Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. FT
TTL : 17 Februari 1998
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Trikora
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
Ruangan : KB
Jaminan kesehatan : Umum
Tanggal MRS : 03 Agustus 2017 pukul 08.30 WIT (UGD)
B. Anamnesis
Keluhan utama : Mulas mulas
Anamnesis terpimpin : G1P0A0.
Keluhan dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, keluhan
dirasakan hanya sesekali dan tidak semakin kuat. Sudah terjadi pengeluaran
lendir campur darah, sudah keluar air-air sejak 12 jam lalu namun hanya
sedikit-sedikit. Gerakan janin masih dirasakan, Pasien rutin memeriksakan
kehamilannya di puskesmas dan tidak pernah memeriksakan diri ke dokter.
Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT 2 kali di puskesmas.
HPHT: 17-10-2016
Taksiran persalinan : 24-7-2017
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), DM (-), asma (-)
Riwayat pengobatan :-
Riwayat keluarga :-
C. Riwayat Obstetri
- Riwayat menstruasi: riwayat menarche sudah lupa, siklus cukup teratur,
biasanya berdurasi 7 hari, jumlah perdarahan biasa
- Riwayat pernikahan: usia saat menikah 19 tahun (16 Desember 2016)
- Riwayat persalinan/obstetric: tidak ada
- Riwayat KB: tidak ada
D. Status Generalis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80x/menit
RR: 22x/menit
Suhu: 36,6oC
E. Status Obstetri
- Pemeriksaan Luar:
Inspeksi : Striae (+)
Palpasi : Leopold I (TFU 29 cm)
Leopold II (Kiri : punggung, kanan: ekstremitas)
Leopold III (Kepala di bawah)
Leopold IV (4/5)
Auskultasi : DJJ 144x/menit
HIS :-
TBJ : 2790 gram
- Pemeriksaan dalam :
Vulva dan vagina : dalam batas normal
Porsio : ostium tipis
Pembukaan : 4-5 cm
Ketuban : (+), merembes
Kepala: Hodge II-III
F. Pemeriksaan Penunjang:
- Hb : 11,2 g/dl
- Hct : 32,9%
- PLT : 372.000/ mm3
- WBC : 8.200/mm3
- Golongan darah: O
G. Diagnosis
G1 gravid 40-41 minggu + kala 1 fase aktif + riwayat ketuban pecah dini + janin
hidup tunggal
H. Penatalaksanaan
- Lapor SpOG (jam 10.10) setelah tidak ada kemajuan pembukaan:
- IVFD RL 1 kolf guyur
- Drip oxytocin 0,5cc dalam 1 kolf D5%
- Observasi PN
I. Induksi Persalinan
Pukul Jenis Cairan Jumlah Tetesan Observasi Keterangan
10.20 - - DJJ 133x/menit Pemasangan
jalur IVFD
10.30 RL Guyur - VT pembukaan
4-5 cm
11.00 D5% + 8 tpm DJJ 148x/menit -
oxytocin 0,5
cc
11.15 D5% + 12 tpm His sering dan -
oxytocin 0,5 durasi lama
cc
11.20 D5% + 12 tpm - VT pembukaan
oxytocin 0,5 lengkap,
cc sebagian kepala
di dalam vagina
11.30 D5% + 12 tpm - Bayi telah lahir
oxytocin 0,5
J. Laporan Hasil PN
- Lahir bayi perempuan jam 11.30 WIT, AS:7-9; BBL: 3800 gr; PB: 51 cm
- Placenta lahir pukul 11.36, utuh
- Robekan perineum tidak ada
- Perawatan rutin bayi baru lahir
- Pindah ruang nifas pukul 13.30
- Partograf tidak ada
K. Follow Up
Tanggal SOAP
4/8/2017 S : tidak ada, BAK(+), BAB (-)
O: TD : 110/70 mmHg
HR: 80x/menit
RR: 18x/menit
S: 36,8o C
CA:-/-
Abdomen: datar, supel
Nifas: ASI ada, papilla menonjol, TFU 2 jari di bawah pusar, lokia
rubra (+)
A: P1A0 partus aterm spontan letak belakang kepala hari ke 1
P: Perawatan bayi rutin, meningkatkan hygiene ibu
4/2/2017 S : tidak ada, BAK(+), BAB (+)
O: TD : 110/70 mmHg
HR: 82x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,7o C
CA:-/-
Abdomen: datar, supel
Nifas: ASI ada, papilla menonjol, TFU 2 jari di bawah pusar, lokia
rubra (+)
A: P1A0 partus aterm spontan letak belakang kepala hari ke 2
P: Perawatan bayi rutin, meningkatkan hygiene ibu
Boleh pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Persyaratan2,5
Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi/persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi
tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks
dengan menggunakan metode farmakologis atau dengan metode mekanis.
c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin.
d. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul.
Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin
tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat
dipakai skor Bishop. berdasarkan kriteria Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya berhasil
diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih dahulu
sebelum melakukan induksi.
Tabel. Skor bishop
Pada kebanyakan kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan favorability atau
kematangan serviks juga menstimulasi kontraksi. Jadi teknik tersebut dapat
digunakan untuk menginduksi persalinan. Metode yang digunakan untuk
mematangkan serviks meliputi preparat farmakologis dan berbagai bentuk distensi
serviks mekanis.2
Metode farmakologis diantaranya yaitu pemberian prostaglandin E2 (dinoprostone,
cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1 (Misoprostol atau cytotec), dan donor nitrit
oksida. Sedangkan ynag termasuk kedalam metode mekanis yakni kateter
transservikal (kateter foley), ekstra amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal
higroskopik, dan stripping membrane.2
6. Proses Induksi
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimia dan
mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan zat
prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi.
a. Secara kimia atau medicinal/farmakologis
1). Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan intravaginal
atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara lokal akan
menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air di dalam
jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan
serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini pada umumnya
digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop <5 dan
digunakan untuk induksi persalinan pada wanita yang nilai bishopnya antara 5 - 7.3,4
Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk pemberian intraserviks
berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi terlentang, ujung suntikan yang belum
diisi diletakkan di dalam serviks, dan gel dimasukkan tepat di bawah os serviks
interna. Setelah pemberian, ibu tetap berbaring selama setidaknya 30 menit. Dosis
dapat diulang setiap 6 jam, dengan maksimum tiga dosis yang direkomendasikan
dalam 24 jam.2
Cervidil (dinoprostone 10 mg) juga diakui untuk pematangan serviks. Bentuknya
yang persegi panjang (berupa wafer polimerik) yang tipis dan datar, yang dibungkus
dalam kantung jala kecil berwarna putih yang terbuat dari polyester. Kantungnya
memiliki ekor panjang agar mudah untuk mengambilnya dari vagina.pemasukannya
memungkinkan dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat dari pada bentuk gel). 2
Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan melintang pada forniks
posterior vagina. Pelumas harus digunakan sedikit, atau tidak sama sekali, saat
pemasukan. Pelumas yang berlebihan dapat menutupi dan mencegah pelepasan
dinoprostone. Setelah pemasukan, ibu harus tetap berbaring setidaknya 2 jam. Obat
ini kemudian dikeluarkan setelah 12 jam atau ketika persalinan aktif mulai terjadi.
Cervidil ini dapat dikeluarkan jika terjadi hiperstimulasi. American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999) merekomendasikan agar pemantauan janin
secara elektronik digunakan selama cervidil digunakan dan sekurang-kurangnya
selama 15 menit setelah dikeluarkan.2,4
Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam adalah peningkatan
aktivitas uterus, menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(1999) mendeskripsikannya sebagai berikut:
a. Takisistol uterus diartikan sebagai 6 kontraksi dalam periode 10 menit.
b. Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tunggal yang berlangsung lebih
lama dari 2 menit.
c. Hiperstimulasi uterus jika salah satu kondisi menyebabkan pola denyut jantung
janin yang meresahkan.
Karena hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi janin bisa berkembang
jika prostaglandin diberikan sebelum adanya persalinan spontan, maka
penggunaannya tidak direkomendasikan. Kontra indikasi untuk agen prostaglandin
secara umum meliputi asma, glaucoma, peningkatan tekanan intra-okular.2,4
Di bawah ini merupakan tabel untuk salah satu protab kecepatan infus oksitosin untuk
induksi persalinan:
Jika setelah mengikuti protokol berdasarkan tabel di atastetap belum terbentuk pola
kontraksi yang baik dengan penggunaan konsentrasi oksitosin yang tinggi maka pada
multigravida induksi dinyatakan gagal, dan lahirkan janin dengan section caesar.
Pada primigravida dapat diberikan infuse oksitosin konsentrasi tinggi (10 unit dalam
500 ml) sesuai dengan protokol berikut:
Tabel. Kecepatan infus oksitosin lanjutan untuk induksi persalinan pada primigravida
Penempatan kateter, dengan atau tanpa infuse salin yang kontinu, menghasilkan
perbaikan favorability serviks dan sering kali menstimulasi kontraksi. Sherman dkk.
(1996), merangkum hasil dari 13 percobaan dengan metode ini menghasilkan
peningkatan yang cepat pada skor bishop dan persalinan yang lebih singkat. Chung
dkk. (2003) secara acak mengikutsertakan 135 wanita untuk menjalani teknik induksi
persalinan dengan kateter foley ekstra amnion dengan inflasi balon sampai 30 ml juga
menghasilkan waktu rata-rata induksi ke pelahiran memendek secara nyata. Dan Levy
dkk. (2004) melaporkan bahwa penggunaan balon kateter foley transservikal 80 ml
lebih efektif untuk pematangan serviks dan induksi dari pada yang 30 ml. 2
. f) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12
jam
Yang dimaksud dengan stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan atau
mamisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi persalinan
dengan stripping membrane merupakan praktik yang umum dan aman serta
mengurangi insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara
manual yakni dengan jari tengah atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis.2
Namun ada komplikasi atau resiko yang dapat timbul setelah dilakukan amniotomi
yakni: sekitar 0,5 % terjadi prolaps tali pusat, infeksi (jika jangka waktu antara
induksi-persalinan > 24 jam), perdarahan ringan, perdarahan post partum (resiko
relatif 2 kali dibandingkan dengan tanpa induksi persalinan), hiperbilirubinemia
neonatus (bilirubin > 250 mol/l).5
Untuk stimulasi payudara gunakan pedoman CST dan pantau DJJ dengan auskultasi
atau pemantauan janin dengan cardiotografi. Observasi adanya hiperstimulasi pada
uterus. 7
6). Hubungan seksual
Hanya dilakukan apabila ketuban dalam keadaan utuh. Orgasme pada wanita akan
menyebabkan kontraksi uterus. Semen mengandung prostaglandin, sehingga dapat
pula merangsang kontraksi.7
Digunakan pada serviks yang telah matang, efektif pada multigravida. Dosisnya 1-2
ons minyak Castor diminum dengan mencapur atau diikuti dengan jus jeruk atau
minuman lain sesuai pilihan ibu. Namun setelah menggunakan cara ini, ibu
dianjurkan untuk banyak minum. 7
Tanda-tanda induksi baik yaitu: respons uterus berupa aktifitas kontraksi miometrium
baik, kontraksi simetris, dominasi fundus, relaksasi baik (sesuai dengan tanda-tanda
his yang baik/adekuat), dan nilai serviks menurut bishop.
Prinsip penting: monitor keadaan bayi, keadaan ibu, awasi tanda-tanda rupture uteri
dan harus memahami farmakokinetik, farmakodinamik, dosis dan cara pemberian
obat yang digunakan untuk stimulasi uterus.1
.
BAB III
DISKUSI
Pasien Ny. FT usia 19 tahun datang dengan keluahan mulas mulas keluhan
dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, keluhan dirasakan hanya sesekali
dan tidak semakin kuat. Sudah terjadi pengeluaran lendir campur darah, sudah keluar
air-air sejak 12 jam lalu namun hanya sedikit-sedikit. Gerakan janin masih dirasakan,
HPHT: 17-10-2016. TP: 24-7-2017 Pasien G1P0A0. Dari anamnesis didapatkan pasien
telah mengalami ketuban pecah dini (KPD) dan usia kehamilan telah mencapai 40-41
minggu. Pasien juga tidak mengalami disproporsi sefalopelvik, letak kepala janin di
bagian bawah dan diperiksakan ke dokter kandungan, pasien dapat melahirkan secara
pervaginam.
oligohidramnion,
korioamnionitis,
preeklampsi berat,
hipertensi akibat kehamilan,
insufisiensi plasenta,
perdarahan antepartum,
pematangan serviks terlebih dahulu, dan dapat segera dilakukan induksi persalinan.
Pasien diinduksi dengan oksitosin 0,5 cc (5 unit) dalam cairan dextrose 5%.
Pasien langsung diberikan oksitosin dosis tinggi, dan tidak diberikan dosis rendah
(dimulai dari 1-4 unit), hal ini menunjukkan kemajuan persalinan yang baik, karena
hanya dilakukan peningkatan tetesan 1 kali dari 8 tpm menjadi 12 tpm dan langsung
langsung dengan dosis tinggi dapat memajukan persalinan dengan cepat dan angka
Oksitosin pada pasien ini bekerja melalui beberapa cara, yaitu langsung
satu komplikasi induksi persalinan, di mana terlihat DJJ masih dalam batas normal,
dan ikut meningkat jika terjadi his dan menurun jika his hilang, semuanya terjadi
Diagnosis pada pasien ini salah satunya adalah ketuban pecah dini (KPD) 12
cairan ketuban di dalam vagina, yaitu dengan cara pemeriksaan inspekulo dan
meminta pasien melakukan maneuver valsava untuk mekihat apakah ada pengeluaran
ketuban dari ostium uteri eksterna, tes Nitrazin dengan menggunakan kertas lakmus
merah serta tes pakis. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat digunakan adalah
dengan USG untuk menilai indeks cairan amnion (normalnya >5 cm dan <8 cm2).
Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Pentingnya adalah
cairan tersebut harus dipastikan ketuban atau urin, pada pasien telah dilakukan
pemeriksaan dalam, dan diraba ketuban masih ada walaupun tipis. Menurut literatur1,
pada KPD harus segera diberikan antibiotik walaupun tidak ada tanda infeksi (berupa
suhu tubuh ibu >38oC, air ketuban keruh dan berbau, jumlah leukosit ibu
tau eritromisin bila alergi ampicillin dan metronidazole 2x500 mg selama 7 hari.
Namun pada pasien ini tidak diberikan antibiotik, dengan pertimbangan belum
2. Cunningham F, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD,
356369
4. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard IE, editor. Danforths Obstetrics
and Gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2008
Treatment Obstetrics & Gynecology. 10th ed. New York: McGraw Hil. 2007
6. Schorge JO, Norwitz ER. Obstetrics and Gynecology at a Glance. 1st ed. MA:
7. Reece EA, Hobbins JC. Clinical Obstetrics The Fetus & Mother. 3rd ed. MA:
Livingstone. 2004