You are on page 1of 39

JURNAL HARIAN

ENHANCING CAPACITY IN INCLUSIVE SCHOOLING PRACTICES THROUGH


COMMUNITIES OF PROFESSIONAL SUPPORT
IN UNIVERSITY OF SYDNEY
Temmy Syamsu Taufiq
JURNAL HARIAN

ENHANCING CAPACITY IN INCLUSIVE SCHOOLING PRACTICES THROUGH COMMUNITIES OF


PROFESSIONAL SUPPORT

UNIVERSITY OF SYDNEY USTRALIA

Hari/tanggal Kegiatan Uraian kegiatan


Rabu, Orientation to university 1. Mengenal lingkungan kampus dan
16 November cultural and social activities aktivitas, budaya, dan struktur
2016 oleh organisasi serta uraian tugas.
Prof. David Evans Mengenal tenaga pengajar dan
staf,khususnya pada fakultas
pedidikan dan social work .
2. Refleksi : Penataan Lingkungan dan
layanan kepada customer perlu
dijadikan rujukan dalam pengelolaan
kampus di PPPPTK TK PLB Bandung

Kamis, Principles of Inclusive 1. Memahami kebijakan dan regulasi


17 November Education and Quality tentang penidikan di Asustralia
2016 Education Practice oleh Prof Public school
David Evans Catholic school
((9.45-12.30) Indevendent school
2. Reguler school ------ special school
Pembagian sekolah: Reguler school
(inkulsif ) dan special school)
3. Website : http://www.australian
curriculum.edu.au
4. Data ABK : 12 % peserta didik
teridentifikasi disability, 99 persennya
ada di regule school
5. Layanan pendidikan untuk ABK : kelas
regule (reguler class, support class in
reguler school, special school)
6. Special Education Teacher : dimulai
dari guru biasa dulu, kemudian
melanjutkan untuk mendalami
pendidika khusus
Inclusive Education: Challenge Perkembangan pendidikan inklusif
and Vision (segregasi, integrasi, dan inklusif)
Paparan Dr. Ilektra Spandagou Diskusi tentang children with disability
(13.30-16.00) General education and special education
1. Incluive eduacation is avision to be
realized
2. Terdapat tiga model dalam
memahami student with disability : 1)

1
personal tragedy model, medical
model, dan social model.
3. Menurut sosial model lingkungan
yang membuat seseorang menjadi
disabel
4. Terdapat kesamaan dalam komitmen
secara universal, tetapi banyak sudut
pandang yang berbeda dalam hal
definisi dan implementasi.
5. Perkembangan pendidikan inklusif
(segregasi, integrasi, dan inklusif)
6. Perberian layanan pendidikan dan
perlindungan hukum terhadap hak-
hak ABK untuk mendapatkan layanan
pendidikan memiliki dasar yang sanga
kuat . perubahan mindset dari
Eguality menuju Equity ... keadilan
dalam pemberian layanan pendidikan
7. Walaupun pada tataran definisi
terdapat banyak perbedaan
pemahaman tentang pendidikan
inklusif, tetapi pendidikan inklusif
pada tataran komitmen dan hukum
cukup kuat. Dalam tataran
implementasi juga terdapat banyak
varian.

2
HARI KEDUA

I. Tgl/hari : Kamis, 17 November 2016


Tempat : Faculty of Education and Social Work
Pembicara/Topik :
Paparan dari Prof. David Evans Pemaparan/ pengarahan terkait kunjungan ke Canberrs
( Preparation for Canberra visit
Paparan Dr. Ilektra Spandagou (13.30-16.00)

II. Uraian Kegiatan

Prof David (9.45-12.30)

Mendiskusikan tentang pendidikan inklusif pada tataran filosofis, konsep, dan


praktit
Terdapat kesamaan dalam komitmen secara universal, tetapi banyak sudut
pandang yang berbeda dalam hal definisi dan implementasi.

III. Rangkuman Materi

IV. Refleksi
Sistem pendidikan di Indonesiabenarnya sudah membuka diri terhadap pendidikan
inklusif. Mulai muncul kesadaran bahwa pendidikan yang berkualitas itu adalah
layanan pendidikan yang diberikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak.
Secara hukum UUD.45, UU Sistem Pendidikan Nasional, dan dengan dukungan
Permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif, sebenarnya
Indonesia memiliki peluang besar untuk terus mengembangkan layanan pendidikan
inklusif yang berkualitas. Pada tataran implementasi.... pendidikan inklusif di
Indonesia masih harus dikembangkan, terutama pada aspek standar layanannya.
Tindak lanjut dari kegiatan ini perlunya diadakan seminar/lokakarya tentang
pendidikan inklusif dan rencana aksi dan kolaborasi dengan pokja-pokja inklusi yang
sudah ada.

V. Dokumentasi

HARI KETIGA

I. Hari/tanggal : Jumat, 18 November 2016


Tempat : The Woden School Canberra, Astralia
Pembicara/topik : Kepala sekolah /Human Relation dengan topik
pengenalan sekolah dan pembelajaran

3
Pembicara : Gonzalo-Donoso Lopez
Observer : Hermansyah, Edi Prabowo
II. Uraian Kegiatan :

Woden School adalah special eduacation yang termasuk salah satu dari public school
di Canberra. Sekolah ini diperuntukkan untuk anak anak berkebutuhan khusus autis
dan down sindrom usia 7 sampai 12 tahun. Layanan pendidikan yang diberikan ada
yang bersifat kelas, kelompok, dan individual. Disamping menyediakan kurikulum
untuk akademik, juga diberikan program pengembangan perilaku.

III. Rangkuman Materi


Special school di Australia, khususnya di Canberra yang public school dibiayai oleh
pemerintah.Peserta didik berkebutuh khusus mendapatkan layanan pendidikan sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhannya.pembelajaran dilakukan di dalam kelas dan
di luar kelas. Disamping pembelajaran yang bersifat akademik, diberikan juga
layanan pengembangan perilaku. Anak-anak juga diberikan pembelajaran yang
bersifat bina diri dan life skill, seperti memasak dan hal-hal yang terkait dengan
keterampilan yang harus dimiliki terkait dengan kehidupan.

Kegiatan diawali dengan penerimaan dan koordinasi antara tim Prof David dan staff
The Woden School dengan suasan sepetti gambar dibawah ini :

Penjelasan materi oleh Gonzalo Donoso-Lopez, dengan topik Differentiation on practice


(Praktek kurikulum Diferensiasi) dengan dikondisikan dikelas secara klasikal seperti
gambar dibawah ini :

4
Penjelasan diawali dengan pemaparan materi melalui power point bahwa The Woden
adalah sekolah khusus dengan status Public School (sekolah Negeri) alamat Denison
Street, Deakin,ACT, 2600 Australia dan website
http://www.thewodens.act.edu.au/home. The Woden School menyediakan program
pendidikan individual untuk siswa usia 7 sampai 12 tahun dengan hambatan intelektual
dan / atau autisme. Siswa berpartisipasi dalam berbagai program pendidikan inovatif
yang dirancang untuk mempromosikan kemandirian dan tanggung jawab. Dengan
penekanan pada kualitas pengajaran dan pembelajaran kurikulum sekolah memiliki
fokus pada membaca (literasi) dan menghitung (numerasi). Belajar Individu untuk
pengembangan pribadi dan keterampilan hidup, rekreasi, kejuruan dan pengalaman
sosial.
The Woden School menggunakan kurikulum sekolah diselraskan dengan Kurikulum
Australia. The Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority (ACARA)
meliputi menyelesaikan bahasa Inggris, matematika, ilmu pengetahuan dan sejarah
sebagai bagian yang pertama dari tiga fase Kurikulum Australia akan dilaksanakan di
tahun K-10 sekolah antara tahun 2011 dan 2013. Sekolah perencanaan kurikulum dan
dokumentasi terus menjelaskan ruang lingkup dan sequencing, konten detil dan
resourcing. Kurikulum Australia memberikan panduan tentang standar prestasi.
Pedagogi, penilaian dan pelaporan tetap menjadi tanggung jawab dari guru kelas,
fakultas sekolah atau tim dan masing-masing sekolah. Semua program dan unit studi
mencerminkan Kurikulum Nasional Australia. Fokus penting penekanan pada
pengembangan dan hidup keterampilan pribadi. Kurikulum memberikan pengalaman
pendidikan, rekreasi, kejuruan dan sosial untuk mendukung siswa untuk mencapai

5
kualitas yang memuaskan kehidupan dengan jalur kejuruan prioritas. Inovasi lainnya
termasuk penggunaan iPads untuk mendukung pengajaran dan pembelajaran dan
pengenalan Program dukungan perilaku positif di sekolah. Program ini memfokuskan
pada kesejahteraan sosial dan emosional siswa serta kegiatan seperti pengalaman kerja
yang mendukung.
Pada bagian selanjutnya Gonzalo Donoso-Lopez memberikan penjelasan mengenai
contoh penerapan pembelajaran tentang Ilmu Pengetahuan Alam dengan topik mengenai
Bumi dan sumber sumber yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharaui.
Penejlasan dengan diberikan deskripsi mengenai materi IPA dengan sumber
pembelajaran diakses dari sumber online yaitu http://www.actsmart.act.gov.au.
Penjelasan mengenai muatan kurikulum yang diterjemahkan secara individual dengan
memberikan contoh Rencana Pembelajaran Pelajaran yang mencakup: 1) penjelasan
materi, 2) hasil belajar yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan individu yang dipilih
maksimum 4 capaian, 3) penilaian meliputi jurnal penilaian dan lembar kerja penilaian
yang sesuai dengan tugas individu rencana pembelajaran individu (ILPs).
Setiap topik rencana pembelajaran individu dikaitakan dengan sumber belajar yang
dapat diakses kode kurikulum yang tersedia secara online
http://www.australiancurriculum.edu.au/ topik pembelajaran dilakukan dengan dengan
elaborasi yang dijelaskan secara lengkap melalui situs kurikulum online. Elaborasi
menggunakan prinsip pendapat ahli pendidikan yaitu Carole Tomlinson yang
berpendapat bahwa Guru menyediakan berbagai cara yang berbeda dimana peserta
didik dapat mahir mendemonstrasikan dan mencapai pemahaman sebagai kriteria sukses
belajar.
Gonzalo Donoso-Lopez melanjutkan penejelasan dengan memberikan contoh mengenai
rencana program pembelajaran (RPP) untuk peserta didik usia 7 atau 8 tahun. Struktur
RPP meliputi : 1) Nama Guru, 2) Pokok Bahasan (Materi Kukurikulum), 3) Sub Pokok
Bahasan atau topik atau tema, 4) semester, 5) Penjelasan materi atau deskripsi materi, 6)
Hasil belajar yang diharapkan, 7) kegiatan pembelajaran yang meliputi a) Minggu
pembelajaran, b) topik pembelajaran, c) aktifitas dan sumber belajar dikaitkan dengan
sumber belajar online yang tersedia disetiap topik dan menyebutkan media
pembelajarannya, d) evaluasi.
Contoh RPP dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

6
Penjelasan Gonzalo Donoso-Lopez mengenai topik yang dapat diakses online misal
disediakan di http://energyquast.ca.gov memuat semua materi pembelajaran dan
lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa dikerjakan dengan dukuangan media
pembelajaran yang sesuai misalkan menggunakan smartboard terkoneksi dengan laptop
atau komputer dan LCD Projector ada disetiap kelas. Smartboard digunakan untuk
interaksi siswa secara aktif menggunakan program touchscreen yang dapat diperhatikan
pada gambar berikut ini :

7
Pembelajaran juga dilakukan dengan stragei permainan atau game yang berkaitan
dengan materi untuk medukung pemahaman konsep materi belajar. Seperti gambar
dibawah ini :

Pemahaman konsep juga dibangun dengan menggunakan aktifitas pembelajaran


menggunakan lembar kerja. Hasil lembar kerja kemudian dipajang sebagai hasil dari
ketrampilan siswa seperti pada gambar berikut ini :

Metode pembelajaran juga melakukan aktifitas meliputi kegiatan eksperimen, eksplorasi


(menggali berbagai sumber) dan mengkomunikasikan hasil pembelajaran.
Setiap kegiatan pembelajaran melibatkan guru dan siswa secara elaborasi misalkan
dengan aktifitas eksperimen seperti gambar dibawah ini :

8
Hasil karya siswa dari pemahaman yang telah dicapai dikomunikasikan dalam bentuk
karya siswa yang diberikan apresiasi dalam bentuk asesmen. Komunikasi karya siswa
yang dipamerkan misal ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut :

Pemahaman siswa kemudian dituliskan dalam bentuk lembar kegiatan siswa yang
merupakan tagihan dalam materi pembelajaran ditunjukkan dalam gambar berikut ini :

9
Kegiatan kunjungan kelas
Setelah penjelasan klasikal oleh Gonzalo Donoso-Lopez dilanjutkan dengan
kunjungan kelas. Kelas dikunjungan yang pertama adalah kelas Numeracy atau
pembelajaran berhitung. Di kelas berhitung siswa disediakan meja belajar masing-
masing dengan layanan individu. Dikelas terdapat 1 orang guru berhitung dan 1 orang
guru pendamping atau disebut support learning staff oficier(SLSO). Pada saat belajar
media yang digunakan siswa adalah buku tulis , alat tulis dan lembar kerja serta
smartboard yang terhubung dikomputer. Pada saat pengamatan siswa belajar mengenai
konsep menghitung pecahan. Proses pembelajaran kelas hanya terdiri maksimal 7 orang
siswa, setiap siswa duduk di meja dan kursi masing-masing dan diberikan jarak antar
siswa. Keseluruhan siswa memiliki hambatan autisme dengan tingkat mental intelektual
berkisar rata-rata. Siswa tidak memiliki hambatan perilaku yang berbahaya dan tidak
memiliki hambatan sensori. Guru berhitung melakukan pendampingan materi dengan
memberikan penjelasan mengenai materi. Guru pendamping melakukan pendampingan
dan berkeliling membantu ketika siswa mengalami kesulitan menggunakan alat belajar
dan menulis. Pengalaman pengamatan yang paling menarik adalah pengelolaan kelas
oleh guru dan pendamping sangat kooperatif dan sabar. Komunikasi guru materi dan
pendamping mengenai hambatan siswa ketika belajar juga memberikan penyelesaian
dalam mengatasi siswa yang tidak pahama materi. Kelas didesain dengan lingkungan
nyaman dimana ruang gerak dan pencahayaan kelas sangat mendukung untuk ruang
belajar. Guru sangat menguasai materi dan terampil menggunakan alat bantu

10
menggunakan smartboard dan komputer serta operasional LCD yang dikendalikan
secara digital.
Kunjungan kelas kedua adalah kelas persiapan literasi. Kelas persiapan literasi
merupakan kelas siswa usia 7 sampai 8 tahun untuk persiapan membaca dan menulis.
Kelas ini memiliki siswa autisme yang lebih banyak. Pada saat kunjungan kelas sedang
digabung dengan ada siswa usia 9 sampai 12 tahun yang juga belajar literasi. Kondisi
kelas dilengkapi dengan berbagai tampilan visual seperti gambar dibawah ini :

Kelas literasi menyiapkan siswa belajar mengenal huruf, kata dan kalimat.
Pembelajaran dilakukan secara interaktif dan setiap siswa menggunakan alat bantu
belajar berupa tablet untuk menyimpan hasil belajar dan pekerjaan tagihan belajar.
Siswa dibiasakan menggunakan tablet dan sudah mampu mengoperasikan secara baik.
Setiap siswa duduk individu dan dimeja belajar diberikan benda yang paling disukai
atau favorit. Kondisi setiap siswa dibuatkan urutan belajar secara terstruktur. Sturktur
belajar dibuat supaya siswa autisme memahami aktifitas berikutnya sesudah selesai
tugas dikerjakan. Struktur ini disusun dengan model seperti gambar dibawah ini :

Pada saat pengamatan terdapat guru literasi yang memberikan pemahaman materi dan
didampingi oleh 3 orang guru pendamping (SLSO). Siswa dikelompokkan sesuai siswa
kemampuan dan yang masih sulit mengikuti pembelajaran dikelompokkan secara
terpisah dalam oengamatan masih ada siswa yang tidak perhatian pada pelajaran hanya

11
duduk dengan kaki diatas kursi dan asik main. Selama proses belajar didampingi secara
ketat oleh SLSO dan selalu memberikan instruksi untuk memperbaiki tingkahnya.
Hal yang menarik ketika pengamatan adalah guru memberikan pembelajaran literasi
dengan menggunakan kontekstual mengenai cerita yang disusun dengan menggunakan
aplikasi ms-word. Aplikasi cerita adalah mengenal kata komunikasi dengan konteks
dunaia hewan. Cerita diketik dan diberikan tanda kata yang harus diucapkan oleh
siswa secara bergantian. Strategi pembelajaran guru membaca cerita dengan bahasa
ekspresif yang jelas disertai dengan intonasi dan ekspresi pada saat kata guru membaca
ada kata tertentu yang kemudian dibaca oleh siswa autisme. Hal penting disini adalah
siswa autisme belajar untuk memahami bahas reseptif yaitu tulisan yang ditunjuk guru,
belajar bergantian atau urutan mengucapkan secara ekspresif serta belajar perhatian
(attention). Hal menarik lainnya adalah hasil karya siswa dipajang di ruang kelas seperti
contoh gambar dibawah ini :

Kunjungan kelas ketiga adalah kelas Terapi Perilaku Beermasalah(Chalange


Behaviour). Kelas persiapan literasi merupakan kelas siswa usia 10 sampai usia 17
tahun untuk siswa autisme yang masih memiliki perilaku bermasalah. Pada kelas terapi
ini siswa masih memiliki hambatan dominan pada perilaku sehingga sulit untuk
melakukan komunikasi sosial atau interaksi, sulit perhatian dan masih ada masalah
sensori. Kelas dilengkapi dengan alat-lat sensori misal ayunan untuk sensori motorik,
alat keseimbangan dan motorik seperti gambar dibawah ini :

12
Pada saat pengamatan kelas Challenge Behaviour proses pembelajaran berbeda dengan
kelas numerasi dan literasi. Kelas ini memiliki siswa autisme dengan gangguan perilaku
yang seringkali menunjukkan perilaku tidak terkendali ketika ada gangguan sensori.
Misal ketika kami berkunjung dikelas ini sebanyak 6 orang didampingi oleh guru ada
siswa yang langsung lari dan teriak dikarenakan melihat orang asing. Pengamatan
menunjukkan juga bahwa siswa kelas ini masih belum siap belajar masih dalam tahap
siap dilatih untuk mengenadalikan perilaku. Pengendalian perilaku dilakukan oleh guru,
guru pendamping dan terapi perilaku. Kelas ini langsung didampingi terapi perilaku dan
menangani siswa yang telah berusia 16 tahun nanum hanya mampu tiduran dan bermain
diayunan serta sulit mendapat perhatian komunikasi.
Hal yang menarik pada saat pengamatan adalah guru bekerja sama dengan terapi serta
guru pendamping menyiapkan materi yang akan diajarkan dengan memberikan
pendampingan perilaku. Perilaku untuk mendapatkan perhatian diberikan benda atau
sesuatu yang disenangi oleh siswa autisme. Pada saat ditanyak kepada guru siswa
tersebut ada yang menyukai main ayunan, senang makan buah dan ada juga yang
menyenangi bermain bola. Kelas Challange behaviour hanya memiliki 4 siswa. Guru
dan terapi menggunakan alat bantu belajar yang kongkrit dengan menggunakan objek
yang disenangi. Terapis pada saat ingin mendapatkan perhatian siswa menggunakan
simulasi bermain. Media belajar yang digunakan tidak menggunakan buku biasa, namun
bahan materi dibuat dalam bentuk media A4 100 gram dan diberikan laminasi sehinga
tidak mudah robek. Pekerjaan ditulis dengan menggunakan spidol yang tidak permanen
sehingga dapat dihapus. Guru melakukan struktur pembelajaran dengan menggunakan
gambar yang mewakili kegiatan yang akan dilakukan berikutnya. Contoh seperti
gambar berikut ini :

13
D. Refleksi
Berdasarkan kunjungan di The Woden School dan penjelasan Gonzalo Donoso-Lopez
serta kunjungan ke kelas mka hal yang menarik dapat disampaikan sebagai saran adalah
:
1. Pengelolaan kurikulum, kurikulum menggunakan standar nasional yang
dikembangkan oleh The Australian Curriculum, Assessment and Reporting
Authority (ACARA). Guru di Woden School memiliki kebebasan untuk
melakukan pengembangan kurikulum individual sesuai kebutuhan siswa dengan
bekerja sama dengan guru, kepala sekolah, terapi, guru pendamping (SLSO) dan
orang tua dalam menentapkan struktur pembelajaran. Saran disini perlu
dikembangkan kemampuan kepala sekolah dan widyaiswara dalam memahami
korelasi antara kurikulum secara nasional dan individual yang tetap mengacu
pada akses kesempatan yang sama untuk materi dan ketrampilan pembelajaran.
Kemampuan ini bisa dikembangkan dalam bentuk Diklat pengembangan
kurikulum individu yang terintegrasi dengan kebutuhan khusus individu siswa,
media pembelajaran dan evaluasi.
2. Penggunaan medaia teknologi telah dikenalkan mulai dari kelas literasi dan
numerasi dengan usia siswa antara 7-12 tahun. Hal ini berarti guru dan siswa
harus mampu menggunakan alat bantu sebagai bagian dari memudahkan
pembelajaran. Saran kepala sekolah dan widyaiswara dibiasakan menggunakan
alat bantu tekologi misal tablet sebagai bagian dari media bantu pembelajara.
Kemudah ini juga didukung dengan kebijakan untuk pengadaan alat interaksi
pembelajaran misal smartboard yang terkoneksi dengan komputer LCD secara
terintegrasi.
3. Pengelolaan kelas di woden school memiliki keragaman dan menyesuaikan
dengan kebutuhan belajar siswa. Setiap siwa desain temapt duduk tidak dibuat
harus dalam bentuk klasikaln, namun juga dibentuk dalam individual dan

14
dibauat nyaman dengan fasilitas yang aman. Kelas dilengkapi dengan berbagai
tampilan visual untuk memberikan daya imaginasi siswa mengenai konsep
benda dan nama benda serta warna. Saran kelapa sekolah dan widyaiswara harus
memiliki kemampuan pengelolaan kelas secara modern dan nyaman serta desain
kelas yang lebih visual. Pemahaman dan ketrampilan harus dilatih dalam bentuk
diklat pengelolaan kelas dan desain tata ruang kelas nyaman.

Pengelolaana sekolah secara profesional merupakan kunci kesuksesan


penyelenggaraan pendidikan
Kejelasan rencana pembelajaran pembelajaran, kejelasan instruksi, daya
dukung SDM, sarana/prasarana yang memadai merupakan bagian penting
dari layanan pendidikan.
Colaborasi yang solid dalam tim... diperlukan bagi keberhasilan
pembelajaran

HARI KETIGA

I. Hari/tanggal : Senin, 21 November 2016


Tempat : Glenmore Park dan George Bass School
Pembicara/topik : School public relation
II. Uraian Kegiatan
Kunjungan ke Glenmore Park School diawali dengan presentasi dari public relation
sekolah. Inti pemaparannya tentang kurikulum dan pembelajaran. Sekolah ini
merupakan sekolah dasar (Primary Schoo) yang didirikan pada tanggal 30 juli
1977.Glenmore Park sekolah merupakan sekolah inklusif yang memiliki kelas
reguler kelas, kelas support, dan layanan pembelajaran individual. Peserta didik
berkebutuhan khususnya yaitu autis dengan kemampuan rata-rata.
George Bass School adalah sekolah inovasi, pembelajaran yang dan berkualitas.
Sekolah berkomitmen terhadap pserta didik untuk mensupport dan bekerja sama
dengan orang tua dan komunitasnya. Sekolah ini mempnyai kunci pembelajaran di
antaranya matematika, bahasa Inggris, ilmu pengetahuan dan teknologi dan
lingkungan yang humanis dan bersosialisasi.
III. Rangkuman Materi
Variasi dalam pemberian layanan pembelajaran merupakan bagian dari indikator
kualitas sekolah

15
Peserta didik mendapatkan dukungan penuh dari sekolah dan steholders lainnya
Peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pembelajaran di support
class, dan layanan pembelajaran secara individual.
Layanan pembelajaran yang bersifat klasikal untuk materi yang dikuasai
IV. Refleksi
Inklusi adalah sebuah visi, bukan sekedar label. Yang penting adalah substansi
kualitas layanan pembelaja rnya, bukan labelnya.

Sekarang ini di Indonesia sudah mulai muncul kebutuhan pengelolaan sekolah secara
inklusif, walaupun sekolah tersebut tidak berlabel inklusi. Guru-guru di sekolah
umum sudah saatnya ditingkatkan kompetensinya kearah kompetensi pengelolaan
peserta didik dalam kelas setting inklusif.
Catatan tambahan:
Pada siang hari , mulai PK 13.30-1600 diberikan materi dengan topik Inclusive
program Framework School Wide Behaviour Support.
Materi ini disampaikan oleh Dr. Cathi Litle. Topik yang tertulis dalam bahan tayang :
Positive Behaviour Support di School.Inti yang dibahas adalah terkait dengan
masalah mengapa perilaku sulit dapat terjadi?.Bukan karena anak nakal, bukan
karena keterbatasan kemampuan, keluarga yang tidak baik, keadaan rumah yang
tidak baik, dan bukan karena trauma pengalaman sebelumnya.Challenging Behaviour
Appropriate didukung oleh lingkungan saat ini. Oleh karena itu, lingkungan positif
perlu diciptakan untuk mengembangkan perilaku anak ke arah yang positif.

HARI KEEMPAT

I. Hari/tanggal : Selasa, 22 November 2016


Tempat : Strath Field South High School
Topik: Support Class untuk Autis dan Hearing Impairment : Manajer
sekolah
Pembicara : Mr. Simon
Observer, hermansyah dan Edi Prabowo
Penulis laporan Edi Prabowo

II. Uraian Kegiatan


Kunjungan sekolah dan presentasi dari manajer sekolah
Kunjungan kelas
III. Rangkungan Materi
Sekolah memberikan layanan pendidikan inklusif. Strath Field South High
School merupakan public School yang menerima peserta didik reguler dan ABK,
khususnya untuk Autis dan Hearing Impairment. Peserta didiknya berasal dari
sahkelas menengah bawah dan tidak dipungut biaya. Layanan trapis
sesuai kebutuhan. Untuk anak-anak hambatan pendengaran diberikan
alat bantu dengar dan alat bantu komunikasi yang menggunakan applikasi
bluetoot yang memungkinkan peserta didik dapat berkomunkasi dengan

16
gurunya dalam kondisi tidak berdekatan. Peserta didik yang autis
diberikan pendekatan mat seca pelajaran secara kontestual. Pendidikan
perilaku merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum sekolah
dibelajarkan melalui pengkondisian, penciptaan lingkungan yang
kondusif, visualisasi dan pembiasaan.

Kegiatan diawali dengan penerimaan dan koordinasi antara tim Ms. Dr.Chaty Little dan
staff Strathfield South High Schooldengan suasan seperti gambar dibawah ini :

Penjelasan materi oleh Simon, dengan Strathfield South High School dengan
dikondisikan dikelas secara kunjungan kelas dan klasikal seperti gambar dibawah ini :

17
Penjelasan diawali dengan perjalanan menuju ke kelas secara umum sebagai berikut
bahwa Strathfield South High Schoola dalah sekolah mainstream (regular) inklusi
untuk siswa menengah atas (SMA) dengan status Public School (sekolah Negeri) alamat
43 Hedges Ave Enfield, NSW 2136 Australia dan website http://www.strathfies-
h.schools.nsw.edu.au/. Strathfield South High School menyediakan program inklusi
dengan support class (kelas khusus). siswa yang berasal dari hampir 50 negara yang
berbeda, yang mewakili semua agama besar di dunia dan lebih dari 60 latar belakang
bahasa yang berbeda, serta siswa dengan Gangguan Pendengaran dan Autisme,
Memiliki 620 siswa dengan multikultural termasuk dari Asia. Memiliki 70 guru dengan
fasilitas kelas suport terdapat 4 kelas suport untuk gangguan pendengaran (Hearing
impairment) dan 2 kelas suport Autisme. Strathfield South High School menggunakan
kurikulum untuk siswa usia 7 10 tahun fokus pada 8 area kunci pembelajaran
pembelajan yaitu :
a. Bahasa Inggris juga untuk siswa dengan kebutuhan khusus
b. Sosial kemanusiaan dan lingkungannya
c. Pilihan bahasa asing misal Indonesian , Aboriginal, Arabic, Chinese, Japanese ,
French
d. Matematika
e. Pengembangan diri, kesehatan dan pendidikan olah raga
f. Ilmu Pengetahuan Alam
g. Pendidikan Seni Kreatif
h. Teknologi

18
Ketika selesai pada jenjang pendidikan usia 7 10 tahun akan menerima sertifikat NSW
Record of School Achievement. Pada usia 11 dan 12 tahun akan menerima sertifikast
Higher School Certificate (HSC).
Penjelasan dilanjutkan menuju ke kelas suport (support class) bagi siswa dengan
hambatan pendengaran. Pada saat kunjungan kelas ini terdiri dari 7 siswa dengan 1 guru
yang mengajarkan materi. Pembelajaran yang berlangsung adalah mengenai materi
numerasi. Topiknya adalah penghitungan rumus gemotri. Berdsarkan penjelesan dari
guru kelas mengatakan bahwa proses pembelajaran dibantu dengan menggunakan alat
teknologi informasi yaitu tablet. Siswa pada kelas ini memiliki hambatan pendengaran
namun tidak tuli total. Siswa dibantu dengan alat bantu dengar yang terhubung dengan
telinga. Selain alat bantu kelas juga dilengkapi speaker besar yang terhubung dengan
smartboard. Smarboard elektronik juga terhubungan dengan laptop sehingga
pembelajaran dapat dilakukan secara mudah. Guru mempresentasikan materi pada
smartboard yang sudah terhubung dengan laptop. Pengamatan pada saat dikelas terjadi
diskusi dan penggunaan alat bantu belajar menggunakan tabet pada saat belajar seperti
gambar berikut ini:

Pada saat pengamatan ada hal yang menarik yaitu menggunakan teknologi alat bantu
dengar. Saya menanyakan tentang bagaimana dan cara mengunakan alat bantu dengar
yang terhubung dengan teknologi. Pertanyaan ini direspon dengan membawa seluruh
peserta kunjungan ke kelas yang berbeda untuk diberikan penjelasan. Kelas disediakan
tanpa ada siswa sehingga tidak mengganggu, tampilan kelas diskusi sebagai berikut :

19
Pada saat diskusi mengenai siswa dengan hambatan pendengaran saya menanyakan
tentang teknologi alat bantu dengar dan cara menggunakannya. Penjelasan teknologi
alat bantu dengar menggunakan tekonologi yang dikembangkan oleh Siemens. Teknolgi
yang digunakan adalah menggunakan pengembangan teknologi komunikasi. Teknologi
nya adalah bluetooth. Alat ini dapat digunakan untuk memberikan instruksi kepada
siswa dalam kelas atau memanggil siswa diluar kelas dengan raidus mencapai 200 m.
Komponen alat ini terdari alat yang dipasang ditelinga (earphoen) dan alat yang
digunakan untuk memberikan instruksi yang mirip dengan alat komunikasi (speaker).
Bentuk dan model alat ini secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Pengunaan alat ini dilengkapi dengan baterai yang dapat dilakukan recharge seperti
mobile phone. Proses penggunan juga sanagt mudah ketika alat dipasang pada telinga

20
siswa dibagian earphonnya kemudian alat utamanya dinyalakan dan akan dilakukan
otomatis deteksi saluran komunikasi. Selanjutnya setelah terhubung alat digunakan
dengan menggunkan bagian speakernya untuk memberikan instruksi kepada siwa.
Pertanyaan lain yang dikemukakan mengenai alat ini adalah berapa harga dan
bagaimana pembeliannya. Dikatakan bahwa alat ini bantuan dari pemerintah dan
perkiraan harga berkiran 4,500 Dolar Australia dan dibeli secara paket. Pada bagian lain
saya juga menanyakan apakah sekolah ini melayani siswa dengan menggunakan bahasa
isyarat bagi yang tuli total? Diberikan penjelasan bahwa Strathfield South High School,
tidak memilki siswa dengan tuli total, sehingga tidak diberikan layanan bahasa dengan
menggunakan bahasa isyarat. Namun Strathfield South High School memiliki tenaga
terapi bahasa isyarat dan pada saat itu dipanggil untuk memberikan penjelasan.
Berdasarkan penjelasan dari terapis menyatakan bahwa bahasa isyarat sengaja tidak
digunakan dikeranakan untuk membiasakan siswa dengan hambatan pendengaran
melafalkan bunyi Penekanannya adalah bahasa ekspresif lebih penting daripada bahasa
isyarat dalam hal lain dikarenakan juga siswa pendengaran harus dilatih seoptimal
mungkin dan guru kelas juga tidak mengerti bahasa isyarat. Terdapat cerita yang
menarik dari terapis mengenai adanya kejadian dari keluarga yang memiliki anak
dengan diagnosa tuli total. Ketika anak dilahirkan dalam kondisi tidak memberikan
respon apapun terhadap lingkungan tidak ada reaksi menangis dan menangis, maka
dokter langsung memberikan intervensi dini. Intervensi dilakukan dengan melakukan
operasi. Operasi yang dilakukan adalah menanamkan alat implant kedalam indera
pendengaran melalui operasi bedah kepala. Alat implant ditanamkan dengan
dihubungkan pada syarat otak secara permanen. Hasil dari intervensi ini ternyata
memberikan hasil yang luar biasa sehingga sampai dengan saat ini anak tersebut dapat
mendengar dan bicara sehingga terhindar dari bisu tuli total. Pada saat ini anak tersebut
masih bersekoah Strathfield South High School.

Kunjungan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai kelas suport untuk siswa
dengan diagnoas autisme. Kelas suport dengan diagnosa asutisme memiliki 6 siswa
dengan tingkat intelektual rata-rata. Pada saat pengematan kelas suport autisme sedang
belajar menyeleksaikan proyek individu. Desain kelas suport dibuat nyaman dan siswa
dapat duduk dengan menja kerja masing-masing. Kelas didampingi oleh 1 orang guru

21
seni dan 2 orang pendamping. Penjelasan mengenai desain kelas suport austime dapat
dilihat pada gambar berikut ini :

Penjelasan diberikan oleh guru kelas mengeai kegiatan apa yang sedang dilakukan oleh
siswa autisme. Kegiatan siswa autisme masing-masing sedang memanfaatkan alat
menggunakan tablet untuk menyelesaikan proyek animasi. Proyek animasi dibuat oleh
setiap siswa sesuai dengan yang disenangi. Guru memberikan kebebasan kepada siswa
autisme untuk memilih topik atau tema animasi. Saya mengamati pada satu siswa
autisme perempuan yang sedang menyelesaikan animasi boneka kartun. Saya
menanyakan kepada guru kelas mengenai apa yang dikerjakan. Guru menjelaskan
bahawa siswanya sedang mengerjakan animasi boneka yang dia sukai dari cerita film
kartun. Cerita film kartun diperlihatkan berdasarkan sumbernya dari youtube. Saya
diberikan penjelasan mengeai sumber isnpirasi yang disukai bahwa animasi merupakan
gerak tangan dan jalan dari bonekanya. Saya coba untuk menunjukkan hasil dari hasil
asnimasi yang telah dibuat. Kemudian guru meminta kepada siswanya untuk
memperlihatkan gambar animasi yang telah selesai. Pada saat saya amati ternyata
hasilnya cukup menggagumkan. Anmasi yang dirangkai dengan menggunakan teknik
frame by frame berjalan dengan dengan baik dan mirip dengan film yang saya lihat di
youtube yang disukai siswa tersebut. Penasaran dan ingin tahu bagaiaman siswa dengan
hambatan autisme mampu membuat seperti saya bertanya program yang digunakan.
Ternyata aplikasinya semua berbasis android dan dapat diinstal ditablet dengan nama
aplikasi adalah Stop Motion. Penasaran ini membuat saya terus bertanya mengnai
berapa lama durasi waktu yang dikerjakan oleh siswa asutisme menyelesaikan proyek

22
ini? Waktu yang diberikan memang disesuaikan dengan kemampuan siswa autisme dan
tidak dibatasi dengan target waktu tertentu. Hasil yang diperlihatkan tadi telah
dikerjakan selamat 2,5 bulan dan sampai dengan saat itu masih dikerjakan. Sangat
mengagumkan dan pertanyaan terakhir adalah bagaimana guru melakukan penilaian
hasil proyek yang dikerjakan oleh siswa autisme? Jawaban yang diberikan adalah guru
secara khusus tidak menggunakan acuan penilaian yang rumit dan berbasis pad nilai
mnimal. Bahkan penjelasan yang diberikan adalah sebenarnya tidak ada penilaian
namun diberikan apresiasi sebagai penguatan terhadap apa yang telah dcapai oleh siswa
asutisme. Pencapaian menjadi indikator yang penting ketika siswa austime diberikan
penugasan pada kelas. Tampilan gambar untuk mendukung penjelasan ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :

Beradasarkan gambar diatas makaanimasi dibuat dengan menggunakan program stop


motion dan kamera pada tablet. Boneka yang akan dibuat animasi diletakkan pola gerak
tangan tertentu kemudian direkam pada tablet diframe tertentu. Setiap 1 frame
menyimpan 1 pola dan dilanjutkan dengan pola boneka selanjutnya pada frame berikut.
Keseluruhan frame di play kan atau dimainkan dengan applikasi stop motion sehingga
bonek seperti bergerak.
Kunjungan selanjutnya dilanjutkan ke ruang khusus untuk menangani anak autisme
dengan hambatan perilaku (chalanging Behavior). Ruang untuk siswa ini didesain
khusus dan dilengkapi dengan beragam peralatan yang dapat membantu pelatihan
perilaku dan sosial. Ruang dideasin berbasis meja kerja masing-masing (workstation)
yang dilengkapi dengan pola strtuktur pembelajaran. Penjelasan diberikan oleh simon

23
dimulai dengan menunjukkan kondisi ruang kelas dan fasilitasnya dengan tampilan
gambar dibawah ini :

Kelas ini diperuntukkan bagia siswa autisme dengan masih menunjukkan hambatan
perilaku. Desain ruang kelas dibuat nyaman seperti ruang tamu dirumah biasa.
Penjelasan diberikan mengani bagaiaman proses melakukan penangana terhadap siswa
autisme dengan hambatan perilaku. Model pembelajaran juga dilakukan berbeda dan
didampingi oleh guru terapis serta prompter. Guru terapis memberikan strktur
pembelajaran secara rutin dan dibantu prompter ketiak proses komunikasi atau
melakukan perbaikan perilaku. Simon juga menjelaskan tentang rutinitas bagi anak
autisme sangat penting. Kegiatan rutin membuat anak autisme dengan hambatan
perilaku dapat mudah melakukan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Pola
pembelajaran rutinitas didukung media pembelajaran yang didesain dengan
menggunakan media kertas komuniasi yang secara keseluruahn dilaminating sehingga
tidak mudah sobek. Penjelasan gambar media pembelajaran dapat dilihat pada gambar
dibaawah ini :

Gambar (a)

24
Gambar (b)

Gambar (c) Gambar (d)

Berdasarkan penjelasan Simon, bahwa gambar (a) menujukkan urutan kegiatan yang
harus dikerjakan oleh siswa autisme ketika akan merencanakan kegiatan pembelajaran
hari itu. Semua kegiatan atau aktifitas yang sudah diselesaikan diberikan tanda ceklist
oleh guru dan ketiak belum selesai maka prompter melakukan bantuan. Penanganan
yang lain adalah gambar (b) yang menunjukan tentang urutan perilaku sosial dalam
berinteraksi dengan orang lain. Perilaku menjadi sangat penting ketika anak autisme
tidak mampu memutuskan apa yang harus dilakukan dengan negosisasi komunikasi
orang lain. Negosiasis komunikasi atau interaksi diajarkan dengan gambar (c) Simon
menjelaskan bagaimana ketiak anak autisme malakukan komunikasi negosisasi dengan
orang lain yang dalam contoh adalah shayden. Urutan negosiasi dengan komunikator
shayden ditunjukan secara visual dengan diagram. Perilaku sosial yang juga harus
diketahui oleh anak autisme anak bagaimana mengekspresikan emosi. Ekspresi emosi
sangat sulit bagi anak autisme mengungkapkan secara ekspresif. Simon menjelaskan
pemebelajaran mengungkapkan ekspresi emosi dengan menggunakan simbol gambar
(d) untuk mengeluarkan intonasi suara. Intonasi suara digambarkan dengan ekspresi
emosi bagaimana bersuara didalam ruang dan diluar kelas.
Penjelasan yang lain adalah masih berkaitan dengan emoasi. Anak autisme sangat
mudah tantrum ketiak ada disktrat disekitar lingkungan dia. Tantrum seacra fisik dapat
diamati dengan adanya gerakan atau tindakan baik itu bunyi atau suara tak tentu

25
maupun menyakiti diri sendiri (self injuri). Hal ini dapat mengakibatkan pengaruh
perilaku yang tidak baik baik anak autisme. Simon memberikan penjelasan yang sangat
penting penting ketika menangani anak menghindari tantrum dikarenakan ekspresi
emosi yang tidak bisa diungkapkan oleh anak autisme. Penjelasan sangat menarik
karena Simon secara terstruktur memberikan contoh menggunakan gamabr sebagai
berikut :

Gambar ( 2a)

Gambar (2b)
Gambar 2a ketika Simon menjelaskan mengani ekspresi emosi anak autisme beliau juga
menjelaskan secara ekspresif. Penjelasan diawali dengan pentingnya guru dan orang tua
memahami ketiak anak autisme mengalami emosi. Emosi dapat memicu frustasi yang
ketika memunculkan akan menjadi suatu bentuk tindakan tantrum. Tantrum menjadi
perilaku negatif yang harus dihindari sedini mungkin. Proses mengetahui untuk emosi
anak autisme tidak mudah. Anak autsime sulit mengungkapkan ekpresi emosi karena

26
apapun kondisinya wajah anak autisme tetap flat tanpa ekspresi. Simon juga
mengatakan siswa autiseme di sekolahnya diajarkan mengenal warna sebagai bentuk
atau cara mengungkapkan emosi. Berdasarkan gambar 2b terdapat 3 warna yaitu merah,
kuning dan hijau. Warna kuning adalah tanda awal ketika anak autisme merasa mulai
tidak nyaman. Anak austime dilengkapi gambar tersebut yang selalu dibawa ke kelas
untuk dikomunikasikan dengan guru atau prompter. Ketika anak autisme menunjukkan
warna kuning maka guru mengajarkan tindakan selanjutnya (choice). Pilihan tindakan
selanjutnya misalkan warna hijau maka guru mengajarkan tindakan bagi anak autisme
misalkan memilih menuju ketempat quiet room (ruang tenang). Jika ekspresi emosinya
lebih frustasi maka warna merah diajarkan untuk memilih tindakan misal anak autisme
menghubungi orang tua atau bicara dengan seseorang.
Penjelasan kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi resource centre yaitu
perpustakaan. Perpustakaan disekolah ini memiliki koleksi yang cukup lengkap dengan
berbagai macam judul buku dan variasi alat bantu baca. Alat bantu baca disedikan
komputer dan LCD projector untuk melihat dokumen visual dari perpustakaan. Desain
perpustaak juga nyaman dan dilengkapi dengan pendingin ruangan serta karpet.
Penjelasan ini dapat juga dilihat pada gambar dibawah ini :

27
Simon mengajak menuju ke ruang meeting untuk melakukan diskusi. Diskusi diawali
dengan menjelaskan ulang tetang apa saja yang sudah dikunjungi dan penekanan pada
hal-hal penting hasil pengamatan dikelas. Ruang meeting menjadi satu bagian dalam
ruang perpustakaan dan masing-masing disediakan bangku dan meja diskusi bersama.
Suasan ruang meeting nayaman dan santai seperti yang terlihat pada gambar dibawah
ini

Penjelasan selanjutnya dilakukan dengan diskusi santai dan diberikan kesempatan


bertanya. Saya menanyakan tentang bagaimana keberterimaan siswa lain dikelas regular
terhadap siswa berkebutuhan khusus dalam sosialiasi disekolah inklusi ini apakah adaa
kasus dimana anak regular tidak menerima anak berkebutuhan khsusus? Simon
menjawab bahwa tidak pernah ada kasus penolakan oleh siswa regular terhadap teman
siswa berkebutuhan khsuus. Hal ini telah menjadi kesepakatan seluruh lingkungan
warga sekolah untuk saling merima dan menghargai dalam setiap kegaitan sosial
dilingkungan sekolah. Kondisi yang harus diperhatikan adalah pada anak autisme
terutama dalam kegiatan interaksi sosial. Simon juga mnjelaskan tentang perilaku
interaksi sosial yaitu tentang bagimana melakuakn aktifitas urutan bergantian seperti
pada gambar dibawah ini :

28
Penjelasan yang disampaikan adalah bahwa anak autisme sangat sulit melakukan
aktifitas bergantian. Secara ekseluruhan siswa autisme di sekolah ini adalah verbal
namun ada beberapa masih memiliki kemampuan verbal yang terbatas. Kemampuan
verbal yang terbatas ini tentunya menjadi penghabat ketika anak uatisme ingin
melakukan kehendak. Interkais sosial yang melakukan kehendak berkaitan dengan
urutan yang bergantuina. Maka simon memberikan contoh mengenai telling stiory
bagaiaman guru mengajarkan urutan berkehendak dengan menggunakan tampilan visual
dengan tema WAITING.
Pertanyaan lain yang diajukan dalam diskusi adalah mengenai kemampuan apa saja
bagi siswa berkebutuhan khusus yang dapay diterima disekolah ini dan bagaimana
hubungannya dengan orang tua? Jawab simon memang sekolah ini tidak memungut
biaya karena ditanggung oleh pemerintah dan mayoritas orang tua disini adalah
menengah bawah. Seluruh kegiatan dan pengelolaan sekolah epnuhnya dikendalikan
sekolah. Siswa yang dapat memenuhi persyaratan disini adalah dengan keubutuhan
khusus austisme tanpa hambatan intelektual. Langkah dalam menerima siswa
berdasarkan identifikasi dan asesment dari data psikolog, dokter, orang tua, ahli terapi.
Data tersebut disimpan dan menjadi data yang tidak dipublikasikan yang sifatnya data
rahasia. Ketiak ditanyakan mengenai instrumen identifikasi walaupun hanya bentuk
blangko kosong tidak dieberikan contoh, namun dijelaskan pada umumnya itu sesuai
dengan format identifikasi yang digunakan oleh tenaga medis atau terapis lainnya.
Saya juga menanyakan mengenai penilaian yang dilakukan oleh sekolah terhadap
peserta didik yang mengikuti kurikulum regular yang dimodifikasi apakah tetap
mengikuti ujian kenaikan kelas? Simon menjawab bahwa semua siswa dikelas suport

29
dengan kebutuhan khusus baik autisme mapun hearing impariment tetap menempuh
ujuian untuk kenaikan kelas. Penialian dilakukan sesuai target yang diberikan di dalam
pembelajaran indiviuadl dan regular yang wajib dipelajari sesuai kurikulum.
Kegiatan diakhiri dengan oenyerahan ceindera mata sebagai tanda terimakasih dari tim
kunjungan wakil dari P4TK TK dan PLB. Cindera diserahkan oleh Edy Prabowo dan
diterima oleh Simon sesuai gambar dibawah ini :

Kegiatan selanjutnya adalah kembali ke kampus Sydney University pada pukul 11.00.

D. Refleksi
Berdasarkan kunjungan di Strathfield South High School dan penjelasan Simon serta
kunjungan ke kelas maka hal yang menarik dapat disampaikan sebagai saran adalah :
4. Pengelolaan kurikulum, kurikulum menggunakan standar nasional yang
dikembangkan oleh The Australian Curriculum, Assessment and Reporting
Authority (ACARA). Guru di Strathfield South High School memiliki
kebebasan untuk melakukan pengembangan kurikulum individual sesuai
kebutuhan siswa dengan bekerja sama dengan guru, kepala sekolah, terapi, guru
pendamping (SLSO) dan orang tua dalam menentapkan struktur pembelajaran.
Saran disini perlu dikembangkan kemampuan kepala sekolah dan widyaiswara
dalam memahami korelasi antara kurikulum secara nasional dan individual yang
tetap mengacu pada akses kesempatan yang sama untuk materi dan ketrampilan
pembelajaran. Kemampuan ini bisa dikembangkan dalam bentuk Diklat
pengembangan kurikulum individu yang terintegrasi dengan kebutuhan khusus
individu siswa, media pembelajaran dan evaluasi.

30
5. Penggunaan media teknologi telah dikenalkan mulai dari kelas literasi dan
numerasi dengan usia siswa antara 7-12 tahun. Hal ini berarti guru dan siswa
harus mampu menggunakan alat bantu sebagai bagian dari memudahkan
pembelajaran. Saran kepala sekolah dan widyaiswara dibiasakan menggunakan
alat bantu tekologi misal tablet sebagai bagian dari media bantu pembelajara.
Kemudah ini juga didukung dengan kebijakan untuk pengadaan alat interaksi
pembelajaran misal smartboard yang terkoneksi dengan komputer LCD secara
terintegrasi.
6. Pengelolaan kelas di Strathfield South High School memiliki keragaman dan
menyesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa. Setiap siwa desain temapt duduk
tidak dibuat harus dalam bentuk klasikaln, namun juga dibentuk dalam
individual dan dibauat nyaman dengan fasilitas yang aman. Kelas dilengkapi
dengan berbagai tampilan visual untuk memberikan daya imaginasi siswa
mengenai konsep benda dan nama benda serta warna. Saran kelapa sekolah dan
widyaiswara harus memiliki kemampuan pengelolaan kelas secara modern dan
nyaman serta desain kelas yang lebih visual. Pemahaman dan ketrampilan harus
dilatih dalam bentuk diklat pengelolaan kelas dan desain tata ruang kelas
nyaman.
7. Pemanfaatan teknologi alat bantu dengar dengan aplikasi bluetooth, kemajuan
teknologi dapat dmanfaatkan untuk membantu kemajuan siswa dengan
hambatan pendengaran menjadi lebih maju dalam proses belajar. Teknologi
Phonak ternyata di sekolah Strathfield South High School telah diterapkan dan
terbukti mampu membantu belajar dengan menggunakan sisa pendengaran untuk
tidak tergantung dengan bahasa isyarat. Saran kepada manajemen P4TK TK dan
PLB pengguanan alat bantu dengar dengan teknologi bluetooth di Indonesia
belum diterapkan, dan sebagai pusat pengembangan tenaga pendidikan
kebutuhan khusus di Indonesia harus mengadaptasi dan melatih penggunaan alat
dan kemampuan guru serta kepala sekolah menggunakan alat bantu dengar ini
melalui pengadaan dan pelatihan.

31
IV. Refleksi
Inklusi adalah sebuah visi, bukan sekedar label. Yang penting adalah substansi
kualitas layanan pembelaja rnya, bukan labelnya.
Sekarang ini di Indonesia sudah mulai muncul kebutuhan pengelolaan sekolah
secara inklusif, walaupun sekolah tersebut tidak berlabel inklusi. Guru-guru di
sekolah umum sudah saatnya ditingkatkan kompetensinya kearah kompetensi
pengelolaan peserta didik dalam kelas setting inklusif.

Materi : 13.30-16.00
Inclusive Program Pramework
Inclusive Curriculum with an universal desain for learning : Prof David
Evan
Inclusif School Practice Through the Curriculum.
Rangkuman materi :

Apa itu inklusif ? Inclusive school a vision education. Inclusive education isa
visi education system. Praktik pendidikan inklusfi berkaitan dengan melakukan
pekerjaan yang reasonable dalam mengelola seberapa baik siswa-siswa dengan
kebutuhan khusus bertransisi ke sekolah baru dan mendukung guru untuk
meningkatkan hasil pembelajaran siswa-siswa tersebut. Hambatan (barries)
dalam praktik pendidikan inklusif adalah : 1) kurangnya waktu bagi sekolah
untuk meancang penyesuaian (adjusment) yang dibutuhkan dalam
mengakomodasi siswa-siswa dengan kebutuhan khusus. 2) beberapa pendidik
percaya bahwa siswa tidak membutuhkan penyesuaian atau tidak memiliki
kemampuan untuk belajar. 3) Pendidik dan keluarga menganggap bahwa
beberapa sekolah tidak memiliki kapabilitas
Dalam menangani masalah yang muncul. Sebetulnya, ketidak berhasilan praktik
inklusif lebih disebabkan oleh rencahnya kinerja, instruksi yang kurang tepat,
bukan karena ketidak mampuan siswa.
Praktik inklusi yang berkualitas memiliki komponen-komponen sebagai
berikut :
Sekolah menyediakan dukungan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan dari siswa
Tenaga profesional berkolaborasi untuk menyediakan dukungan dan instruksi
yang efektif
Siswa dididik dalam keadaan natural yang sangat efektif dalam memenuhi
kebutuhan mereka
Siswa dididik secara bersama-sama
Siswa dibeikan dukungan untuk memenuhi kebutuhan mereka masing-masing
dan mencapai hasil belajar yang bernilai.

Kualitas sekolah inklusif yang efektif :

32
Pentingnya visi sekolah yang satu
Dukungan dari administrasi dan guru memberikan hasil berupa
meningkatnya kolaborasi, pengambilan keputusan secara bersama, dan
pendistribusian kepemimpinan
Penggunaan resources yang efisien dan fleksibel
Kualitas instruksi di kelas.

HARI KELIMA
I. Hari/tanggal : Rabu, 23 November 2016
Tempat : Faculty of Education & Social Work
Topik/Pembicara : Inclusive Pragram Framework Multi Tiered
Aproach and Inclusive Practices, Prof David Evans
Qualiy Inclusive Practice : Life Long
Learning Transitioning Learning Beyond School
Dr. Michelle Bonati

II. Uraian kegiatan : Presentasi dan diskusi


III. Rangkuman Materi : Faktor Kuci keberhasilan inklusi
Cultural and organizational Qualities (the infortance of a unifying
vision)
Quality classroom Instruction

Multi-Level Model of Support :

Tier 1 : High Quality core intruction principles of UDL

Tier 2 : High Quality targeted supplemental instruction

Tier 3 : High Quality Intensive Intervention

IV. Refleksi :
Penanganan anak berkebutuhan khusus dalam setting sekolah inklusif harus
dilakukan secara terukur dan terpola. Dalam konteks ini, harus didukung dengan
perencanaan yang jelas, target support yang jelas, dan dukungan intervensi yang
berkualitas. Pemberian layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus di Indonesia perlu dukungan standar layanan pendidikan dan tenaga guru
yang berkolaborasi dengan terapis, dan pihak lain yang relevan. Melalui
pendekatan kolaborasi, peserta didik berkebutuhan khusus akan dapat
berkembang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.

HARI KEENAM
I. Hari/tanggal : Kamis, 24 November 2016
Tempat : Faculty of Educacation and Social Work, Sydney
University

33
Topik/Pembicara : Quality Inclusive Practice : Curriculum SupportHilar
Dixon (Senior Manager Curriculum)
: Collaboration with Services and Agencies Dr. Michelle
Villeneuve
II. Uraian kegiatan : Presentasi dan diskusi

III. Rangkuman materi : Australian Curriculum General Capabilities

-lIteracy-Numeracy-ICT Capability-Critical and Creative Thinking Personal and


Social Capability-Ethical Understanding-Intercultural Understanding
Functional Literacy : Reading, Writing, and Comprehension
Practical Numeracy : Basic Operation, Measurement, Time, Money, Calculator
Skills.
Action and Choices : Pro-Social Skills, Positive Relationship, Respecful,
Responsible, and safe Behaviour
Independent Living Skills : Housekeeping&Organization, Work Readiness,
Vocational Education.
Health and Wellbeing : Basic Fitness, Healthy Eating, Adolescen Health, and Safety
Related Topics
21St Century Leaner : Navigate Technology, Word Processing, Research Skills,
Computer Operation.
Global Citizen : General Knowledge, Curren Affairs, Map Reading.

Collaboration with Services and Agencies Dr. Michelle Villeneuve


Dr. Michelle Villeneuve memaparkan topik dengan stakeholders dalam rangkan
mengembangkan dan mengimplemetasikan visi inklusi. Diskusi dan pembahasan
dipokuskan pada kolaborasi lintas sektor kesehatan dan pendidikan untuk pendidikan
inklusif bagi siswa berkebutuhan khusus. Topik ini merupakan ringkasan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Centre for Disability Research and Policy. Hasil
penelitian disampaikan dalam lokakarya Kebijakan dan participatory Action
Research (PAR) yang diselengarakan pada tanggal 13-19 Januari di Universitas
Negeri Yogyakarta untuk mencapai pendidikan untuk semua pada tahun
2025.Lokakarya ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut :
menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan yang mudah diakses,
terjangkau, dan terintegrasi.
mengembangkan kapasitas guru kelas, guru pendamping khusus, kepala
sekolah, orang tua, terapis, dan anak untuk berkolaborasi di sekolah untuk
pendidikan inklusif
memberdayakan pendidikan menegakkan prinsip-prinsip pendidikan inklusif
dan mampu merespon beagam kebutuhan siswa di kelas mereka
Mengadopsi person first language dalam dokumen pemerintahan dan
komunikasi verbal

34
Mengembangkan peran universitas sebagai pusat sumber dan dukungan untuk
pendidikan inklusif

IV. Refleksi
Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan yaitu kurikulum. Kurikulum
perlu dirancang secara proforsional sesuai dengan kapasitas tumbuh kembang peserta
didik. Kurikulum yang muatannya terlalu berat, tetapi tidak jelas arahnya justru akan
menyulitkan para praktisi pendidikan dan siswa itu sendiri. Kurikulum yang baik,
yaitu kurikulum yang dikembangkan secara sederhana, tetapi mencakup komponen-
komponen, atau aspek-aspek yang dibutuhkan peserta didik untuk menjalani
kehidupannya secara berkualitas dalam konteks, lokal, nasional, dan global.

HARI KETUJUH
I. Hari/tanggal : Jumat, 25 November 2016
Tempat : Faculty of Educacation and Social Work, Sydney
University

Topik/pembicara : -Australian Profesional Standards For Teacher


: -Persinalized Learning and Support for Student
with disabilityNSW Public School ( Neale Waddy)

II. Uraian Kegiatan : Presentasi dan diskusi


III. Rangkuman Materi : Semua guru di australia memiliki acuan setandar
yang sama. Standar profesionalisme guru ini berlaku baik untuk sekolah negeri,
independent school, dan catolic school. Standar kompetensi guru di australia
terdiri dari tiga domain, yaitu 1) profesional Knowledge, Professional
Practice,dan Professional Engagement. Ketiga domain tersebut dijabarkan
kedalam tujuh standar seperti dijabarkan dalam tael di bawah ini.

Domain of Teaching Standards Focus Areas and


Standard Description
Professional 1. Know students and how Keterangan :
Knowledge the learn dijabarkan
2. Know the content and
how to teach it
Professional Practice 3. Plan for and implement
effective teaching and
learning
4. Create and maintain
supportive and safe

35
learning environments
5. Assess, provide feedback
and report on student
learning
Profesional 6. Engage in professional
Engagement learning
7. Engage professionaly with
colleagues, parent/carers
and tehe community
Untuk keperluan akreditasi, guru dapat mengikuti peningkatan kompetesi
melalui pelatihan atau lainnya seratus jam per tahun. 50 jam wajib dan 50 jam
dapat dilakukan sesuai pilihan.
Melalui akreditasi, guru dapat menempuk kualifikasi kompetensi dengan status
graduate, proficient, highly accomplished, dan lead.

Kebijakan pendidikan di Australia memberikan layanan pendidikan untuk anak-


anak berkebutuhan khusus dua pilihan, yaitu sekolah umum (reguler) dan
special school. Orang tua dari anak berkebutuhan khusus bebas memilih untuk
menyekolahkan anaknya di SLB atau di sekolah umum dengan support untuk
ABK. Biasanya, untuk ABK yang perlu support lebih komplek, orang tua
cenderung untuk menyekolahkan anaknya di special schooll. Data menunjukkan,
80 % ABK sekolah di sekolah umum (inklusi).

Berbagi Pengalaman dengan kepala sekolah DORCHESTER EDUCATION


AND TRAINING UNIT
Sekolah ini dikhususkan bagi peserta didik bermasalah--- termasuk terkait
dengan tindakan kriminal yang pernah dilakukan.Jumlah siswanya ada 55 orang.
Layanan pendidikan ini didasarkan pada hak anak... bahwa anak bermasalah
juga berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan. Sekolah ini merupakan
public school. Dalam struktur kurikulumnya tidak ada pendidikan agama.
Pendidikan agama adanya di Catolic School. Sekolah ini memberikan
pembinaan moral melalui etika umum disamping akademik.

IV. Refleksi
Untuk meningkatkan profesionalisme guru, kementerian pendidikan dan
kebudayaan kita telah menetapkan standar kompetensi guru.
Walaupun standar kompetensi guru tersebut sudah ada sejak tahun 2007, tetapi
implementasinya dalam upaya meningkatkan komptensi guru belum sepenuhnya
dirujuk. Akreditasi untuk guru diimplementasikan dalam bentuk kebijakan
sertifikasi guru yang masih bersifat masal. Dan status jabatan guru, dari guru
pertama, muda, madya, sampai utama belum didasarkan pada akreditasi yang
mengacu pada standar. Rekomendasi : Standar kompetensi guru perlu ditinjau
ulang dan disesuaikan dengan tuntutan kondisi saat ini. Akresitasi guru atau

36
sertifikasi guru perlu dilakukan secara terstandar dan berkualitas dan memiliki
keterkaitan dengan jenjang jabatan guru, untterutama guru PNS.

HARI KEDELAPAN
I. Hari/tanggal : Senin, 28 November 2016
Tempat : Faculty of Educacation and Social Work, Sydney
University

Topik/pembicara : SWIF : School Improvement Proses


: BOSTES

II. Uraian Kegiatan : presentasi dan diskusi


III. Rangkuman Materi :
Visioning
Data Snapshots
Priority and Practice Planing
Ressource Mapping and Planing
Transformation Teaming
Coaching and Facilitation

BOSTES (Standar Akreditasi Guru Australia)


Bostes merupakan badan kajian standar komptensi guru dan kuriulum.
Fokus dari layanan dan kajiannya yaitu kurikulum, pembelajran kompetensi
guru.
Sejak tahun 2004 guru-guru di Australia harus memiliki latar belakang
pendidikan sarjana (S1) kepndidikan.
Sistem pembinaan dan peningkatan komptensi guru di Australia terdiri dari
empat level untuk memenuhsionali tiga domain
Kompetensi yaitu profesional knowledge, profesional prakstis, dan profesional
enggagement. Adapun lingkup standarnya terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Memahami pesert didik dalan bagaimana mereka belajar
2. Memahami materi dan bagaimana mengajarkannya
3. Perencanaan dan implementasi untuk pembelajaran yang efektif
4. Create and maintain supportive and safe learning environments
5. Assesmen, umpan balik layanan pembelajaran dan laporan hasil belajar.
6. Keterlibatan profesional dalam pembelajaran
7. Keterlibatan profesional dengan kolega, orang tua/pengasuh dan komunitas
sosial

37
Tahap peningkatan komptensi guru melalui akreditasi kompetensi guru terdiri
dari empat jenjang kompetensi yaitu :

1. Graduate
2. Proficient
3. Higly accomplised
4. Lead

IV. Refleksi
Sisitem pendidikan di Indonesia sudah memiliki standar kompetensi sejak tahun
2007.
Mulai tahun 2009 dilakukan sertifikasi guru yang mengacu kepada standar
kompetensi tersebut. Sertifikasi guru
Syarat untuk mengikuti sertifikasi guru harus berpendidikan minimal S1 atau
setara dengan S1 kependidikan.
Namun sampai saat ini kompetensi guru yang telah diupayakan melalui
kebijakan dan sertifikasi guru belum memiliki korelasi dengan jenjang jabatan
guru terutama untuk guru pegaewai negeri sipil (PNS)

Rekomendasi
Sistem sertifikasi guru hendaknya ditingkatkan kualitasnya sehingga
penjenjangan jabatan guru berkorelasi secara signifikan dengan kompetensi
guru.

38

You might also like