam
penelitian ini rumusan hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H2c : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba
6

d. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba


Jensen (1993) merupakan yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan
komisaris merupakan bagian dari mekanisme corporate governance. Jensen juga
menyatakan bahwa dewan komisaris yang ukurannya besar kurang efektif daripada
dewan komisaris yang ukurannya kecil.
Penelitian yang dilakukan Yermack (1996), Beaslley (1996) dan Jensen (1993)
juga menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang berukuran kecil akan lebih efektif
dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan dewan komisaris berukuran
besar. Ukuran dewan komisaris yang besar dianggap kurang efektif dalam
menjalankan fungsinya karena sulit dalam komunikasi, koordinasi serta pembuatan
keputusan. Oleh karena itu hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
H2d : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen
laba

METODE PENELITIAN
1. Sumber Data, Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari pusat data Jakarta Stock Exchange:
Public Companies Financial Statement di Program Magister Sains dan Doktor
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, basis data BEI yang tersedia di Pusat
Pengembangan Akuntansi UGM, dan di www.idx.co.id. Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yang merupakan metode
sampel dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Terdaftar di BEI dan melakukan right issue periode 2002-2007.
2. Mempublikasikan laporan keuangan auditan secara konsisten dan lengkap dari
tahun 2000-2007.
3. Perusahaan memiliki data kepemilikan saham institusional dan manajerial.
4. Perioda laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember.
5. Penggunaan mata uang baik dalam Rupiah atau mata uang lainnya harus
konsisten.

2. Variabel dan Pengukurannya


a. Earnings management sebagai variabel dependen diproksi dengan discretionary
accruals dan dihitung dengan The Modified Jones Model. Alasan pemilihan
model Jones yang dimodifikasi ini karena model ini dianggap sebagai model yang
paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan dengan model lain
serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et. al., 1995). Langkah-langkah
dalam menghitung discretionary accruals sebagai berikut:
TA (total accrual) = Net income Cash flow from operation.(1)

Tat/At-1=1 (1/At-1) + 2 (REVt/At-1) + 3 (PPEt/At-1) + .(2)


Keterangan:
At-1 = Total aset pada periode t-1
REVt = Perubahan pendapatan dalam periode t
PPEt = Property, Plan, and Equipment
1, 2, 3 = koefisien regresi
7

NDA = 1 (1/At-1) + 2 (REVt-RECt)/At-1) + 3 (PPEt/At-1).(3)


Keterangan:
RECt = Perubahan piutang bersih dalam periode t

Selanjutnya dapat dihitung nilai discretionary accruals sebagai berikut:


DACit = TAt /At-1-NDA..(4)
Keterangan:
DACit = Discretionary accruals pada periode t
NDA = Non discretionary accruals

b. Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh
institusi. Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase
jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar.
c. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen
dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005). Indikator yang
digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham
yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar.
d. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta
bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Proporsi
dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase
anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran
anggota dewan komisaris perusahaan.
e. Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan komisaris perusahaan.
Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan
manajemen, dan memberikan nasehat kepada manajemen jika dipandang perlu oleh
dewan komisaris (KNKG, 2004). Ukuran dewan komisaris diukur dengan
menggunakan indikator jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan.

3. Model Penelitian
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, minimun,
maksimum dan standar deviasi dari variabel-variabel yang diteliti. Selain itu, dilakukan
uji asumsi klasik (normality, multicollinearity, dan heterokedastisitas). Untuk menguji
hipotesis pertama, yaitu untuk membuktikan apakah discretionary accruls sebelum
right issue cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan setelah right issue digunakan
uji t berpasangan (paired t-test). Pengujian hipotesis pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba (H2, H3, H4 dan H5) digunakan alat analisis
regresi berganda. Model persamaan regresi tersebut sebagai berikut :

DA = o + 1MILINS+ 2MILMAN+ 3KOMIN+ 4UKKOM+


e..(6)
Keterangan :
DA = Discretionary Accruals
MILINS = Kepemilikan institusional
MILMAN = Kepemilikan manjerial
KOMIN = Proporsi dewan komisaris independen
UKKOM = Ukuran dewan komisaris
o = Konstanta
8

1 4 = Koefisien regresi
e = error

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Statistik Deskriptif
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode penggabungan data (pooling data).
Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 23 perusahaan dengan periode amatan 5
tahun sehingga terdapat 115 observasi (tabel 1a). Dari tabel 1b statistik deskriptif
ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual rata-rata negatif. Dengan demikian,
disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini rata-rata
melakukan aktivitas manajemen laba dalam bentuk penurunan laba (income
decreasing).

2. Uji Asumsi Klasik


Karena penelitian ini menggunakan alat analisis regresi, maka dibutuhkan beberapa
uji asumsi klasik. Pengujian asumsi regresi linier dilakukan sebagai berikut:
1. Uji heteroskedastisitas menggunakan Glejser test. Uji Glejser ini dilakukan
dengan mencari residual-residual prediksian dari regresi OLS. Residual-residual
prediksian tersebut kemudian diabsolutkan dan diregresi terhadap variabel-
variabel independen masing-masing model. Hasil menunjukkan tidak ada satupun
variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
dependen nilai absolut. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas
tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung
adanya heteroskedastisitas.
2. Uji multikolinieritas menggunakan variance inflation factor (VIF). Ukuran untuk
mendeteksi adanya multikolinieritas adalah nilai VIF. Hasil analisis terhadap
model regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuk semua variabel independen di
bawah nilai 10, artinya tidak terjadi multikolinieritas pada kedua model regresi.
3. Uji autokorelasi dilakukan dengan menghitung nilai Durbin-Watson d statistic.
Korelasi serial dalam residual tidak terjadi jika nilai d berada di antara nilai batas
dU dan 4dU. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model penelitian bebas
autokorelasi.

3. Pengujian Hipotesis
a. Pengujian Manajemen Laba di Seputar Right Issue
Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan pair sample T-Test untuk
membuktikan apakah terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum right
issue dan sesudah right issue, yaitu adanya kecenderungan discretionary accruals
yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan setelah right issue.
Pengujian dengan pair sample t-test ini dilakukan dengan membandingkan
diskresioner akrual sebelum dan sesudah right issue sebelum dan pada saat right issue
dan pada saat right issue dengan sesudah right issue.
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual antara sebelum right
issue dengan sesudah right issue dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dihasilkan
nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi jauh di bawah 5% (0,000 <
0,05),maka hasil pengujian menunjukkan nilai yang sangat signifikan. Dengan
demikian,hipotesis 1 dapat didukung. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan
diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah right issue, yaitu adanya
9

kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue


dibandingkan dengan setelah right issue.
Sebagai perbandingan dilakukan pengujian diskresioner akrual sebelum dan pada
saat right issue serta pengujian diskresioner akrual pada saat right issue dan setelah
right issue. Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual sebelum right
issue dan pada saat right issue dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dihasilkan nilai
sig. (2-tailed) 0,0000 berada jauh di bawah 0,05 (0,0000 < 0,05) sehingga hasil
pengujian menunjukkan nilai yang sangat signifikan. Tabel 4 menunjukkan hasil
pengujian diskresioner akrual pada saat dan sesudah right issue dihasilkan nilai sig (2-
tailed) sebesar 0,516. Karena nilai 0,516 berada jauh di atas 0,05 (0,516 > 0,05), maka
hasil penelitian menunjukkan nilai yang tidak signifikan.
Dari hasil pengujian dengan pair t-test tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dengan sesudah right issue. Hal ini
dikarenakan beberapa perusahaan cenderung ingin menutupi kinerja yang buruk pada
saat sebelum penawaran dengan cara mengatur laba melalui transaksi akrual, yaitu
cenderung meningkatkan laba sehingga akan terlihat terjadi peningkatan kinerja
sebelum penawaran. Dengan demikian, ada kecenderungan sebelum right issue
discretionary accruals lebih tinggi dibandingkan dengan setelah right issue. Hal itu
terjadi karena berkaitan dengan keinginan menunjukkan kinerja perusahaan yang
tinggi. Kemudian discretionary accruals akan menurun sesudah penawaran. Kondisi
ini menyebabkan penurunan kinerja sesudah penawaran.
Pengaturan laba biasanya terjadi hanya pada saat sebelum penawaran. Hal itu
dibuktikan dengan hasil pengujian pair t-test pada saat right issue dengan setelah
right issue pada tabel 4, yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan diskresioner
akrual pada saat right issue dengan setelah right issue. Itu berarti bahwa beberapa
perusahaan cenderung mengutamakan pengaturan labanya hanya pada saat sebelum
penawaran, yaitu cenderung menunjukkan discretionary accruals yang lebih tinggi
sebelum penawaran dibandingkan dengan setelah penawaran. Hasil pengujian dengan
pair t-test di atas menunjukkan discretionary accruals cenderung berbeda sebelum
dan sesudah serta pada saat right issue. Akan tetapi, kemudian tidak terdapat
perbedaan discretionary accruals pada saat penawaran (right issue) dengan setelah
penawaran (right issue).

b. Pengujian Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap


Manajemen Laba Pada Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Tabel 5 menyajikan estimasi-estimasi parameter OLS bersama tingkat signifikansinya


untuk model regresi. Dalam pengujian secara simultan menunjukkan bahwa nilai
adjusted R2 pada model regresi adalah 0,198. Hal ini mengindikasikan bahwa 19,80%
variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan
komisaris. Sisanya sebesar 80,20% dijelaskan oleh faktor lain diluar model regresi,
tetapi dengan F-statistik sebesar 2,787 (p=0,048; p<0,05) menunjukkan bahwa
variabel-variabel bebas (MILINS, MILMAN, KOMIN, dan UKKOM) secara simultan
berpengaruh terhadap variabel terikat (manajemen laba).
Dalam pengujian secara parsial, dua variabel yaitu variabel kepemilikan
manajerial (MILMAN) dan proporsi dewan komisaris independen (KOMIN)
ditemukan berpengaruh secara signifikan (p0,05). Akan tetapi, hanya variabel
kepemilikan manajerial yang mempunyai tanda yang sesuai dengan tanda prediksian.
Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai tanda yang tdiak sesuai
10

dengan prediksi. Dua variabel lainnya, yaitu variabel kepemilikan institusional


MILINS) dan jumlah dewan komisaris (UKKOM), ditemukan tidak berpengaruh
signifikan.
Variabel kepemilikan institusional tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
t = -0,612 dan p = 0,546 (p<0,05). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan
bahwa kepemilikan instutusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba tidak
didukung. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Jensen dan Meckling (1976) ,Warfield et al., (1995), Dhaliwal et al., (1982), Morck et
al., (1988) dan Pranata dan Masud (2003) yang menemukan adanya pengaruh negatif
signifikan. Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan pandangan atau konsep
yang mengatakan bahwa institusional adalah pemilik yang lebih memfokuskan pada
current earnings (Porter, 1992 dalam Pranata dan Masud 2003). Akibatnya manajer
terpaksa untuk melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba jangka pendek,
misalnya dengan melakukan manipulasi laba. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Cornett et al., (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari
para investor, sehingga mereka akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan
manipulasi laba
Variabel kepemilikan manajerial menunjukkan pengaruh yang signifikan t = -
2,081 dan p = 0,048 (p<0,05) dengan tanda koefisien yang sesuai dengan tanda
prediksian. Sehingga hipotesis kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba diterima. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan Jensen dan Meckling (1976), Warfield et al., (1995), Dhaliwal et al.,
(1982), Morck et al., (1988), Pranata dan Masud (2003) dan Cornett et al., (2006)
yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan. Hasil ini menujukan bahwa
kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang
dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik
atau pemegang saham
Variabel proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap
variabel discretionary accruals t = 2,232 dan p = 0,035 (p<0,05) tetapi dengan tanda
koefisien yang tidak sesuai dengan tanda prediksian. Hasil ini tidak mendukung
hipotesis yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan
penelitian yang dilakukan Dechow et al.,(1996), Klein (2002), Chtourou et al.,
(2001), Xie et al., (2003) dan Cornett et al., (2006) yang menemukan adanya
pengaruh negatif signifikan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penempatan atau
penambahan anggota dewan komisaris independen dimungkinkan hanya sekedar
memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang saham mayoritas
(pengendali/founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan
tidak meningkat bahkan turun (Gideon, 2005). Siregar dan Utama (2005) juga
menyatakan bahwa pengangkatan dewan komisaris independen oleh perusahaan
mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan
untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan.
Kondisi ini juga ditegaskan dari hasil survai Asian Development Bank dalam Gidoen
(2005) yang menyatakan bahwa kuatnya kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan
saham mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen. Fungsi pengawasan
yang seharusnya menjadi tanggungjawab anggota dewan menjadi tidak efektif.
Variabel jumlah dewan komisaris tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan t
= 1,391dan p = 0,177 (p<0,05) terhadap variabel discretionary accruals. Dengan
demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
11

positif terhadap manajemen laba ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung dengan
penelitian yang dilakukan Dechow et al.,(1996), Klein (2002), Chtourou et al.,
(2001), Xie et al., (2003), Pranata dan Masud (2003) dan Cornett et al., (2006). Hal
ini dapat dijelaskan bahwa besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor
penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan
tetapi efektivitas meknisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan
kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi (Jennings 2004a; 2004b; 2005a;
Oliver, 2004) serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring)
terhadap manajemen (Jennings 2005b)

4. Penutup
a. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji serta mendapatkan bukti secara empiris
indikasi manajemen laba di seputar right issue.. Pengujian dilakukan dengan menguji
apakah terdapat perbedaan earnings management, yang dalam hal ini iproksi dengan
diskresioner akrual antara sebelum right issue dengan setelah right issue, yaitu
kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue
dibandingkan setelah right issue. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh
mekanisme corporate governance terhadap tindakan manipulasi laba yang dilakukan
oleh manajemen dari perusahaan-perusahaan yang melakukan right issue. Sebagai
perbandingan juga diuji perbedaan diskresioner akrual sebelum right issue dengan
pada saat right issue dan pada saat right issue dengan sesudah right issue.
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan adanya perbedaan
diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah right issue yang disebabkan
manajemen termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang bagus dengan melakukan
aktivitas manajemen laba. Kondisi ini berbeda pada saat dan setelah right issue, yang
menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan diskresioner akrual pada saat dan setelah
right issue.
Pengujian hipotesis kedua menunjukkan hasil sebagai berikut: 1) Kepemilikan
institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba; 2)
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen. laba; 3)
Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen
laba; 4) Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba; dan 5) Pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama
teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

5.2 Keterbatasan dan Saran


Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk penelitian selanjutnya adalah: 1) Dilihat dari nilai adjusted R yang
relatif kecil, maka untuk penelitian selanjutnya perlu meneliti variabel lain, misalnya
komite audit yang merupakan suatu komite yang membantu fungsi pengawasan dewan
komisaris. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian. Kedua, penelitian
ini hanya menggunakan periode pengamatan manajemen laba yang relatif pendek,
yakni dua tahun sebelum terjadinya right issue dan jumlah sampel hanya sebanyak 23
perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode penelitian dan
menambah jumlah sampel.

5.3 Implikasi Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Berikutnya


12

Penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi bagi pihak regulator dalam hal gambaran
tentang implementasi good corporate governance pada perusahaan publik di Indonesia
beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan juga bisa
menjadi masukan bagi pihak regulator untuk meregulasi implementasi good corporate
governance pada perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan
efektifitas dari mekanisme corporate governance.
Bagi para analis, investor, maupun kreditor, hasil penelitian ini diharapkan bisa
memberikan masukan dalam pembuatan keputusan investasi dan kredit. Dengan
melakukan analisis yang berkaitan dengan konsentrasi kepemilikan perusahaan, ukuran
perusahaan dan jenis industri perusahaan, diharapkan para analis, investor dan kreditor
bisa lebih hati-hati dalam membuat keputusan investasi maupun kredit.

DAFTAR PUSTAKA
Ariyoto, K. 2000. Good Corporate Governance dan Konsep Penegakannya di BUMN dan
Lingkungan Usahanya. USAHAWAN No. 10 tahun XXIX Oktober. hal: 3-17.

Assih, P., A.W. Hastuti, dan Parawiyati. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Nilai
dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2 (2): 125-
144.

Beasley, M. S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of


Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review.
71 (4): 443-465.

Brickley, J. A., R. C. Lease, dan C. W. Smith. 1988. Ownership Structure and Voting
on Antitakeover Amendments. Journal of Financial Economics 20: 267-291.

Chtourou, S. M., J. Bedard, dan L. Courteau. 2001. Corporate Governance and


Earnings Management. Working Paper. Universite Laval, Quebec City, Canada.

Cornett M. M, J. M. Saunders, dan H. Tehranian. 2006. Earnings Management,


Corporate Governance, and True Financial Performance. SSRN. Working Paper.

Cuervo, Alvaro. 2002. Corporate Governance Mechanisms: a plea for less code of
good governance and more market control. Corporate Governance : An
International Review10(2): 84-93.

Dechow, P. M., R. G. Sloan and A.P. Sweeney. 1995. Detecting earnings


management, The Accounting Review 70 (2): 193-225.

Dechow, P. M., R. G. Sloan dan A.P. Sweeney. 1996. Causes And Consequences Of
Earnings Manipulaton: An Analysis Of Firms Subject To Enforcement Actions
By The SEC. Contemporary Accounting Research 13: 1-36.
Deni, D., Khomsiyah dan Rika, G. R. 2004. Hubungan Corporate Governance dan
Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII.

Dennis, D. K. dan J. J. McConnel . 2003. International Corporate Governance,


Journal of of Financial and Quantitative Analysis 38(1): 1-36.
13

Dhaliwal, S. D. 1980. The Effect of the Firms Capital Structure on the Choice of
Accounting Methods. The Accounting Review. Vol. 55 (1): 78-84.

Eisenhardt, K. M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of


Management Review 14: 57-74.

Fama. E.F., dan M.C. Jensen. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal Of
Law and Economics, 26: 301-325.

Fung, H.G., W.K. Leung, dan J. Zhu. 2008. Right Issues in The Chinese Stock
Market: Evidence of Earnings Management. Journal of International Financial
Management and Accounting 19 (2): 133-158.

Gideon, S. B. B. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate


Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur.
Simposium Nasional Akuntansi VIII.

Hansen, R. S., dan C. Crutchley. 1990. Corporate Earnings and Financing: An


Empirical Analysis. Journal of Business 63: 347-371.

Harto, P. 2001. Analisis Kinerja Perusahaan yang Melakukan Right Issue di


Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV.

Healy, P., dan J. Wahlen. 1998. A review of the earnings management literature and
its implications for standard setting. Working Paper.

Iqbal, Abdullah, Susanne Espenlaub, dan Norman Strong. 2000. An Analysis of the
Motivation for Earnings Management Around U.K. Rights Issues. Working
Paper.

Jennings, M. M. 2004a. Privilege, Financial Fraud, and Noisy Lawyers. Corporate


Finance Review, 8 (4): 43-47.

Jennings, M. M. 2004b. Parmalat: Ethical Collapse Goes Global. Corporate Finance


Review, 8 (5): 43-46.

Jennings, M. M. 2005a. The Ethical Lessons of Marsh and McLennan. Corporate


Finance Review, 9 (4): 43-48.

Jennings, M. M. 2005b. Conspicuous Governance Failures: Why Sarbanes-Oxley Is


not an Ethics Warranty. Corporate Finance Review, 9(5): 41-47.

Jensen, M. C., dan W. H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency and Ownership Structure. Journal of Financial Economic. Vol. 3 (4):
305-360.

Jensen, M.C. 1993. The Modern Industrial revolution, Exit, and the Failure of Internal
Control System. Journal of Finance, 48: 831-880.
14

Klein, A. 2002. Audit Committee, Board Of Director Characteristics and Earnings


Management. Journal of Accounting and Economics, 33 (3): 375-400.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2004. Pedoman Tentang Komisaris


Independen. http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm.

Kusumawardhani, N. A. S., dan S. V. Siregar. 2009. Fenomena Manajemen Laba


Menjelang IPO dan Kaitannya dengan Nilai Perusahaan Perdana serta Kinerja
Perusahaan PascaIPO: Studi Empiris Pada Perusahaan yang IPO di Indonesia
Tahun 2000-2003. Simposium Nasional Akuntansi 12. Universitas Sriwijaya:
Palembang.

Loughran, T., dan J. R. Ritter. 1997. The Operating performance of Firm Conducting
Seasoned Equity Offering. Journal of Finance. Vol LII. No.5. Desember 1997.

McLaughlin, A. S., dan K. V. Gopala. 1996. The Operating of Seasoned Equity


Issuers: Free Cash Flow and Post Issues Performance. Financial Management.
Vol. 25, No. 4, p.41-53.

Morck, R., A. Shleifer dan R.W. Vishny. 1988. Management Ownership and Market
Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics, 20: 293-
315.

Peasnell, K.V, P.F. Pope. dan S.Young. 2001. Board Monitoring and Earnings
Management: Do Outside Directors Influence Abnormal Accruals. Accounting
and Business Research, 30: 41-63.

Pranata, M. P., dan M. Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate


Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi
(SNA) VI. Universitas Airlangga: Surabaya.

Putra, I. N. W. A. 2006. Pengaruh Right Issue Terhadap Kinerja Perusahaan di Bursa


Efek Jakarta 1996-1999. Buletin Studi Ekonomi 11 (1): 62-71.
Rangan, Srinivasan. 1998. Earnings Management and the Performance of Seasoned
Equity Offerings. Journal of Financial Economics. No. 50, pp. 101-112.

Richardson, Vernon J. (1998). Information Asymmetry an Earnings Management:


Some Evidence. Working Paper.

Shleifer, A. dan R.W. Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of


Finance, 52 (2): 737-783.

Siregar S. V., dan S. Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran


Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba
(Earnings Management) Simposium Nasional Akuntansi VIII.

Teoh, S. H., dan T.J. Wong. 1998. Earnings Management and the Underperformance
of Seasoned Equity Offering. Journal of Financial Economics. Vol 50, pp. 63-
99.
15

Teoh, S. H., I. Welch, dan T. J. Wong. 1997. Earnings Management and the
Underperformance of Seasoned Equity Offerings. Journal of Financial
Economics. Forthcoming.

Ujhiyanto, M. A., dan B. A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance,


Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan (Studi pada Perusahaan Go Public
Sektor Manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X. Universitas Hasanudin:
Makasar.

Warfield, T. D., J.J. Wild, dan K.L. Wild. 1995. Managerial Ownership, Accounting
Choices, and Informativeness of Earnings. Journal of Accounting and
Economics 20: 61-91.

Wibisono, H., dan Sulistyanto. 2003. Seasoned Equity Offerings: Antara Agency
Theory, Windows of Opportunity, dan Penurunan Kinerja. Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) VI 131-140. Universitas Airlangga: Surabaya.

Xie, B., W. N. Davidson, dan P. J. Dadalt. 2003. Earning Management and Corporate
Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee. Journal of
Corporate Finance, 9: 295-316.

Yermack, D. 1996. Higher Market Valuation of Companies With A Small Board of


Directors. Journal of Financial Economics 40: 185-211.
.
16

LAMPIRAN
Tabel 1a
Sampel Perusahaan yang Mengumumkan Right Issue
No Kode Nama Perusahaan Tanggal Pengumuman
1 RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk 02/01/2002
2 MEGA Bank Mega Tbk 24/05/2002
3 NISP Bank NISP 17/06/2002
4 BNNI Bank Internasional Indonesia Tbk 19/06/2002
5 SDPC Millenium Pharmacon Intl. Tbk 19/06/2002
6 TIRT Tirta Mahakam Plywood I 17/02/2003
7 BBIA Bank Buana ( R. II) 24/04/2003
8 SMMA Sinarmas Multiartha RI. II 24/06/2003
9 TRST Trias Sentosa (RI. II) 11/11/2003
10 ADES Ades Alfindo Puterasetia I 10/05/2004
11 UNTR United Tractors II 14/05/2004
12 BHIT Bhakti Investama III 07/06/2004
13 BMTR Bimantara Citra (RI. I) 09/06/2004
14 RICY Ricky Putera Globalindo II 25/06/2004
15 PLAS Palm Asia Corp. 29/03/2005
16 MREI Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk 04/04/2005
17 BNBR Bakrie & Brothers 02/05/2005
18 ARTA Artha Securities 28/06/2005
19 MLPL Multipolar Copopration 02/11/2005
20 ELTY Bakrieland Development 30/11/2005
21 ENRG Energi Mega Persada 27/12/2005
22 BABP Bank Bumiputera Indonesia 28/12/2005
23 IIKP Inti Kapuas Arowana 28/12/2005

Tabel 1b
Statistik Deskriptif Data Sampel Penelitian
Nama Jumlah Minimum Maksimum Mean Deviasi
Variabel Sampel Sandar
MILINS 115 0.0920 1.3011 0.7107 0.2076
MILMAN 115 0,0001 0,1152 0,0332 0,0377
KOMIN 115 0,2500 0,5000 0,3729 0,0753
UKKOM 115 2,0000 10,6667 3,7333 1,6479
DA 115 -268.9122 1.0181 -1.631650 20.6234
17

Tabel 2
Hasil Pengujian DA Sebelum dan Sesudah Right issue

Variabel t-hitung Prob. (2-tailed) Keterangan


DA 5,186 0,000** Terdapat perbedaan DA
** Signifikan pada level =5%

Tabel 3
Hasil Pengujian DA Sebelum dan Pada Saat Right issue

Variabel t-hitung Prob. (2-tailed) Keterangan


DA 4,325 0,000** Terdapat perbedaan DA
** Signifikan pada level =5%
Tabel 4
Hasil Pengujian DA Sebelum dan Sesudah Right issue

Variabel t-hitung Prob. (2-tailed) Keterangan


DA 0,657 0,516** Tidak Terdapat
perbedaan DA

Tabel 5
Hasil Analisis Regresi
Model: DA = o+ 1MILINS+ 2MILMAN+ 3KOMIN+ 4UKKOM+ e (1)

Variabel Prediksi Koefisien Std. Error t-statistik p-value


Tanda
Intersep - -0,544 0,146 -3,730 0,001
MILINS Negatif -0,067 0,109 -0,612 0,546
MILMAN Negatif -1,375 0,661 -2,081 0,048
KOMIN Negatif 0,704 0,315 2,232 0,035
UKKOM Positif 0,020 0,014 1,391 0,177
F-statistik = 2,787 p-value = 0,000 Adjusted R2 = 0,198

You might also like