You are on page 1of 9

J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No.

2, Agust 2009: 143-151

FAKTOR RISIKO PENULARAN MALARIA


DI DAERAH BERBATASAN

RISK FACTORS OF COMMUNICATION OF MALARIA IN AREAS


DIVIDED BY ADMINISTRATIVE BOUNDARIES

Hari Basuki Notobroto(1), Atik Choirul Hidajah(2)

ABSTRACT
The objectives of this study were to identify relationship of demographic
factors and social factors with malaria incidence in areas divided by
administrative boundaries, and to develop a model of effect of demographic
and social factors on malaria incidence in areas divided by administrative
boundaries.
The design of this study was case control, conducted in 3 malaria
endemic villages Prigi and Tasik Madu (Watulimo subdistrict, Trenggalek
Regency) and Keboireng (Besuki Sudbistrict, Tulungagung Regency).
Population of cases was community in study areas those had symptoms of
malaria and positive result of laboratory examination in year 2005.
Population of control was community in study area those were not suffered
from malaria in the same period with ratio case : control 1:2.
Independen variables were age, gender, education level, occupation,
knowledge, attitude, practice and mobility. Data was collected by interview
using questionnaires.
Most of respondents were male, low education level, occupation as
farmers or fishers, and had history of contact with malaria patients. Mobility
of cases was higher than control. Most of respondent in control group were
immobile.
The result of this study revealed that there were 2 variables influenced
the occurance of malaria, mobility and history of contact with malaria
patient. Based on the result, it could be developed a model of effect of
demographic and social factors on malaria incidence in areas divided by
administrative boundaries with formula as followed: Prob (malaria) = 1/(1 +
e1,609-0,915Contact-1,113Mobility).

Keywords : malaria, areas divided by administrative boundaries

(1) Departemen Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
(2) Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

143
Faktor Risiko Penularan Malaria (Hari BN, Atik CH)

PENDAHULUAN dan klimatologis, kimiawi dan biologis


Dalam skala global, malaria (Mardihusodo dan Dulbahri, 2001).
masih merupakan masalah kesehatan Penyebaran malaria tergantung pada
yang ditempatkan pada peringkat adanya interaksi antara agent, host
pertama di daerah tropis. Malaria dan lingkungan (Beaglehole et al.,
bukan hanya masalah kesehatan 1993). Faktor lingkungan umumnya
semata, tetapi juga telah menjadi sangat dominan sebagai penentu
masalah sosial ekonomi, seperti prevalensi dan insidensi malaria pada
kerugian ekonomi, kemiskinan dan suatu wilayah endemis malaria. Hal
keterbelakangan (Achmadi, 2005; ini terjadi karena komponen yang lain
Mardihusodo dan Dulbahri, 2001). (Plasmodium, nyamuk, dan manusia)
Menurut WHO (World Health sangat erat kaitannya dengan
Organization) malaria menyebabkan lingkungan (Mardihusodo dan
1,5-2,7 juta orang meninggal setiap Dulbahri, 2001).
tahun (Sipe dan Dale, 2003). Sebagai Sebagai penyakit menular,
penyebab kematian dari sekurang- malaria dapat berpindah dari satu
kurangnya 3.000 orang perhari, wilayah ke wilayah lain melalui
malaria akan memperlambat mobilitas penduduk sebagai sumber
pertumbuhan ekonomi 1,3% per penularan maupun komoditas sebagai
tahun di daerah endemis (Gallups dan wahana transmisi. Dengan kata lain,
Sachs, 2001 cit Kusnanto, 2004). penyakit menular tidak mengenal
Di Indonesia sendiri malaria batas wilayah administrasi
merupakan masalah kesehatan pemerintahan (Achmadi, 2005). Dua
masyarakat yang penting. Malaria di wilayah yang terpisah secara
Indonesia juga telah mempengaruhi administrasi, bisa sharing wilayah
Human Development Index, ekosistem. Dalam konsep epidemiologi
merupakan penyebab meningkatnya dua daerah yang memiliki ekosistem
angka kesakitan dan kematian, yang sama, sehingga memungkinkan
gangguan kesehatan ibu dan anak, penyebaran penyakit, disebut sebagai
produktivitas angkatan kerja serta suatu kesatuan wilayah epidemiologi.
merugikan kegiatan pariwisata Karena penyakit tidak mengenal
(Achmadi, 2005). Tercatat ada 6 juta wilayah administrasi, maka
kasus klinis dan 700 kematian setiap pengendalian penyakit perlu disusun
tahun (Laihad, 2000). Kasus malaria secara terintegrasi dan berbasis
banyak dijumpai di luar Pulau Jawa wilayah kabupaten/kota dalam
dan Bali, terutama di daerah perspektif komprehensif serta
Indonesia bagian timur (Depkes, didukung jaringan dan kerjasama
2003). yang erat baik antar wilayah
Dalam konsep epidemiologi, administrasi pemerintahan maupun
terdapat tiga faktor yang berpengaruh di antara pelaku pemberantasan
terhadap kejadian penyakit malaria, penyakit dalam satu wilayah. Konsep
yaitu host (penjamu), agent (penyebab ini dikenal sebagai manajemen
penyakit) dan environment (ling- penyakit berbasis wilayah (Achmadi,
kungan). Penyebab malaria adalah 2005).
parasit Plasmodium. Host ada dua Rencana pengembangan jalur
macam yaitu manusia yang disebut lintas selatan Pulau Jawa sebagai
intermediate host dan nyamuk malaria jalur perdagangan alternatif untuk
yang disebut definitive host (Depkes, menggantikan wilayah utara Pulau
1999). Faktor lingkungan yang Jawa akan menyebabkan tingginya
berpengaruh pada kejadian malaria mobilitas penduduk akibat
dibagi menjadi faktor lingkungan fisik berkembang pesatnya arus trans-

144
J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 2, Agust 2009: 143-151

portasi di wilayah tersebut. Dengan METODE PENELITIAN


semakin berkembangnya arus Penelitian dilakukan dengan
mobilisasi akibat perkembangan alat menggunakan rancangan case control.
transportasi proses penyebaran Dilaksanakan di kecamatan endemis
penyakit malaria menjadi sangat luas. malaria di wilayah jalur lintas selatan
Akibatnya, jika terjadi peningkatan yang merupakan perbatasan antara
kasus di suatu daerah, akan mudah Kabupaten Trenggalek dan
terjadi penyebaran kasus di daerah Tulungagung Provinsi Jawa Timur,
lain terutama di daerah yang yaitu di Kecamatan Watulimo
berbatasan. Dalam rangka menyusun (Trenggalek) dan Besuki
manajemen malaria yang berbasis (Tulungagung). Pada lokasi tersebut
wilayah, pengetahuan tentang faktor dipilih desa-desa yang secara
risiko penularan malaria pada dua geografis berbatasan, yaitu Desa Prigi
wilayah yang berbatasan tersebut, dan Tasik Madu (kecamatan
menjadi sangat penting. Oleh karena Watulimo) dan Desa Keboireng
itu diperlukan suatu penelitian untuk (kecamatan Besuki).
memperoleh gambaran faktor risiko Populasi kasus adalah penduduk
penularan di daerah yang berbatasan. di wilayah penelitian yang menurut
Masalah yang akan dikaji dalam hasil PCD (Passive case detection) dan
penelitian ini adalah apakah faktor ACD (Active Case Detection) yang
demografi (umur, jenis kelamin, dilakukan Puskesmas pada tahun
pendidikan, pekerjaan) dan faktor 2005 mempunyai gejala klinis malaria
sosial (pengetahuan, sikap dan dan hasil sediaan darah positif
tindakan mengenai malaria serta terhadap Plasmodium sp. Populasi
mobilitas) merupakan faktor risiko kontrol adalah penduduk di wilayah
terhadap penularan malaria di daerah penelitian yang tidak menderita
berbatasan. malaria dalam periode yang sama.
Penelitian ini bertujuan meng- Berdasarkan data di Puskesmas
identifikasi hubungan antara faktor diperoleh total kasus di lokasi
demografi (umur, jenis kelamin, penelitian sebanyak 35 orang, Untuk
pendidikan, pekerjaan) dengan itu sebagai sampel kasus diambil total
kejadian malaria di daerah berba- populasi. Untuk sampel kontrol,
tasan, mengidentifikasi hubungan diambil perbandingan kasus : kontrol
faktor sosial (pengetahuan, sikap dan sebesar 1 : 2, sehingga sampel kontrol
perilaku mengenai malaria serta diambil sebanyak 70 responden.
mobilitas) dengan kejadian malaria di Sampel kontrol diambil dari tetangga
daerah berbatasan, dan membuat penderita dengan radius maksimum
model pengaruh faktor demografi dan 500 meter dari rumah penderita.
sosial terhadap kejadian malaria di Variabel independen yang diteliti
daerah berbatasan. Diharapkan adalah umur, jenis kelamin,
dengan diketahuinya faktor risiko pendidikan formal, pekerjaan,
penularan malaria di daerah pengetahuan, sikap, dan tindakan
berbatasan akan dapat dirumuskan terhadap malaria, serta mobilitas yang
kebijakan pengendalian malaria yang dilakukan, variabel dependen adalah
berbasis wilayah. Dengan demikian kejadian malaria. Pengumpulan data
pengendalian malaria berbasis dilakukan dengan wawancara
wilayah, tidak lagi semata-mata terstruktur dengan menggunakan
mementingkan wilayah administrasi, kuesioner.
tetapi juga wilayah ekosistem pada Pengolahan data dilakukan
dua daerah yang secara administrasi dengan komputer. Data diolah secara
berbatasan. deskriptif, untuk menggambarkan

145
Faktor Risiko Penularan Malaria (Hari BN, Atik CH)

distribusi responden menurut persawahan yang berteras, dengan


karakteristik sosiodemografi. Hasil aliran air lambat, Anopheles
pengolahan disajikan dalam bentuk balabacencis yang memiliki habitat
narasi dan tabulasi silang. Analisis asli di hutan atau semak di sekitar
statistik dilakukan dengan uji pekarangan rumah, Anopheles
statistik regresi logistik berganda. sundaicus yang memiliki habitat air
payau, ekosistem pantai dan jentik
HASIL DAN PEMBAHASAN berkumpul di tempat tertutup oleh
tanaman, serta pada lumut yang
Karakteristik Wilayah Penelitian
mendapat sinar matahari langsung
Lokasi penelitian di Kabupaten
(Achmadi, 2005).
Trenggalek dilaksanakan di Desa Prigi
dan desa Tasikmadu Kecamatan
Kejadian Malaria di Wilayah Penelitian
Watulimo, sedangkan di Kabupaten Dari hasil penelusuran dokumen
Tulungagung dilaksanakan di Desa yang ada di Puskesmas dan survei
Keboireng. Kedua lokasi penelitian langsung di lapangan diperoleh data
dibatasi oleh bukit dan pegunungan terdapat 20 kasus malaria selama
serta berada pada jalur lintas selatan. tahun 2006 di Desa Prigi dan Tasik
Jarak terdekat antar lokasi penelitian Madu, Kecamatan Watulimo. Di desa
apabila ditempuh melalui jalur darat Keboireng tidak terdapat penderita
adalah sekitar 10 Km dan bila malaria pada periode yang sama,
ditempuh melalui jalur laut adalah tetapi berdasarkan wawancara dengan
sekitar 5 Km. responden didapatkan beberapa
Luas Desa Tasikmadu dan Desa responden yang menderita gejala
Prigi adalah 36.217 Km2 dan luas malaria.
Desa Keboireng adalah 2.943,475 Ha. Hasil pencatatan dan pelaporan di
Sebagian besar wilayah Desa Puskesmas Besole dan Dinas
Tasikmadu dan Prigi berupa bukit, Kesehatan Kabupaten Tulung Agung
gunung dan hutan. Jarak terdekat tidak menunjukkan adanya penderita
dengan Kota/Ibu Kota adalah 46 Km malaria yang berasal dari Desa
dengan lama tempuh 1,5 jam. Dari Keboireng. Namun, hasil survei
aspek topografi, desa Tasikmadu dan langsung di lapangan menunjukkan
desa Prigi merupakan daerah pantai ada 15 kasus malaria selama tahun
hingga ke pegunungan dengan 2006. Keadaan ini mengindikasikan
ketinggian antara 6-60 meter dari masih kurangnya kinerja jajaran
permukaan laut, sedangkan Desa kesehatan dalam upaya pengendalian
Keboireng merupakan daerah yang malaria, termasuk masalah
sebagian wilayahnya berupa bukit pencatatan dan pelaporan.
dan pegunungan, tanah berkapur, Sebagian besar responden di
tanah bebatuan dan tanah liat. daerah yang berbatasan tersebut
Ketinggian tanah dari permukaan laut menunjukkan adanya riwayat kontak
adalah 85 meter. dengan kasus sebelumnya. Hal ini
Wilayah selatan lokasi penelitian menunjukkan terjadinya penularan
berbatasan dengan Samudera malaria di daerah berbatasan.
Indonesia yang menyebabkan Gambaran responden menurut
banyaknya lagun di sepanjang pantai riwayat kontak dapat dilihat pada
dan berisiko sebagai tempat Tabel 1.
perindukan jentik nyamuk. Kondisi
lingkungan tersebut merupakan
habitat vektor malaria, antara lain
Anopheles aconitus yang pada
umumnya memiliki habitat di

146
J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 2, Agust 2009: 143-151

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut kurang dari 40 tahun dan 26


Riwayat Kontak
responden (37,1%) lebih dari 40
Kelompok tahun.
Kontak Total
Kasus Kontrol
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian
Ada 20 (57,1%) 23 (32,9%) 43 (41,0%)
Malaria
Tidak ada 15 (42,9%) 47 (67,1%) 62 (59,0%)
Sebagian besar kasus (73,3%)
Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
berjenis kelamin laki-laki, sedangkan
p = 0,030
perempuan hanya 26,7%, namun,
perbedaan ini tidak bermakna secara
Sumber kontak responden adalah statistik (p = 0,921). Hasil seleng-
anggota keluarga, tetangga dan teman kapnya dapat dilihat dari Tabel 3.
kerja yang termasuk kelompok kontak
dekat, artinya kelompok kontak Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin
adalah orang yang sering berinteraksi Responden
dengan responden (tetangga atau
Kelompok
keluarga). Jenis kelamin Total
Kasus Kontrol

Hubungan Umur dengan Kejadian Malaria Laki-laki 26 (74,3%) (72,9%) 77 (73,3%)

Rerata umur responden adalah Perempuan 9 (25,7%) 19 (27,1%) 28 (26,7%)


40,89 tahun pada kasus dan 39,09 Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
tahun pada kontrol. Ini menunjukkan p = 0,921
kelompok kasus dan kontrol setara
dalam hal umur. Umur sebenarnya Tidak terdapatnya perbedaan
merupakan confounding factor kejadian malaria yang bermakna
kejadian malaria, karena seperti yang secara statistik berdasar jenis
disampaikan oleh Gunawan (2000), kelamin, menunjukkan bahwa jenis
secara umum dapat dikatakan bahwa kelamin bukan confounding factor
pada dasarnya setiap orang dapat kejadian malaria. Hal ini berbeda
terkena malaria. Perbedaan prevalensi dengan yang disampaikan oleh
menurut umur berkaitan dengan Gunawan (2000) bahwa perbedaan
perbedaan derajat kekebalan terhadap prevalensi menurut umur dan jenis
malaria. Kekebalan yang diperoleh kelamin sebenarnya berkaitan dengan
bayi dari ibunya memberikan perbedaan derajat kekebalan karena
perlindungan terhadap kejadian variasi keterpaparan kepada gigitan
malaria. nyamuk.

Tabel 2. Distribusi Umur Responden Hubungan Tingkat Pendidikan dengan


Kejadian Malaria
Kelompok Tabel 4 menggambarkan distri-
Umur Total
Kasus Kontrol
busi responden menurut tingkat
40 thn 17 (48,6%) 44 (62,9%) (58,1%)
pendidikan. Berdasarkan tabel
> 40 thn 18 (51,4%) 26 (37,1%) 44 (41,9%)
Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
tersebut dapat diketahui bahwa
p = 0,235 tingkat pendidikan responden (baik
kasus maupun kontrol) di daerah
yang berbatasan masih rendah.
Tabel 2 menggambarkan bahwa
Sebagian besar responden hanya
dari 35 kasus terdapat 17 responden
menyelesaikan pendidikan dasar
(48,6%) yang berusia kurang dari 40
(tamat SD).
tahun dan 18 responden (51,4%)
Pada penelitian ini, tidak bisa
berusia lebih dari 40 tahun. Dari 70
dibuktikan bahwa rendahnya tingkat
kontrol, 44 responden (62,9%) berusia
pendidikan berhubungan dengan

147
Faktor Risiko Penularan Malaria (Hari BN, Atik CH)

kejadian malaria (p = 0,444). Tabel 5. Distribusi Pekerjaan Responden


Meskipun secara statistik tidak Kelompok
Pekerjaan Total
berhubungan, tingginya proprosi Kasus Kontrol
pendidikan rendah harus tetap Tdk bekerja 12 (34,3%) 27 38,6%) 39 (37,1%)
diperhatikan, karena akan Petani 12 (34,3%) 19 (27,1%) 31 (29,5%)
memberikan dampak pada rendahnya Nelayan 5 (14,3%) 11 (15,7%) 16 (15,2%)
Pedagang 4 (11,4%) 4 (5,7%) 8 (7,6%)
status kesehatan secara umum. Hal
Lainnya 2 (5,7%) 9 (12,9%) 11 (10,5%)
ini sudah umum terjadi di negara Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
yang sedang berkembang seperti p = 0,612
Thailand dan Philipina (Kartoyo dkk,
1987 cit Sukawati dkk, 2003). Dengan Pekerjaan sebagai petani
demikian, upaya peningkatan penggarap ini menyebabkan harus
pendidikan masyarakat harus terus berada di hutan sampai sore bahkan
ditingkatkan, karena menurut tidak jarang menginap di sana selama
Baderudin (2002) secara umum beberapa hari atau minggu untuk
seseorang yang mempunyai berladang, sedangkan mereka yang
pendidikan lebih tinggi biasanya akan menjadi buruh nelayan harus mulai
lebih mudah menghindari penyakit melaut sejak sore sampai dini hari
malaria karena mereka lebih mudah berada di tempat terbuka di
memahami informasi tentang sesuatu pelelangan ikan. Kondisi ini
hal termasuk informasi tentang memberikan risiko yang besar untuk
malaria, karena dia lebih bisa digigit nyamuk, termasuk Anopheles
membaca. Hal ini karena informasi sp. Meskipun demikian, kategori
yang tersedia lebih banyak ditemukan pekerjaan tidak berhubungan dengan
di media leaflet, poster dan kejadian malaria (p = 0,612).
penyuluhan langsung dari petugas.
Hubungan Pengetahuan Tentang Malaria
Tabel 4. Distribusi Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Malaria
Responden Tingkat pengetahuan masyarakat
Tingkat Kelompok mengenai malaria, dalam hal ini
Total
pendidikan Kasus Kontrol meliputi pengetahuan tentang
Tdk sekolah 11 (31,4%) 14 (20,0%) 25 (23,8%) malaria, cara penularan, upaya
SD 11 (31,4%) 27 (38,6%) 38 (36,2%)
SMP 8 (22,9%) 13 (18,6%) 21 (20,0%) pencegahan dan pengobatan malaria,
SMA ke atas 5 (14,3%) 16 (22,9%) 21 (20,0%) di daerah berbatasan masih kurang,
Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%) baik pada kelompok kasus dan
p = 0,444
kelompok kontrol, seperti disajikan
pada Tabel 6.

Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Tabel 6. Hubungan Pengetahuan dengan


Malaria Kejadian Malaria
Responden di daerah penelitian
Kelompok
sebagian besar bekerja sebagai petani Pengetahuan
Kasus Kontrol
Total
atau nelayan (44,7%). Jenis pekerjaan Kurang 17 (48,6%) 36 (51,4%) 53 (50,5%)
yang lain, misalnya pedagang, Baik 18 (51,4%) 34 (48,6%) 52 (49,5%)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
serabutan, proporsinya adalah kecil p = 0,945
(18,1%). Pada kelompok petani/
nelayan tersebut sebagian besar Hasil penelitian tentang
adalah buruh nelayan dan petani hubungan tingkat pengetahuan
penggarap. Distribusi responden masyarakat dan kejadian malaria
menurut kategori pekerjaan dapat menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat
dilihat pada Tabel 5.

148
J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 2, Agust 2009: 143-151

pengetahuan masyarakat dengan Kondisi masyarakat Desa


kejadian malaria (p = 0,945). Ini Tasikmadu dan Prigi serta Desa
berarti tinggi rendahnya tingkat Keboireng yang secara umum
pengetahuan masyarakat tidak memiliki sikap yang mendukung
mempengaruhi kejadian malaria terhadap malaria sangat dipengaruhi
disuatu daerah. Namun demikian,
oleh pengetahuan mereka terhadap
melihat rendahnya tingkat
malaria itu sendiri. Dengan sikap
pengetahuan masyarakat tentang
malaria, maka perlu upaya-upaya yang mendukung, diharapkan akan
untuk meningkatkan pengetahuan mampu mendorong seseorang untuk
dan pemahaman masyarakat tentang segera mencari pelayanan kesehatan
penyakit malaria. Tujuan kegiatan apabila terkena malaria dan
tersebut adalah ketika masyarakat cenderung mendukung setiap
telah mengetahui banyak hal tentang program yang dilaksanakan
malaria, maka mereka akan bersikap pemerintah dalam mencegah dan
dan mampu mengambil tindakan memberantas malaria. Meskipun
apabila ada indikasi kejadian malaria secara deskriptif proporsi sikap yang
di wilayah mereka. Menurut
mendukung lebih besar baik pada
Gunawan, dkk, (2000), pengetahuan
kasus maupun kontrol, namun uji
tentang situasi malaria di suatu
statistik menunjukkan tidak ada
daerah akan sangat membantu
program pemberantasan malaria dan hubungan antara sikap dengan
juga dalam melindungi masyarakat kejadian malaria (p = 0,438).
dari infeksi malaria agar paradigma
sehat dapat diwujudkan. Masyarakat Hubungan Tindakan Masyarakat dengan
dengan tingkat pengetahuan yang Kejadian Malaria
kurang, mempunyai kecenderungan Setelah seseorang mengetahui
tidak mendukung program kesehatan stimulus atau obyek kesehatan,
dalam upaya pencegahan dan kemudian mengadakan penilaian atau
pengobatan (Suryanto, 2003). pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya
Hubungan Sikap dengan Kejadian Malaria diharapkan ia akan melaksanakan
Sikap masyarakat, dalam hal ini atau mempraktekkan apa yang
meliputi sikap yang mendukung dan diketahui atau disikapinya (dinilai
sikap yang tidak mendukung
baik). Inilah yang disebut praktek
terhadap malaria, cara penularan,
(practice) kesehatan atau dapat juga
upaya pencegahan dan pengobatan
malaria, menunjukkan bahwa secara dikatakan perilaku kesehatan (overt
keseluruhan responden memiliki behaviour) (Notoatmojo, 1993).
sikap yang mendukung terhadap Tindakan masyarakat di daerah
malaria, cara penularan, upaya berbatasan terhadap menunjukkan
pencegahan dan pengobatan malaria, bahwa proporsi yang hampir sama
seperti tampak pada Tabel 7. antara yang baik dengan kurang,
seperti dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Hubungan Sikap dengan Kejadian
Malaria Tabel 8. Hubungan Tindakan dengan
Kelompok
Kejadian Malaria
Sikap Total
Kasus Kontrol Kelompok
Tindakan Total
Tidak Kasus Kontrol
16 (45,7%) 25 (35,7%) 41 (39,0%)
mendukung
Kurang 15 (42,9%) 35 (50,0%) 50 (47,6%)
Mendukung 19 (54,3%) 45 (64,3%) 64 (61,0%)
Baik 20 (57,1%) 35 (50,0%) 55 (52,4%)
Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
p = 0,438
p = 0,629

149
Faktor Risiko Penularan Malaria (Hari BN, Atik CH)

Hasil uji statistik menunjukkan mengakibatkan meningkatnya kasus


tidak ada hubungan antara tindakan malaria yang diimpor.
dengan kejadian malaria (p=0,629). Model Pengaruh Faktor Demografi dan
Tidak adanya hubungan antara Sosial Terhadap Kejadian Malaria
tindakan dengan kejadian malaria Dari seluruh variabel yang
pada penelitian ini mungkin terjadi dianalisis, beberapa menunjukkan
karena tidak ada hubungan antara hasil yang bermakna (p<0,05),
pengetahuan dan sikap masyarakat beberapa variabel mempunyai nilai p
terhadap kejadian malaria. Padahal < 0,25. Ini berarti, ada beberapa
menurut Samal (2003), pengetahuan variabel yang memenuhi syarat untuk
dan tindakan masyarakat mempunyai membentuk model dengan analisis
hubungan yang signifikan dengan regresi logistik berganda. Variabel
kejadian penyakit, termasuk malaria. yang memenuhi syarat adalah riwayat
kontak (p = 0,030), umur (p = 0,235),
dan mobilitas (p = 0,039). Untuk
Hubungan Antara Mobilitas Dengan
Kejadian Malaria
mobilitas, dikategorikan dalam mobil
Tabel 9 menggambarkan tingkat dan tidak mobil. Hasil analisis dengan
mobilitas masyarakat di daerah regresi logistik berganda lihat Tabel
berbatasan. Tampak bahwa pada 10.
kasus proporsi mobilitas rendah,
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Logistik
cukup, dan tinggi lebih besar Ganda
daripada kelompok kontrol justru
95% CI
sebaliknya. Pada kelompok kontrol Variabel B Sig OR
Lower Upper
sebagian besar tidak mobil. Kontak
Ada 0,915 0,038 2,496 1,053 5,921
Tabel 9. Hubungan Mobilitas dengan Tidak ada
Kejadian Malaria (ref)
Mobilitas
Kelompok - mobil 1,113 0,011 3,045 1,248 7,216
Mobilitas Total
Kasus Kontrol - tidak
mobil (ref)
Tidak mobil 14 (40,0%) 48 (68,6%) 62 (59,0%) Konstanta -1,609 0,000 0,200
Rendah 16 (45,7%) 17 (24,3%) 33 (31,4%)
Sedang 1 (2,9%) 1 (1,4%) 2 (1,9%)
Dari tiga variabel yang dianalisis
Tinggi 4 (11,4%) 4 (5,7%) 8 (7,6%)
dalam regresi logistik, diperoleh dua
Total 35 (100%) 70 (100%) 105 (100%)
variabel yang berpengaruh terhadap
Exact p = 0,039
terjadinya kejadian (penularan)
malaria yaitu mobilitas dan adanya
Perbedaan proporsi mobilitas
kontak dengan penderita malaria,
antara kelompok kasus dan kelompok
Kedua hal tersebut sesuai dengan
kontrol tersebut bermakna secara
pendapat atau hasil penelitian
statistik (p = 0,039), sehingga dapat
beberapa penelitian yang telah
dikatakan ada hubungan antara
disampaikan sebelumnya, bahwa
mobilitas dengan kejadian malaria di
mobilitas dan adanya kontak ber-
daerah berbatasan. Hal ini sesuai
pengaruh terhadap terjadinya
dengan pendapat Gunawan (2000),
(penularan) penyakit malaria.
bahwa peperangan dan perpindahan Berdasarkan tabel tersebut di
penduduk juga dapat menjadi faktor atas, model kejadian malaria di
penting untuk meningkatkan malaria. daerah berbatasan adalah sebagai
Meningkatnya pariwisata dan berikut:
perjalanan dari daerah endemik 1
Prob(malaria) = -----------------------------
1 + e1,609-0,915Kontak-1,113Mobilitas

150
J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 2, Agust 2009: 143-151

SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

Berdasarkan hasil penelitian Achmadi, U.F., 2005. Manajemen Penyakit


dapat diambil beberapa kesimpulan Berbasis Wilayah, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta
Ada hubungan mobilitas dengan
Beaglehole, R., Bonita and Kjellstrom, T.,
kejadian malaria di daerah 1993. Basic Epidemiology, World
berbatasan. Di samping itu faktor Health Organization, Geneva
adanya kontak juga berpengaruh Depkes RI, 2003, Dinamika Penularan
terhadap kejadian malaria. Faktor Malaria, Sub Direktorat Malaria,
Ditjen PPM dan PL, Jakarta
yang lain seperti faktor demografi
Depkes RI, 1999, Modul, Manajemen
(umur, jenis kelamin, pendidikan, Pemberantasan Penyakit Malaria,
pekerjaan) dan faktor sosial Ditjen PPM dan PLP, Jakarta.
(pengetahuan, sikap dan perilaku Gunawan, S., 2000. Epidemiologi Malaria,
mengenai malaria) tidak berhubungan dalam: Harijanto, P.N. (ed): Malaria:
dengan kejadian malaria di daerah Epidemiologi, Manifestasi Klinis, dan
Penanganan, EGC, Jakarta
berbatasan. Berdasarkan analisis
Kusnanto, H., 2004. Kebijakan Publik
statistik diperoleh model kejadian dalam Pengendalian Kebangkitan
malaria di daerah berbatasan sebagai Penyakit-Penyakit Infeksi, Naskah
berikut. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
1 Besar pada Fakultas Kedokteran
Prob(malaria) = --------------------------- Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1 + e1,609-0,915Kontak-1,113Mobilitas Mardihusodo, S.J dan Dulbahri, 2001,
Pemberantasan Malaria dengan
Pendekatan Ekoepidemiologis serta
Berdasarkan hasil penelitian ini, aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak
disarankan untuk memberikan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.
penyuluhan kepada masyarakat di Konas PETRI VII, PERPARI IV, PERMI
daerah berbatasan, khususnya oleh VIII, PKWI IV, tanggal 11-15 Juli
2001. Yogyakarta
Puskesmas, mengenai upaya
Sipe, N.G., dan Dale, P., 2003. Review.
pencegahan penularan malaria dan Challenges in using geographic
dilakukan kerjasama lintas wilayah information system (GIS) to
administratif yang berbatasan dengan understand and control malaria in
karakteristik ekologi yang sama dalam Indonesia, Malaria Journal 2003, 2:36
upaya pemberantasan penyakit
malaria.

151

You might also like