You are on page 1of 53

China: Financial Position in the Fund

as of December 31, 2014


Summary of IMF members quota, reserve position, SDR
holdings, outstanding credit, recent lending
arrangements, projected payments due to the IMF, and
monthly historical transactions with the Fund.
I. Membership Status: Joined: December 27, 1945; Article VIII
II. General Resources Account: SDR Million %Quota
Quota 9,525.90 100.00
Fund holdings of currency (Exchange Rate) 9,328.62 97.93
Reserve Tranche Position 197.32 2.07
Lending to the Fund
New Arrangements to Borrow 3,733.86
III. SDR Department: SDR Million %Allocation
Net cumulative allocation 6,989.67 100.00
Holdings 7,215.95 103.24
IV. Outstanding Purchases and Loans: None
V. Latest Financial Arrangements:
Date of Expiration Amount Approved Amount Drawn
Type Arrangement Date (SDR Million) (SDR Million)
Stand-By Nov 12, 1986 Nov 11, 1987 597.73 597.73
Stand-By Mar 02, 1981 Dec 31, 1981 450.00 450.00
VI. Projected Payments to Fund 1/
(SDR Million; based on existing use of resources and present holdings of SDRs):
Forthcoming
2015 2016 2017 2018 2019
Principal
Charges/Interest 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
Total 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
1/
When a member has overdue financial obligations outstanding for more than three months, the amount of
such arrears will be shown in this section.
VII. Implementation of HIPC Initiative: Not Applicable
VIII. Implementation of Multilateral Debt Relief Initiative (MDRI): Not Applicable
IX. Implementation of Post-Catastrophe Debt Relief (PCDR): Not Applicable
Prepared by Finance Department
Bagaimana Passion Mengurangi Angka Pengangguran di
Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di seluruh dunia yang mencapai

sekitar 240 juta jiwa (Badan Pusat Statistik). Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut

sebagian besar diantaranya adalah penduduk berusia produktif di mana mayoritas termasuk dalam usia

kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia terbilang melimpah, yakni sekitar 118,19 juta jiwa pada

Agustus tahun 2013 (Badan Pusat Statistik). Namun pada kenyataannya jumlah pengangguran di

Indonesia juga cukup tinggi, sekitar 110,80 juta jiwa (Badan Pusat Statistik). Terlebih sebagian

diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi yang notabene menjadi sarjana. Sebut saja para sarjana

yang belum beruntung itu adalah pengangguran terdidik.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Diantaranya adalah

tidak seimbangnya lapangan pekerjaan yang tersedia dengan tingginya jumlah tenaga kerja yang terserap.

Selain itu, mindset untuk bekerja di sektor formal seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah tertancap di

pikiran sebagian besar penduduk Indonesia sebagai salah satu pekerjaan yang paling dicari. Hal ini dapat

dilihat dengan tingginya animo masyarakat yang ingin memperebutkan posisi sebagai PNS setiap kali

pendaftaran calon PNS dibuka. Ribuan orang berbondong-bondong untuk mendaftar dan berharap agar

dapat diterima, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan tetap yang cukup menjanjikan meskipun tidak

seberapa.

Adanya mindset untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang dianggap cukup menjanjikan seringkali

mengesampingkan kemampuan dan potensi diri yang sesungguhnya. Rata-rata yang ada di pikiran orang-

orang yang tengah mencari pekerjaan adalah bagaimana caranya bisa mendapatkan pekerjaan yang

mendapatkan gaji tetap setiap bulannya sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa

memikirkan efek jangka panjang jika pekerjaan yang mereka dapatkan ternyata tidak sesuai

dengan passion (kegemaran) mereka masing-masing. Analoginya seperti seorang siswa SMA yang baru

lulus dan ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Pada umumnya, dia akan merasa kesulitan

untuk memutuskan jurusan apa yang ingin dia ambil jika dia belum tahu passion-nya yang sebenarnya.

Jika dibiarkan, hal ini bisa membuat siswa tersebut merasa salah jurusan pada saat masa perkuliahan.
Akibatnya, kemungkinan terburuk dia akan merasa enggan dalam perkuliahan sehingga hasil yang

diperoleh pun kurang maksimal dan akhirnya dia berhenti atau pindah ke jurusan lain.

Sama halnya dengan mencari pekerjaan, jika pekerjaan yang didapatkan kurang sesuai

dengan passion kita, maka ada kemungkinan bahwa hasil yang diperoleh pun kurang maksimal. Pasalnya,

ketika kita melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan passion kita, maka kita akan melakukannya

sepenuh hati sehingga mungkin akan lupa waktu dalam mengerkjakannya lantaran terlalu asyik dengan

apa yang kita kerjakan. Sehingga kita melakukannya dengan penuh tanggung jawab dan mendapatkan

hasil semaksimal mungkin.

Lalu, bagaimana peran atau pengaruh dari passion yang kita miliki terhadap penurunan jumlah

pengangguran di Indonesia? Jika kita telaah lebih lanjut pada kasus tingginya animo para pencari kerja

yang ingin mendapatkan pekerjaan dari sektor formal, maka paradigma tersebut dapat dibelokkan dengan

cara mencari profesi yang sesuai dengan passion yang dimiliki masing-masing individu. Artinya, kita

tidak harus berpikiran bahwa jika kita mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap dari pemerintah atau

instansi lain yang dianggap menjanjikan, tanpa memperhatikan passion yang kita miliki yang sebenarnya

dapat dikembangkan menjadi profesi, maka kita akan tetap mendapat nilai plus atau keuntungan lain

meskipun dalam keterpaksaan. Mengapa kita tidak berpikiran bahwa jika kita mencari profesi yang sesuai

dengan passion kita masing-masing justru akan mendapatkan beberapa keuntungan lain, baik bagi diri

sendiri maupun orang lain.

Misalnya, seseorang yang ingin mencari pekerjaan mempunyai passion dalam bidang kewirausahaan, dia

tidak harus mencari pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion-nya itu dan lebih memilih untuk menjadi

pegawai. Dia bisa membuat profesinya sendiri dengan mendirikan suatu usaha yang sesuai keinginannya.

Bahkan dia bisa menyerap tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjalankan usahanya tersebut. Selain

mendapatkan penghasilan, dia bisa melakukan profesinya sepenuh hati, serta menyediakan lapangan

pekerjaan pula. Tak hanya di bidang kewirausahaan, penyediaan lapangan pekerjaan yang berdasarkan

passion juga berlaku untuk passion di bidang lain, seperti seni, jurnalistik, dan passion dalam bidang

lainnya. Bukankah jika semakin banyak tenaga kerja yang terserap maka jumlah pengangguran semakin

berkurang?
Jika masyarakat mulai menerapkan konsep pencarian profesi berdasarkan passion yang benar-benar

dimiliki, bukan menunggu diterima pekerjaan sektor formal yang banyak diburu orang lain, maka tidak

menutup kemungkinan bahwa sedikit demi sedikit akan menurunkan angka pengangguran. Semakin

banyak orang yang mencari profesi yang sesuai passion bahkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan,

maka semakin banyak pula tenaga kerja yang terserap sehigga angka pengangguran akan menurun.

2.1 Kehilangan Pekerjaan, Perolehan Pekerjaan, dan Tingkat Pengangguran Alamiah


Tingkat pengganguran alamiah (natural rate of uneployment) adalah tingkat pengangguran
rata-rata dalam perekonomian yang berfluktuasi. Tingkat pengangguran alamiah bisa dipandang
sebagai tingkat pengangguran yang mempengaruhi gravitasi dalam jangka panjang, dengan
adanya ketidak sempurnaan pasar tenaga kerja yang menyulitkan pekerja dari proses perolehan
pekerjaan dengan segera.
Setiap hari sebagian pekerja kehilangan pekerjaan atau keluar dari pekerjaannya, dan
sebagian dari yang menganggur diterima bekerja. Pasang surut yang terjadi secara terus-
menerus ini menentukan bagian dari angkatan kerja yang menganggur. Model dinamika
angkatan kerja yang menunjukkan hal-hal faktor-faktor penentu tingkat pengangguran alamiah.
Berawal dari beberapa notasi. Notasi L menunjukkan angkatan kerja. E jumlah orang yang
bekerja, dan U jumlah pengangguran. Karena orang dalam usia kerja berinvestasi antara bekerja
atau menganggur, maka angkatan kerta adalah jumlah orang yang bekerja dan menganggur
: L=E+U
Dalam notasi ini. Tingkat pengangguran adalah U / L.
Untuk melihat apakah yang menentukam tingkat pengangguran, maka diasumsikan
angkatan kerja L adalah tetap dan memfokuskan pada perubahan individu dalam angkatan kerja
diantara bekerja dan penganggur. Ini ditunjukkan dalam gambar 2-1 Notasi Smenunjukkan
tingkat pemutusan kerja, bagian dari tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya setiap bulannya.
Notasi f menunjukkan tingkat perolehan pekerjaan, bagian dari pengangguran yang
mendapatkan pekerjaan setiap bulannya. Tingkat pemutusan kerja s dan tingkat perolehan
pekerjaan f secara bersama- sama menentukan tingkat pengangguran.
Jika tingkat penggangguran tidak naik atau turun yaitu, jika pasar tenaga kerja berada
dalam kondisi mapan maka jumlah orang yang mendapatkan pekerjaan harus sama dengan
jumlah orang kehilangan pekerjaan. Jumlah orang yang memeperoleh pekerjaan adalah fU dan
jumlah orang yang kehilangan pekerjaan adalah sE, sehingga kita bisa menulis kondisi mapan
sebagai : fU = SE.
Ini dapat digunakan untuk mendapatkan tingkat pengangguran kondisi mapan. Dari suatu
perusahaan, di ketahui bahwa E = L U ; yaitu jumlah orang yang bekerja sama dengan
angkatan kerja dikurangi jumlah pengangguran. Jika kita mengganti (L - U) untuk E dalam
kondisi mapan. Kita peroleh fU = S (L - U)
untuk mendapatkan tingkat pengangguran, maka dibagi kedua sisi persamaan ini dengan Luntuk
mendapatkan
sekarang di cari U/L ;
persamaan ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kondisi mapan U/L bergantung pada
tingkat pemutusan kerja s dan tingkat perolehan kerja f. Semakin tinggi tingkat pemutusan kerja,
semakin tinggi tingkat perolehan kerja, semakin rendah tingkat pengangguran.
Meskipun bermanfaat dalam mengaitkan tingkat pengangguran dengan pemutusan kerja
dan perolehan kerja. Jika seseorang selalu bisa memperoleh kerja dengan cepat, maka tingkat
perolehan kerja akan sangat tinggi dan tingkat pengangguran akan mendekati nol. Model tingkat
pengangguran ini mengasumsikan bahwa perolehan kerja tidak bersifat instan.
transisi antar menjadi pekerja atau penganggur dalam setiap periode, sebagian dari orang yang bekerja kehilangan pekerjaan mereka, dan

sebagian dari pada penganggur memperoleh pekerjaan. Tingkat pemutusan kerja perolehan kerja menentukan tingkat pengangguran .

gambar 2-1
pemutusan kerja (s)
orang yang bekerja pengangguran
perolehan kerja

2.2 Pencari Kerja dan Pengangguran Friksional


Salah satu alasan bagi adanya pengangguran adalah butuhnya waktu untun mencocokkan
antara para pekerja dengan pekerjaan. Model equilibrium pasat tenaga kerja agregate yang
mengasumsikan bahwa seluruh pekerja dan seluruh pekerjaan adalah indentik. Jika ini benar dan
pasar tenaga kerja berada dalam kondisi equilibrium, maka kehilangan pekerjaan tidak
menyebabkan pengangguran, pekerja yang keluar dari pekerjaannya akan segera mendapatkan
pekerjaan baru pada upah besar.
Dalam kenyataannya, para pekerja mempunyai preverensi serta kemampuan yang berbeda,
dan pekerjaan memiliki karekteristik yang berbeda. Sementara itu arus informasi tentang calon
karyawan dan lowongan kerja tidak sempurna, serta mobilitas geografis pekerjaan tidak instan.
Untuk semua alasan ini, mencari pekerja yang tepat membutuhkan waktu serta usaha, dan ini
cenderung mengurangi tingkat perolehan kerja tentu saja, karna pekerjaan yang berbeda
membutuhkan keahlian yang berbeda oleh waktu yang dibutuhkan orang untuk mencari
pekerjaan tersebut pengangguran friksional (friksional unemployment).
Pengangguran friksional tidak bisa diletakkan dalam perekonomian yang sedang berubah.
Untuk beberapa alasan, jenis-jnis barang yang dikonsumsi perusahaandan rumah tangga
bervariasi sepanjang waktu. Ketika permintaan terhadap barang bergeser, permintaan terhadap
tenaga kerja yang memproduksi barang-barang tersebut juga berubah.
2.2.1 Kebijakan Publik dan Pengangguran Friksional
Banyak kebijakan publik berusaha munurunkan tingkat pengangguran alamiah dengan
mengurangi pengangguran friksional. Kantor ketenagakerjaan pemerintah menyebarkan
informasi tentang lowongan untuk mencocokkan pekerjaan dengan para pekerja secara lebih
efisien. Program pelatihan ulang yang di adakan oleh pemerintah di rancang untuk
memperlancar rtansisi pekerja dari industri yang sedang menurun keindustri yang sedang
tumbuh. Jika berhasil menaikkan tingkat pekerjaan, program ini akan akan mengurangi tingkat
pengangguran alamiah.
Sedangkan program pemerintah lain caranya secara tidak sengaja meningkatkan
pengangguran friksional. Salah satunya adalah asuransi pengangguran (uneployment insurance).
Menurut program ini, para penganggur bisa mengambil sebagian dari upah mereka selama
periode tertentu setelah mereka kehilamgan pekerjaan.
Dengan mengurangi kesulitan ekonomi para pengangguran, asuransi pengangguran
meningkatkan jumlah pengangguran friksional dan meningkatkan tingkat pengangguran alamiah.
Para pengangguran yang menerima tujuan asuransi pegangguran menjadi berkurang tekanannya
dalam mencari pekerjaan baru dan cenderung menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik.
Kedua perubahan prilaku ini mengurangi tingkat perolehan pekerjaan. Selain itu, karena para
pekerja tahu bahwa pendapatan mereka sebagian dilindungi oleh asuransi pengangguran, maka
mereka kurang suka mencari pekerjaan dengan prospek yang stabil dan tidak terlalu peduli pada
jaminan keamanan kerja. Perubahan prilaku ini meningkatkan tingkat pemutusan hubungan
kerja.
Walaupun asuransi pengangguran meningkatkan tingkat pengangguran alamiah, tidak
berarti bahwa kebijakan tersebut keliru. Program ini juga memiliki manfaan mengurangi ketidak
pastian pekerja tentang pendapatannya. Lebih dari itu, dorongan terhadap para pekerja untuk
menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik dapat mengarah pada pencocokan yang lebih
baik antara pekerja dan pekerjaan.

2.3 Kekakuan Upah Riil dan Pengangguran Struktural


Alasan kedua adanya pengangguran adalah kekakuan upah (wage rigidity) adalah gagalnya
upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan. Dalam
model equilibrium pasar tenaga kerja, sebagai mana telah dijelaskan bahwa upah riil berubah
untuk menyeimbangkan penawan dan permintaan. Tetapi upah tidak selalu fleksibel. Kadang-
kadang upah-riil mengurangi tingkat kliring pasar (market clearing level)atau tingkat
equilibrium.
Gambar 2.3

menunjukkan Kekakuan upah riil menyebabkan penjatahan pekerjaan jika upah riil tertahan di atas tingkat equilibrium,

maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Akibatnya adalah pengangguran.

Upah riil penawaran


Jumlah upah riil yang kaku
pengangguran

Jumlah tenaga kerja yang


ingin bekerja
permintaan

Jumlah tenaga kerja


yang dipekerjakan

Tenaga kerja

Gambar 2.3 menunjukkan mengapa kekakuan upah menyababkan pengangguran. Ketika


upah riil berada diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga
kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta.
Pengangguran yang disebabkan yang disebabkan oleh kekakuan upah dan permintaan
pekerjaan disebut pengangguran struktural. Para pekerja yang tidak dipekerjakan yang paling
cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja
melebihi permintaannya. Para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia.
Ketika upah riil melebihi tingkat equilibrium dan penawaran pekerja melebihi
permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar.
Pengangguran struktural muncul karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan
penawaran tenaga kerja.
2.3.1 Tiga Hal yang Menyebabkan Kekakuan Upah
1. Undang-undang Upah Minimum
Ketika pemerintah memepertahankan upah agar tidak mencapai tingkat equilibrium, hal
itu dapat menimbulkan kekakuan upah. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat
upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Sejak keluarnya
undang-undang standar kerja yang adil tahun 1938 (fair lebor standards act of 1938), pemerintah
federal AS memaksakan upah minimum yang biasa nya berada di antara 30 sampai 50 persen
dari upah rata-rata dalam industri manufaktur. Bagi sebagian besar pekerja, upah minimum ini
tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah diatas upah minimum. Bagi sebagian lainnya,
terutama yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah
mereka diatas tingkat equilibriumnya. Karena itu, upah minimum mengurangi sejauh tenaga
kerja yang di minta perusahaan.
Para ekonomi percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap
pengangguran usia muda. Upah equilibrium para pekerja usia muda cenderung rendah karena
dua alasan. Pertama, karena para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan yang kurang
terdidik dan kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktifitas marginal yang
rendah. Kedua, para pemuda seringkali mengambil sebagian dari konfensasi mereka dalam
bentuk on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan klasik
yang diberikan sebagai pengganti upah. Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan
penawaran pekerja usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu upah minimum
seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan kerja.
Upah minimum merupakan sumber perdebatan polotik yang tidak ada habisnya para
pendukung upah minimum yang lebih tinggi memandangnya sebagai sarana meningkatkan
pendapatan para pekerja miskin. Tentu saja, upah minimum hanya memberikan standar
kehidupan yang lebih kecil.
Banyak ekonom dan pembuat kebijakan kepercayaan bahwa keringanan pajak adalah
cara yang lebih baik untuk meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Keringanan pajak
pendapatan yang diterima adalah jumlah yang dikurangkan dari pajak yang ditanggung oleh
keluarga para pekerja minskin. Untuk keluarga dengan pendapatan yang sangat rendah,
keringanan melebihi pajaknya, dan keluarga menerima pembayaran dari pemerintah. Tidak
seperti upah minimum, keringanan pajak pendapatan yang diterima tidak meningkatkan biaya
tenaga kerja dan, karena itu, tidak mengurangi jumlah tenaga kerja yang diterima. Namun
demikian, keringanan pajak memiliki kelemahan karena mengurangi penerimaan pajak
pemerintah.
2. Serikat Pekerja dan Posisi Tawar-Menawar kolektif
Penyebab dari kekakuan upah yang kedua adalah kekakuan monopoli serikat kerja.
Serikat pekerja juga dapat mengurangi upah yang dibayar perusahaan yang memiliki angkatan
kerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja karena ancaman pembentukan serikat pekerja
bisa mempertahankan upah diatas tingkat equilibrium. Serikat pekerja tidak hanya meningkatkan
upah tetapi meningkatkan kekuatan posisi tawar-menawar pekerja pada banyak hal lain, seperti
jam kerja dan kondisi kerja. Perusahaan bisa saja membayar para pekerja dengan upah yang
tinggi agar mereka tetap gembira untuk mencegah membentuk serikat pekerja.
Pengangguran yang di sebabkan oleh serikat pekerja dan ancaman pembentukan serikat
pekerja (unionization) merupakan sebuah contoh konflik antara kelompok kerja yang berbeda
orang dalam (insiders) dan orang luar (outsider). Para pekerja yang sudah bekerja pada suatu
perusahaan, orang dalam, biasanya perusahaan mempertahankan upah tetap tinggi. Para
pengangguran, orang luar, menentang memberikan upah yang tinggi karena pada upah yang
lebih rendah mereka bisa dipekerjakan. Kedua kelompok ini cenderung memiliki kepentingan
yang bertentanngan. Dampak dari setiap proses tawar-menawar terhadap upah dan kesempatan
kerja sangat tergsntung ada pengaruh relatif dari masing-masing kelompok.
3. Upah Efisiensi
Teori upah efisiensi mengajukan penyebab ketiga dari kekakuan upah selain undang-
undang upah minimum dan pembentukan serikat kerja. Teori ini menyatakan bahwa upah yang
tinggi membuat para pekerja lebih produktif. Pengaruh upah terhadap evisiensi pekerja dapat
menjelaskan kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun terjadi kelebihan
penawaran tenaga kerja dan akan mengurangi tagihan upah perusahaan, pengurangan upah juga
akan memperendah produktivitas pekerja dan laba perusahaan
Para ekonomi mengajukan berbagai teori untuk menjelaskan bagai mana upah
mempengaruhi produktifitas pekerja. Sebuah teori upah efisiensi yang pertama, yang lebih
banyak diterapkan di negara miskin, menyatakan bahwa upah mempengaruhi nutrisi. Pera
pekerja yang di bayar dengan upah memadai bisa membeli lebih banyak nutrisi, dan para pekerja
yang lebih sehat akan lebih produktif. Suatu perusahaan mungkin akan membayar upah di atas
tingkat equilibrium untuk menjaga agar tenaga kerjanya tetap sehat.
Teori upah efisiensi yang kedua, yang lebih releven begi negara-negara maju,
menyatakan bahwa upah yang tinggi menurunkan perputaran tenaga kerja. Para pekerja keluar
dari pekerjaannya karena sebagian alasan untuk menerima posisi yang lebih baik di perusahaan
lain, mengubah karier, ataupun pindah kewilayah lain. Semakin besar perusahaan membayar
pekerjaanya, semakin besar insentif mereka untuk tetap bekerja dalam perusahaan tertentu.
Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang keluar dari
pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menarik dan melatih
pekerja baru.
Teori upah efisiensi ketiga, kenyataan bahwa kualitas rata-rata dari tenaga kerja
perusahaan tergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika perusahaan
mengurangi upahnya, maka pekerja terbaik bisa mengambil pekerjaan di tempat lain,
menininggalkan perusahaan dengan para pekerja tidak terdidik yang memiliki lebih sedikit
alternatif. Para ekonomi menyadari penyaringan yang tidak menyenangkan ini sebagai contoh
dari sleksi kebalikan adalah kecenderungan orang yang memiliki lebih banyak informasi (dalam
hal ini, pekerja, yang mengetahui peluang mereka sendiri diluar) untuk menyeleksi sendiri
dengan cara yang merugikan orang-orang yang memiliki lebih sedikit informasi (perusahaan).
Dengan membayar upah di atas tingkat equilibrium perusahaan bisa menurunkan seleksi
kebalikan, meningkatkan kualitas rata-rata tenaga kerjanya dan mampu meningkatkan
produktifitas.
Teori upah efisiansi keempat menyatakan bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya
pekerja. Teori ini menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna upaya
para pekerja, dan para pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja
keras. Para pekerja dapat memilih untuk bekerja keras, atau mereka dapat memilih untuk
bermalas-malasan dengan resiko tertangkap basah dan dipecat. para ekonomi menyadari
kemungkinan ini adalah sebagai sebuah contoh kejahatan moral adalah kecenderungan orang
untuk berprilaku seenaknya ketika perilaku mereka tidak dipantau dengan ketat. Perusahaan
dapat mengurangi masalah kejahatan moral dengan membayar upah yang tinggi. Semakin tinggi
upah, semakin besar kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat. Dengan membayar upah
yang lebih tinggi perusahaan memotifasi lebih banyak pekerja agar tidak bermalas-malasan dan
dengan demikian meningkatkan produktifitas mereka.
Meskipun keempat teori upah efisiansi ini secara rinci berbeda, namun teori-teori taersebut
menyarakan topik yang sama: karena perusahaan beroperasi lebih efisien jika membayar
pekerjaannya dengan upah yang tinggi, maka perusahaan dapat menganggap bahwa
mempertahankan upah diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan adalah
menguntungkan. Hasil dari upah yang lebih tinggi dari pada upah equilibrium ini adalah tingkat
perolehan kerja yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih besar.

2.4 Pola Pengangguran


Pola pengangguran disini adalah fakta dimana fakta ini akan membantu mengevaluasi teori
dan menilai kebijakan publik yang dimaksutkan untuk mengurangi pengangguran.
2.4.1 Durasi Pengangguran
ketika seorang menjadi pengangguran, mungkinkah kondisi itu akan berlangsung lama
atau sebentar. Ini ialah di satu sisi, jika sebagian besar pengangguran bersifat jangka pendek,
maka seseorang mungkin berpendapat bahwa itu adalah pengangguran friksional dan tidak dapat
dihindari. Para pengangguran mungkin memerlukan waktu untuk mencari pekerjaan yang paling
cocok dengan keahlian dan selera mereka. Di sisi lain, pengangguran jangka panjang tidak bisa
dengan mudah dikaitkan dengan waktu dibutuhkan untuk mencocokkan pekerjaan dan pekerja.
Pengangguran jangka panjang cenderung menjadi pengangguran struktural. Jadi, durasi
pengangguran bisa mempengaruhi pandangan sebab-sebab munculnya pengangguran.
Jadi masa pengangguran adalah pendek, tetapi sebagian besar menganggur bisa dikaitkan
dengan pengangguran jangka panjang.
Contoh : pada tahun 1974 dimana ketika tingkat pengangguran adalah 5,6 persen. Pada tahun itu,
60 persen dari masa pengangguran berakhir dalam waktu sebulan, tetapi 69 persen dari minggu-
minggu menganggur berlangsung selama dua bulan atau lebih. Dan fakta lain adalah anggaplah
bahwa 10 orang menganggur pada tahun tertentu. Dari 10 orang ini, 8 orang menganggur selama
1 bulan dan 2 orang menganggur selama 12 bulan, sehingga totalnya 32 bulan. Dalam contoh ini,
sebagian besar masa pengangguran adalah pendek: 8 dari 10 masa menganggur, atau 80 persen,
berakhir dalam 1 bulan. Tetapi sebagian besar masa menganggur dikaitkan dengan pengangguran
jangka panjang: 24 dari 32 bulan menganggur atau 75 persen, dialami oleh 2 pekerja yang
menganggur selama 12 bulan. Tergantung pada apakah kita melihat masa menganggur atau
bulan-bulan menganggur, sebagian besar pengangguran bisa berupa pengangguran jangka
pendek atau jangka panjang.
Fakta durasi pengangguran ini memiliki implikasi penting terhadap kebijakan publik. Jika
tujuannya adalah memperkecil tingkat pengangguran alamiah, maka kebijakan harus ditunjukkan
pada pengangguran jangka panjang, karena mereka menunjukkan jumlah pengangguran yang
besar. Tetapi kebijakan harus ditargetkan dengan cermat, karena pengangguran jangka panjang
menunjukan minoritas yang lebih kecil dari mereka yang menjadi penganggur. Sebagian besar
orang yang menjadi pengangguran yang memperoleh kebijakan dalam waktu singkat.
2.4.2 Variasi Tingkat Pengangguran di Anatara Kelompok-Kelompok Demografis
Tingkat pengangguran sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok yang berbeda
dalam populasi. Tabel 2.2 menunjukkan tingkat pemgagguran AS untuk kelompok-kelompok
geografis yang berbeda pada tahun 2000, ketika tingkat pengangguran keselurukan adalah 4,0
persen.
Tabel 2.2
Tingkat pengangguran menurut kelompk demokrafis: 2000

Usia Pria Wanita Pria Wanita

kulit putih kulit putih kulit hitam kulit hitam

16-19 12,3 10,4 26,4 23,0

20 ke atas 2,8 3,1 7,0 6,3

Dimana para pekerja yang lebih muda memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi
ketimbang para pekerja yang lebih tua. Model ini dapat dijelaskan dengan metode tingkat
pengangguran alamiah yang mana menyebab kan menunujukkan dua kemungkinan timbulnya
tingkat pengangguran yang tinggi: tingkat perolehan kerja yang rendah dan tingkat pemutusan
hubungan kerja yang tinggi ketika para ekonom mempelajari data tentang transisi individu antara
bekerja dan menganggur, mereka menemukan bahwa kelompok dengan pengangguran tinggi
cenderung mempunyai tingkat pemutusan hubungan yang tinggi. Mereka menemukan sedikit
variasi diantara kelompok tingkat perolehan kerja. Sebagai contoh pria kulit putih yang bekerja
adalah empat kali lipat cenderung menjadi pengangguran jika ia seorang pemuda ketimbang ia
seorang dewasa, sekali menganggur, tingkat perolehan kerjanya tidak begitu terkait dengan
usianya.
Perolehan ini membantu menjelaskan tingkat pengangguran yang lebih tinggi bagi para
pekerja yang lebih muda baru memasuki pasar tenaga kerja, dan mereka seringkali tidak merasa
pasti dengan rencanakan kariernya. Barang kali mereka mencoba berbagai jenis pekerja sebelum
membuat komitmen jangka panjang pada pekerjaan tertentu. Jika demikian, kita seharusnya
mengaharapkan tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran
friksional yang lebih tinggi dalam kelompok ini.
Fakta lainnya muncul dalam tebel 2.2 adalah bahwa tingkat pengangguran jauh lebih
tinggi untuk orang-orang kulit hitam ketimbang kulit putih, fenomena ini tidak bisa di pahami
dengan baik. Data antara transisi antara pekerja dengan pengangguran menunjukkan bahwa
tingkat pengangguran yang lebih tinggi untuk kulit hitam, dan terutama untuk pemuda kulit
hitam, muncul karena tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi serta tingkat
perolehan kerja yang lebih rendah. Alasan yang mendasari tingkat perolehan pekerjaan informasi
dan diskriminasi oleh para majikan (perusahaan).

2.4.3 Transisi Masuk dan Keluar dari Angkatan Kerja


Aspek penting dari dinamika pasar tenaga kerja adalah pergerakan individu masuk dan
keluar dari angkatan kerja. Model tingkat pengangguran alamiah mengasumsikan bahwa
besarnya angkatan kerja adalah tetap. Dalam hal ini, alasan tunggal untuk pengangguran adalah
perolehan kerja.
Dalam kenyataannya, perubahan angkatan kerja adalah penting. Sekitar sepertiga dari
pengangguran adalah pekerja yang baru saja masuk kedalam angkatan kerja. Sebagian dari
mereka adalah para pekerja muda yang masih mencari pekerja pertama mereka, sementara
sebagian lain telah bekerja sebelumnya, tetapi untuk sementara keluar. Selain itu, tidak semua
pengangguran berahir dengan memperoleh kerja, hampir seluruh dari seluruh masa
pengangguran berakhir dengan penarikan para pengangguran dari pasar tenaga kerja.
Individu-individu yang memasuki dan meninggalkan angkatan kerja membuat statistik
pengangguran lebih sulit di interpretasikan. Di suatu sisi, sebagian individu yang merasa diri
mereka menganggur tidak serius mencari pekerjaan dan mungkin lebih tetap dianggap keluar
dari angkatan kerja. pengangguran ini tidak menunjukkan masalah sosial. Di sisi lain, sebagian
individu mungkin menginginkan pekerjaan, tetapi setelah pencariannya dan belum juga berhasil,
mereka menyerah. Para pekerja yang putus asa (discouraged workers) ini dianggap keluar dari
angkatan kerja dan tidak ditampilkan dalam statistik pengangguran.

Pengangguran dan Tingkat Alamiahnya


April 22nd, 2014

Penulis : Nenden Siti Fauziyah (13423041)


Faktor penentu standar hidup suatu negara selain investasi dan tabungan yaitu jumlah pengangguran
yang dimiliki oleh negara tersebut. Hal ini karena orang yang ingin bekerja, namun tidak dapat
memperoleh pekerjaan maka dia tidak akan berkontribusi terhadap produksi barang dan jasa dalam
perekonomian. Apabila suatu negara berusaha agar masyarakat yang tinggal di negaranya tidak
menganggur maka PDB yang dimiliki oleh negara tersbut pasti akan tinggi karena banyak pendapatan
yang masuk.
Masalah pengangguran sendiri dibagi menjadi dua kategori yaitu masalah jangka pendek dan masalah
jangka panjang. Masalah jangka panjang yaitu tingkat pengangguran alamiah. Tingkat pengangguran
alamiah yaitu jumlah pengangguran yang lazim terjadi dalam perekonomian. Istilah alamiah disini bukan
berarti pengangguran ini dikehendaki, pengangguran ini tidak berubah seiring berjalannya waktu atau
tidak terpengaruh oleh kebijakan ekonomi. Istilah ini artinya bahwa pengangguran ini tidak hilang dengan
sendirinya, bahkan dalam waktu yang lama sekalipun.
Masalah jangka pendek contohnya yaitu pengangguran siklis. Pengangguran siklis yaitu fluktuasi
pengangguran dari tahun ke tahun yang mendekati tingkat alamiahnya dan terkait erat dengan pasang
surut kegiatan perekonomian.
Tingkat Pengangguran Diukur
Mengukur tingkat pengangguran merupakan tugas Badan Pusat Statistik (di Indonesia). Badan statistik
melakukan survei rutin terhadap rumah tangga untuk mendapatkan data tentang pengangguran. Setelah
melakukan survei, badan statistik basanya mengelompokkan orang dewasa pada setiap rumah tangga
yang disurvei ke dalam salah satu dari beberapa kategori berikut ini :
* Bekerja
* Pengangguran
* Tidak termasuk angkatan kerja
Seseorang dapat dimasukkan ke dalam kategori bekerja apabila ia menghabiskan beberapa hari pada
minggu sebelumnya untuk mengerjakan pekerjaan yang dibayar kemudian. Pengangguran apabila ia
berhenti bekerja sementara atau sedang mencari pekerjaan. Tidak termasuk angkatan kerja yaitu orang-
orang yang tidak termasuk ke dalam dua kategori diatas (bekerja dan pengangguran), contohnya ibu
rumah tangga, pensiunan, mahasiswa penuh waktu.
Setelah mengelompokkan ke dalam salah satu kategori dari tiga kategori diatas, langkah selanjutnya
yaitu menghitung berbagai statistik untuk melihat kondisi angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan
jumlah pekerja termasuk mereka yang memiliki pekerjaan atau yang tidak memiliki pekerjaan.
Angkatan kerja = Jumlah orang yang bekerja + Jumlah yang tidak bekerja
Kemudian, akan melihat tingkat pengangguran yang ada. Tingkat pengangguranmerupakan persentase
angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan.
Tingkat pengangguran :
Jumlah orang yang tidak bekerja/angkatan kerja x100
Survei terhadap rumah tangga juga digunakan untuk memperoleh data partisipasi angkatan
kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja yaitu persentase populasi dewasa yang termasuk ke dalam
angkatan kerja.
Tingkat pasrtisipasi angkatan kerja :
Angkatan kerja/ populasi penduduk dewasa x100
Suatu perekonomin selalu memiliki tingkat pengangguran dan tingkat pengangguran tersebut selalu
berubah dari tahun ke tahun. Telah kita ketahui bahwa pengangguran ada dua yaitu tingkat
pengangguran alamiah atau pengangguran normal disekitar fluktuasi tingkat pengangguran dan ada
jugapengangguran siklis atau penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiahnya.
Pada kenyataan sehari-hari, data tentang pengangguran sangat sulit ditafsirkan sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya hal ini karena orang sering keluar masuk angkatan kerja. Sebagian orang yang
mengaku sebagai pengangguran sebenarnya mereka belum berupaya keras untuk mencari pekerjaan.
Ada juga sebagian orang yang mengaku sebagai pengangguran padahal sebenarnya mereka memiliki
pekerjaan namun karena gaji yang mereka terima tidak sesuai dengan yang mereka inginkan dan juga
terdapat insentif dari pemerintah untuk pengangguran maka mereka akhirnya mengaku sebagai
pengangguran. Tapi disisi lain, terdapat orang-orang yang ingin bekerja dan sudah berusaha keras
mencari pekerjaan namun menyerah karena akhirnya mereka tidak mendapatkan pekerjaan, orang
semacam ini disebut sebagai pekerja putu asa. Merekatermasuk kedalam kategori pengangguran
walaupun mereka tidak memiliki pekerjaan.
Masa Orang Menganggur
Para ekonom ada yang berpendapat bahwa
Sebagian besar masa pengangguran berlangsung sebentar dan sebagian besar pengangguran yang
diamati pada sembarang periode bersifat jangka panjang
Pengangguran bersifat jangka panjang benarkah?
Hal ini dapat kita lihat pada kenyataan yang ada di sekitar kita, jika dalam desa kita terdapat 10 orang
pemuda yang menganggur pada pekan pertama di bulan April tapi ketika dua pekan kemudian dari 10
orang pemuda yang menganggur tersebut ternyata 3 orang telah berhasil mendapat pekerjaan. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa pengangguran yang dialami oleh 3 orang tadi bersifat jangka pendek.
Pengangguran bersifat jangka panjang ? Benarkah?
Dari contoh diatas, terdapat 7 orang pemuda lagi yang belum mendapat pekerjaan. dari ketujuh pemuda
tersebut ternyata 5 orang diantara mereka baru mendapatkan pekerjaan dua tahun kemudian sedangkan
2 orangnya mendapat pekerjaan beberapa hari kemudian setelah yang 3 orang tai mendapatkan
pekerjaan. Lima orang yang mendapatkan pekerjaan dua tahun kemudian, mereka mengalami masa
pengangguran jangka panjang.
Masa pengangguran jangka panjang dan masa pengangguran jangka pendek, keduanya tidak
bertentangan satu sama lain karena dalam masalah pengangguran bisa saja mereka mengalami
pengangguran jangka panjang atau jangka pendek. Jika jumlah pengangguran yang ada jumlahnya
masih sangat banyak, maka yang perlu diketahui adalah orang yang menganggur tersebut kemungkinan
tidak sama karena bisa saja mereka mengalami pengangguran jangka pendek.
Pengangguran Tidak Pernah Mencapai Angka Nol
Pengangguran tidak pernah mencapai angka nol namun berfluktuasi disekitar tingkat pengangguran
alamiah. Terdapat beberapa jenis pengangguran lain, diantaranya :
1) Pekerja memerlukan waktu yang lama untuk memperoleh pekerjaan yang cocok untuk mereka.
Pengangguran yang diakibatkan pencocokan pekerja dengan pekerjaan yang ada disebut pengangguran
friksional.
2) Jumlah pekerjaan yang tersedia di sebagian pasar tenaga kerja kemungkinan tidak memadai untuk
menyediakan pekerjaan bagi semua orang yang menginginkannya. Pengangguran ini
disebut pengangguran struktural.
Terdapat empat alasan kenapa pengangguran tidak pernah mencapai angka nol, diantaranya :
1) Pencarian Kerja
Yang menjadi salah satu alasan pengangguran selalu muncul adalah pencarian kerja. Pencarian
kerja merupakan proses yang dilakukan pekerja untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan
keterampilan mereka.
Pengangguran friksional tidak dapat dihindari
~ Pengangguran friksional sering terjadi akibat adanya perubahan permintaan tenaga kerja diantara
perusahaan-perusahaan yang berbeda-beda.
~ Sedangkan priode atau masa dimana pekerja keluar dari tempat kerjanya dan berusaha mencari
pekerjaan lain, periode ini disebut periode menganggur.
~ Pekerjaan dapat meningkat disatu wilayah dan menurun di wilayah lain.
~ Perubahan komposisi permintaan di kalangan industri atau wilayah disebut dengan peralihan sektoral.
Kebijakan publik dan pencarian kerja
Kebijakan publik dapat berperan dalam mengurangi pengangguran jika kebijakan publik tersebut dapat
mengurangi waktu yang diperlukan oleh pekerja yang tidak memiliki pekerjaan untuk memperoleh
pekerjaan baru maka kebijakan publik tersebut dapat mengurangi tingkat alami pengangguran dalam
perekonomian.
Salah satu contoh kebijakan publik adalah badan penempatan kerja yang menyediakan informai tentang
lowongan pekerjaan selain itu juga dengan adanya program-program pelatihan untuk umum yang
bertujuan untuk mempermudah transisi pekerja dari industri yang merosot menuju industri yang
berkembang serta mmembantu kelompok-kelompok marginal untuk keluar dari kemiskinan.
Tunjangan pengangguran
Tunjangan pengangguran merupakan salah satu program pemerintah yang secara parsial menjamin
pendapatan pekerja pada saat mereka menganggur. Namun salah satu program pemerintah ini secara
tidak sengaja dapat meningkatkan jumlah pengangguran friksonal karena mereka berfikir tidak bekerja
akan tetap mendapatkan uang yang mana jika bekerja gaji yang akan mereka dapatkan bisa saja tidak
sebesar dengan tunjangan tersebut. Tunjangan pengangguran ini dihentikan setelah lebih dari enam
bulan, tapi di Indonesia tunjangan pengangguran tidak ada.
2) Peraturan Upah Minimum
Peraturan upah minimum ini berdampak terhadap melahirkannya pengangguran struktural.
Jika upah yang dipertahankan diatas titik keseimbangan karena segala alasan maka hasilnya adalah
pengangguran.
Apabila upah berada diatas titik keseimbangan maka jumlah penawaran tenaga kerja melebihi jumlah
permintaannya yang akan menyebabkan para pekerja menjadi pengangguran karena mereka menunggu
lowongan pekerjaan.
3) Serikat Pekerja dan Tawar Menawar Kolektif
Serikat pekerja adalah asosiasi pekerja yang melakukan tawar menawar dengan pemberi kerja
mengenai upah dan kondisi kerja. Serikat pekerja merupakan sejenis kartel.
Proses disepakatinya syarat-syarat kerja antara serikat pekerja dan perusahaan disebut dengan tawar
menawar kolektif. Jika seikat pekerja dan perusahaan tidak mencapai kesepakatan, serikat pekerja dapat
melakukan penarikan kerja dari perusahaan yang disebut dengan pemogokan.
Para ekonom berpendapat bahwa pengaruh serikat pekerja yaitu yang tergabung ke dalam serikat
pekerja biasanya memperoleh upah 10 hingga 20 persen lebih tinggi daripada pekerja yang tidak
tergabung ke dalam serikat pekerja.
Apabila upah naik diatas titik keseimbangan diakibatkan -ulah- serikat pekerja, maka akan menyebabkan
penaikan jumlah penawaran tenaga kerja dan mengurangi jumlah permintaan tenaga kerja sehingga
menimbulkan pengangguran. Hal ini biasanya dapat menimbulkan konflik antara pihak luar (yang tidak
termasuk anggota serikat pekerja) dengan pihak dalam (anggota serikat pekerja).
Pihak luar dapat menyikapi status pihak dalam dengan dua alternatif : Seagian dari mereka tetap
menganggur dan menanti kesempatan untuk menjadi pihak dalam dan memperoleh upah serikat pekerja
yang tinggi, dan alternatif terakhir yaitu mengambil pekerjaan di perusahaan-perusahaan yang tidak
memiliki serikat pekerja.
Peran serikat pekerja dalam perekonomian sebagian bergantung pada undang-undang yang mengatur
organisasi serikat pekerja dan tawar menawar kolektif.
Terdapat dua tanggapan terhadap keberadaan serikat pekerja diantaranya :
a. Para pengkritik
Serikat pekerja tidak lebih dari semacam kartel. Apabila serikat pekerja menaikkan upah diatas tingkat
yang dapat berlaku di pasar kompetitif, mereka menurukan jumlah permintaan tenaga kerja,
menyebabkan sebagian pekerja menganggur, dan menurunkan upah dalam bidang perekonomian lain.
b. Para pendukung serikat pekerja
Serikat pekerja diperlukan untuk mengimbangi kekuatan perusahaan-perusahaan di pasar-paar tenaga
kerja. Serikat pekerja penting untuk membantu perusahaan merespons kepentingan pekerja secara
efisien.
4) Teori Upah Efisiensi
Upah efisiensi merupakan upah diatas titik keseimbangan yang dibayarkan oleh perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas pekerja. Terdapat beberapa alasan kenapa ada teori upah efisiensi,
diantaranya :
~ Kesehatan pekerja
Sebuah perusahaan dapat lebih diuntungkan apabila membayar upah tinggi dan memiliki pekerja yang
sehat dan produktif daripada membayar upah lebih rendah dan memiliki pekerja yang kurang sehat dan
kurang produktif. Namun teori upah efisiensi untuk alasan kesehatan pekerja ini lebih relevan bagi
perusahaan-perusahaan yang kurang berkembang dan menghadapi masalah nutrisi yang memadai.
~ Perputaran pekerja
Semakin tinggi upah yang diberikan oleh perusahaan maka akan semakin kecil kemungkinan para
pekerjanya untuk memilih keluar. Hal ini karena jika mempekerjakan dan melatih pekerja baru akan
membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya, dan bisa saja para pekerja baru tersebut tidak
seproduktif para pekerja yang telah keluar walaupun telah mengikuti peatihan-pelatihan.
~ Usaha pekerja
Upah yang lebih tinggi membuat pekerja lebih sigap dalam mempertahankan pekerjaan mereka sehingga
memberikan mereka insentif untuk memberikan usaha terbaik mereka.
~ Kualitas pekerja
Jika perusahaan menawarkan upah lebih tinggi maka perusahaan akan dapat menarik para pekerja yang
memiliki kualitas tinggi untuk bekerja di posisi yang telah ditawarkan.
PENDAHULUAN
Sejak tahun 1930-an, ilmu ekonomi telah dibagi ke dalam dua bagian, yaitu mikroekonomi dan
makroekonomi. Mikroekonomi adalah cabang ilmu yang mempelajari prilaku dari unit unit ekonomi
individual seperti rumah tangga, peurusahaan , dan stuktur industri. Perhatiannya lebih di fokuskan
pada besaran-besaran seperti: output atau harga diri produk tertentu, jumlah tenaga kerja yang
diperusahaan atau rumahtangga atau keluarga tertentu, dan sebagainya. Sebaliknya, makroekonomi
merupakan cabang ilmu ekonomi yang menelaah prilaku dari perekonomian atau tingkat kegiatan
ekonomi secara keseluruhan , temasuk di dalamnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
perekonomian atau kegiatan agregat tersubut.

PEMBAHASAN
Makroekonomi adalah sangat penting bagi para pembuat kebijakan, karena beberapa alasan sebagai
berikut : (a). makroekonomi dapat membantu para pembbuat kebijakan (policy makers) untuk
menentukan apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu memecahkan resesi yang dihadapi auatu
perekonmian; (B) makroekonomi dapat pula membantu para pembuat kebijakan melaluai berbagai
pillihan kebijakn untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang; (C) makroekonomi dapat
membantu para pembuat kebijakan untuk mempertahankan inflasi tetap berada pada tingkat yang
rendah dan stabil tanpa menyebabkan perekonomian mengalami ketidakstabilan dalam jangka pendek;
dan Akhirnya (d) makroekonomi dapat pula menjelaskan kepada kitabagaimana perubahan dalam suatu
kebijakan itu mempengaruhi jenis-jenis barang ynag dihasilkan di dalam perekonomian (Hall and Taylor,
1993 : 5)

Sebab-Sebab Muncul Dan Berkembangnya Makroekonomi


Analisis makroekonomi kini telah muncul dan berkembang sebagai salah satu cabang ilmu ekonomi yang
berdiri sendiri. Ada beberapa kejadian atau peristiwa yang mendorong muncul dan berkembangnya ilmu
atau analisis makroekonomi (Sachs and Larrain, 1993 : 11; 1987 : 3), yaitu:
1. Adanya usaha dari para ahli statistic ekonomi untuk mengumpulkan dan mensistimatisasi berbagai
data agregat kepentingan dalam rangka untuk menyediakan landasan ilmiah bagi kepentingan penelitian
makroekonomi.
2. Adanya usaha untuk melakukan identifitas yang lebih hati-hati menyangkut siklus bisnis sebagai suatu
fenomena yang selalu berulang.
3. Timbulnya depresi besar ekonomi (great depression) pada tahun 1929-1933, yang ditandai dengan
meningkatnya tingkaat pengangguran dari hanya 3,2 persen pada tahun 1929 menjadi 24,9 persen pada
tahun 1933.
4. Terbitnya karya monumental dari John Maynard Keynes yang berjudul The general theory of
employment, interenst and money (1936). Di dalam bukunya tersebut, Keynes menekankan perlunya
campur tangan pemerintah di dalm perekonomian, yang dilakukan melalui berbagai kebijakan
makroekonomi, terutama kebijakan fiscal sebagai salah satu cara untuk memecahkan masalah depresi
atau penganggurann yang meluas pada waktu ini.

Singkatnya, apa yang dikemukakan Keynes di dalam bukunya yang terkenal itu, dianggap sebagai suatu
yang baru di dalam pemikiran ekonomi dengan gagasannya yang baru dan sangat berbeda dengan
pandangan ahli-ahlli ekonomi sebelumnya.
Model Ekonomi
Secar a singakat, model adalah abstraksi dari realitas, atau teori yang di sederhanakan yang
menunjukkan hubungan diantara berbagai perubah ekonomi (economic variables). Perubah-perubah
ekonomi tersebut selanjutnya dibedakan ke dalam perubah endogen yaitu perubah yang akan dijelaskan
oleh sebuah model, dan peubah eksogen yaitu perubah yang nilainya ditentukan di luar model. Tujuan
dari sebuah model adalah menunjukkan bagaimana peubah eksogen mempengaruhi peubah endogen.
Dengan perkataan lain, peubah eksogen berasal dari luar model dan bertindak sebagai input model,
sedangkan peubah endogen ditentukan di dalam model dan merupakan output model (Mankiw, 2003).
Dalam teori ekonomi, hubungan antar peubah ekonomi dapat dibedakan sedikitnya ke dalam tiga
macam hubungan, yaitu hubungan identitas (identities) , hubungan fungsional (functional relationships),
dan hubungan yang menunjukkan kondisi keseimbangan(equilibrium condition) (Mayer, 1980).
Hubungan Identitas adalah hubungan diantara peubah yang sering digunakan untuk menjelaskan arti
dari satu peubah, yang dinyatakan dalam satu atau lebih peubah lainnya; atau hubungan yang per
definisi adalh demikian atau benar adanya (true by definition).
Hubungan fungsional adalah hubungan yang menjelaskan ketergantungan yang sitematis dari satu
peubah pada satu atau lebih peubah lainnya.
Hubungan yang menunjukkan kondisi keseimbangan adalah hubungan yang menunjukkan kepada suatu
keadaan keseimbangan diantara kekuatan-kekuatan yang berlawanan (opposing forses). Di dalam ilmu
ekonomi, keseimbangan secara umum menunjuk kepada suatau situasi dimana penawaran permintaan
berada dalam keadaan seimbang di dalam suatu pasar.

KESIMPULAN
Makroekonomi adalah sangat penting bagi para pembuat kebijakan, karena beberapa alasan sebagai
berikut :
Makroekonomi dapat membantu para pembbuat kebijakan (policy makers) untuk menentukan apa
saja yang dapat dilakukan untuk membantu memecahkan resesi yang dihadapi auatu perekonmian
Makroekonomi dapat pula membantu para pembuat kebijakan melaluai berbagai pillihan kebijakn
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Makroekonomi dapat membantu para pembuat kebijakan untuk mempertahankan inflasi tetap berada
pada tingkat yang rendah dan stabil tanpa menyebabkan perekonomian mengalami ketidakstabilan
dalam jangka pendek
Makroekonomi dapat pula menjelaskan kepada kitabagaimana perubahan dalam suatu kebijakan itu
mempengaruhi jenis-jenis barang ynag dihasilkan di dalam perekonomian
Sebab-sebab muncul dan berkembangnya makroekonomi
Analisis makroekonomi kini telah muncul dan berkembang sebagai salah satu cabang ilmu ekonomi yang
berdiri sendiri.
Peristiwa yang mendorong muncul dan berkembangnya ilmu atau analisis makroekonomi
Adanya usaha dari para ahli statistic ekonomi untuk mengumpulkan dan mensistimatisasi berbagai
data agregat kepentingan dalam rangka untuk menyediakan landasan ilmiah bagi kepentingan penelitian
makroekonomi.
Adanya usaha untuk melakukan identifitas yang lebih hati-hati menyangkut siklus bisnis sebagai suatu
fenomena yang selalu berulang.
Timbulnya depresi besar ekonomi (great depression) pada tahun 1929-1933, yang ditandai dengan
meningkatnya tingkaat pengangguran dari hanya 3,2 persen pada tahun 1929 menjadi 24,9 persen pada
tahun 1933.
Terbitnya karya monumental dari John Maynard Keynes yang berjudul The general theory of
employment, interenst and money (1936)

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam
wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk
nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di
negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa
memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri
atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan
PDB riil <!-(atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)--> mengoreksi angka PDB nominal
dengan memasukkan pengaruh dari harga.

PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:

PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)

Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor
usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar
negeri.

Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi:

PDB = sewa + upah + bunga + laba

Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga
kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.

Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka
yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit
dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
Suku Bunga Dasar Kredit

Suku Bunga Dasar Kredit

Data Posisi Akhir Januari 2015

Suku Bunga Dasar Kredit (%)

Nama Bank Kredit Kredit Kredit Kredit Konsumsi

Korporasi Ritel Mikro KPR Non KPR

PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO), Tbk 11.00 11.75 19.25 10.25 12.50

PT BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk 10.50 12.50 19.50 11.00 12.50

PT BANK CENTRAL ASIA, Tbk 10.50 11.75 - 10.50 9.71

PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO), Tbk 11.00 12.35 - 11.10 13.25

PT BANK CIMB NIAGA, Tbk 11.50 12.50 20.00 11.75 12.25

PT BANK PERMATA, Tbk 12.00 12.50 - 12.50 12.25

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), Tbk 10.85 12.25 18.75 11.50 12.00

PT PAN INDONESIA BANK, Tbk 11.85 12.31 21.01 12.31 12.31

PT BANK DANAMON INDONESIA, Tbk 12.30 13.25 21.01 12.25 17.50

PT BANK INTERNASIONAL INDONESIA, Tbk 11.00 12.00 18.30 11.75 11.50

THE BANK OF TOKYO MITSUBISHI UFJ LTD 6.55 - - - -

PT BANK OCBC NISP, Tbk 11.50 12.25 - 12.75 12.75

PT BANK UOB INDONESIA 12.89 14.69 - 12.57 -

THE HONGKONG AND SHANGHAI BANKING CORP 10.25 10.25 - 10.25 -

PT BANK BUKOPIN, Tbk 13.50 14.40 16.40 13.25 13.21

PT BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL, Tbk - 17.36 20.72 - 18.49

PT BPD JAWA BARAT DAN BANTEN, Tbk 8.87 10.83 19.72 9.80 10.34

PT BANK DBS INDONESIA 12.40 13.25 - - -

PT BANK SUMITOMO MITSUI INDONESIA 8.70 - - - -

CITIBANK NA 10.00 10.25 - - 11.50

PT BANK MEGA, Tbk 13.50 18.00 - 14.00 14.50


PT BANK MIZUHO INDONESIA 9.75 - - - -

PT BANK MAYAPADA INTERNATIONAL, Tbk 14.37 14.72 16.60 14.32 14.57

PT BPD JAWA TENGAH 8.20 8.62 8.18 7.98 12.95

PT. BPD JAWA TIMUR 7.91 9.91 11.30 8.68 9.45

PT ANZ PANIN BANK 10.00 11.05 - 12.17 13.17

PT BANK ICBC INDONESIA 12.25 11.50 - 10.50 12.50

PT BPD DKI 11.00 12.50 19.00 11.50 12.00

STANDARD CHARTERED BANK 10.15 - - 10.11 -

PT BANK EKONOMI RAHARJA, Tbk 11.25 12.25 - 12.25 -

PT BPD SUMATERA UTARA 10.90 13.78 18.69 12.84 16.83

BPD KALIMANTAN TIMUR 14.49 15.49 15.49 14.99 14.49

PT BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL, Tbk 13.45 13.45 15.18 13.45 13.45

THE BANGKOK BANK COMP. LTD 12.15 - - - -

PT BANK COMMONWEALTH 11.50 12.00 - 12.50 13.00

PT. BANK KESAWAN, Tbk 13.00 15.50 16.00 16.00 16.00

PT BANK HANA 9.00 9.75 10.25 9.50 10.50

PT BANK SINARMAS, Tbk 12.20 12.20 12.20 - 12.20

PT BPD SUMATERA BARAT 11.50 12.00 14.50 13.00 12.50

PT BPD RIAU DAN KEPULAUAN RIAU 12.50 12.61 19.04 13.05 13.18

PT BPD PAPUA 10.43 10.83 16.02 11.35 15.45

PT BPD BALI 10.61 12.23 11.32 12.12 13.50

PT BANK RABOBANK INTERNATIONAL INDONESIA 11.25 13.00 - 13.00 14.00

PT BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk 13.50 14.00 15.50 12.25 14.50

PT BANK ACEH 11.19 11.19 11.19 11.19 11.19

PT BPD SUMATERA SELATAN DAN BANGKA BELITUNG 11.00 12.00 15.00 12.25 12.00

PT BANK RESONA PERDANIA 8.90 - - - -

BANK OF CHINA LIMITED 6.40 6.40 6.40 - -

BPD KALIMANTAN BARAT 11.16 11.16 11.16 11.16 11.16

PT BANK CTBC INDONESIA (d/h PT Bank Chinatrust Ind 10.76 11.43 - 11.43 -
PT. BANK MUTIARA, Tbk. 13.50 14.00 22.50 13.50 14.50

PT BPD SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT 10.61 10.90 11.44 9.61 12.77

PT BPD SULAWESI UTARA 11.00 12.00 12.00 10.00 12.00

PT BPD KALIMANTAN SELATAN 8.19 8.69 8.69 10.69 11.19

DEUTSCHE BANK AG. 9.75 - - - -

PT BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906, Tbk 12.85 18.60 18.10 13.75 16.40

PT BANK WINDU KENTJANA INTERNATIONAL, Tbk 13.71 13.71 - 13.71 13.71

PT BANK NUSANTARA PARAHYANGAN,Tbk 12.59 13.38 10.63 10.86 10.72

PT BANK MESTIKA DHARMA 11.51 12.26 12.26 11.86 12.16

PT BANK PUNDI INDONESIA, Tbk - 14.35 20.53 - -

PT BANK ICB BUMIPUTERA, Tbk 11.31 11.68 13.52 11.28 11.27

PT BPD NUSA TENGGARA TIMUR 12.87 12.90 15.87 9.55 16.87

BPD YOGYAKARTA 7.83 8.19 7.90 7.57 9.23

PT BANK CAPITAL INDONESIA, Tbk 14.50 14.50 14.50 14.50 14.50

PT BANK AGRONIAGA, Tbk 13.95 13.95 - - -

PT BANK INDEX SELINDO 12.07 12.57 13.07 12.07 12.57

PT BANK WOORI INDONESIA 12.85 18.60 18.10 13.75 16.40

PT BPD NUSA TENGGARA BARAT 10.13 11.21 10.27 10.16 15.29

PT BANK BNP PARIBAS INDONESIA 11.88 - - - -

PT BPD JAMBI 9.70 9.61 9.70 9.52 11.18

PT BANK JASA JAKARTA 12.12 12.12 - 11.87 11.87

PT BANK BUMI ARTA, Tbk 12.23 12.60 17.47 11.94 16.98

PT BPD LAMPUNG 8.36 8.36 8.36 - 8.36

PT BANK OF INDIA INDONESIA, Tbk 13.98 13.98 13.98 13.98 13.98

PT BANK MASPION INDONESIA - 12.38 19.63 12.38 12.38

JP. MORGAN CHASE BANK, N.A. 8.12 - - - -

PT. BANK MALUKU 9.64 9.64 9.64 9.64 9.64

PT BPD KALTENG 10.89 8.64 17.94 9.99 12.26

PT BANK MAYORA 13.20 13.60 14.60 13.60 13.60


PT BPD BENGKULU 11.46 11.46 11.46 11.46 11.46

PT BPD SULAWESI TENGGARA 7.99 8.34 8.09 8.00 8.11

PT BANK SAHABAT SAMPOERNA 14.50 15.00 17.00 - 15.75

PT. BANK AGRIS 12.51 13.01 15.01 12.51 12.51

PT BANK NATIONALNOBU - 12.00 - 10.50 -

THE ROYAL BANK OF SCOTLAND N.V. 6.61 - - - -

PT. BPD SULAWESI TENGAH - 9.08 - - -

PT BANK YUDHA BHAKTI 15.30 16.30 18.30 17.05 17.05

PT BANK KESEJAHTERAAN EKONOMI 15.25 15.25 15.25 - 15.25

PT BANK SBI INDONESIA 12.50 13.50 - - -

BANK OF AMERICA, N.A 8.30 - - - -

PT PRIMA MASTER BANK 15.38 15.63 16.13 15.48 15.88

PT BANK MULTIARTA SENTOSA 12.00 12.25 - 12.00 12.25

PT BANK HARDA INTERNASIONAL 14.28 14.28 14.28 14.28 14.28

PT BANK INA PERDANA 13.64 13.64 15.64 13.64 15.14

PT BANK ANTARDAERAH 13.60 14.10 15.35 - -

PT BANK GANESHA 12.25 13.00 15.00 12.50 13.00

PT BANK SINAR HARAPAN BALI - 14.12 22.34 - -

PT BANK MITRANIAGA 14.70 14.70 14.70 14.70 14.70

PT BANK DINAR INDONESIA 12.65 12.65 12.65 12.65 12.65

PT CENTRATAMA NASIONAL BANK 14.29 15.29 16.79 14.29 16.79

PT BANK FAMA INTERNASIONAL 13.90 13.90 14.90 13.90 13.90

PT BANK ARTOS INDONESIA 14.91 14.91 14.91 14.91 14.91

PT BANK METRO EXPRESS 11.74 11.84 12.24 11.84 12.24

PT BANK ROYAL INDONESIA 11.75 11.75 - 11.75 11.75

PT BANK BISNIS INTERNASIONAL - 13.30 - 11.94 13.15

PT BANK ANDARA 13.39 - - - -

PT ANGLOMAS INTERNASIONAL BANK 11.00 12.50 16.50 12.50 13.00

http://www.bi.go.id/id/perbankan/suku-bunga-dasar/Default.aspx
Daftar Suku Bunga Kredit yang Wajib Diumumkan
Jenis kredit yakni Kredit Korporasi, Kredit Retail dan Kredit Konsumsi (KPR dan non KPR).

Kamis, 30 Desember 2010 | 19:00 WIB

Oleh : Nur Farida Ahniar

komposisi kredit nasional (bi.go.id)

VIVAnews- Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku bunga dasar kredit
(SBDK) secara luas ke masyarakat mulai 31 Maret 2011. Kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan
transparansi mengenai produk perbankan.

Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong
kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik.
Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing
field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat. Ada transparansi itu maka manfaat, biaya dan
risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan
keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah.

Bunga apa yang harus diumumkan?

SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan dasar bagi
bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank.
SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK),
biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan margin keuntungan (profit
margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.

SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir berdasarkan hasil perhitungan
komponen SBDK untuk 3 (tiga) jenis kredit yakni Kredit Korporasi, Kredit Retail dan Kredit Konsumsi (KPR
dan non KPR). Kredit konsumsi Non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit
tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh
internal setiap bank.

SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank
terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan
kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.

Publikasi informasi SBDK ini dilakukan melalui papan pengumuman di setiap kantor bank, halaman
utama website bank bagi yang memiliki, surat kabar yang dilakukan bersamaan pada pengumuman
laporan keuangan setiap triwulan. Informasi SBDK yang dipublikasikan adalah suku bunga yang berlaku
saat dipublikasikan, jika terdapat perubahan maka wajib dipublikasikan melalui papan pengumuman di
setiap kantor bank dan website. - Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku
bunga dasar kredit (SBDK) secara luas ke masyarakat mulai 31 Maret 2011. Kebijakan itu dilakukan untuk
meningkatkan transparansi mengenai produk perbankan.

Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong
kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik.
Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing
field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat. Ada transparansi itu maka manfaat, biaya dan
risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan
keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah.

Bunga apa yang harus diumumkan?

SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan dasar bagi
bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank.

SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK),
biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan margin keuntungan (profit
margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.

SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir berdasarkan hasil perhitungan
komponen SBDK untuk 3 (tiga) jenis kredit yakni Kredit Korporasi, Kredit Retail dan Kredit Konsumsi (KPR
dan non KPR). Kredit konsumsi Non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit
tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh
internal setiap bank.

SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank
terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan
kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.

Publikasi informasi SBDK ini dilakukan melalui papan pengumuman di setiap kantor bank, halaman
utama website bank bagi yang memiliki, surat kabar yang dilakukan bersamaan pada pengumuman
laporan keuangan setiap triwulan. Informasi SBDK yang dipublikasikan adalah suku bunga yang berlaku
saat dipublikasikan, jika terdapat perubahan maka wajib dipublikasikan melalui papan pengumuman di
setiap kantor bank dan website.

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/196683-mana-suku-bunga-kredit-yang-wajib-diumumkan-

Pengertian

Suku bunga dasar kredit merupakan suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi
bank dalam menentukan suku bunga kredit yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata
harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses
pemberian kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas perkreditan.

Harga pokok dana merupakan rata-rata biaya dana simpanan ditambah giro wajib minimum
(GWM) tanpa bunga milik bank yang disimpan di BI.

http://www.kredit-online.co.id/kredit-itu-apa/suku-bunga-dasar-kredit-apa-itu/

1. Yang dimaksud dengan SBDK adalah sebagaimana yang terdapat di dalam SE


No.15/1/DPNP tanggal 15 Januari 2013 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga
Dasar Kredit (SBDK). Sesuai SE tersebut definisi Kredit Korporasi, Kredit Ritel dan
Kredit Konsumsi adalah definisi yang digunakan oleh internal bank. Dalam hal ini,
Kredit Konsumsi Non KPR tidak termasuk Kartu Kredit dan Kredit Tanpa Agunan
(KTA). Sedangkan penggolongan Kredit Mikro berpedoman pada definisi usaha mikro
sebagaimana dimaksud dalam UU tentang UMKM. Data SBDK yang dipublikasikan ini
berasal dari bank umum konvensional.
2. Informasi SBDK yang dipublikasikan didasarkan atas laporan yang disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia untuk posisi akhir bulan laporan. Informasi SBDK tersebut
dapat saja berbeda dengan yang dipublikasikan pada papan pengumuman di setiap kantor
Bank, website Bank dan/atau surat kabar antara lain karena menggunakan posisi data
yang berbeda. Konfirmasi atas kebenaran data dan/atau keterkinian data langsung
ditujukan kepada Bank yang bersangkutan.
3. Informasi SBDK tersebut bukan merupakan hasil analisa dan/atau bukan mencerminkan
pandangan Bank Indonesia.
4. Penggunaan dan/atau pengambilan tindakan yang didasarkan atas informasi SBDK pada
tabel diatas sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari pengguna. Bank Indonesia tidak
bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari penggunaan informasi tersebut.
5. SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari
penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur/kelompok debitur. Dengan
demikian, besarnya suku bunga kredit yang diberikan kepada debitur belum tentu sama
dengan SBDK.

http://www.ojk.go.id/sukubunga-dasar-kredit

Suku Bunga Dasar Kredit

(Prime Lending Rate)


PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Tanggal 31 Maret 2015


(% per tahun)

Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate)

Berdasarkan Segmen Bisnis

Kredit Kredit Kredit Kredit Konsumsi


Korporasi Ritel Mikro KPR Non-KPR

Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending


10.50% 12.25% 19.25% 11.00% 12.50%
Rate)

Keterangan

1. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Rupiah adalah suku bunga dasar yang digunakan oleh Bank
sebagai acuan dalam penentuan suku bunga kredit Rupiah kepada debitur.
2. SBDK belum memperhitungkan Risiko Kredit yang ditanggung Bank. Besarnya Risiko Kredit
setiap debitur berbeda tergantung pada penilaian Bank atas Profil Risiko debitur dengan
mempertimbangkan kondisi keuangan debitur, prospek pelunasan kredit, prospek sektor
industri debitur dan jangka waktu kredit. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang
dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
3. SBDK per Segmen Bisnis :
o SBDK segmen Kredit Korporasi merupakan SBDK untuk debitur segmen Kredit Corporate
& Kredit Commercial
o SBDK segmen Kredit Ritel merupakan SBDK untuk debitur segmen Kredit Ritel
o SBDK segmen Kredit Mikro merupakan SBDK untuk debitur segmen Kredit Mikro
o SBDK segmen Kredit Konsumsi KPR merupakan SBDK untuk debitur Kredit Pemilikan
Rumah (KPR)
o SBDK segmen Kredit Konsumsi Non KPR merupakan SBDK untuk debitur Kredit Non KPR
tidak termasuk Kredit Tanpa Agunan dan Kartu Kredit
4. Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada publikasi di setiap Kantor Cabang
Bank Mandiri dan dapat dilihat pada website Bank Mandiri(www.bankmandiri.co.id)
5. Untuk informasi dan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Mandiri Call 14000 atau Kantor
Cabang terdekat

http://www.bankmandiri.co.id/resource/sbdk.asp

Nyari Utang ke Bank Musti Kenalan Dulu Sama Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK)
Selasa, 17 Februari 2015

gitamaya

Kredit Multiguna
Uncategorized

Sudah lumrah kalau orang cari bantuan kredit ke bank untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup. Tak heran jumlah pengguna fasilitas pinjaman seperti kredit rumah, kendaraan, kredit
usaha, dan lain sebagainya, terus membengkak.

Di sisi lain, kredit merupakan produk utama perbankan. Bisa disebut, kredit adalah jualan bank
untuk memutar dana yang dimilikinya.

Meski begitu, mendapatkan kredit yang tepat bisa diibaratkan memilih jodoh. Tak semua produk
kredit itu cocok. Misalnya, cocok dari segi peruntukannya, sampai besaran bunga.

Sama seperti mencari jodoh, menghimpun informasi sebanyak-banyaknya tentang kredit adalah
hal yang mutlak. Upaya ini dimaksudkan agar nasabah dapat memutuskan untuk mengambil
kredit yang tepat. Baik dari bank yang tepat, maupun penggunaan untuk kebutuhan yang tepat.

Salah satu informasi yang penting itu adalah besaran bunga. Untungnya, Bank Indonesia (BI)
sudah menerbitkan aturan tentang kebijakan transparansi karakteristik perbankan.

Dalam hal ini, yakni Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate). Aturan itu tertuang dalam
Surat Edaran Nomor 13/5/ DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi Informasi Bunga
Dasar Kredit (SBDK).

Tugas utama Bank Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas
sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran).

Aturan yang berlaku sejak tahun 2011 itu mewajibkan bank mengirimkan SBDK ke BI seacra
berkala. Berikutnya, BI akan mempublikasikannya ke khalayak luas. Di samping itu, bank juga
diwajibkan mengumumkan secara mandiri lewat papan pengumuman, situs resmi, maupun media
massa.

Apa itu SBDK? SBDK adalah suku bunga dasar paling rendah di mana bank belum menghitung
premi resiko dari kredit tersebut.

Dengan begitu suku bunga kredit bank pastinya lebih tinggi dari SBDK karena sudah
dimasukkan komponen premi risiko. Meski begitu, besaran SBDK bisa menjadi acuan awal saat
memilih kredit di bank.

Tujuan kebijakan transparansi SBDK itu antara lain:

1. Meningkatkan transparansi mengenai karakteristik produk perbankan, termasuk manfaat, biaya,


dan risikonya untuk memberikan kejelasan kepada nasabah.
2. Meningkatkan good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik terkait
dengan pelayanan kepada publik.
3. Mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar
yang lebih jitu.

Sementara ini, BI baru mewajibkan SBDK untuk kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit
konsumsi (KPR dan non-KPR). Sedangkan SBDK untuk kartu kredit dan Kredit Tanpa Agunan
(KTA) belum diwajibkan.

SBDK dan Kredit konsumsi

Kredit konsumsi terbagi menjadi Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.

Tujuan utama SBDK adalah menekan bank sesuka hati menaikkan suku bunga kredit. Hal itu
bisa dimungkinkan di mana bank bisa saja menyetel suku bunga tinggi.

Bisa saja bank melakukan itu lantaran getol menghimpun dana pihak ketiga (DPK), dalam hal ini
deposito. Sederhananya, kalau bank mengimingi bunga deposito tinggi maka secara langsung
sumber dana untuk bayar bunga itu diambil dari keuntungan pencairan kredit.

Kalau ini yang terjadi maka bunga produk bank macam KPR, KTA, dan kredit kendaraan
bermotor bakal terkerek. Kenaikan suku bunga ini jelas membuat nasabah bakal tergenjet karena
cicilan ikutan melangit. [Baca: Apa Yang Musti Dicermati Sebelum Mengambil KPR]

Kondisi ini wajib dicermati. Bagaimana pun mengambil kredit dalam situasi tersebut
mengharuskan kita menghitung kembali kemampuan membayar angsuran setiap bulan yang
bakal lebih tinggi.

Wiraswasta yang pantas dipinjami kredit bank


SBDK memang penting sebagai patokan untuk mendapatkan produk kredit yang termurah.
Cuma berkaca dulu kalau berniat pinjam ke bank, jadilah seseorang yang layak dipinjami. Bank
pastinya akan menilai kelayakan yang bersangkutan untuk dikucurkan kredit.

Umumnya, bank akan membagi tiga kriteria peminjam, yakni karyawan,wiraswasta


(entrepreneur), dan profesional. Kali ini yang dibahas adalah kriteria wiraswasta.

Yang pasti, persyaratan ajukan pinjaman ke bank bagi yang berstatus wiraswasta berbeda
dengan karyawan. Sumber penghasilan dari karyawan adalah gaji bulanan yang cenderung tetap.
Sedangkan, pendapatan wiraswasta sangat tergantung dengan kondisi bisnisnya.

Yang butuh berutang lah yang musti aktif mencari cara mendapat dananya. Salah satunya adalah
mengikuti prosedur bank dengan benar.

Maka itu, bank akan melihat catatan pendapatan wiraswasta itu dari dokumen TDP (Tanda
Daftar Perusahaan), SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak).

Dari dokumen tersebut, bank dapat melakukan berbagai penilaian. Misalnya, karakter si debitur,
dana yang dimiliki saat ini, pengaruh kondisi ekonomi terhadap penghasilan kreditur, dan masih
banyak lagi.

Penilaian itu merupakan bagian penting dari analisa kelayakan kredit yang akan diberikan
kepada si debitur. Maka itu, bank akan melihat catatan pendapatan wiraswasta dari dokumen
TDP (Tanda Daftar Perusahaan), SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak).

Selain hal-hal di atas, ada beberapa indikator lain yang membuat bank dinilai bagus di mata
bank:

1. Sering mendapat penawaran produk perbankan seperti KTA, KPR, kredit kepemilikan kendaraan,
maupun asuransi.
2. Personel bank mengenal dengan baik Anda. Hal ini bisa dilihat dari perlakuan khusus saat
mampir ke bank.
3. Bila punya kartu kredit, maka akan lebih mudah karena itu bisa menjadi pertimbangan bank.

Pada hakekatnya, mengajukan kredit ke bank sama saja membina kerjasama dengan bank yang
sifatnya jangka panjang. Meski masa angsuran sudah selesai bukan berarti hubungan kerjasama
itu terputus. Biasanya bank akan memberi penawaran yang lebih menguntungkan jika seseorang
memiliki rekam jejak yang baik dalam kredit.

https://blog.duitpintar.com/nyari-utang-ke-bank-musti-kenalan-dulu-sama-suku-bunga-dasar-
kredit-sbdk
Sejarah Krisis Ekonomi Amerika

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dengan para
kreditornya yaitu Rusia, Jepang, dan China, terkait utang sebesar US$ 14.3 trilyun yang sebagian
diantaranya jatuh tempo pada 2 Agustus 2011. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, AS tidak
membayar utang yang jatuh tempo tersebut menggunakan uang tunai, melainkan menggunakan
utang lagi, yaitu sebesar US$ 2.1 trilyun.

Utang baru sebesar US$ 2.1 trilyun tersebut akan jatuh dalam 10 tahun ke depan, dan akan
dibayar menggunakan uang sebesar US$ 2.4 trilyun yang diperoleh dari penghematan anggaran
belanja negara. Dengan asumsi bahwa AS mampu menghemat pengeluaran, maka utang tersebut
akan lunas sepuluh tahun mendatang. Namun kalau belajar dari pengalaman, biasanya nantinya
utang tersebut akan diperpanjang lagi, entah sampai kapan. Jika utang tersebut kita ibaratkan
sebagai bom waktu, maka bom tersebut tidak pernah dijinakkan, melainkan hanya ditunda waktu
meledaknya.

Pertanyaannya, apakah di masa lalu bom seperti itu pernah meledak? Dan ketika itu terjadi, apa
yang terjadi selanjutnya?

Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya
kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS
pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun
akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran. Oke,
mari kita runut sejarahnya.

Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai Panic of 1819. Krisis
tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru
negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang,
didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman
kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha,
dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa
Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan
perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari
menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para
pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi
utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami
krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak
dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.

Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam
mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS
(New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang
tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari
penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa
transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan
kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang
sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak
bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke
barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per
satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis
tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life
Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar
untuk ukuran saat itu.

Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan Great Depression.
Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar
modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung
krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang
Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan
menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.

Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami
bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street
terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard &
Poors sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat
tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar
kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling.
Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka
langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga
Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun
hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah
dibanding posisi sebelum krisis.

Unjuk Rasa Menuntut Pekerjaan pada Masa Great Depression di Amerika. Sumber: us-
history.com

Setelah Great Depression, hingga saat ini AS belum pernah mengalami krisis besar lagi. Dow
memang sempat beberapa kali mengalami koreksi besar, termasuk pada tahun 2008 lalu, yang
biasanya juga disebabkan oleh bubble. Namun koreksi-koreksi tersebut tidak pernah sampai
separah koreksi yang terjadi pada tahun 1930. Sayangnya seolah tidak mau belajar dari
pengalaman, AS kemudian berhutang lagi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir utang tersebut
terus saja meningkat. Pada tahun 2005 lalu, utang AS hanya US$ 7.9 trilyun, sebelum
kemudian menjadi US$ 14.3 trilyun pada saat ini.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan
2008, penyebabnya juga utang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata
uang US$ mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba
membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Beberapa orang
mengatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja
mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada
International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu
membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap US$.

Sementara pada tahun 2008, yang punya utang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit
perumahan, bukan Indonesia. Sedangkan kondisi ekonomi Indonesia ketika itu relatif baik-baik
saja. Makanya krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tidak separah krisis yang terjadi
pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG hanya turun hingga setengahnya, sebelum kemudian
menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini.

Dari rentetan kejadian diatas, maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:

1. Krisis ekonomi biasanya diawali dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat, yang bahkan
terkadang diiringi dengan euforia. Padahal pertumbuhan tersebut tidak ditopang oleh sektor riil
dan makro fundamental. Jarang terjadi sebuah krisis tanpa diawali oleh kondisi finansial yang
super-kondusif terlebih dahulu.

2. Ekspektasi alias harapan yang berlebihan akan pendapatan yang besar di masa depan, hanya
akan berakhir pada kejatuhan. Ketika bank meminjamkan uang ke para perusahaan kereta api,
para bank ini berpikir bahwa perusahaan kereta api tersebut akan terus saja mencetak laba setiap
tahunnya. Mereka kurang mempertimbangkan resiko-resiko tertentu yang bisa saja meyebabkan
perusahaan kereta api tersebut bangkrut. So, be reasonable!

3. Sejarah membuktikan bahwa utang adalah biang kerok dari krisis. Memang, mengambil utang
ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya adalah baik, jika diiringi dengan pertimbangan yang
matang. Namun diluar itu, maka utang yang anda pegang justru akan menjadi bom waktu.

4. Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir
dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.

5. Meski demikian, koreksi tersebut akan berhenti ketika harga-harga saham sudah kembali
murah, sehingga itulah saatnya untuk belanja saham kembali, karena pada dasarnya indeks
saham akan terus naik dari waktu ke waktu. Ketika terjadi Great Depression, Dow Jones berada
di posisi 41. Sementara ketika artikel ini ditulis, Dow sudah berada di posisi 12,132, atau telah
menguat sekitar 300 kali lipat dalam waktu 80 tahun. Kecuali dunia kiamat pada 2012 nanti,
rasa-rasanya tidak mungkin Dow bisa anjlok ke posisi 41 kembali.

Balik lagi ke masalah utang AS. Kira-kira apa yang akan terjadi pada perekonomian dunia
seandainya AS benar-benar mengalami default? Jawabannya tentu saja akan terjadi krisis, dan
harga-harga saham di seluruh dunia akan jatuh. Dan sayangnya, kita tidak akan bisa
menghindarinya seandainya itu terjadi. Namun seperti yang sudah disebutkan diatas, yang
namanya krisis tidak akan terjadi selamanya, dan hanya soal waktu saja sebelum keadaan
menjadi normal kembali. Kabar baiknya kalau berdasarkan sejarah, krisis seperti itu jarang
terjadi. Paling sering hanya setiap 10 tahun sekali. Mengingat Mr. Obama berhasil menunda
waktu ledakan dari 'bom' yang dia pegang hingga 10 tahun ke depan, maka untuk saat ini
bolehlah kita bersantai sejenak, kecuali jika nanti ada perkembangan baru soal utang Amerika
ini.

Tapi jika anda ingin investasi anda benar-benar aman, maka dengarkanlah nasihat Warren
Buffett: Janganlah anda sekali-kali berhutang untuk berinvestasi. Gunakan saja dana yang ada,
itupun jangan gunakan seluruhnya.
http://www.teguhhidayat.com/2011/08/sejarah-krisis-ekonomi-amerika.html

DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL 2007 TERHADAP


PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN: Lesson Learned dan
Tantangan Kedepan

Penyebab dan Dampak Krisis Keuangan Global


Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat bermula dari krisis kredit
perumahan di Amerika Serikat. Amerika Serikat pada tahun 1925 telah menetapkan
undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan tersebut berkaitan
dengan sektor properti, termasuk kredit kepemilikan rumah yang memberikan
kemudahan bagi para kreditur.
Kemudahan pemberian kredit tersebut juga terjadi pada saat harga properti di
AS sedang mengalami kenaikan. Hal ini juga diikuti dengan spekulasi di sektor ini yang
meningkat. Permasalahan muncul ketika banyak lembaga keuangan pemberi kredit
properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada masyarakat yang sebenarnya
secara finansial tidak layak memperoleh kredit yaitu kepada masyarakat yang tidak
memiliki kemampuan ekonomi untuk memenuhi kredit yang mereka lakukan.
Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime
mortgage). Kredit macet di sektor properti tersebut mengakibatkan efek domino yang
mengarah pada bangkrutnya beberapa lembaga keuangan di Amerika Serikat. Hal ini
dikarenakan lembaga pembiayaan sektor properti umumnya meminjam dana jangka
pendek dari pihak lain yang umumnya adalah lembaga keuangan. Jaminan yang
diberikan perusahaan pembiayaan kredit properti adalah surat utang (subprime
mortgage securities) yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di
berbagai negara. Padahal, surat utang tersebut tidak ditopang dengan jaminan debitor
yang memiliki kemampuan membayar kredit perumahan yang baik (Bappenas,
2009)[1].
Dengan adanya tunggakan kredit properti, perusahaan pembiayaan tidak bisa
memenuhi kewajibannya kepada lembaga-lembaga keuangan, baik bank investasi
maupun aset management. Hal tersebut mempengaruhi likuiditas pasar modal maupun
sistem perbankan. Kondisi tersebut mengarah kepada terjadinya pengeringan likuiditas
lembaga- lembaga keuangan akibat tidak memiliki dana aktiva untuk membayar
kewajiban yang ada. Ketidakmampuan membayar kewajiban tersebut membuat
lembaga keuangan yang memberikan pinjaman terancam kebangkrutan. Kondisi yang
dihadapi lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat mempengaruhi likuiditas
lembaga keuangan yang lain, baik yang berada di Amerika Serikat maupun di luar
Amerika Serikat terutama lembaga yang menginvestasikan uangnya melalui instrumen
lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Disinilah krisis keuangan global bermula.
Terjadinya krisis bermula dari kasus subprime mortgage yang terjadi di AS.
Subrime mortagage merupakan instrumen kredit untuk sektor properti. AS sudah sejak
lama memiliki perundang-undangan yang mengatur tentang mortgage. Undang-undang
mortgage ini berisikan tentang peraturan yang berkaitan dengan sektor properti,
termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS jika memenuhi persyaratan
tertentubisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti, seperti KPR.
Namun, kemudahan pemberian kredit dan kegairahan pasar properti di AS,
menyebakan spekulasi di sektor ini terus meningkat (Depkominfo, 2008)[2].
Kesalahan terbesarnya adalah pemberian subprime mortgage lebih banyak
kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan bantuan kredit
perumahan. Dikatakan tidak layak karena penduduk tersebut tidak memiliki
kemampuan ekonomi untuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pinjam. Hal
ini memicu terjadinya kredit macet di sektor properti. Kemudian kredit macet di sektor ini
menyebabkan kolapsnya perusahaan-perusahaan pembiayaan besar di AS. Kolapsnya
perusahaan pembiayaan ini juga mempengaruhi lembaga keuangan di AS. Karena
perusahaan pembiayaan pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak
lain, termasuk lembaga keuangan. Selain itu, dampak kolapsnya lembaga keuangan di
AS juga mempengaruhi lembaga investasi dan investor di berbagai penjuru dunia.
Karena surat utang perusahaan pembiayaan kredit properti juga dijual kepada lembaga
keuangan dan investor asing. Padahal surat utang tersebut ditopang oleh debitor yang
kemampuan membayarnya rapuh.
Selain itu, berbeda dari krisis Asia sebelumnya di mana pertumbuhan ekonomi
yang sehat di negara maju membantu mendukung pemulihan Asia. Namun kali ini,
Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa - negara-negara G3 - masuk ke dalam resesi yang
parah dan menyebabkan kepercayaan bisnis serta konsumsi mereka, di mana kawasan
ASEAN telah lama bergantung, mengalami penurunan. Untuk alasan ini, krisis yang
terjadi telah memukul negara-negara ASEAN yang pertumbuhan ekonominya sangat
tergantung pada ekspor. Akibatnya pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara mengalami
penurunan, hanya 4,3 persen di tahun 2008, dibandingkan dengan 6,4 persen pada
tahun 2007 (ADB, 2009)[3].
Seiring datangnya resesi yang menyebabkan menurunnya permintaan impor di
negara maju, pertumbuhan ekspor di Asia Tenggara, Timur dan Asia Selatan merosot.
Pertumbuhan ekspor ini turun sekitar 30 persen di Asia Timur dan Asia Tenggara dan
10 persen di Asia Selatan. Ekspor barang elektronik yang merupakan komoditas ekspor
utama kawasan Asia Timur mengalami kemerosotan, hal ini memperparah melemahnya
kinerja ekspor di negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina dan Singapura.

Gambar 1. Pertumbuhan Ekspor Negara-Negara ASEAN

Sumber: Diolah Dari Bank Indonesia (2010)[4]


Pertumbuhan ekspor kuartalan (year-on-year) untuk Singapura mengalami
penurunan lebih dari 20 persen pada tiga kuartal pertama tahun 2008 dan kembali
menurun sebesar 14 persen pada kuartal keempat (ESCAP, 2009)[5]. Penyusutan
ekspor di Thailand juga mengalami hal yang sama, pertumbuhan ekspor jatuh dari rata-
rata lebih dari 20 persen pada tiga kuartal pertama tahun 2008 dan kembali mengalami
penurunan hampir 12 persen pada kuartal terakhir tahun 2009. Indonesia juga
menderita hal serupa karena ekspor mereka di pasar negara G-7 cukup besar. Komoditi
ekspor padat karya mereka seperti tekstil, mainan, dan alas kaki mengalami penurunan
permintaan, akibatnya tercatat penurunan ekspor yang cukup drastis di Indonesia
sebesar 13,1 persen. Begitu juga Malaysia dan Vietnam, pertumbuhan ekspor mereka
anjlok sebesar 15,7 persen dan 7,1 persen, namun penurunan ekspor paling besar
dialami oleh Filipina sebesar 22,2 persen (Lihat Gambar 1).
Krisis keuangan global yang datang secara tiba-tiba menyebabkan ekspor
manufaktur dari berbagai negara di Asia Tenggara mengalami penurunan sebesar dua
digit, yang pada gilirannya memperlambat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Hal
tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi kawasan ini memiliki ketergantungan
ekspor yang tinggi. Secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan PDB turun dari 6,5
persen di tahun 2007 menjadi 4,3 persen pada tahun 2008, bahkan diperkirakan dapat
turun lebih jauh lagi menjadi 1,5 persen pada tahun 2009. Ada prediksi bahwa resesi
global yang didorong oleh krisis keuangan akan berubah menjadi krisis industri bagi
negara-negara di kawasan, hal tersebut terjadi mengingat basis produksi mereka yang
terintegrasi dan keterkaitan pada rantai pasokan global, sehingga akan memperparah
pengangguran yang selanjutnya dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin (Lihat
Gambar 2).

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara ASEAN 2006-2009


Sumber: Diolah Dari Bank Indonesia (2010)[6]

Negara-negara yang paling banyak mengandalkan ekspor sektor manufaktur ke negara-negara


industri, seperti Kamboja, Filipina dan Singapura, merupakan yang paling terpengaruh oleh resesi
tersebut. Laju pertumbuhan Singapura mengalami penurunan terdalam, dari yang semula sebesar 7,7
persen di tahun 2007 menjadi 1,2 persen pada tahun 2008. Sebaliknya, Indonesia dan Republik
Demokratik Laos perlambatan pertumbuhan ekonominya tidak separah singapura. Di sisi lain, Malaysia
memperoleh keuntungan dari harga komoditas yang tinggi selama semester pertama tahun 2008 dan
berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan hanya sedikit di bawah tahun 2007.
Sebagai akibat dari lonjakan harga komoditas, terutama minyak bumi yang sempat mencapai US
$ 148 per barel, inflasi melonjak tajam di perekonomian Asia Tenggara pada tahun 2008. Inflasi melonjak
lebih dari dua kali lipat di semua negara di kawasan ini kecuali Indonesia dan Laos. Peningkatan inflasi
terbesar terjadi di Vietnam, Filipina, dan Singapura, di mana tingkat inflasi melonjak lebih dari tiga kali
lipat antara 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 23 persen, 9,5 persen dan 6,4 persen. Memasuki
triwulan IV 2008 lonjakan tingkat inflasi di kawasan mulai berkurang. Di tahun 2009 tingkat inflasi negara-
negara di kawasan telah stabil pada tingkat yang rendah dan bahkan di Malaysia Thailand mengalami
deflasi (Lihat Gambar 3).
Gambar 3. Tingkat Inflasi di Negara-Negara ASEAN
Sumber: ASEAN Economic Bulletin 2010[7]

Kawasan ASEAN juga mengalami penurunan yang signifikan jumlah investasi asing (FDI) dan
aliran portofolio modal. Bahkan pada tahun 2008 net flow atau total aliran modal di kawasan ASEAN
menjadi negatif. Hal Ini menjadi masalah serius bagi negara-negara yang bergantung pada pinjaman
eksternal untuk membantu membiayai defisit anggaran mereka, seperti Filipina, Indonesia, Vietnam dan
negara-negara anggota ASEAN di Sub-kawasan Greater Mekong.
Mata uang di beberapa negara kawasan juga terdepresiasi terhadap Dolar AS karena neraca
pembayaran mereka pada umumnya memburuk. Terkikisnya ekspor, menurunnya pengiriman uang oleh
TKI, dan arus keluar portofolio investasi merupakan penyebab utama terdepresiasinya mata uang
kawasan. Depresiasi mata uang ini berpotensi memberikan keuntungan yang terbatas bagi negara
pengekspor komoditas di mana saat itu harga komoditas sedang melemah. Akan tetapi pada prinsipnya,
keuntungan dari depresiasi mata uang bila diikuti juga oleh permintaan global yang melemah akan
menetralkan keuntungan potensial yang mungkin akan didapatkan.

Langkah-langkah Yang Telah Diambil


Di sebagian besar negara-negara ASEAN, langkah pertama dalam menghadapi krisis adalah
melindungi perbankan dan sistem keuangan, meskipun kecepatan dan intensitas intervensinya bervariasi
(ADB, 2009)[1]. Pemerintah meningkatkan batasan dana simpanan yang diasuransikan dan dijamin
dengan menerbitkan blanket guarantee. Hal tersebut membantu mengurangi kepanikan nasabah dan
mengurangi potensi bank run di tengah ketidakpastian global dan kegagalan bank-bank investasi utama
di AS. Dengan memperkuat mekanisme kerjasama di negara berkembang di Asia Timur, seperti Chiang
Mai Initiative for Multilateralization (CMIM), yang melibatkan Cina, Jepang, dan Korea Selatan diharapkan
dapat membantu menopang kepercayaan publik terhadap keamanan dana di kawasan itu.
Beberapa bank sentral di kawasan ini telah menurunkan tingkat suku bunga dan rasio cadangan
minimum agar likuiditas di pasar keuangan tidak mengering. Bank sentral juga meningkatan jumlah swap
valuta asing sebagai bantalan terhadap terdepresiasinya mata uang domestik. Pemerintah di negara-
negara ASEAN dan juga bank sentralnya telah bergerak cepat untuk memperbesar permintaan domestik
sehingga diharapkan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja, akan tetapi intensitas kebijakannya
bervariasi dari satu negara ke negara lain tergantung pada ruang fiskal yang ada. Meskipun demikian
hampir semua negara telah mengambil sebagian dari langkah-langkah ini. Fokusnya ditempatkan pada
kebijakan makroekonomi ekspansif, termasuk pengucuran stimulus fiskal, pelonggaran moneter dengan
memotong tingkat suku bunga acuan, mempermudah akses terhadap kredit termasuk pembiayaan
perdagangan, dan langkah-langkah untuk mendukung sektor swasta, terutama empowerment terhadap
usaha kecil dan menengah (UKM) yang dilakukan oleh masing-masing negara anggota ASEAN untuk
merangsang permintaan domestik.
Belanja publik, terutama untuk infrastruktur, merupakan sebagian besar bentuk paket stimulus
yang akan dijalankan di sebagian besar negara ASEAN. Singapura dan Malaysia menggelontorkan
stimulus fiskal hampir 10 persen dari GDP. Pemotongan pajak, terutama pajak penghasilan badan,
memainkan peranan besar dalam paket stimulus yang hanya dijalankan oleh segelintir negara-negara
anggota ASEAN, termasuk Indonesia dan Filipina.
Sebagian besar negara-negara ASEAN telah mengumumkan paket stimulus fiskal untuk
mendongkrak permintaan domestik. Hal ini dilakukan untuk menghentikan kemerosotan pertumbuhan
ekonomi akibat turunnya nilai ekspor yang tajam pada akhir tahun 2008. Sebagian besar paket stimulus
yang ada relatif kecil jumlahnya. Contohnya Malaysia, Thailand, Vietnam dan Indonesia, dengan masing-
masing, 1 persen, 1,2 persen, 1,3 persen, dan 1,4 persen dari PDB. Pengecualian adalah Filipina (4,6
persen dari PDB) dan Singapura (11,5 persen dari PDB).
Selain itu di tingkat regional, ASEAN+3 berfokus di masalah fiskal dan finansial. Pada 3 Februari
2009 menteri keuangan ASEAN memutuskan untuk mempercepat dari Chiang Mai Initiative for
Multilateralization dan memperluas komitmen pooling fund mereka menjadi US $ 120 milyar dari
sebelumnya sebesar US $ 80 miliar. Para menteri juga berkomitmen kuat mendorong terbentuknya
Independence Surveillance Unit (ISU) di kawasan untuk memantau kondisi ekonomi di kawasan dan
untuk mengambil tindakan pre-emptive bila diperlukan. Setelah mekanisme pengawasan fungsional ini
berjalan penuh, porsi dana CMIM akan dilepaskan dari pengawasan oleh Dana Moneter Internasional
(IMF) sehingga dapat meningkat secara signifikan di atas batas yang ada saat ini sebesar 20 persen
(ADB, 2009)[2].

Lesson Learned dari Krisis Keuangan Global 2007


Banyak penelitian yang menunjukan bahwa sejak tahun 1980-an strategi pertumbuhan yang
mengandalkan ekspor atau lebih sering dikenal dengan nama export-led growth telah memberikan
banyak manfaat bagi perekonomian kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dalam bentuk pertumbuhan
ekonomi yang mantap, pemberantasan kemiskinan yang lebih cepat, pesatnya produktifitas
pertumbuhan, meningkatnya pendapatan per kapita, dan industrialisasi yang outward-looking.
Krisis keuangan global yang terjadi saat ini telah memberikan sebuah gambaran jelas bahwa
model pertumbuhan Asia Tenggara yang sangat bergantung pada permintaan eksternal dan surplus
transaksi berjalan (current account) sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi menimbulkan bahaya
tersendiri. Ada beberapa pernyataan yang menyebutkan bahwa export-oriented growth strategies
memberikan sejumlah kekurangan seperti kurangnya konsumsi dan investasi domestik, ketidakefisienan
alokasi sumberdaya, dan rentan terserang goncangan dari luar. Semakin besar suatu negara bergantung
dengan ekspor, semakin besar pula persentase penurunan PDB-nya saat terjadi krisis keuangan global.
Contohnya adalah Singapura yang share ekspor terhadap PDB nya mencapai 180 persen mengalami
penurunan PDB sebesar 12,8 persen. Hal ini sangat bertolak belakang dengan Indonesia yang memiliki
share ekspor terhadap PDB sebesar 24 persen hanya mengalami penurunan PDB sebesar 2,7 persen
(Lihat Gambar 4).

Perekonomian Negara Asia Tenggara harus menyeimbangkan kembali (rebalance) model


pertumbuhan mereka dengan merestrukturisasi produksi domestik dan mendiversifikasi permintaan
sehingga perekonomian kawasan ini lebih kebal terhadap volatilitas di pasar global. Beberapa pilihan
kebijakan yang secara potensial dapat membantu kawasan ini mencapai pertumbuhan yang lebih
seimbang seperti mendorong konsumsi, merangsang investasi, memperkuat program jaring pengaman
sosial, mendorong kompetisi domestik, dan mengembangkan kerjasama dan integrasi regional.
Tantangan Kedepan
Tantangan yang muncul bagi ASEAN di kemudian hari tidak terlepas dari kondisi eksternal dan
internal. Dari sisi eksternal tantangan muncul dari ketidakpastian perekonomian global. Kondisi
makroekonomi Amerika Serikat yang tidak kunjung mengalami perbaikan dan justru memburuk
memasuki pertengahan agustus ini. Hal ini memberikan kekhawatiran akan pemulihan perekonomian
global dikarenakan AS merupakan perekonomian terbesar di dunia, terlebih lagi AS merupakan tujuan
ekspor utama bagi negara-negara ASEAN.
Merahnya rapor perekonomian AS juga ditunjukkan oleh turunnya pertumbuhan ekonomi kuartal
II 2010 menjadi 2,4 persen dari 2,7 persen pada kuartal sebelumnya. Tekanan yang cukup dalam terjadi
pada konsumsi rumah tangga yang pertumbuhannya terkoreksi tajam menjadi 1,6 persen dibandingkan
kuartal I 2010 yang tumbuh 3,0 persen. Begitu juga untuk negara-negara maju lainnya, IMF memprediksi
pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi negara-negara maju mengalami perlambatan sebesar 0,2
persen menjadi 2,4 persen dari sebelumnya sebesar 2,6 persen di tahun 2010. Perekonomian global
tahun 2010 ini diperkirakan akan tumbuh 4,6 persen, tetapi pada tahun 2011 IMF memperkirakan output
dunia akan turun menjadi 4,4 persen (Hendranata, Anton et al 2010)[4].
Sementara itu, di tengah kekhawatiran masih belum pulihnya perekonomian dunia,
perekonomian negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara mengalami recovery yang lebih cepat dari
kawasan lain di dunia. Bisa dikatakan kawasan ini sedang menikmati momentum pertumbuhan yang ada.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan ini diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 7,9 persen, naik dari
perkiraan semula sebesar 7,5 persen. Pertumbuhan kawasan Asia Timur yang cukup tinggi dipimpin oleh
China, pertumbuhan ini terutama didorong oleh tingginya ekspor, menguatnya permintaan domestik, dan
dampak positif dari program stimulus fiskal yang dijalankan pemerintah masing-masing negara.
Pada semester pertama tahun 2010, pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN-5 (Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) juga melebihi perkiraan semula, hal ini didorong oleh ekspor
yang tinggi, pertumbuhan industri yang pesat dan produktif, dan meningkatnya kepercayaan diri
konsumen. Pertumbuhan kawasan ini dipimpin oleh Singapura yang tumbuh sebesar 18,1 persen di
semester pertama tahun 2010. Momentum pertumbuhan inilah yang seharusnya dapat dimanfaatkan
oleh ASEAN agar dapat terus tumbuh dan bertahan ditengah-tengah ketidakpastian perekonomian
global.
Di tengah momentum pertumbuhan ekonomi kawasan, negara ASEAN masih dihadapkan pada
sejumlah tantangan dari dalam seperti (a) upaya mendorong permintaan domestik sebagai sumber
pertumbuhan; (b) implementasi Chiang Mai Initiatives for Multilateralization (CMIM) yang masih belum
berjalan; (c) potensi instabilitas aliran modal. Menyikapi hal tersebut, para Menteri Keuangan dalam
ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) ke-14 di Nha Trang, Vietnam, awal April 2010 berkomitmen
untuk menjaga momentum pertumbuhan dan mewujudkan sistem keuangan kawasan yang stabil, efisien
dan tangguh, serta secara efektif mewujudkan CMIM sebagai sarana untuk mengantisipasi terjadinya
krisis keuangan di kemudian hari.
Tantangan internal lain bagi ASEAN adalah respon kebijakan ASEAN terhadap krisis yang
sejauh ini masih terkesan individual dan hanya berfokus pada strategi nasional masing-masing negara
tanpa adanya tindakan yang terkoordinasi. Pendekatan Uni Eropa jelas menyatakan bahwa kebijakan
yang terkoordinasi bukan merupakan tugas yang mudah karena situasi di masing-masing negara tidaklah
sama. Meskipun demikian sudah saatnya bagi ASEAN untuk mengadopsi serangkaian tindakan
kerjasama yang terkoordinir agar dapat secara bersama-sama menanggulangi krisis keuangan global
dan resesi yang terjadi.
Kesimpulan
Krisis keuangan global yang bukan bersumber langsung dari dalam kawasan memberikan
pelajaran unik tersendiri bagi negara-negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara. Krisis ini menunjukan
bahwa strategi pertumbuhan yang sangat bertumpu pada ekspor mengakibatkan kerentanan tersendiri,
terutama saat permintaan eksternal anjlok seperti yang terjadi pada AS dan negara-negara Eropa
lainnya. Semakin besar negara Asia Tenggara bergantung pada ekspor, seperti Singapura contohnya,
maka saat ada kontraksi permintaan eksternal yang disebabkan oleh krisis di negara tujuan ekspor akan
menyebabkan resesi yang lebih dalam daripada negara yang kurang bergantung pada ekspor seperti
Indonesia. Untuk itu para pembuat kebijakan di Asia Tenggara dan Asia Timur seharusnya berfokus
kepada kebijakan yang dapat mendorong permintaan domestik untuk menyeimbangkan kembali struktur
pertumbuhan ekonomi negaranya.
Krisis ini menyiratkan pentingnya fungsi pengawasan dan surveillance terhadap sektor keuangan
dan perbankan yang pada umumnya paling dahulu ditemui gejala-gejala negatif, yang pada gilirannya
gejala-gejala tersebut dapat memicu timbulnya krisis. Dengan adanya pengawasan yang baik, maka saat
gejala yang dapat memicu tersebut muncul akan dapat dicegah sehingga tidak tereskalasi menjadi krisis
baru. Terlebih lagi pencegahan tersebut juga tidak akan mengeluarkan biaya yang terlampau besar
daripada saat krisis tersebut sudah terjadi. Untuk itu diperlukan adanya sebuah lembaga surveillance di
kawasan yang mampu memantau gejala-gejala ketidakberesan perekonomian yang diduga dapat
menyebabkan ketidakstabilan sistim keuangan dan perbankan di kawasan.
Self help mechanism yang ada di ASEAN dan kawasan Asia Timur juga dipandang penting dalam
mencegah krisis yang terjadi agar tidak menular ke negara-negara lain (contagion) dan menyebabkan
resesi yang lebih dalam. Oleh karena itu, para negara-negara di kawasan ini sebaiknya mendorong lebih
jauh efektifnya Chiang Mai Initiatives for Multilateralization (CMIM) sebagai mekanisme self help kawasan
yang dapat memberikan bantuan likuiditas valuta asing saat terjadi kelangkaan likuiditas di negara
tersebut.

Rekomendasi Kebijakan
Pertama, merupakan hal yang sangat esensial untuk menjaga stabilitas sektor keuangan baik
dalam tingkatan nasional ataupun internasional. Langkah nasional yang bisa diambil antara lain:
memperkuat sistim monitoring lembaga keuangan yang diduga dapat menyebabkan dampak sistemik,
menambah likuiditas Dolar yang langka untuk mencegah krisis likuiditas domestik, dan mempersiapkan
kerangka penanganan untuk krisis yang berakibat sistemik (suntikan likuiditas, garansi deposito,
penghapusan NPL, dan rekapitalisasi perbankan).
Negara-negara ASEAN harus bekerjasama dengan anggota ASEAN+3 dan bahkan ASEAN+6
untuk memperkuat pengawasan kondisi makroekonomi (melalui Economic Review dan Policy Dialogue,
ERPD) dan Chiang Mai Initiative for Multilateralization (CMIM). Untuk membuat CMIM efektif
sepenuhnya, disarankan beberapa langkah-langkah implementasi. Pertama, mekanisme CMIM harus
dilepaskan (de-linked) dari program IMF. Saat ini terdapat sebuah stigma terhadap tingkat akseptabilitas
IMF di kebanyakan kawasan, dan bahkan dengan adanya Flexible Credit Line (FCL) dari IMF dari segi
politis akan sangat beresiko bagi pemerintah untuk mengikuti program IMF. Jadi selama CMIM masih
terkait dengan IMF maka negara-negara kawasan mungkin tidak akan mau menggunakan mekanisme
CMIM ini sepenuhnya.
Kedua, kuota peminjaman dana CMIM mungkin tidak akan mencukupi bila ada suatu negara
mengalami masalah yang serius. Untuk mengatasi masalah ini maka CMIM harus didukung dana
tambahan dari negara-negara lain. Hal tersebut akan mirip dengan skema peminjaman dana dalam IMF.
Contohnya, saat IMF memberikan bantuan US $ 17,2 miliar kepada Thailand pada tahun 1997, hanya US
$ 4 miliar yang berasal dari dana IMF sendiri (atau 23,25 persen), sisanya berasal dari kontribusi
beberapa negara di kawasan. Bila CMIM juga menerapkan hal yang sama, maka total dana pooling
CMIM bisa mencapai US $ 300-400 miliar, tidak hanya US $ 120 miliar
Ketiga, daripada hanya meminjam dari CMIM, negara-negara seharusnya juga dapat menyusun
sebuah mekanisme swap dalam CMIM yang mirip dengan swap bank sentral. Hal ini akan membuat
fleksibilitas penggunaan mekanisme CMIM meningkat lebih cepat ditengah kelangkaan likuiditas saat
krisis.
Keempat, akan lebih baik jika negara-negara East Asian Summit yang tidak termasuk dalam
ASEAN+3 (Australia, India, dan Selandia Baru) untuk dapat berpartisipasi dalama CMIM. Namun
kendala yang muncul nantinya adalah menetapkan kontribusi negara-negara tersebut dalam pooling fund
CMIM. Ada suatu cara untuk mengatasi hal tersebut dengan menjadikan mereka Contributing Partners
atau Associated Members of CMIM. Dengan demikian mereka dapat berkontribusi terhadap program
pinjaman dengan memberi tambahan dana pooling CMIM. Sebagai contributing partners, mereka dapat
berpartisipasi di berbagai program teknis dalam payung CMIM seperti surveillance dan aktifitas lain yang
mendukung integrasi kawasan.
Kelima, CMIM membutuhkan tenaga ahli yang profesional dan dapat bekerja full time untuk
menyediakan laporan-laporan substantif ke negara anggotanya dan juga melakukan mekanisme
surveillance dan monitoring. Walaupun nantinya Independence Surveillance Unit (ISU) ini sudah
disepakati akan berbentuk ASEAN+3 Macroeconomics Research Office (AMRO) yang berkedudukan di
Singapura, tetapi kedepannya akan sangat disayangkan kalau AMRO hanya tetap akan berbentuk kantor
saja. AMRO harus berevolusi menjadi organisasi moneter regional Asia Timur, mirip dengan Arab
Monetary Fund di Timur Tengah dan Latin American Reserve Fund di Amerika Latin. Evolusi AMRO tidak
hanya melakukan tugas-tugas IMF Asia Timur, tetapi juga melakukan aktivitas-aktivitas yang mencakup
kerjasama keuangan di kawasan seperti koordinasi kebijakan makroekonomi, kerangka pengawasan
sistem keuangan kawasan, pengembangan pasar modal, dan bahkan integrasi keuangan.
Isu yang masih baru tersebut akan membutuhkan waktu untuk memperoleh kredibilitasnya di
kawasan. Untuk itu ISU harus menjalin hubungan dekat dengan ADB, ADB Institute, dan ASEAN
Secretariat. Bahkan alangkah baiknya bila ISU juga mempunyai hubungan yang dekat dengan IMF,
World Bank, dan Bank for International Settlements (BIS). Walaupun skema peminjaman dana dalam
CMIM yang tidak dikaitkan dengan program IMF sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, IMF masih
memiliki peran penting dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan pembangunan kapasitas bagi
ISU.
Sedangkan untuk menghadapi turunnya kegiatan ekonomi yang signifikan, negara-negara
ASEAN dapat melakukan tindakan pre-emptive secara bersama-sama untuk mendongkrak permintaan
domestik dengan kebijakan makroekonomi ekspansioner. Kebijakan untuk memperkuat permintaan
domestik dapat dilakukan dari dua sisi, yaitu sisi permintaan dan penawaran.
Pertama, menerapkan kebijakan fiskal ekspansioner. Salah satu cara bagi negara-negara
ASEAN untuk mendorong pengeluaran fiskal adalah dengan cara menciptkan dana investasi infrastruktur
bersama-sama dengan negara Asia lainnya dan dengan kemungkinan dukungan dari dana ADB
untuk mempercepat selesainya proyek-proyek investasi infrastruktur berkualitas tinggi sehingga kawasan
ini dapat memperbesar pertumbuhan permintaan agregatnya, dan dengan saat yang sama berinvestasi
untuk kapasitas masa depan yang lebih produktif. Dengan cara ini, ASEAN dan beberapa negara di
kawasan Asia dapat memindahkan mesin utama pertumbuhan dari permintaan eksternal menjadi
permintaan regional.
Kedua, memindahkan simpanan perusahaan menjadi simpanan rumah tangga/individu.
Simpanan bersih negara-negara Asia Tenggara kebanyakan berasal dari simpanan perusahaan, bukan
dari simpanan individu. Tingkat simpanan yang tinggi tersebut disebabkan oleh tingginya laba
perusahaan di beberapa negara. Hal tersebut memiliki dampak yang kurang baik bagi konsumsi bila laba
tersebut tidak di transfer ke sektor rumah tangga. Kebijakan yang logis untuk diterapkan pemerintah
adalah mendorong perusahaan, terutama BUMN, untuk membayarkan dividennya lebih besar kepada
para pemegang sahamnya.
Ketiga, untuk mendorong permintaan domestik, pemerintah dapat menurunkan insentif bagi
sektor rumah tangga untuk mengurangi simpanan berjaga-jaga (precautionary saving) yang makin tinggi
semenjak krisis Asia 1998. Kebijakan pemerintah diarahkan untuk memitigasi resiko dan ketidakpastian
yang dihadapi rumah tangga sehingga mereka terdorong untuk lebih sedikit menabung dan
membelanjakan lebih. Pemerintah dapat memberikan subsidi kesehatan, pendidikan, dan pensiun yang
lebih bagi masyarakat agar menurunkan resiko dan ketidakpastian terhadap kondisi yang ada. Secara
umum, jaring pengaman sosial akan mendorong tingkat kepercayaan diri konsumen (consumer
confidence) dan juga konsumsinya.
Keempat, memperbaiki iklim investasi merupakan prioritas kebijakan yang seharusnya sudah
menjadi agenda pemerintah di negara-negara kawasan Asia Tenggara di mana kondisi iklim investasi
masih jauh tertinggal dari negara maju. Kawasan ini masih mengalami kendala dalam memperbaiki iklim
investasi, terutama bagi Indonesia dan Filipina, hal tersebut disebabkan oleh institusi mereka, terutama
institusi pemerintah di mana masih banyak terdapat korupsi, penegakan hukum yang lemah, dan aturan
yang masih tumpang tindih.
Sedangkan kebijakan yang dapat merubah struktur penawaran dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Pertama, meningkatkan dinamika internal perekonomian domestik. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menderegulasi sektor perdagangan dan non perdagangan, mengurangi hambatan masuk
dan keluar industri bagi perusahaan, dan mendorong kompetisi di sektor telekomunikasi, pelayanan
publik, dan industri jasa. Untuk mendorong kompetisi, pembuat kebijakan seharusnya berfokus pada
penurunan biaya masuk bagi perusahaan, mempermudah sistim lisensi atau ijin usaha, dan
menghilangkan sistim pajak yang dapat meningkatkan biaya memulai usaha. Kompetisi yang lebih baik
dapat mendongkrak permintaan, terutama konsumsi, dengan memberikan harga yang lebih terjangkau
bagi konsumen sehingga daya beli konsumen meningkat.
Kedua, tingkat suku bunga pinjaman terutama untuk kredit modal kerja yang masih terlalu tinggi
di sebagian negara ASEAN seperti Indonesia dan Vietnam menyebabkan sektor industri kesulitan
mencari modal untuk ekspansi, hal ini juga menghambat akses kredit bagi UKM sehingga mereka tidak
bisa berkembang.
Ketiga, mengembangkan sektor keuangan dan menerapkan tingkat kurs yang optimal. Pasar
keuangan yang kurang berkembang memiliki dampak negatif pada konsumsi dan investasi, dengan
sektor keuangan yang berkembang maka tabungan domestik dapat disalurkan menjadi investasi yang
produktif daripada diinvestasikan pada obligasi pemerintah. Di sisi lain pembuat kebijakan harus
mempermudah akses ke pembiayaan, terutama perbankan. Pemerintah juga harus mengembangkan dan
meningkatkan efisiensi pasar modal sehingga dapat digunakan perusahaan untuk pembiayaan
ekspansinya. Dengan memastikan perusahaan mendapatkan akses kredit yang mencukupi maka hal
tersebut akan dapat membantu menggeser struktur output menuju permintaan domestik yang lebih
besar.
Keempat, makin fleksibelnya tingkat kurs akan mendorong konsumsi dan realokasi sektor produksi.
Pemerintah dapat menggunakan tingkat kurs yang lebih fleksibel dari yang sebelumnya secara ketat
dijaga. Di sisi permintaan, semakin kuat nilai mata uang domestik maka harga barang-barang impor akan
semakin rendah, yang mana hal ini akan mendorong konsumsi karena daya beli masyarakat akan
terdongkrak. Di sisi penawaran, kurs domestik yang kuat akan menaikkan harga relatif barang ekspor
sehingga mengurangi permintaan eksternalnya.
http://mycrampbrain.blogspot.com/2012/02/dampak-krisis-keuangan-global-2007.html
Financial crisis of 20072008

Krisis Finansial 2007-2008, disebut sebagai the credit crunch atau krisis kredit oleh media,
mulai muncul di permukaan pada 9 Agustus 2007, ketika investor mulai kehilangan kepercayaan
terhadap nilai sekuritisasi mortgage di Amerika Serikat yang berakibat pada krisis likuiditas yang
berujung pada injeksi capital atas pasar financial oleh Federal Reserve dan European Central
Bank. Indikator yang menggambarkan resiko kredit atas ekonomi secara umum, TED spread,
melonjak tajam pada Agustus 2007. untuk selanjutnya tetap berubah-ubah secara liar, dan
kemudian melonjak lebih tinggi lagi di September 2008.

Walaupun runtuhnya pasar perumahan AS sering disebut sebagai penyebab dari krisis, pasar
financial diperlemah karena adanya kontrak rumit yang dikenal sebagai derivative kredit Credit
Default Swap (CDS), yang menjamin pemegang hutang terhadap kebangkrutan. CDS ini dibuat
sendiri-sendiri oleh lembaga keuangan swasta, diperdagangkan di bawah tangan di luar
jangkauan regulator. Tindakan pemerintah AS membangkrutkan perusahaan mortgage
mendorong pelelangan sehingga trader yang memperjual-belikan CDS ini dapat melakukan
settlement. Pelelangan ini digunakan untuk menentukan harga CDS sehingga investor dapat
menyelesaikan kontrak mereka dengan uang kas dan bukannya dengan secara fisik mengirimkan
surat hutang ke counter-party mereka. Penjual CDS ini kemudian menjual senilai nilai kontrak
ini dikurangi nilai penyelamatan atas surat hutang ini.

Historical background

Krisis likuiditas secara sepintas timbul sebagai akibat dari timbulnya subprime mortgage crisis.
Korban pertama di luar AS adalah Northern Rock, sebuah bank besar di Inggris.
Ketidakmampuan bank ini meminjam dana untuk melunasi hutang-hutang yang jatuh tempo
menyebabkan bank ini di rush pada pertengahan September 2007. Sifat bisnisnya yang sangat
leveraged, dan tidak didukung oleh pemasukan kas, menyebabkan bank ini di takeover oleh
pemerintah Inggris dan memaparkan indikasi awal kesulitan yang akan kemudian menimpa
bank-bank dan lembaga keuangan lainnya di masa mendatang.

Ekspansi kredit yang berlebihan dengan standar evaluasi perkreditan yang dilonggarkan, yang
merupakan karakter Bubble perumahan AS, mengakibatkan besarnya porsi subprime
mortgage. Kredit resiko tinggi ini dipersepsikan telah diamankan dengan sekuritisasi. Namun,
sekuritisasi ini bukannya memitigasi resiko malahan menyebarkan dan memperluas resiko ini
dalam efek domino. Kerusakan yang timbul dari macetnya subprime mortgage ini kemudian
menghantam pasar perumahan dalam skala besar dan mendorong terjadinya krisis.
Meningkatnya penyitaan rumah-rumah menyebabkan lebih banyak rumah yang dijual dan
meningkatkan supply yang kemudian menurunkan nilai pasar rumah-rumah disekitarnya yang
selanjutnya juga disita dan ditinggalkan. Efek domino yang timbul dari ini menyebabkan
timbulnya krisis keuangan

Awalnya perusahaan yang terpengaruh adalah perusahaan yang secara langsung terlibat dalam
konstruksi rumah dan peminjaman kredit perumahan seperti Northern Rock dan Countrywide
Financial. Lembaga keuangan yang terlibat dalam sekuritisasi mortgage ini seperti Bear Stearns
kemudian jatuh menjadi korban. Pada 11 Juli 2008, peminjam kredit perumahan terbesar di AS,
IndyMac Bank, bangkrut dan asetnya diambil alih regulator federal setelah sebelumnya
tenggelam dalam tekanan kredit yang semakin ketat, harga rumah yang rontok dan semakin
banyaknya penyitaan. Hari itu pasar financial anjlok selagi berharap apakah pemerintah akan
menyelamatkan perusahaan penyedia kredit perumahan lain seperti Fannie Mae dan Freddie
Mac. Pada 7 September 2008 pemerintah melakukan hal itu dengan memasukkan kedua
perusahaan ini dibawah pengawasan mereka setelah krisis semakin meningkat diakhir musim
panas.

See also: Federal takeover of Fannie Mae and Freddie Mac

Hal ini kemudian semakin mempengaruhi ketersedian kredit untuk bisnis non-perumahan dan
lembaga keuangan lain yang tidak terkait secara langsung dengan kredit perumahan. Di dalam
asset lembaga keuangan ini adalah portfolio investasi atas asset-aset yang merupakan derivative
dari kredit perumahan. Eksposur atas sekuritisasi berbasis mortgage atau kredit derivative yang
digunakan untuk menjamin mereka dari kebangkrutan semakin mengancam berbagai perusahaan
seperti Lehman Brothers, AIG, Merrill Lynch, and HBOS. Perusahaan lain yang mendapat
tekanan termasuk Washington Mutual, bank simpan pinjam terbesar di AS, dan sisa perusahaan
investasi seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs.

Developing global financial crisis

Main article: Global financial crisis of SeptemberOctober 2008

Dimulai dengan pembangkrutan Lehman Brother pada hari minggu, 14 September 2008, krisis
financial memasuki fase akut ditandai dengan kegagalan bank-bank Amerika dan Eropa dan
upaya pemerintah mereka melakukan penyelamatan. Di AS dengan dikeluarkannya Emergency
Economic Stabilization Act of 2008 dan di Eropa dengan injeksi capital ke bank-bank besar.
Seiring dengan perkembangan krisis, bursa saham di seluruh dunia rontok dan regulator
berupaya untuk mengendalikan krisis. Jatuhnya harga minyak karena turunnya permintaan,
ditambah dengan proyeksi adanya resesi global, membawa 2000s energy crisis ke penyelesaian
sementara.

Sejumlah pengamat menyatakan kalau krisis likuiditas ini dilanjutkan, maka akan berlanjut ke
resesi berkepanjangan atau bahkan lebih parah. Semakin memburuknya perkembangan krisis
membawa ketakutan akan hancurnya ekonomi global. Krisis ini tampaknya akan berujung pada
penyelamatan terbesar industri perbankan sejak 1930-an. Bank Investasi UBS menyatakan pada
6 Oktober bahwa pada tahun 2009 akan ada resesi global dengan pemulihan akan memakan
waktu paling cepat satu sampai dua tahun. Tiga hari kemudian ekonomis UBS menyatakan
bahwa tahap akhir dari krisis ini sudah tampak, dengan dunia telah melakukan hal-hal yang
diperlukan untuk mengatasi krisis ini: injeksi modal dari pemerintah, injeksi dilakukan secara
sistematis, pemotongan tingkat suku bunga untuk menolong debitur. Pemerintah Inggris telah
memulai injeksi sistemik, dan bank-bank sentral dunia kini telah memotong tingkat suku bunga
mereka. UBS menyatakan bahwa AS harus mengimplementasi injeksi sistematis ini. UBS juga
kemudian menyatakan bahwa hal ini hanya akan memperbaiki krisis financial, namun secara
ekonomi yang terburuk masih akan tiba.
Timeline of events

Background

Subprime mortgage crisis

Further information: Subprime crisis background information

Kredit Subprime adalah kegiatan pemberian pinjaman ke kreditur yang tidak masuk kualifikasi untuk
kredit umum (dengan suku bunga yang berlaku umum) dikarenakan berbagai factor resiko seperti
tingkat pendapatan, jumlah kemampuan down-payment, track record kredit, dan status pekerjaan. Nilai
kredit subprime di AS sekitar USD 1,3 trilyun (per Maret 2007) dengan jumlah debitur 7,5 juta orang. Per
Oktober 2007, sekitar 16% pinjaman subprime mengalami tunggakan 90 hari atau sedang mengalami
proses penyitaan, atau tiga kali tingkat di tahun 2005. Pada Januari 2008 meningkat menjadi 21% dan
pada Mei 2008 meningkat menjadi 25%.

Pasar kredit perumahan AS diperkirakan sebear USD 12 Trilyun dengan tingkat kredit macet 9,2% pada
Agustus 2008. Kredit subprime hanya mewakili 6,8% dari seluruh kredit perumahan AS, namun mereka
mewakili 43% kredit perumahan yang macet. Pada tahun 2007 ada sekitar 1,3 juta rumah yang disita,
atau naik 79% dari tahun 2006.

Penyebab dari timbulnya krisis bervariasi dan cukup kompleks. Krisis ini bisa diatributkan ke berbagai
factor di pasar perumahan maupun pasar kredit seperti gagal bayar di pihak debitur, penilaian yang
keliru dari kreditur, spekulasi dan pembangunan yang berlebihan selama terjadinya boom pasar
perumahan, produk kredit perumahan yang beresiko tinggi, penipuan (fraud), dll.

Events of 2007

Terjadinya krisis likuiditas pada 9 Agustus 2007


Northern Rock memperoleh bantuan likuiditas dari BoE (Bank of England) pada 14 September
2007
Rekor tertinggi pasar saham AS pada 9 Oktober 2007 di Dow Jones Industrial Average (DJIA)
sebesar 14.164

Events of 2008

Main article: Economic crisis of 2008

Kekisruhan pasar saham di Januari 2008


Pengambil alihan Northern Rock pada February 22, 2008 oleh pemerintah Inggris
Pengambil alihan Bear Stearns
Pengambil alihan pemerintah Federal atas Fannie Mae and Freddie Mac
Global financial crisis of SeptemberOctober 2008 (dimuali dengan bangkrutnya Lehman
Brothers)
o Kerugian besar di pasar financial di seluruh dunia selama September dan awal Oktober.
o Emergency Economic Stabilization Act of 2008 diterbitkan
o Nasionalisasi tiga bank di Islandia, kemungkinan menjadi pertanda kebangkrutan
nasional
o Pemerintah AS dan Eropa mengalokasikan investasi pemerintah di perbankan,
penjaminan pinjaman, dan peningkatan jaminan deposito.
o Pada 13 October pemerintah Inggris menyediakan $60 milyar dan mengambil alih 60%
saham di Royal Bank of Scotland dan 40% in Lloyds TSB and Hbos.

https://damartriadi.wordpress.com/2008/10/13/financial-crisis-of-2007%E2%80%932008/

You might also like