You are on page 1of 6

Analisis Perhitungan Beban Pengolahan

Air limbah di kota-kota besar di Indonesia khususnya secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
yaitu air limbah industry dan air limbah domestik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga
dan ketiga yakti air limbah dari buangan perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini
selain pencemaran akibat limbah industry, pencemaran akibat limbah domestikpun telah
menunjukan tingkat yang cukup serius. Di Indonesia sendiri yang disebabkan karena minimnya
fasilitas pengolahan air limbah buangan kota ( sewerage system ) mengakibatkan tercemarnya
badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai yang diperuntukan sebagai bahan
baku air minumpun telah tercemar pula.

Permasalahan yang ada sampai saat ini adalah laju perkembangan penduduk dan perkembangan
pembangunan saranapengolahan air limbah secara terpusat sangatlah lambat sekitar 3.5% dari total
daerah pelayanan, serta peran dari teknologi pengolahan air limbah rumah tangga individual (On
Site Treatment ), ataupun semi komunal yang ada tidak memadai dan sangat kurang sekali,
sehingga pelaksanaan pengelolaan limbah untuk wilayah yang belum terlayani oleh jaringan air
limbah belum dapat dilaksanakan.

Sistem pembuangan air limbah yang umum digunakan masyarakat yakni air limbah yang berasal
dari toilet dialirkan kedalam tangka septik diresapkan kedalam tanah atau dibuang kedalam saluran
umum. Sedangkan air limbah non toilet yakni berasal dari kamar mandi, cuci serta buangan dapur
langsung masuk kedalam saluran umum. Didalam proses tersebut didalam penelitian yang telah
dilakukan ini ada beberapa perhitungan yang dilakukan untuk menentukan beban pengolahan air
limbah yang ada.

Pada pengelolaan limbah yang akan dilakukan maka diketahui parameter parameter yang akan
dihitung beban pengolahannya yaitu konsentrasi parameter-parameter pencemar yang masuk
kedalam IPAL (inlet). Pada saluran inlet Kualitas dan karakteristik air limbah dapat ditentukan
dengan parameter. Beberapa parameter itu sebagai berikut.

a) Biochemical Oxygen Demand (BOD520)


Biochemical Oxygen Demand merupakan banyaknya oksigen dalam mg/l yang diperlukan oleh
mikroba untuk menguraikan bahan organik pada suhu 20 C selama lima hari. Pengukuran BOD
adalah dengan menghitung selisih antara oksigen terlarut awal dengan oksigen terlarut pada air
sampel yang telah disimpan selama 5 hari pada suhu 20 C. Kadar oksigen terlarut dalam air alami
berkisar antara 57 ppm. 1 ppm adalah 1 mg oksigen yang terlarut dalam 1 liter air. Penurunan
kadar oksigen terlarut dalam air adalah akibat terjadinya proses oksidasi bahan organik, reduksi
zat hasil aktivitas bakteri anaerob, dan respirasi makhluk hidup air terutama pada malam hari.

Limbah bahan organik yang masuk ke dalam air diurai oleh mikroba, mikroba membutuhkan
oksigen terlarut untuk mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak limbah organik, semakin
banyak mikroba yang hidup. Untuk hidupnya, mikroba memerlukan oksigen. Semakin banyak
mikroba, semakin rendah kadar oksigen terlarut dalam air. Hal ini dapat mengganggu kehidupan
di dalam air.BOD dapat menggambarkan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan
organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable).

b) Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand menunjukkan total jumlah oksigen yangdibutuhkan untuk proses
oksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang biodegradable maupun yang nonbiodegradable.

c) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

Dissolved Oxygen menunjukkan jumlah kandungan oksigen di dalam air yang diukur dalam 1
mg/1 lt. DO dapat digunakan sebagai indikasi seberapa besar jumlah pengotoran limbah. Semakin
tinggi oksigen terlarut, semakin kecil tingkat pencemarannya.

d) Total Suspended Solid (TSS), Mixed Liquor Suspended Solid

(MLSS), dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) TSS, MLSS, dan MLVSS
menunjukkan jumlah berat dalam mg/1 kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah
dilakukan penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. MLSS menunjukkan jumlah TSS
yang berasal dari bak pengendap lumpur aktif sesudah dipanaskan pada suhu 103 C 105 C,
sedangkan MLVSS merupakan kandungan organic matter yang terdapat pada MLSS sesudah
dipanaskan pada suhu 600 C. Benda volatie yang menguap inilah yang disebut dengan MLVSS.

e) Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan air dapat diukur dengan menggunakan efek cahaya. Kekeruhan air disebabkan oleh
tercampurnya air dengan bahan organik di dalam air.

f) pH air

pH air dapat dijadikan indikasi apakah air tersebut tercemar atau tidak dan seberapa besar tingkat
pencemarannya. pH air alami berkisar antara 6,5 8,5. Pencemaran air dapat menyebabkan naik
atau turunnya pH air. Jika banyak tercemar zat yang bersifat asam (bahan organik), pH air akan
lebih kecil dari 6,5, tetapi jika air tercemar oleh zat yang bersifat basa (kapur), pH air akan lebih
besar dari 8,5. Setiap kenaikan 1 angka pada skala pH menunjukkan kenaikan kebasaan 10 kali.
Demikian juga sebaliknya, penurunan 1 angka pada skala pH menunjuk-kan penurunan keasaman
10 kali.

g) Indikator Biologi

Indikator biologi dapat dimanfaatkan untuk mengukur kualitas air atau seberapa besar tingkat
pencemarannya. Makhluk hidup atau organisme yang ada di dalam perairan tersebut dapat
dijadikan indikator ada tidaknya pencemaran di dalam perairan tersebut. Makhluk hidup ini
mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi dengan perubahan lingkungan yang terjadi, termasuk
adanya zat asing dalam lingkungannya. Sebagai contoh, cacing Planaria yang biasa hidup di air
jernih akan sangat sensitif dengan pencemaran. Ada tidaknya Planaria di dalam perairan itu dapat
menunjukkan ada tidaknya pencemaran di perairan tersebut. Semakin tinggi tingkat pencemaran,
semakin sulit Planaria itu ditemukan. Selain Planaria, hewan lain yang dapat dijadikan indikator
biologi adalah Tubifex (indikator pencemaran bahan organik), serangga air, ikan mikro-
invertebrata, ganggang, dan bentos.

Kemudian parameter parameter yang ada ini yang konsentrasi pada inletnya telah diketahui
maka ini menentukan proses treatment yang akan dilakukan pada IPAL. Dimana akan menentukan
nilai dari konsentrasi stream. Dimana sebelumnya dihitung dulu beban debit yang dikeluarkan dan
pengaruhnya terhadap air sungai dengan menggunakan persamaan : Menurut Butter & Davies dalam
Sugito (2005) bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah pemakaian air ratarata perorang
per hari terhadap air limbah yang dihasilkan dan dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut :
Q1 = x. Q
Dimana :
Q adalah konsumsi air bersih per orang per hari
Q1 adalah timbulan air limbah per orang per hari
x adalah faktor pengembalian (dalam hal ini menggunakan asumsi)
Dalam hal ini dihasilkan semua parameter inlet berupa parameter fisik dan nonfisik untuk
menentukan nilai Konsentrasi Stream (Cstr) diambil contoh pada parameter BOD, dimana :
Qtotal = Q air limbah + Q air sungai
Cstr= (Cin x Qin) + (Ceff x Qeff)
( Qin + Qeff)
Cstr= (10.87 x 250) + (498 x 38.4)
( 288.4)
Cair = 75.73 mg/l
Perlakuan ini dilakukan dengan cara dilakukan cek di hilir dimana air pencemarnya merupakan akumulasi
limbah buangan dari hulu sampai hilir dan Kebanyakan dilakukan di Negara-negara berkembang seperti
Indonesia limbah buangan akan terencerkan konsentrasi pencemarnya. Nilai pencemaran tergantung besar-
kecilnya debit sungai. Bila debit sungai besar maka air limbah lebih encer(konsentrasinya kecil). Hulu
sungai akan diuntungkan, karena air sungainya relative masih bagus. Sedangkan hilir dirugikan, karena air
sungai sudah banyak tercemar karena akumulasi air limbah dari hilir. Cara ini sangatlah murah, karena
tidak perlu membuat ipal selagi cek air limbah di hilir pencemarnya tidak melebihi batas aman sungai. Batas
aman sungai nilai BODnya 10 ppm atau juga 20ppm. Dalam perlakuan ini menunjukan bahwa sungai
yang ada dengan konsentrasi BOD yang masuk sebanyak 75.73 mg/l harus dilakukan pengolahan air limbah
sebelum air di buang kesungai dan pelu diadkannya pembuatan Instalasi Pengolanan Air Limbah (IPAL).
Hal tersebut juga menentukan efisiensi beban pada pengolahan air limbah yang mana untuk
menentukan debit air limbah dalam perencanaan suatu sistem pengolahan air limbah sangatlah penting.
Debit air limbah merupakan salah satu karakteristik penting dari air limbah yang menjadi penentu sistem
yang akan dirancang. Pertama, jelas bahwa debit air limbah akan menentukan ukuran unit-unit pengolahan
yang akan dibangun karena debit merupakan volume per satuan waktu. Dengan mengetahui debit kita bisa
memperkirakan volume pengolahan instalasi kita per hari-nya atau per-batch (untuk instalasi dijalankan
dengan sistem batch).
Kedua, debit air limbah akan menentukan beban pengolahan. Beban pengolahan yang saya maksud
di sini biasa dikenal dengan istilah mass loading rate, yaitu massa polutan per satuan waktu. Cara
mengetahui beban pengolahan yaitu dengan mengalikan konsentrasi polutan dengan debit air limbah yang
masuk. Dan kita akan memperoleh hasilnya dalam satuan milligram persatuan waktu. Dan semua nilai dari
efisiensi ini dilakukan untuk pemantauan debit dan beban dalam pengolahan air limbah sangat penting
untuk memastikan sistem masih berjalan sesuai dengan kapasitas desain dan memenuhi tujuan pengolahan.
Wastewater Engineering 4th edition (Metcalf & Eddy, 2004).
Penentuan efisiensi yang dimaksud adalah melakukan pengambilan sampel air limbah pada inlet
dan outlet IPAL untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium lingkungan guna memenuhi ketentuan yang
berlaku. Monitoring berkala ini dilakukan dengan frekuensi, dengan parameter mengacu pada Kep. MenLH
No.58/MENLH/10/1995 (Lampiran B) tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, atau
mengikuti baku mutu limbah cair sesuai dengan peraturan daerah setempat yang berlaku.
Dimana juga berlaku monitoring yang dimaksud monitoring disini adalah melakukan pengukuran
lapangan (in situ) setiap hari pada kualitas air limbah yang bertujuan untuk memonitoring kinerja sistem
IPAL guna memudahkan melakukan tindakan dini (early warning) dalam perbaikan sistem tersebut.
Parameter yang dipantau biasanya pH, suhu, Amonia, Dissolved Oxygen (DO), KMnO4 , TSS, dan debit
air limbah dengan frekuensi harian. Lokasi monitoring pada outlet, inlet dan pada tangki aerasi. Secara
umum monitoring rutin ini dapat menjaga agar sistem tetap berjalan secara optimal. Monitoring debit air
limbah, Menggunakan pendekatan rasional (angka konversi 85-95 % air bersih terpakai menjadi air
limbah), Pastikan tidak ada kebocoran pipa air bersih, Data gunakan rekening air /flow meter pompa, Satuan
M3/hari atau M3/Bulan dimana salah satu parameternya yaitu efisiensi pengolahan untuk parameter BOD
:
Efisiensi = Beban Pengolahan ( CeffSTD) /Beban Pengolahan x 100
=19123.2-(30x38.4)/19123.2 x 100 = 93.98 %
Data yang dibutuhkan adalah hasil analisis lab air limbah influen dan efluen dimana nilai efisiensi
dari Parameter BOS sendiri yaitu 93.98 % sedangkan parameter lainnya ada diperhitungan. Hal ini
menunjukan bahwa IPAL harus mengelola air limbah yang masuk sebanyak effisiensi yang masuk. Dan
Perhitungan efisiensi menggunakan satuan % dan diterapkan untuk parameter BOD Rumus/formulasi :
(BOD inlet- BOD outlet)
% efisiensi BOD = -------------------------------- x 100 % BOD Inlet
Hasil dari effisensi ini juga dilakukan monitoring secara berkala untuk setiap bulannya dengan.
a. Data yang dibutuhkan adalah Rata-rata debit harian dan kualitas air limbah influen dan efluen
b. Beban cemaran (BOD loading) hasil perhitungan dianilisis dengan membandingkan dengan
BOD loading hasil perencanaan (BOD loading desain IPAL). BOD loading hasil perhitungan
harus di bawah BOD loading desain, bila nilainya melebihi maka kinerja IPAL over loading
(pengaruh ke kualitas air limbah efluen)
c. Hasil perhitungan BOD loading dan fluktuasinya disajikan dalam laporan.

You might also like