Professional Documents
Culture Documents
Makroekonomi - Materi
Makroekonomi - Materi
sekitar 240 juta jiwa (Badan Pusat Statistik). Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut
sebagian besar diantaranya adalah penduduk berusia produktif di mana mayoritas termasuk dalam usia
kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia terbilang melimpah, yakni sekitar 118,19 juta jiwa pada
Agustus tahun 2013 (Badan Pusat Statistik). Namun pada kenyataannya jumlah pengangguran di
Indonesia juga cukup tinggi, sekitar 110,80 juta jiwa (Badan Pusat Statistik). Terlebih sebagian
diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi yang notabene menjadi sarjana. Sebut saja para sarjana
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Diantaranya adalah
tidak seimbangnya lapangan pekerjaan yang tersedia dengan tingginya jumlah tenaga kerja yang terserap.
Selain itu, mindset untuk bekerja di sektor formal seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah tertancap di
pikiran sebagian besar penduduk Indonesia sebagai salah satu pekerjaan yang paling dicari. Hal ini dapat
dilihat dengan tingginya animo masyarakat yang ingin memperebutkan posisi sebagai PNS setiap kali
pendaftaran calon PNS dibuka. Ribuan orang berbondong-bondong untuk mendaftar dan berharap agar
dapat diterima, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan tetap yang cukup menjanjikan meskipun tidak
seberapa.
Adanya mindset untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang dianggap cukup menjanjikan seringkali
mengesampingkan kemampuan dan potensi diri yang sesungguhnya. Rata-rata yang ada di pikiran orang-
orang yang tengah mencari pekerjaan adalah bagaimana caranya bisa mendapatkan pekerjaan yang
mendapatkan gaji tetap setiap bulannya sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa
memikirkan efek jangka panjang jika pekerjaan yang mereka dapatkan ternyata tidak sesuai
dengan passion (kegemaran) mereka masing-masing. Analoginya seperti seorang siswa SMA yang baru
lulus dan ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Pada umumnya, dia akan merasa kesulitan
untuk memutuskan jurusan apa yang ingin dia ambil jika dia belum tahu passion-nya yang sebenarnya.
Jika dibiarkan, hal ini bisa membuat siswa tersebut merasa salah jurusan pada saat masa perkuliahan.
Akibatnya, kemungkinan terburuk dia akan merasa enggan dalam perkuliahan sehingga hasil yang
diperoleh pun kurang maksimal dan akhirnya dia berhenti atau pindah ke jurusan lain.
Sama halnya dengan mencari pekerjaan, jika pekerjaan yang didapatkan kurang sesuai
dengan passion kita, maka ada kemungkinan bahwa hasil yang diperoleh pun kurang maksimal. Pasalnya,
ketika kita melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan passion kita, maka kita akan melakukannya
sepenuh hati sehingga mungkin akan lupa waktu dalam mengerkjakannya lantaran terlalu asyik dengan
apa yang kita kerjakan. Sehingga kita melakukannya dengan penuh tanggung jawab dan mendapatkan
Lalu, bagaimana peran atau pengaruh dari passion yang kita miliki terhadap penurunan jumlah
pengangguran di Indonesia? Jika kita telaah lebih lanjut pada kasus tingginya animo para pencari kerja
yang ingin mendapatkan pekerjaan dari sektor formal, maka paradigma tersebut dapat dibelokkan dengan
cara mencari profesi yang sesuai dengan passion yang dimiliki masing-masing individu. Artinya, kita
tidak harus berpikiran bahwa jika kita mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap dari pemerintah atau
instansi lain yang dianggap menjanjikan, tanpa memperhatikan passion yang kita miliki yang sebenarnya
dapat dikembangkan menjadi profesi, maka kita akan tetap mendapat nilai plus atau keuntungan lain
meskipun dalam keterpaksaan. Mengapa kita tidak berpikiran bahwa jika kita mencari profesi yang sesuai
dengan passion kita masing-masing justru akan mendapatkan beberapa keuntungan lain, baik bagi diri
Misalnya, seseorang yang ingin mencari pekerjaan mempunyai passion dalam bidang kewirausahaan, dia
tidak harus mencari pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion-nya itu dan lebih memilih untuk menjadi
pegawai. Dia bisa membuat profesinya sendiri dengan mendirikan suatu usaha yang sesuai keinginannya.
Bahkan dia bisa menyerap tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjalankan usahanya tersebut. Selain
mendapatkan penghasilan, dia bisa melakukan profesinya sepenuh hati, serta menyediakan lapangan
pekerjaan pula. Tak hanya di bidang kewirausahaan, penyediaan lapangan pekerjaan yang berdasarkan
passion juga berlaku untuk passion di bidang lain, seperti seni, jurnalistik, dan passion dalam bidang
lainnya. Bukankah jika semakin banyak tenaga kerja yang terserap maka jumlah pengangguran semakin
berkurang?
Jika masyarakat mulai menerapkan konsep pencarian profesi berdasarkan passion yang benar-benar
dimiliki, bukan menunggu diterima pekerjaan sektor formal yang banyak diburu orang lain, maka tidak
menutup kemungkinan bahwa sedikit demi sedikit akan menurunkan angka pengangguran. Semakin
banyak orang yang mencari profesi yang sesuai passion bahkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan,
maka semakin banyak pula tenaga kerja yang terserap sehigga angka pengangguran akan menurun.
sebagian dari pada penganggur memperoleh pekerjaan. Tingkat pemutusan kerja perolehan kerja menentukan tingkat pengangguran .
gambar 2-1
pemutusan kerja (s)
orang yang bekerja pengangguran
perolehan kerja
menunjukkan Kekakuan upah riil menyebabkan penjatahan pekerjaan jika upah riil tertahan di atas tingkat equilibrium,
Tenaga kerja
Dimana para pekerja yang lebih muda memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi
ketimbang para pekerja yang lebih tua. Model ini dapat dijelaskan dengan metode tingkat
pengangguran alamiah yang mana menyebab kan menunujukkan dua kemungkinan timbulnya
tingkat pengangguran yang tinggi: tingkat perolehan kerja yang rendah dan tingkat pemutusan
hubungan kerja yang tinggi ketika para ekonom mempelajari data tentang transisi individu antara
bekerja dan menganggur, mereka menemukan bahwa kelompok dengan pengangguran tinggi
cenderung mempunyai tingkat pemutusan hubungan yang tinggi. Mereka menemukan sedikit
variasi diantara kelompok tingkat perolehan kerja. Sebagai contoh pria kulit putih yang bekerja
adalah empat kali lipat cenderung menjadi pengangguran jika ia seorang pemuda ketimbang ia
seorang dewasa, sekali menganggur, tingkat perolehan kerjanya tidak begitu terkait dengan
usianya.
Perolehan ini membantu menjelaskan tingkat pengangguran yang lebih tinggi bagi para
pekerja yang lebih muda baru memasuki pasar tenaga kerja, dan mereka seringkali tidak merasa
pasti dengan rencanakan kariernya. Barang kali mereka mencoba berbagai jenis pekerja sebelum
membuat komitmen jangka panjang pada pekerjaan tertentu. Jika demikian, kita seharusnya
mengaharapkan tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran
friksional yang lebih tinggi dalam kelompok ini.
Fakta lainnya muncul dalam tebel 2.2 adalah bahwa tingkat pengangguran jauh lebih
tinggi untuk orang-orang kulit hitam ketimbang kulit putih, fenomena ini tidak bisa di pahami
dengan baik. Data antara transisi antara pekerja dengan pengangguran menunjukkan bahwa
tingkat pengangguran yang lebih tinggi untuk kulit hitam, dan terutama untuk pemuda kulit
hitam, muncul karena tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi serta tingkat
perolehan kerja yang lebih rendah. Alasan yang mendasari tingkat perolehan pekerjaan informasi
dan diskriminasi oleh para majikan (perusahaan).
PEMBAHASAN
Makroekonomi adalah sangat penting bagi para pembuat kebijakan, karena beberapa alasan sebagai
berikut : (a). makroekonomi dapat membantu para pembbuat kebijakan (policy makers) untuk
menentukan apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu memecahkan resesi yang dihadapi auatu
perekonmian; (B) makroekonomi dapat pula membantu para pembuat kebijakan melaluai berbagai
pillihan kebijakn untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang; (C) makroekonomi dapat
membantu para pembuat kebijakan untuk mempertahankan inflasi tetap berada pada tingkat yang
rendah dan stabil tanpa menyebabkan perekonomian mengalami ketidakstabilan dalam jangka pendek;
dan Akhirnya (d) makroekonomi dapat pula menjelaskan kepada kitabagaimana perubahan dalam suatu
kebijakan itu mempengaruhi jenis-jenis barang ynag dihasilkan di dalam perekonomian (Hall and Taylor,
1993 : 5)
Singkatnya, apa yang dikemukakan Keynes di dalam bukunya yang terkenal itu, dianggap sebagai suatu
yang baru di dalam pemikiran ekonomi dengan gagasannya yang baru dan sangat berbeda dengan
pandangan ahli-ahlli ekonomi sebelumnya.
Model Ekonomi
Secar a singakat, model adalah abstraksi dari realitas, atau teori yang di sederhanakan yang
menunjukkan hubungan diantara berbagai perubah ekonomi (economic variables). Perubah-perubah
ekonomi tersebut selanjutnya dibedakan ke dalam perubah endogen yaitu perubah yang akan dijelaskan
oleh sebuah model, dan peubah eksogen yaitu perubah yang nilainya ditentukan di luar model. Tujuan
dari sebuah model adalah menunjukkan bagaimana peubah eksogen mempengaruhi peubah endogen.
Dengan perkataan lain, peubah eksogen berasal dari luar model dan bertindak sebagai input model,
sedangkan peubah endogen ditentukan di dalam model dan merupakan output model (Mankiw, 2003).
Dalam teori ekonomi, hubungan antar peubah ekonomi dapat dibedakan sedikitnya ke dalam tiga
macam hubungan, yaitu hubungan identitas (identities) , hubungan fungsional (functional relationships),
dan hubungan yang menunjukkan kondisi keseimbangan(equilibrium condition) (Mayer, 1980).
Hubungan Identitas adalah hubungan diantara peubah yang sering digunakan untuk menjelaskan arti
dari satu peubah, yang dinyatakan dalam satu atau lebih peubah lainnya; atau hubungan yang per
definisi adalh demikian atau benar adanya (true by definition).
Hubungan fungsional adalah hubungan yang menjelaskan ketergantungan yang sitematis dari satu
peubah pada satu atau lebih peubah lainnya.
Hubungan yang menunjukkan kondisi keseimbangan adalah hubungan yang menunjukkan kepada suatu
keadaan keseimbangan diantara kekuatan-kekuatan yang berlawanan (opposing forses). Di dalam ilmu
ekonomi, keseimbangan secara umum menunjuk kepada suatau situasi dimana penawaran permintaan
berada dalam keadaan seimbang di dalam suatu pasar.
KESIMPULAN
Makroekonomi adalah sangat penting bagi para pembuat kebijakan, karena beberapa alasan sebagai
berikut :
Makroekonomi dapat membantu para pembbuat kebijakan (policy makers) untuk menentukan apa
saja yang dapat dilakukan untuk membantu memecahkan resesi yang dihadapi auatu perekonmian
Makroekonomi dapat pula membantu para pembuat kebijakan melaluai berbagai pillihan kebijakn
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Makroekonomi dapat membantu para pembuat kebijakan untuk mempertahankan inflasi tetap berada
pada tingkat yang rendah dan stabil tanpa menyebabkan perekonomian mengalami ketidakstabilan
dalam jangka pendek
Makroekonomi dapat pula menjelaskan kepada kitabagaimana perubahan dalam suatu kebijakan itu
mempengaruhi jenis-jenis barang ynag dihasilkan di dalam perekonomian
Sebab-sebab muncul dan berkembangnya makroekonomi
Analisis makroekonomi kini telah muncul dan berkembang sebagai salah satu cabang ilmu ekonomi yang
berdiri sendiri.
Peristiwa yang mendorong muncul dan berkembangnya ilmu atau analisis makroekonomi
Adanya usaha dari para ahli statistic ekonomi untuk mengumpulkan dan mensistimatisasi berbagai
data agregat kepentingan dalam rangka untuk menyediakan landasan ilmiah bagi kepentingan penelitian
makroekonomi.
Adanya usaha untuk melakukan identifitas yang lebih hati-hati menyangkut siklus bisnis sebagai suatu
fenomena yang selalu berulang.
Timbulnya depresi besar ekonomi (great depression) pada tahun 1929-1933, yang ditandai dengan
meningkatnya tingkaat pengangguran dari hanya 3,2 persen pada tahun 1929 menjadi 24,9 persen pada
tahun 1933.
Terbitnya karya monumental dari John Maynard Keynes yang berjudul The general theory of
employment, interenst and money (1936)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam
wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk
nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di
negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa
memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri
atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan
PDB riil <!-(atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)--> mengoreksi angka PDB nominal
dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor
usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar
negeri.
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga
kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka
yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit
dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
Suku Bunga Dasar Kredit
PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO), Tbk 11.00 11.75 19.25 10.25 12.50
PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), Tbk 10.85 12.25 18.75 11.50 12.00
PT BPD JAWA BARAT DAN BANTEN, Tbk 8.87 10.83 19.72 9.80 10.34
PT BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL, Tbk 13.45 13.45 15.18 13.45 13.45
PT BPD RIAU DAN KEPULAUAN RIAU 12.50 12.61 19.04 13.05 13.18
PT BPD SUMATERA SELATAN DAN BANGKA BELITUNG 11.00 12.00 15.00 12.25 12.00
PT BANK CTBC INDONESIA (d/h PT Bank Chinatrust Ind 10.76 11.43 - 11.43 -
PT. BANK MUTIARA, Tbk. 13.50 14.00 22.50 13.50 14.50
PT BPD SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT 10.61 10.90 11.44 9.61 12.77
PT BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906, Tbk 12.85 18.60 18.10 13.75 16.40
http://www.bi.go.id/id/perbankan/suku-bunga-dasar/Default.aspx
Daftar Suku Bunga Kredit yang Wajib Diumumkan
Jenis kredit yakni Kredit Korporasi, Kredit Retail dan Kredit Konsumsi (KPR dan non KPR).
VIVAnews- Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku bunga dasar kredit
(SBDK) secara luas ke masyarakat mulai 31 Maret 2011. Kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan
transparansi mengenai produk perbankan.
Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong
kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik.
Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing
field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat. Ada transparansi itu maka manfaat, biaya dan
risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan
keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah.
SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan dasar bagi
bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank.
SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK),
biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan margin keuntungan (profit
margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.
SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir berdasarkan hasil perhitungan
komponen SBDK untuk 3 (tiga) jenis kredit yakni Kredit Korporasi, Kredit Retail dan Kredit Konsumsi (KPR
dan non KPR). Kredit konsumsi Non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit
tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh
internal setiap bank.
SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank
terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan
kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
Publikasi informasi SBDK ini dilakukan melalui papan pengumuman di setiap kantor bank, halaman
utama website bank bagi yang memiliki, surat kabar yang dilakukan bersamaan pada pengumuman
laporan keuangan setiap triwulan. Informasi SBDK yang dipublikasikan adalah suku bunga yang berlaku
saat dipublikasikan, jika terdapat perubahan maka wajib dipublikasikan melalui papan pengumuman di
setiap kantor bank dan website. - Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku
bunga dasar kredit (SBDK) secara luas ke masyarakat mulai 31 Maret 2011. Kebijakan itu dilakukan untuk
meningkatkan transparansi mengenai produk perbankan.
Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong
kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik.
Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing
field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat. Ada transparansi itu maka manfaat, biaya dan
risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan
keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah.
SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan dasar bagi
bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank.
SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK),
biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan margin keuntungan (profit
margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.
SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir berdasarkan hasil perhitungan
komponen SBDK untuk 3 (tiga) jenis kredit yakni Kredit Korporasi, Kredit Retail dan Kredit Konsumsi (KPR
dan non KPR). Kredit konsumsi Non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit
tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh
internal setiap bank.
SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank
terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan
kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
Publikasi informasi SBDK ini dilakukan melalui papan pengumuman di setiap kantor bank, halaman
utama website bank bagi yang memiliki, surat kabar yang dilakukan bersamaan pada pengumuman
laporan keuangan setiap triwulan. Informasi SBDK yang dipublikasikan adalah suku bunga yang berlaku
saat dipublikasikan, jika terdapat perubahan maka wajib dipublikasikan melalui papan pengumuman di
setiap kantor bank dan website.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/196683-mana-suku-bunga-kredit-yang-wajib-diumumkan-
Pengertian
Suku bunga dasar kredit merupakan suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi
bank dalam menentukan suku bunga kredit yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata
harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses
pemberian kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas perkreditan.
Harga pokok dana merupakan rata-rata biaya dana simpanan ditambah giro wajib minimum
(GWM) tanpa bunga milik bank yang disimpan di BI.
http://www.kredit-online.co.id/kredit-itu-apa/suku-bunga-dasar-kredit-apa-itu/
http://www.ojk.go.id/sukubunga-dasar-kredit
Keterangan
1. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Rupiah adalah suku bunga dasar yang digunakan oleh Bank
sebagai acuan dalam penentuan suku bunga kredit Rupiah kepada debitur.
2. SBDK belum memperhitungkan Risiko Kredit yang ditanggung Bank. Besarnya Risiko Kredit
setiap debitur berbeda tergantung pada penilaian Bank atas Profil Risiko debitur dengan
mempertimbangkan kondisi keuangan debitur, prospek pelunasan kredit, prospek sektor
industri debitur dan jangka waktu kredit. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang
dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
3. SBDK per Segmen Bisnis :
o SBDK segmen Kredit Korporasi merupakan SBDK untuk debitur segmen Kredit Corporate
& Kredit Commercial
o SBDK segmen Kredit Ritel merupakan SBDK untuk debitur segmen Kredit Ritel
o SBDK segmen Kredit Mikro merupakan SBDK untuk debitur segmen Kredit Mikro
o SBDK segmen Kredit Konsumsi KPR merupakan SBDK untuk debitur Kredit Pemilikan
Rumah (KPR)
o SBDK segmen Kredit Konsumsi Non KPR merupakan SBDK untuk debitur Kredit Non KPR
tidak termasuk Kredit Tanpa Agunan dan Kartu Kredit
4. Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada publikasi di setiap Kantor Cabang
Bank Mandiri dan dapat dilihat pada website Bank Mandiri(www.bankmandiri.co.id)
5. Untuk informasi dan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Mandiri Call 14000 atau Kantor
Cabang terdekat
http://www.bankmandiri.co.id/resource/sbdk.asp
Nyari Utang ke Bank Musti Kenalan Dulu Sama Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK)
Selasa, 17 Februari 2015
gitamaya
Kredit Multiguna
Uncategorized
Sudah lumrah kalau orang cari bantuan kredit ke bank untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup. Tak heran jumlah pengguna fasilitas pinjaman seperti kredit rumah, kendaraan, kredit
usaha, dan lain sebagainya, terus membengkak.
Di sisi lain, kredit merupakan produk utama perbankan. Bisa disebut, kredit adalah jualan bank
untuk memutar dana yang dimilikinya.
Meski begitu, mendapatkan kredit yang tepat bisa diibaratkan memilih jodoh. Tak semua produk
kredit itu cocok. Misalnya, cocok dari segi peruntukannya, sampai besaran bunga.
Sama seperti mencari jodoh, menghimpun informasi sebanyak-banyaknya tentang kredit adalah
hal yang mutlak. Upaya ini dimaksudkan agar nasabah dapat memutuskan untuk mengambil
kredit yang tepat. Baik dari bank yang tepat, maupun penggunaan untuk kebutuhan yang tepat.
Salah satu informasi yang penting itu adalah besaran bunga. Untungnya, Bank Indonesia (BI)
sudah menerbitkan aturan tentang kebijakan transparansi karakteristik perbankan.
Dalam hal ini, yakni Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate). Aturan itu tertuang dalam
Surat Edaran Nomor 13/5/ DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi Informasi Bunga
Dasar Kredit (SBDK).
Tugas utama Bank Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas
sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran).
Aturan yang berlaku sejak tahun 2011 itu mewajibkan bank mengirimkan SBDK ke BI seacra
berkala. Berikutnya, BI akan mempublikasikannya ke khalayak luas. Di samping itu, bank juga
diwajibkan mengumumkan secara mandiri lewat papan pengumuman, situs resmi, maupun media
massa.
Apa itu SBDK? SBDK adalah suku bunga dasar paling rendah di mana bank belum menghitung
premi resiko dari kredit tersebut.
Dengan begitu suku bunga kredit bank pastinya lebih tinggi dari SBDK karena sudah
dimasukkan komponen premi risiko. Meski begitu, besaran SBDK bisa menjadi acuan awal saat
memilih kredit di bank.
Sementara ini, BI baru mewajibkan SBDK untuk kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit
konsumsi (KPR dan non-KPR). Sedangkan SBDK untuk kartu kredit dan Kredit Tanpa Agunan
(KTA) belum diwajibkan.
Kredit konsumsi terbagi menjadi Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Tujuan utama SBDK adalah menekan bank sesuka hati menaikkan suku bunga kredit. Hal itu
bisa dimungkinkan di mana bank bisa saja menyetel suku bunga tinggi.
Bisa saja bank melakukan itu lantaran getol menghimpun dana pihak ketiga (DPK), dalam hal ini
deposito. Sederhananya, kalau bank mengimingi bunga deposito tinggi maka secara langsung
sumber dana untuk bayar bunga itu diambil dari keuntungan pencairan kredit.
Kalau ini yang terjadi maka bunga produk bank macam KPR, KTA, dan kredit kendaraan
bermotor bakal terkerek. Kenaikan suku bunga ini jelas membuat nasabah bakal tergenjet karena
cicilan ikutan melangit. [Baca: Apa Yang Musti Dicermati Sebelum Mengambil KPR]
Kondisi ini wajib dicermati. Bagaimana pun mengambil kredit dalam situasi tersebut
mengharuskan kita menghitung kembali kemampuan membayar angsuran setiap bulan yang
bakal lebih tinggi.
Yang pasti, persyaratan ajukan pinjaman ke bank bagi yang berstatus wiraswasta berbeda
dengan karyawan. Sumber penghasilan dari karyawan adalah gaji bulanan yang cenderung tetap.
Sedangkan, pendapatan wiraswasta sangat tergantung dengan kondisi bisnisnya.
Yang butuh berutang lah yang musti aktif mencari cara mendapat dananya. Salah satunya adalah
mengikuti prosedur bank dengan benar.
Maka itu, bank akan melihat catatan pendapatan wiraswasta itu dari dokumen TDP (Tanda
Daftar Perusahaan), SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak).
Dari dokumen tersebut, bank dapat melakukan berbagai penilaian. Misalnya, karakter si debitur,
dana yang dimiliki saat ini, pengaruh kondisi ekonomi terhadap penghasilan kreditur, dan masih
banyak lagi.
Penilaian itu merupakan bagian penting dari analisa kelayakan kredit yang akan diberikan
kepada si debitur. Maka itu, bank akan melihat catatan pendapatan wiraswasta dari dokumen
TDP (Tanda Daftar Perusahaan), SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak).
Selain hal-hal di atas, ada beberapa indikator lain yang membuat bank dinilai bagus di mata
bank:
1. Sering mendapat penawaran produk perbankan seperti KTA, KPR, kredit kepemilikan kendaraan,
maupun asuransi.
2. Personel bank mengenal dengan baik Anda. Hal ini bisa dilihat dari perlakuan khusus saat
mampir ke bank.
3. Bila punya kartu kredit, maka akan lebih mudah karena itu bisa menjadi pertimbangan bank.
Pada hakekatnya, mengajukan kredit ke bank sama saja membina kerjasama dengan bank yang
sifatnya jangka panjang. Meski masa angsuran sudah selesai bukan berarti hubungan kerjasama
itu terputus. Biasanya bank akan memberi penawaran yang lebih menguntungkan jika seseorang
memiliki rekam jejak yang baik dalam kredit.
https://blog.duitpintar.com/nyari-utang-ke-bank-musti-kenalan-dulu-sama-suku-bunga-dasar-
kredit-sbdk
Sejarah Krisis Ekonomi Amerika
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dengan para
kreditornya yaitu Rusia, Jepang, dan China, terkait utang sebesar US$ 14.3 trilyun yang sebagian
diantaranya jatuh tempo pada 2 Agustus 2011. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, AS tidak
membayar utang yang jatuh tempo tersebut menggunakan uang tunai, melainkan menggunakan
utang lagi, yaitu sebesar US$ 2.1 trilyun.
Utang baru sebesar US$ 2.1 trilyun tersebut akan jatuh dalam 10 tahun ke depan, dan akan
dibayar menggunakan uang sebesar US$ 2.4 trilyun yang diperoleh dari penghematan anggaran
belanja negara. Dengan asumsi bahwa AS mampu menghemat pengeluaran, maka utang tersebut
akan lunas sepuluh tahun mendatang. Namun kalau belajar dari pengalaman, biasanya nantinya
utang tersebut akan diperpanjang lagi, entah sampai kapan. Jika utang tersebut kita ibaratkan
sebagai bom waktu, maka bom tersebut tidak pernah dijinakkan, melainkan hanya ditunda waktu
meledaknya.
Pertanyaannya, apakah di masa lalu bom seperti itu pernah meledak? Dan ketika itu terjadi, apa
yang terjadi selanjutnya?
Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya
kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS
pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun
akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran. Oke,
mari kita runut sejarahnya.
Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai Panic of 1819. Krisis
tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru
negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang,
didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman
kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha,
dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa
Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan
perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari
menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para
pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi
utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami
krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak
dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam
mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS
(New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang
tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari
penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa
transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan
kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang
sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak
bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke
barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per
satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis
tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life
Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar
untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan Great Depression.
Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar
modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung
krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang
Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan
menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami
bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street
terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard &
Poors sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat
tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar
kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling.
Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka
langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga
Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun
hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah
dibanding posisi sebelum krisis.
Unjuk Rasa Menuntut Pekerjaan pada Masa Great Depression di Amerika. Sumber: us-
history.com
Setelah Great Depression, hingga saat ini AS belum pernah mengalami krisis besar lagi. Dow
memang sempat beberapa kali mengalami koreksi besar, termasuk pada tahun 2008 lalu, yang
biasanya juga disebabkan oleh bubble. Namun koreksi-koreksi tersebut tidak pernah sampai
separah koreksi yang terjadi pada tahun 1930. Sayangnya seolah tidak mau belajar dari
pengalaman, AS kemudian berhutang lagi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir utang tersebut
terus saja meningkat. Pada tahun 2005 lalu, utang AS hanya US$ 7.9 trilyun, sebelum
kemudian menjadi US$ 14.3 trilyun pada saat ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan
2008, penyebabnya juga utang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata
uang US$ mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba
membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Beberapa orang
mengatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja
mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada
International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu
membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap US$.
Sementara pada tahun 2008, yang punya utang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit
perumahan, bukan Indonesia. Sedangkan kondisi ekonomi Indonesia ketika itu relatif baik-baik
saja. Makanya krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tidak separah krisis yang terjadi
pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG hanya turun hingga setengahnya, sebelum kemudian
menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini.
Dari rentetan kejadian diatas, maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
1. Krisis ekonomi biasanya diawali dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat, yang bahkan
terkadang diiringi dengan euforia. Padahal pertumbuhan tersebut tidak ditopang oleh sektor riil
dan makro fundamental. Jarang terjadi sebuah krisis tanpa diawali oleh kondisi finansial yang
super-kondusif terlebih dahulu.
2. Ekspektasi alias harapan yang berlebihan akan pendapatan yang besar di masa depan, hanya
akan berakhir pada kejatuhan. Ketika bank meminjamkan uang ke para perusahaan kereta api,
para bank ini berpikir bahwa perusahaan kereta api tersebut akan terus saja mencetak laba setiap
tahunnya. Mereka kurang mempertimbangkan resiko-resiko tertentu yang bisa saja meyebabkan
perusahaan kereta api tersebut bangkrut. So, be reasonable!
3. Sejarah membuktikan bahwa utang adalah biang kerok dari krisis. Memang, mengambil utang
ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya adalah baik, jika diiringi dengan pertimbangan yang
matang. Namun diluar itu, maka utang yang anda pegang justru akan menjadi bom waktu.
4. Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir
dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.
5. Meski demikian, koreksi tersebut akan berhenti ketika harga-harga saham sudah kembali
murah, sehingga itulah saatnya untuk belanja saham kembali, karena pada dasarnya indeks
saham akan terus naik dari waktu ke waktu. Ketika terjadi Great Depression, Dow Jones berada
di posisi 41. Sementara ketika artikel ini ditulis, Dow sudah berada di posisi 12,132, atau telah
menguat sekitar 300 kali lipat dalam waktu 80 tahun. Kecuali dunia kiamat pada 2012 nanti,
rasa-rasanya tidak mungkin Dow bisa anjlok ke posisi 41 kembali.
Balik lagi ke masalah utang AS. Kira-kira apa yang akan terjadi pada perekonomian dunia
seandainya AS benar-benar mengalami default? Jawabannya tentu saja akan terjadi krisis, dan
harga-harga saham di seluruh dunia akan jatuh. Dan sayangnya, kita tidak akan bisa
menghindarinya seandainya itu terjadi. Namun seperti yang sudah disebutkan diatas, yang
namanya krisis tidak akan terjadi selamanya, dan hanya soal waktu saja sebelum keadaan
menjadi normal kembali. Kabar baiknya kalau berdasarkan sejarah, krisis seperti itu jarang
terjadi. Paling sering hanya setiap 10 tahun sekali. Mengingat Mr. Obama berhasil menunda
waktu ledakan dari 'bom' yang dia pegang hingga 10 tahun ke depan, maka untuk saat ini
bolehlah kita bersantai sejenak, kecuali jika nanti ada perkembangan baru soal utang Amerika
ini.
Tapi jika anda ingin investasi anda benar-benar aman, maka dengarkanlah nasihat Warren
Buffett: Janganlah anda sekali-kali berhutang untuk berinvestasi. Gunakan saja dana yang ada,
itupun jangan gunakan seluruhnya.
http://www.teguhhidayat.com/2011/08/sejarah-krisis-ekonomi-amerika.html
Kawasan ASEAN juga mengalami penurunan yang signifikan jumlah investasi asing (FDI) dan
aliran portofolio modal. Bahkan pada tahun 2008 net flow atau total aliran modal di kawasan ASEAN
menjadi negatif. Hal Ini menjadi masalah serius bagi negara-negara yang bergantung pada pinjaman
eksternal untuk membantu membiayai defisit anggaran mereka, seperti Filipina, Indonesia, Vietnam dan
negara-negara anggota ASEAN di Sub-kawasan Greater Mekong.
Mata uang di beberapa negara kawasan juga terdepresiasi terhadap Dolar AS karena neraca
pembayaran mereka pada umumnya memburuk. Terkikisnya ekspor, menurunnya pengiriman uang oleh
TKI, dan arus keluar portofolio investasi merupakan penyebab utama terdepresiasinya mata uang
kawasan. Depresiasi mata uang ini berpotensi memberikan keuntungan yang terbatas bagi negara
pengekspor komoditas di mana saat itu harga komoditas sedang melemah. Akan tetapi pada prinsipnya,
keuntungan dari depresiasi mata uang bila diikuti juga oleh permintaan global yang melemah akan
menetralkan keuntungan potensial yang mungkin akan didapatkan.
Rekomendasi Kebijakan
Pertama, merupakan hal yang sangat esensial untuk menjaga stabilitas sektor keuangan baik
dalam tingkatan nasional ataupun internasional. Langkah nasional yang bisa diambil antara lain:
memperkuat sistim monitoring lembaga keuangan yang diduga dapat menyebabkan dampak sistemik,
menambah likuiditas Dolar yang langka untuk mencegah krisis likuiditas domestik, dan mempersiapkan
kerangka penanganan untuk krisis yang berakibat sistemik (suntikan likuiditas, garansi deposito,
penghapusan NPL, dan rekapitalisasi perbankan).
Negara-negara ASEAN harus bekerjasama dengan anggota ASEAN+3 dan bahkan ASEAN+6
untuk memperkuat pengawasan kondisi makroekonomi (melalui Economic Review dan Policy Dialogue,
ERPD) dan Chiang Mai Initiative for Multilateralization (CMIM). Untuk membuat CMIM efektif
sepenuhnya, disarankan beberapa langkah-langkah implementasi. Pertama, mekanisme CMIM harus
dilepaskan (de-linked) dari program IMF. Saat ini terdapat sebuah stigma terhadap tingkat akseptabilitas
IMF di kebanyakan kawasan, dan bahkan dengan adanya Flexible Credit Line (FCL) dari IMF dari segi
politis akan sangat beresiko bagi pemerintah untuk mengikuti program IMF. Jadi selama CMIM masih
terkait dengan IMF maka negara-negara kawasan mungkin tidak akan mau menggunakan mekanisme
CMIM ini sepenuhnya.
Kedua, kuota peminjaman dana CMIM mungkin tidak akan mencukupi bila ada suatu negara
mengalami masalah yang serius. Untuk mengatasi masalah ini maka CMIM harus didukung dana
tambahan dari negara-negara lain. Hal tersebut akan mirip dengan skema peminjaman dana dalam IMF.
Contohnya, saat IMF memberikan bantuan US $ 17,2 miliar kepada Thailand pada tahun 1997, hanya US
$ 4 miliar yang berasal dari dana IMF sendiri (atau 23,25 persen), sisanya berasal dari kontribusi
beberapa negara di kawasan. Bila CMIM juga menerapkan hal yang sama, maka total dana pooling
CMIM bisa mencapai US $ 300-400 miliar, tidak hanya US $ 120 miliar
Ketiga, daripada hanya meminjam dari CMIM, negara-negara seharusnya juga dapat menyusun
sebuah mekanisme swap dalam CMIM yang mirip dengan swap bank sentral. Hal ini akan membuat
fleksibilitas penggunaan mekanisme CMIM meningkat lebih cepat ditengah kelangkaan likuiditas saat
krisis.
Keempat, akan lebih baik jika negara-negara East Asian Summit yang tidak termasuk dalam
ASEAN+3 (Australia, India, dan Selandia Baru) untuk dapat berpartisipasi dalama CMIM. Namun
kendala yang muncul nantinya adalah menetapkan kontribusi negara-negara tersebut dalam pooling fund
CMIM. Ada suatu cara untuk mengatasi hal tersebut dengan menjadikan mereka Contributing Partners
atau Associated Members of CMIM. Dengan demikian mereka dapat berkontribusi terhadap program
pinjaman dengan memberi tambahan dana pooling CMIM. Sebagai contributing partners, mereka dapat
berpartisipasi di berbagai program teknis dalam payung CMIM seperti surveillance dan aktifitas lain yang
mendukung integrasi kawasan.
Kelima, CMIM membutuhkan tenaga ahli yang profesional dan dapat bekerja full time untuk
menyediakan laporan-laporan substantif ke negara anggotanya dan juga melakukan mekanisme
surveillance dan monitoring. Walaupun nantinya Independence Surveillance Unit (ISU) ini sudah
disepakati akan berbentuk ASEAN+3 Macroeconomics Research Office (AMRO) yang berkedudukan di
Singapura, tetapi kedepannya akan sangat disayangkan kalau AMRO hanya tetap akan berbentuk kantor
saja. AMRO harus berevolusi menjadi organisasi moneter regional Asia Timur, mirip dengan Arab
Monetary Fund di Timur Tengah dan Latin American Reserve Fund di Amerika Latin. Evolusi AMRO tidak
hanya melakukan tugas-tugas IMF Asia Timur, tetapi juga melakukan aktivitas-aktivitas yang mencakup
kerjasama keuangan di kawasan seperti koordinasi kebijakan makroekonomi, kerangka pengawasan
sistem keuangan kawasan, pengembangan pasar modal, dan bahkan integrasi keuangan.
Isu yang masih baru tersebut akan membutuhkan waktu untuk memperoleh kredibilitasnya di
kawasan. Untuk itu ISU harus menjalin hubungan dekat dengan ADB, ADB Institute, dan ASEAN
Secretariat. Bahkan alangkah baiknya bila ISU juga mempunyai hubungan yang dekat dengan IMF,
World Bank, dan Bank for International Settlements (BIS). Walaupun skema peminjaman dana dalam
CMIM yang tidak dikaitkan dengan program IMF sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, IMF masih
memiliki peran penting dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan pembangunan kapasitas bagi
ISU.
Sedangkan untuk menghadapi turunnya kegiatan ekonomi yang signifikan, negara-negara
ASEAN dapat melakukan tindakan pre-emptive secara bersama-sama untuk mendongkrak permintaan
domestik dengan kebijakan makroekonomi ekspansioner. Kebijakan untuk memperkuat permintaan
domestik dapat dilakukan dari dua sisi, yaitu sisi permintaan dan penawaran.
Pertama, menerapkan kebijakan fiskal ekspansioner. Salah satu cara bagi negara-negara
ASEAN untuk mendorong pengeluaran fiskal adalah dengan cara menciptkan dana investasi infrastruktur
bersama-sama dengan negara Asia lainnya dan dengan kemungkinan dukungan dari dana ADB
untuk mempercepat selesainya proyek-proyek investasi infrastruktur berkualitas tinggi sehingga kawasan
ini dapat memperbesar pertumbuhan permintaan agregatnya, dan dengan saat yang sama berinvestasi
untuk kapasitas masa depan yang lebih produktif. Dengan cara ini, ASEAN dan beberapa negara di
kawasan Asia dapat memindahkan mesin utama pertumbuhan dari permintaan eksternal menjadi
permintaan regional.
Kedua, memindahkan simpanan perusahaan menjadi simpanan rumah tangga/individu.
Simpanan bersih negara-negara Asia Tenggara kebanyakan berasal dari simpanan perusahaan, bukan
dari simpanan individu. Tingkat simpanan yang tinggi tersebut disebabkan oleh tingginya laba
perusahaan di beberapa negara. Hal tersebut memiliki dampak yang kurang baik bagi konsumsi bila laba
tersebut tidak di transfer ke sektor rumah tangga. Kebijakan yang logis untuk diterapkan pemerintah
adalah mendorong perusahaan, terutama BUMN, untuk membayarkan dividennya lebih besar kepada
para pemegang sahamnya.
Ketiga, untuk mendorong permintaan domestik, pemerintah dapat menurunkan insentif bagi
sektor rumah tangga untuk mengurangi simpanan berjaga-jaga (precautionary saving) yang makin tinggi
semenjak krisis Asia 1998. Kebijakan pemerintah diarahkan untuk memitigasi resiko dan ketidakpastian
yang dihadapi rumah tangga sehingga mereka terdorong untuk lebih sedikit menabung dan
membelanjakan lebih. Pemerintah dapat memberikan subsidi kesehatan, pendidikan, dan pensiun yang
lebih bagi masyarakat agar menurunkan resiko dan ketidakpastian terhadap kondisi yang ada. Secara
umum, jaring pengaman sosial akan mendorong tingkat kepercayaan diri konsumen (consumer
confidence) dan juga konsumsinya.
Keempat, memperbaiki iklim investasi merupakan prioritas kebijakan yang seharusnya sudah
menjadi agenda pemerintah di negara-negara kawasan Asia Tenggara di mana kondisi iklim investasi
masih jauh tertinggal dari negara maju. Kawasan ini masih mengalami kendala dalam memperbaiki iklim
investasi, terutama bagi Indonesia dan Filipina, hal tersebut disebabkan oleh institusi mereka, terutama
institusi pemerintah di mana masih banyak terdapat korupsi, penegakan hukum yang lemah, dan aturan
yang masih tumpang tindih.
Sedangkan kebijakan yang dapat merubah struktur penawaran dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Pertama, meningkatkan dinamika internal perekonomian domestik. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menderegulasi sektor perdagangan dan non perdagangan, mengurangi hambatan masuk
dan keluar industri bagi perusahaan, dan mendorong kompetisi di sektor telekomunikasi, pelayanan
publik, dan industri jasa. Untuk mendorong kompetisi, pembuat kebijakan seharusnya berfokus pada
penurunan biaya masuk bagi perusahaan, mempermudah sistim lisensi atau ijin usaha, dan
menghilangkan sistim pajak yang dapat meningkatkan biaya memulai usaha. Kompetisi yang lebih baik
dapat mendongkrak permintaan, terutama konsumsi, dengan memberikan harga yang lebih terjangkau
bagi konsumen sehingga daya beli konsumen meningkat.
Kedua, tingkat suku bunga pinjaman terutama untuk kredit modal kerja yang masih terlalu tinggi
di sebagian negara ASEAN seperti Indonesia dan Vietnam menyebabkan sektor industri kesulitan
mencari modal untuk ekspansi, hal ini juga menghambat akses kredit bagi UKM sehingga mereka tidak
bisa berkembang.
Ketiga, mengembangkan sektor keuangan dan menerapkan tingkat kurs yang optimal. Pasar
keuangan yang kurang berkembang memiliki dampak negatif pada konsumsi dan investasi, dengan
sektor keuangan yang berkembang maka tabungan domestik dapat disalurkan menjadi investasi yang
produktif daripada diinvestasikan pada obligasi pemerintah. Di sisi lain pembuat kebijakan harus
mempermudah akses ke pembiayaan, terutama perbankan. Pemerintah juga harus mengembangkan dan
meningkatkan efisiensi pasar modal sehingga dapat digunakan perusahaan untuk pembiayaan
ekspansinya. Dengan memastikan perusahaan mendapatkan akses kredit yang mencukupi maka hal
tersebut akan dapat membantu menggeser struktur output menuju permintaan domestik yang lebih
besar.
Keempat, makin fleksibelnya tingkat kurs akan mendorong konsumsi dan realokasi sektor produksi.
Pemerintah dapat menggunakan tingkat kurs yang lebih fleksibel dari yang sebelumnya secara ketat
dijaga. Di sisi permintaan, semakin kuat nilai mata uang domestik maka harga barang-barang impor akan
semakin rendah, yang mana hal ini akan mendorong konsumsi karena daya beli masyarakat akan
terdongkrak. Di sisi penawaran, kurs domestik yang kuat akan menaikkan harga relatif barang ekspor
sehingga mengurangi permintaan eksternalnya.
http://mycrampbrain.blogspot.com/2012/02/dampak-krisis-keuangan-global-2007.html
Financial crisis of 20072008
Krisis Finansial 2007-2008, disebut sebagai the credit crunch atau krisis kredit oleh media,
mulai muncul di permukaan pada 9 Agustus 2007, ketika investor mulai kehilangan kepercayaan
terhadap nilai sekuritisasi mortgage di Amerika Serikat yang berakibat pada krisis likuiditas yang
berujung pada injeksi capital atas pasar financial oleh Federal Reserve dan European Central
Bank. Indikator yang menggambarkan resiko kredit atas ekonomi secara umum, TED spread,
melonjak tajam pada Agustus 2007. untuk selanjutnya tetap berubah-ubah secara liar, dan
kemudian melonjak lebih tinggi lagi di September 2008.
Walaupun runtuhnya pasar perumahan AS sering disebut sebagai penyebab dari krisis, pasar
financial diperlemah karena adanya kontrak rumit yang dikenal sebagai derivative kredit Credit
Default Swap (CDS), yang menjamin pemegang hutang terhadap kebangkrutan. CDS ini dibuat
sendiri-sendiri oleh lembaga keuangan swasta, diperdagangkan di bawah tangan di luar
jangkauan regulator. Tindakan pemerintah AS membangkrutkan perusahaan mortgage
mendorong pelelangan sehingga trader yang memperjual-belikan CDS ini dapat melakukan
settlement. Pelelangan ini digunakan untuk menentukan harga CDS sehingga investor dapat
menyelesaikan kontrak mereka dengan uang kas dan bukannya dengan secara fisik mengirimkan
surat hutang ke counter-party mereka. Penjual CDS ini kemudian menjual senilai nilai kontrak
ini dikurangi nilai penyelamatan atas surat hutang ini.
Historical background
Krisis likuiditas secara sepintas timbul sebagai akibat dari timbulnya subprime mortgage crisis.
Korban pertama di luar AS adalah Northern Rock, sebuah bank besar di Inggris.
Ketidakmampuan bank ini meminjam dana untuk melunasi hutang-hutang yang jatuh tempo
menyebabkan bank ini di rush pada pertengahan September 2007. Sifat bisnisnya yang sangat
leveraged, dan tidak didukung oleh pemasukan kas, menyebabkan bank ini di takeover oleh
pemerintah Inggris dan memaparkan indikasi awal kesulitan yang akan kemudian menimpa
bank-bank dan lembaga keuangan lainnya di masa mendatang.
Ekspansi kredit yang berlebihan dengan standar evaluasi perkreditan yang dilonggarkan, yang
merupakan karakter Bubble perumahan AS, mengakibatkan besarnya porsi subprime
mortgage. Kredit resiko tinggi ini dipersepsikan telah diamankan dengan sekuritisasi. Namun,
sekuritisasi ini bukannya memitigasi resiko malahan menyebarkan dan memperluas resiko ini
dalam efek domino. Kerusakan yang timbul dari macetnya subprime mortgage ini kemudian
menghantam pasar perumahan dalam skala besar dan mendorong terjadinya krisis.
Meningkatnya penyitaan rumah-rumah menyebabkan lebih banyak rumah yang dijual dan
meningkatkan supply yang kemudian menurunkan nilai pasar rumah-rumah disekitarnya yang
selanjutnya juga disita dan ditinggalkan. Efek domino yang timbul dari ini menyebabkan
timbulnya krisis keuangan
Awalnya perusahaan yang terpengaruh adalah perusahaan yang secara langsung terlibat dalam
konstruksi rumah dan peminjaman kredit perumahan seperti Northern Rock dan Countrywide
Financial. Lembaga keuangan yang terlibat dalam sekuritisasi mortgage ini seperti Bear Stearns
kemudian jatuh menjadi korban. Pada 11 Juli 2008, peminjam kredit perumahan terbesar di AS,
IndyMac Bank, bangkrut dan asetnya diambil alih regulator federal setelah sebelumnya
tenggelam dalam tekanan kredit yang semakin ketat, harga rumah yang rontok dan semakin
banyaknya penyitaan. Hari itu pasar financial anjlok selagi berharap apakah pemerintah akan
menyelamatkan perusahaan penyedia kredit perumahan lain seperti Fannie Mae dan Freddie
Mac. Pada 7 September 2008 pemerintah melakukan hal itu dengan memasukkan kedua
perusahaan ini dibawah pengawasan mereka setelah krisis semakin meningkat diakhir musim
panas.
Hal ini kemudian semakin mempengaruhi ketersedian kredit untuk bisnis non-perumahan dan
lembaga keuangan lain yang tidak terkait secara langsung dengan kredit perumahan. Di dalam
asset lembaga keuangan ini adalah portfolio investasi atas asset-aset yang merupakan derivative
dari kredit perumahan. Eksposur atas sekuritisasi berbasis mortgage atau kredit derivative yang
digunakan untuk menjamin mereka dari kebangkrutan semakin mengancam berbagai perusahaan
seperti Lehman Brothers, AIG, Merrill Lynch, and HBOS. Perusahaan lain yang mendapat
tekanan termasuk Washington Mutual, bank simpan pinjam terbesar di AS, dan sisa perusahaan
investasi seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs.
Dimulai dengan pembangkrutan Lehman Brother pada hari minggu, 14 September 2008, krisis
financial memasuki fase akut ditandai dengan kegagalan bank-bank Amerika dan Eropa dan
upaya pemerintah mereka melakukan penyelamatan. Di AS dengan dikeluarkannya Emergency
Economic Stabilization Act of 2008 dan di Eropa dengan injeksi capital ke bank-bank besar.
Seiring dengan perkembangan krisis, bursa saham di seluruh dunia rontok dan regulator
berupaya untuk mengendalikan krisis. Jatuhnya harga minyak karena turunnya permintaan,
ditambah dengan proyeksi adanya resesi global, membawa 2000s energy crisis ke penyelesaian
sementara.
Sejumlah pengamat menyatakan kalau krisis likuiditas ini dilanjutkan, maka akan berlanjut ke
resesi berkepanjangan atau bahkan lebih parah. Semakin memburuknya perkembangan krisis
membawa ketakutan akan hancurnya ekonomi global. Krisis ini tampaknya akan berujung pada
penyelamatan terbesar industri perbankan sejak 1930-an. Bank Investasi UBS menyatakan pada
6 Oktober bahwa pada tahun 2009 akan ada resesi global dengan pemulihan akan memakan
waktu paling cepat satu sampai dua tahun. Tiga hari kemudian ekonomis UBS menyatakan
bahwa tahap akhir dari krisis ini sudah tampak, dengan dunia telah melakukan hal-hal yang
diperlukan untuk mengatasi krisis ini: injeksi modal dari pemerintah, injeksi dilakukan secara
sistematis, pemotongan tingkat suku bunga untuk menolong debitur. Pemerintah Inggris telah
memulai injeksi sistemik, dan bank-bank sentral dunia kini telah memotong tingkat suku bunga
mereka. UBS menyatakan bahwa AS harus mengimplementasi injeksi sistematis ini. UBS juga
kemudian menyatakan bahwa hal ini hanya akan memperbaiki krisis financial, namun secara
ekonomi yang terburuk masih akan tiba.
Timeline of events
Background
Kredit Subprime adalah kegiatan pemberian pinjaman ke kreditur yang tidak masuk kualifikasi untuk
kredit umum (dengan suku bunga yang berlaku umum) dikarenakan berbagai factor resiko seperti
tingkat pendapatan, jumlah kemampuan down-payment, track record kredit, dan status pekerjaan. Nilai
kredit subprime di AS sekitar USD 1,3 trilyun (per Maret 2007) dengan jumlah debitur 7,5 juta orang. Per
Oktober 2007, sekitar 16% pinjaman subprime mengalami tunggakan 90 hari atau sedang mengalami
proses penyitaan, atau tiga kali tingkat di tahun 2005. Pada Januari 2008 meningkat menjadi 21% dan
pada Mei 2008 meningkat menjadi 25%.
Pasar kredit perumahan AS diperkirakan sebear USD 12 Trilyun dengan tingkat kredit macet 9,2% pada
Agustus 2008. Kredit subprime hanya mewakili 6,8% dari seluruh kredit perumahan AS, namun mereka
mewakili 43% kredit perumahan yang macet. Pada tahun 2007 ada sekitar 1,3 juta rumah yang disita,
atau naik 79% dari tahun 2006.
Penyebab dari timbulnya krisis bervariasi dan cukup kompleks. Krisis ini bisa diatributkan ke berbagai
factor di pasar perumahan maupun pasar kredit seperti gagal bayar di pihak debitur, penilaian yang
keliru dari kreditur, spekulasi dan pembangunan yang berlebihan selama terjadinya boom pasar
perumahan, produk kredit perumahan yang beresiko tinggi, penipuan (fraud), dll.
Events of 2007
Events of 2008
https://damartriadi.wordpress.com/2008/10/13/financial-crisis-of-2007%E2%80%932008/