You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Paru paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di
atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam leher. Paru paru
ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru paru mengisi rongga dada.
Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung berserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema
terjadi di paru-paru.

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di


paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat
menyebabkan gagal napas. Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung
memindahkan cairan dari sirkulasi paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat
trauma langsung pada parenkim paru (Edema Paru Non-Kardiogenik).

Pengobatan tergantung dari penyebab, tapi lebih menitikberatkan pada


memaksimalkan fungsi respirasi dan menyingkirkan penyebab. Edema paru
terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang
selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik.

1.2.Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan edema paru ?


1.2.2. Bagaimana etiologi edema paru?
1.2.3. Bagaimana patofisiologi edema paru?
1.2.4. Apa klasifikasi edema paru?
1.2.5. Bagaimana tanda dan gejala edema paru?
1.2.6. Bagaimana manifestasi klinik edema paru ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Edema Paru

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di


ekstravaskuler dalam paru. ( Arief Muttaqin, 2008 ). Edema paru adalah timbunan
cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial maupun dalam alveoli.
Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut, dimana cairan
mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan
dispneu sangat berat. (Smeltzer,C.Suzanne.2008.hal 798). Kongesti paru terjadi
bila dasar vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan,
yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit
ketidakseimbangan antara aliran masuk dari sisi kanan dan aliran keluar pada sisi
kiri jantung tersebu mengaibatakan konsekuensi yang berat. Edema paru adalah
akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah
berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem
sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru.
Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam
paru. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di
paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru
banyak, sehingga sulit untuk bernapas.

2.2. Etiologi

Ketidak-seimbangan Starling Forces

1. Peningkatan tekanan kapiler paru:

a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi


ventrikel kiri (stenosis mitral).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.

2
c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma:
a. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
3. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume
(asma).
4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial:
a. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan.
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

2.3. Patofisiologi
Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala
sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-
paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru
ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon

3
dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air
dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.

Epidemiologi

Edema paru merupakan kondisi klinis yang sering dijumpai pada


pasien gagal jantung akut maupun kronis, namun tidak banyak data mengenai
insiden edema paru ini. Suatu penelitian yang berbasis survey-observasional
berskala internasional, Acute Heart Failure Global of Standard Treatment
(ALARM-HF) tahun 2010, terhadap 4953 pasien yang dirawat dengan gagal
jantung akut di 666 rumah sakit yang tersebar di Eropa, Amerika Latin dan
Australia mendapatlan edema paru akut merupakan salah satu kondisi klinis
terbanyak yang dijumpai dengan presentase 37% dari keseluruhan pasien.
Penelitian sebelumnya EuroHeart Failure Survey II didapatkan hasil 16% pasien
yang dirawat akibat gagal jantung akut mengalami EPA.

2.4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya

4
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.

1. Edema Paru Kardiogenik


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Edema paru kardiogenik berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang
dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau
kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung
yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang
biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya,
menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.

2. Edema Paru Non-Kardiogenik


Edema paru non-kardiogenik ialah edema yang umumnya disebabkan oleh
hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor
yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

5
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi
cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru
mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru
(pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini
dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh
(unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang
telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi
atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus,
atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

2.5. Tanda dan Gejala


1. Dispnea berat

2. Takipnea

3. Batuk produktif dengan banyak sputum yang berbuih dan sedikit bercampur
darah
4. hipoksemia
5. rales pada auskultasi
6. Takikardia
7. Infiltrat yang menyebar pada hasil rontgen dada,
8. Menurunnya daya kembang paru

6
2.6. Manifiestasi Klinik
Secara umum manisfestasi klinis:
1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam
dan biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfikasia (seperti kehabisan napas),
tangan menjadi abu abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi
mendekati panik, pasien mulai bingung, kemudian stupor.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu
darah dan berbusa ( dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
7. napas yang cepat ( tachypnea ), kepeningan atau kelemahan.
8. Tingkat oksigen darah yang rendah ( hypoxia ).
9. suara paru yang abnormal , seperti rales atau crackles.

Edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik menyebabkan penambahan air


paru ekstravaskular, dan keduanya dapat menyebabkan gagal napas. Karena
patofisiologinya berbeda, tidaklah mengherankan jika manifestasi klinis kedua
sindrom ini sangat berbeda.

a) Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium
urine rendah (<10 mEq/24 jam).

2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi di sekelilingnya. Kavitas ini bisa multiple atau tunggal dengan ukuran
2-20 cm.

7
b) Pemeriksaan Fisik
Sianosis sentral , sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih. Ronchi
basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru ,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme
sehingga disebut sebagai asma kardiale. Takikardi dengan s3 gallop. Murmur bila
ada kelainan kutup elektrokardiografi bisa sinus takikardi dengan hipertrofi atrium
kiri atau fibrilasi atrium , tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark ,
hipertrofi , ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

c) Penatalaksanaan

Terapi Farmakologi

-Morfin Sulfat
Morfin diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg. Dapat diulangi tiap 15
menit. Sampai total dosis 15 mg biasanya cukup efektif. Efek terapi : obat ini
mengurangi kecemasan, mengurangi rangsang vasokonstrikstor adrenergik
terhadap pembuluh darah arteriole dan vena.

-Nitroglycerin dan Nitroprusside


Nitroglycerin sublingual 0,4-0,6 mg (dapat diulangi setiap 5 menit). Pada pasien
dengan hipertensi resisten dan tidak berespon baik dengan pemberian
nitroglycerin, dapat diberikan nitroprusside dimulai dengan dosis 2,5
ug/kgBB/menit.

-Diuretik loop intravena


Diberikan furosemid 40-80 mg i.v. bolus atau bumetanide 0,5 1 mg iv, dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam. Selama terapi ini, elektrolit serum
dimonitor terutama kalium.

8
-Aminofilin
Kadang-kadang aminofilin 240-480 mg intravena efektif mengurangi
bronkokonstriksi, meningkatkan aliran darah ginjal dan pengeluaran natrium dan
memperkuat konstraksi miokard.
Obat trombolitik : untuk revaskularisasi pada pasien dengan infark miokard akut.

Terapi Non Farmakologi


- Pasien diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk. Oksigen (40-
50%) segera diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PO2,
kalau perlu dengan masker.

- Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, PO2 tidak
bisa dipertahankan 60 mmHg, atau terjadi kegagalan mengurangi cairan edema,
maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal, dan penggunaan ventilator PO2,
adalah tekanan gas O2 dalam darah Karena terapi spesifik tidak selalu dapat
diberikan sampai penyebab diketahui,maka pemberian terapi suportif sangatlah
penting.

- Tujuan umum adalah mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar. Yaitu
dengan cara memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi.
Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga
perlu dipasang.

- Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita


caripenyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor yang
sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan segera
penyebabnya

d) Pencegahan
Dalam hal tindakan tindakan pencegahan , tergantung pada penyebab dari
pulmonary edema, beberapa langkah- langkah dapat diambil. Pencegahan jangka
panjang dari penyakit jantung dan serangan serangan jantung , kenaikan yang

9
perlahan ketinggian ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis
obat dapat dipertimbangan sebagai pencegahan. Pada sisi lain , beberapa sebab-
sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti AIDS yang
disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.

Langkah tindakan pencegahan :


1. Kenali tahap dini, kapan tanda tanda dan gejala gejala yang ditunjukkan
merupakan tanda dan gejala kongesti pulmonal, y.i., auskultasi bidang paru paru
pasien dengan penyakit jantung.
2. Baringkan pada posisi tegak dengan tungkai dan kaki lebih rendah.
3. Hilangkan stres emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban
ventrikel kanan.
4. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dispnea, dan preload.
5. Pendekatan batasan luas diarahkan pada prekursornya, kongesti pulmonal.
6. Lakukan tindakan untuk mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan
pasien
7. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25 cm
(10 inci).
8. Tindakan bedah unutk menghilangkan atau meminimalkan defek vallvular yang
membatasi aliran darah kedalam dan keluar ventrikel.

10
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskular dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu
Peningkatan tekanan hidrostatis dan Peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru paru, baik
dalam spasium interstisial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding
kapilar, merembes ke jalan napas dan menimbulkan dispnea hebat. Penyakit
ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian
segera. Edema paru non kordiak telah menjadi yang luas: menghirup toksik,
takar lajak obat, dan edema paru neurogenik.
Penyebab umum edema pulmonal adalah penyakit jantung, y,i., hipertensif
arterosklerotik, valvular, miopatik. Jika tindakan yang tepat segera di lakukan,
serangan dapat dihentikan dan pasien dapat bertahan terhadap komplikasi ini.
Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum, (1)
Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan
osmotic plasma, (2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan
protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan intertisium disekitarnya lebih
banyak, (3) Peningkatan tekanan vena, misalnya darah terbendung di vena,
akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan
isinya kedalam vena, (4) Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,
karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium
dan tidak dapat dikembalikan kedarah melalui sistem limfe.

11
3.2. Saran
Dari kesimpulan diatas dapat disarankan sebagai berikut :
1. Diharapkan pembaca dapat memahami definisi, etiologi, patofisiologi,
klasifikasi, manifestasi, dan asuhan keperawatan dari edema paru.
2. Edema merupakan suatu kasus yang jarang terjadi, namun akan sangat
fatal akibatnya jika tidak diberikan tindakan segera dan tepat, karena
komplikasi yang terjadi berupa gagal napas hingga henti napas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2006. Diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC

C. Baughman, Diane. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk


Brunner. Jakarta: EGC

Ikawati. Zullies., 2011. Penyakit Sistem Pernapasan Dan Tatalaksana Terapinya.


Bursa Ilmu. Yogyakarta

J McPhee, Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran


Klinis. Jakarta: EGC

Muttaqin, A. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta:


Salemba Medika

Sukandar., Dkk., 2013. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika Doengoes

Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda.2001. Buku Ajar Keperawatan Medika


l Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 vol 1 alih bahasa Kuncoro, Andry
Hartono, MonicaEster, Yasmin Asih. Jakarta: EGC

13

You might also like