Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
ALLIN DINDA ARJUNAIDA SWANDANI
H1F012025
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Disusun Oleh :
Pada Tanggal : ..
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi
Siswandi, S.T.,M.T.
NIP. 19730406.200801.1.011
ii
PRAKATA
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas anugerah dan
ridho-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktik Kerja
Lapangan (PKL) yang berjudul Pemetaan Geologi Daerah Sekardoja Tiga dan
Sekitarnya, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Jenderal Soedirman.
Penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Siswandi S.T., M.T., selaku Pembimbing PKL yang dengan sabar
selalu memberikan bantuan, saran, dan semangat selama pelaksanaan PKL
sampai dengan pembuatan laporan akhir.
2. Seluruh Dosen Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman yang telah
memberikan ilmu yang sangat berharga serta bermanfaat kepada penyusun.
3. Ibu dan Kakak tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan
moril serta materi.
4. Teman-teman Cartenz (Teknik Geologi UNSOED Angkatan 2012).
Terkhusus kepada M.Fauzi, Shisil, Ninik, Donni, Sarah, Lulu, Ari, Aryanto
dan Enggar yang telah membantu dalam pelaksanaan PKL serta
penyelesaian laporan PKL ini.
Akhir kata penyusun berharap laporan ini bermanfaat bagi semua pihak,
terutama bagi rekan-rekan mahasiswa geologi. Segala kritik dan saran yang
membangun akan penyusun terima demi kesempurnaan laporan ini, Terimakasih.
Purbalingga, 2016
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
2.2.1.Geomorfologi .........................................................................................12
2.2.2.Stratigrafi ...............................................................................................16
2.2.3.Petrografi ...............................................................................................18
iv
3.1.Metode Penelitian .........................................................................................25
v
4.2.2.4. Kontak/Hubungan Stratigrafi ........................................................ 51
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 4.6. Kenampakan Satuan Perbukitan Struktural (S2), foto
diambil dari desa Sekardoja menghadap kearah tenggara ...........37
Gambar 4.7. Kenampakan Satuan Dataran Alluvial (F4), foto diambil
dari desa Wlahar menghadap kearah barat laut (a) dan utara
(b) .................................................................................................39
Gambar 4.8. Peta Geologi Daerah Penelitian .................................................. 40
Gambar 4.9. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian ........................................... 41
Gambar 4.10. Singkapan batupasir pada lokasi pengamatan ADS 22
berada pada punggungan bukit G.Sekardoja, foto diambil
menghadap kearah utara. ..............................................................42
Gambar 4.11. Kenampakan litologi batupasir (a), dan batulempung (b)
pada satuan batupasir ...................................................................43
Gambar 4.12. Kenampakan struktur sedimen parallel laminasi pada
lapisan batupasir di lokasi pengamatan ADS 25 (a) dan
ADS 23 (b) ...................................................................................44
Gambar 4.13. Kenampakan sayatan batupasir secara mikroskopis dilihat
dari nikol silang dan nikol sejajar ................................................45
Gambar 4.14. Kenampakan sayatan batulempung pada satuan batupasir
secara mikroskopis dilihat dari nikol silang dan nikol sejajar .....45
Gambar 4.15. Singkapan batulempung pada lokasi pengamatan ADS.38
berada di sepanjang sungai Kalibanteng, foto diambil
menghadap kearah timur. .............................................................47
Gambar 4.16. Kenampakan litologi batulempung (a), dan batulempung
sisipan batupasir (b) pada satuan batulempung. ...........................48
Gambar 4.17. Kenampakan sayatan batulempung secara mikroskopis
dilihat dari nikol silang dan nikol sejajar .....................................49
Gambar 4.18. Kenampakan sayatan batupasir pada satuan batulempung
secara mikroskopis dilihat dari nikol silang dan nikol sejajar .....50
Gambar 4.19. Kenampakan endapan alluvial di sungai utama daerah
penelitian, foto diambil menghadap kearah tenggara (a) dan
timur laut (b) ................................................................................52
viii
Gambar 4.20. Pola Kelurusan SRTM dan Diagram Roset Pola Kelurusan
Daerah Penelitian .........................................................................53
Gambar 4.21. Struktur Geologi pada Peta Geologi Daerah Penelitian .............. 54
Gambar 4.22. Analisis Antiklin Sekardoja Tiga ................................................ 56
Gambar 4.23. Analisis Sinklin Sekardoja Tiga .................................................. 58
Gambar 4.24. Kenampakan shear fracture di Sungai Kalibanteng pada
lokasi pengamatan ADS.38 (a) dan ADS.39 (b) .........................59
Gambar 4.25. Analisis Sesar Mendatar Kanan Kalibanteng.............................. 60
Gambar 4.26. Peta Potensi Daerah Penelitian.................................................... 63
Gambar 4.27. Lokasi potensi galian di Sungai Pemali,dekat dengan lokasi
pengamatan ADS.05 Foto diambil menghadap kearah
Timur. ...........................................................................................64
Gambar 4.28. Lokasi potensi longsor di daerah penelitian, Longsoran
pada tebing sungai Kalibanteng, foto diambil menghadap
kearah tenggara (a) dan menghadap kearah selatan (b) ..............65
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Hubungan kelas lereng dengan sifat - sifat proses dan kondisi
lahan disertai simbol warna yang disarankan (Van Zuidam,
1985)....................................................................................................14
Tabel 4.1. Stratigrafi Daerah Penelitian .............................................................. 40
Tabel 4.2. Data Jurus dan Kemiringan Batuan .................................................... 55
Tabel 4.3. Data Jurus dan Kemiringan Batuan .................................................... 57
Tabel 4.4. Data Shear Fracture di lokasi Sungai Kalibanteng ........................... 60
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tiga dan sekitarnya, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah.
2
Daerah Penelitian
3
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1.Geologi Regional
2.1.1.Fisiografi Regional
Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Jawa menjadi beberapa zona
fisiografi. Zona fisiografi daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian
(Gambar 2.1.), dari selatan ke utara masing masing :
a. Satuan Gunungapi Kuarter (Quaternary Volcanoes)
b. Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa (Alluvial plains of Northern Java)
c. Antiklinorium Rembang Madura (RembangMadura anticlinorium)
d. Antiklinorium BogorSerayu Utara Kendeng (Bogor, North Serayu
and Kendeng Anticlinorium)
e. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi (Domes and Ridges in The
Central Depressionzone)
f. Depresi Jawa dan Zona Randublatung (Central Depression Zone of
Java and Randublatung Zone)
Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah penelitian termasuk ke
dalam Zona Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng.
Daerah Penelitian
4
2.1.2.Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional daerah penelitian termasuk kedalam peta geologi
lembar majenang. Menurut Van Bemmelen (1949) serta Kastowo dan
Suwarna (1996) , menyatakan bahwa batuan tertua yang terdapat di daerah ini
adalah batuan yang berumur Eosen (Formasi Jampang) yang tersusun atas
konglomerat polimik serta batupasir. Terdapat juga serpih-batulempung yang
kaya akan globigerina, napal, batupasir tufaan dan batugamping foraminifera.
Diatas satuan ini diendapkan secara tidak selaras Formasi Pemali yang
berumur Miosen Awal.Formasi Pemali merupakan formasi tertua yang
tersingkap di bagian barat North Serayu Range.Diatas Formasi Pemali secara
berurutan diendapkan Formasi Rambatan, Formasi Lawak, Formasi Halang
dan Formasi Kumbang. Hubungan formasi-formasi tersebut selaras,
terkecuali Formasi Halang dan Formasi Kumbang bersifat menjemari.
Formasi-formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbiditik pada
kipas bawah laut (submarine fan).
Diatas Formasi Kumbang diendapkan secara selaras Formasi Tapak
dan Formasi Kalibiuk, yang diperkirakan diendapkan pada laut dangkal pada
kala Pliosen Awal Tengah.Formasi Kaliglagah diendapkan secara selaras
diatas Formasi Kalibiuk pada lingkungan transisi sampai darat pada kala
Pliosen Akhir. Diatas Formasi Kaliglagah diendapkan Formasi Mengger dan
Formasi Gintung pada lingkungan darat, Formasi Mengger merupakan
produk dari Old Slamet Volcanic yang berumur Pliosen Awal, sedangkan
Formasi Gintung berumur Pliosen Tengah.
Selaras diatas Formasi Gintung diendapkan Formasi Linggopodo pada
lingkungan darat pada kala Pliosen Akhir.Formasi ini merupakan produk
volkanik Gunung Slamet Muda dengan Endapan Aluvial pada lingkungan
darat saat kala Holosen.Adapun tatanan stratigrafi dari formasi-formasi diatas
tergambar dalam kolom stratigrafi regional (Gambar 2.2.).
5
Stratigrafi
Daerah
Penelitian
Formasi Jampang
Formasi Jampang terdiri dari breksi dengan fragmen-fragmen andesit
hornblende dan hipersten didalam masa dasar pasir tufaan.Tidak terpilah, di
beberapa tempat terdapat bongkah-bongkah lava berserakan.Di beberapa
tempat terdapat pola sisipan batupasir tufaan berbutir kasar.Dasarnya tidak
tersingkap.
6
Formasi Pemali
Lokasi Tipe Formasi Pemali terletak di Sungai Cibabakan, dekat Kali
Pemali di daerah Bumiayu.Van Bemmelen (1949) mengkorelasikan formasi
ini dengan Formasi Merawu di Daerah Karangkobar.Formasi Pemali tersusun
atas napal-globigerina berwarna biru keabu-abuan dan hijau keabu-
abuan.Kadang terdapat sisipan batugamping pasiran berwarna abu-abu
kebiruan, batupasir tufaan dan lensa-lensa batupasir kasar.Perlapisan
umumnya kurang baik.Tebal formasi ini mencapai 900 meter.
Formasi Rambatan
Formasi Rambatan bagian bawah tersusun atas batupasir gampingan dan
konglomerat berselang-seling dengan lapisan tipis napal dan serpih.
Sedangkan bagian atas tersusun atas batupasir gampingan berwarna abu-abu
muda sampai biru keabu-abuan. (menurut Kastowo dan Suwarna,
1996).Mengenai umur dari formasi ini masih terdapat perbedaan antara para
peneliti terdahulu. Kandungan Foraminifera besar menunjukan umur Miosen
Tengah, sedangkan foraminifera plankton menunjukkan umur Miosen Akhir-
Pliosen Awal. Tebal dari Formasi Rambatan ini berbeda disetiap tempat dari
400-900 m.
Formasi Lawak
Lokasi tipe dari formasi ini berada di Kali Lawak, dekat Bumiayu.
Formasi Lawak tersusun atas napal kehijauan dengan beberapa sisipan
batugamping foraminifera dan batupasir gampingan. Bagian atas dari formasi
ini tersusun atas napal globigerina dengan beberapa sisipan batupasir.
Kandungan foraminifera menunjukkan bahwa umur dari formasi ini Miosen
Tengah. Tebal diperkirakan mencapai 150 m.
Formasi Halang
Formasi ini terdiri atas batuan sedimen jenis turbidit, sehingga memiliki
struktur sedimen yang jelas antara lain perlapisan bersusun, convolute
lamination, flute cast, dll. Terdapat pula lensa-lensa berupa breksi gunungapi
(br).Ketebalan seluruhnya formasi ini lebih dari 2.400 meter.Bagian atas
dikuasai oleh lapisan batulempung dan napal, bagian tengah runtunan
7
mengandung sisipan atau berselingan dengan batupasir wacke gampingan
yang mengandung hornblende, feldspar, kuarsa dan kalsit. Sedangkan bagian
bawah formasi, bersisipan dengan lapisan batugamping dan lensa
batugamping berukuran bongkah yang mengandung fosil foraminifera besar
serta moluska. Tertindih tak selaras Formasi Tapak dan menjemari dengan
Anggota Gununghurip Formasi Halang dan Formasi Kumbang, serta
menindih secara selaras Formasi Pemali. Pada daerah Bantarkawung,
kandungan foraminifera menujukan umur Miosen Atas, sedangkan di dekat
Majenang, foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah. Ketebalan
formasi ini beragam dari 390-2600 m.
Formasi Kumbang
Lokasi tipe dari formasi ini terletak pada hulu Sungai Babakan di dekat
Gunung Kumbang.Formasi ini merupakan hasil endapan yang khas dari
produk gunungapi Pliosen.Tetapi menurut Van Bemmelen (1949)
menyebutnya Miosen Akhir, sedangkan menurut Kastowo dan Suwarna
(1996) menyatakan bahwa umur dari formasi ini Miosen Tengah-Pliosen
Awal.
Formasi Kumbang tersusun atas breksi gunungapi yang bersifat andesitis,
massif dan berlapis buruk dengan fragmen yang umumnya
menyudut.Terdapat juga aliran lava dan retas andesit, tufa, tufa pasiran dan
batupasir tufaan yang berlapis, konglomerat dan sisipan tipis
magnetit.Sebagian breksi mengalami propilitisasi.Ketebalan maksimum dari
formasi ini adalah 750 -2000 m dan menipis kearah timur.Formasi ini di
endapkan di bagian atas dari kipas bawah laut (upper fan) dengan mekanisme
turbiditik.
Formasi Tapak
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Gunung Tapak, 12 km dari
Bantarkawung.Formasi Tapak tersusun oleh batulempung gampingan secara
dominan, kadang-kadang napal tidak berlapis, atau batugamping dengan
sisipan batupasir.Sering dijumpai pecahan-pecahan cangkang moluska yang
merupakan ciri khas dari formasi ini.
8
Satuan ini juga tersusun oleh batupasir kasar kehijauan pada bagian
bawah yang berangsur-angsur berubah menjadi batupasir lebih menghalus
kehijauan kearah atas dengan sisipan berupa napal berwarna kelabu sampai
kekuningan (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996).Setempat dijumpai
batugamping terumbu.
Formasi Kalibiuk
Formasi Kalibiuk tersusun atas batulempung dan napal kebiruan dengan
kandungan fosil.Pada bagian tengah ditemukan sisipan lensa-lensa batupasir
kehijauan dengan kandungan moluska yang melimpah.Kelompok moluska
tersebut mengindikasikan tidal zone facies yang berumur Pliosen.Umur dari
formasi ini adalah bagian bawah Pliosen Atas, atau bagian atas Pliosen
Bawah.
Formasi ini memiliki ketebalan 2500m (Kastowo dan Suwarna,
1996).Formasi Kalibiuk dapat dikoreasikan dengan Formasi Cijulang
dibagian barat atau dengan Bodas Series di bagian timur.
Formasi Kaliglagah
Formasi Kaliglagah tersusun atas batupasir kasar dengan sisipan
konglomerat, batulempung dan napal. Setempat ditemukan lapisan lignit
dengan ketebalan 0,6 1,0 m. batupasir pada umumnya menunjukan struktur
sedimen berupa silang siur dengan mengandung beberapa lapisan tipis
batubara muda (lignit). Pada formasi ini ditemukan fosil mamalia dan
moluska air tawar yang mengindikasikan bahwa umur dari formasi ini adalah
Pliosen Akhir.
Pada bagian bawah tersusun atas batulempung hitam, napal kehijauan
dan batupasir bersusun andesit dan konglomerat.Pada umumnya batupasir
menunjukkan struktur sedimen berupa silang siur dengan beberapa lapisan
batubara muda (lignit).Tebal diperkirakan mencapai 350 meter (menurut
Kastowo dan Suwarna, 1996).
Formasi Mengger
Lokasi tipe satuan ini berada di Gunung Mengger, 10 km arah NNW dari
Bumiayu, singkapan terbaik terdapat di Desa Cisaat.Formasi Mengger
9
tersusun atas tufa abu-abu muda dan batupasir tufaan dengan sisipan
konglomerat dan lapisan tipis magnetit.Pada formasi ini juga ditemukan fosil
mamalia yang termasuk kategori Upper Vertebrate Zone yang menunjukan
umur Pliestosen Awal.Ketebalan dari formasi ini diperkirakan mencapai
150m.
Formasi Gintung
Formasi Gintung tersusun atas perselingan konglomerat bersusun andesit
dan batupasir kelabu kehijauan, batulempung pasiran dan
batulempung.Formasi ini juga dicirikan dengan hadirnya konkresi batupasir
karbonatan dan napal.Pada bagian atas dijumpai perselingan tufa.
Sepanjang Kaligintung, tebal dari formasi ini mencapai 800 meter.
Formasi iini berada di atas Upper Vertebrate Zone (Formasi Mengger),
sehingga diperkirakan bahwa umur dari satuan ini Plistosen Awal-Akhir.
Formasi Linggopodo
Formasi Linggopodo ini merupakan produk gunungapi, tersusun atas
breksi tufa dan lahar yang berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung
Copet (menurut Van Bemmelen, 1949).Formasi ini menindih secara tidak
selaras formasi yang berada dibawahnya, serta ditutupi oleh produk Gunung
Slamet Muda.Komposisi dari formasi ini secara umum dapat disetarakan
dengan Formasi Kumbang. Oleh karena itu, diperkirakan keduanya berasal
dari produk gunungapi yang sama atau setipe dengan waktu yang berbeda.
Lokasi tipe dari satuan ini berada di Gunung Linggopodo.
10
Arah yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang
disebut dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini
merupakan pola dominan yang berkembang di Pulau Jawa (menurut
Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun
yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar
yang berarah utara-selatan.Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi
Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.Pola ini disebut
dengan Pola Sunda.Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53
sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan
berada di dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa
berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan
diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona
Bogor (menurut Van Bemmelen, 1949 op.cit.Pulunggono dan Martodjojo,
1994).
Gambar 2.3. Pola struktur geologi Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo,
1994).
11
berupa sesar naik, sesar normal, dan sesar geser menganan serta mengiri,
yang melibatkan batuan yang berumur Oligo Miosen sampai Plistosen.Sesar
naik secara umum membentuk busur yang memperlihatkan variasi
kemiringan bidang sesar kearah selatan sampai barat, sedangkan sesar normal
terdapat secara setempat.Pola lipatan yang terdapat pada lembar ini berarah
Barat laut Tenggara. Kelurusan yang sebagian diduga sesar mempunyai
pola penyebaran seperti pola sesar, dan umumnya berarah jurus Barat Barat
laut Timur Tenggara, dengan beberapa Timur laut Barat daya, yang di
beberapa tempat saling memotong. Kekar umumnya dijumpai dan
berkembang baik pada batuan berumur Tersier dan Plistosen.
Tektonik pada daerah ini setidaknya terjadi dua (2) periode, yang
menghasilkan struktur berbeda.Yang pertama, terjadi pada Kala Miosen
Tengah dan menghasilkan pengangkatan yang diikuti oleh penerobosan
andesit dan basalt. Formasi Jampang, Pemali, Rambatan, Lawak, dan
Batugamping Kalipucang terlipat dan tersesarkan, terutama membentuk sesar
normal yang berarah Baratlaut - Tenggara dan Timurlaut - Baratdaya. Periode
kedua, yang berlangsung pada Kala Plio-Plistosen menghasilkan sesar geser-
jurus dan sesar naik berarah dari Baratlaut - Tenggara sampai Timurlaut -
Baratdaya.
2.2.Dasar Teori
2.2.1.Geomorfologi
Analisis geomorfologi mencakup beberapa analisis yaitu, analisis
morfografi, analisis morfometri, dan analisis morfogenetik.
a. Morfografi
Morfografi adalah gambaran bentuk permukaan bumi. Aspek
morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi. Sedangkan
perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan
kegiatan tektonik. Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan orde sungai
tersebut salah satunya yaitu pembagian menurut Howard, 1967 dalam Van
Zuidam, R.A. 1985 (Gambar 2.4.)
12
(a)
(b)
Gambar 2.4.Tipe pola pengaliran dasar (a) dan modifikasi (b) (Howard, 1967
dalam Van Zuidam, R.A. 1985)
b. Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai
aspek pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi
kualitatif akan semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Menurut
Van Zuidam (1985), variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh
kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng
(Tabel 2.1.). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik grid cell berukuran 2x2 cm pada peta
topografi skala 1:25.000. Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur
dan dihitung kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan
berikut:
13
Dimana :
Tabel 2.1. Hubungan kelas lereng dengan sifat - sifat proses dan kondisi lahan
disertai simbol warna yang disarankan (Van Zuidam, 1985)
Simbol warna
Kelas Lereng Proses, Karakteristik dan Kondisi lahan
yang disarankan
14
80 - 160 Lahan memiliki kemiringan lereng agak
curam, rawan terhadap bahaya longsor,
(15 - 30 %) Kuning Tua
erosi permukaan dan erosi alur.
c. Morfogenetik
Morfogenetik merupakan proses terbentuknya permukaan bumi. Proses
yang berkembang terhadap pembentukan permukaan bumi tersebut yaitu
proses eksogen dan proses endogen. Pada pembagian klasifikasi bentuk
muka bumi terdapat beberapa kriteria yaitu secara umum dibagi
berdasarkan satuan bentang alam yang dibentuk akibat proses-proses
endogen/struktur geologi (pegunungan lipatan, pegunungan plateau/lapisan
datar, pegunungan sesar, dan gunungapi) dan proses-proses eksogen
(pegunungan karst, dataran sungai dan danau, dataran pantai, delta, dan
laut, gurun, dan glasial), yang kemudian dibagi ke dalam satuan bentuk
muka bumi lebih detil yang dipengaruhi oleh proses-proses eksogen.
Dalam satuan pegunungan akibat proses endogen, termasuk di dalamnya
adalah lembah dan dataran yang bisa dibentuk baik oleh proses endogen
15
maupun oleh proses eksogen. Pembagian lembah dan bukit adalah batas
atau titik belok dari bentuk gelombang sinusoidal ideal.
Dalam geomorfologi, banyak peneliti mengacu pada Amerika yang
mengikuti prinsip-prinsip Davisian tentang siklus geomorfologi. Prinsip ini
kemudian dijabarkan oleh Lobeck (1939) dengan suatu klasifikasi bentang
alam dan bentuk muka bumi yang dikontrol oleh tiga parameter utama,
yaitu struktur (struktur geologi, proses geologi endogen yang bersifat
konstruksional/membangun), proses eksogen (proses yang bersifat
destruksional/merusak atau denudasional), dan tahapan (yang kadangkala
ditafsirkan sebagai umur tetapi sebenarnya adalah respon batuan
terhadap proses eksogen, semakin tinggi responnya, semakin dewasa
tahapannya). Selain kegiatan tektonik, proses kegiatan magma dan
gunungapi (vulkanik) sangat berperan merubah bentuk permukaan bumi,
sehingga membentuk perbukitan intrusi dan gunungapi.
2.2.2.Stratigrafi
Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari lapisan-lapisan batuan
serta hubungannya satu dengan yang lain kemudian kejadian-kejadian di alam
dalam hubungan ruang dan waktu yang meliputi umur, hubungan
lateral/vertikal, ketebalan, penyebaran dan keterjadiannya,yang memiliki
tujuan untuk mendapatkan pengetahuan sejarah bumi dan pengetahuan
lainnya dari lapisan batuan yang mempunyai arti ekonomis ataupun tidak.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan pada keterdapatan litologi
yang dominan pada satuan tersebut.Penentuan satuan-satuan batuan
didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan.Sandi
Stratigrafi Indonesia Pasal 15 menjelaskan mengenai batas dan penyebaran
satuan yaitu:
16
b. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya
atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan
bidang yang diperkirakan kedudukannya.
c. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari- jemari,
peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila
memenuhi persyaratan Sandi.
d. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
e. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batas cekungan pengendapan atau aspek-aspek geologi lain.
f. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak bolehdipergunakan sebagai
alasan berakhirnya penyebaranlateral (pelamparan) suatu satuan.Batas
dan penyebaran dari setiap satuan litologi dapat dilihat dari bidang
kontak antar perlapisannya yang dapat bersifat tegas atau berangsur.
Kontak antar perlapisan batuan atau sentuhan stratigrafiyang kita kenal
ada dua macam yaitu :
1. Selaras (conformable)
Sedimentasi berlangsung menerus tanpa adanya interupsi atau
penghentian proses sedimentasi dari satuan stratigrafi mulai dari
yang dibawah sampai ke lapisan yang diatasnya. Kontak yang
selaras ini dapat bersifat tegas, berangsur, ataupun interkalasi.
17
c. Disconformity , sama seperti paraconformity, namun bidang
erosi yang memisahkannya relatif tak beraturan.
d. Nonconformity, adalah permukaan erosi yang memisahkan
batuan kristalin (intrusi batuan beku atau kompleks
metamorfis) di bawah permukaan dari batuan sedimen
diatasnya.
Istilah lainnya yang perlu diketahui adalah diastem yaitu siklus
sedimentasi tidak menerus yang disebabkan oleh adanya erosi. Hiatus ialah
waktu di mana tak ada proses sedimentasi.
2.2.3.Petrografi
Pettijohn (1975) mengklasifikasikan batupasir berdasarkan presentase
tiga komponen bentuk segitiga yang digabungkan dengan presentase jumlah
kandungan matriksnya (Gambar 2.5.). Ketiga komponen tersebut adalah
Kuarsa (Q), Feldspar (F), dan Lithic Fragmen (L).
18
Tahap kedua adalah mengukur prosentase kandungan matriks, apabila
kandungan matriks berjumlah 0 - 15 %, maka jenis batuannya dinamakan
arenite, sedangkan bila kandungan matriksnya berada diantara 15% - 75%,
maka jenis batuan ini dinamakan wacke, dan apabila kandungan matriksnya
lebih dari 75% dinamakan mudstone.
2.2.4.Struktur Geologi
Analisis geometri berdasarkan pengukuran kedudukan shear fractures
dan tension fractures bertujuan untuk mengetahui pola umum tegasan utama
maksimum (1).
Analisis Kekar
Kekar secara umum didefinisikan sebagai retakan. Apabila retakan
terjadi karena gaya tegasan disebut sebagai retakan tekanan sedangkan
retakan yang terjadi karena gaya tarikan disebut sebagai kekar tarikan.
Kegunaan analisis kekar diantaranya untuk mengetahui pola umum struktur
geologi daerah penelitian. Secara genetik, kekar dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu :
1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser
(shearing) searah bidang rekahan.
2. Kekar tarik (Extensional joint), adalah rekahan yang bidang-
bidangnya terbentuk kadanya kecenderungan untuk saling menarik
(meregang) atau bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya.
Analisis Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan dapat
diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold
(lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken side,
breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air terjun.
Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para ahli terdahulu,
mengingat struktur sesar adalah rekahan kekar di dalam bumi yang
ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya
19
diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan besarnya pergeseran
tersebut.Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk ditemukan untuk itu
pengolahan data kekar untuk mengetahui tegasan utamanya sehingga dapat
diketahui pergerakan sesarnya.
Kinematika struktur geologi yang berkembang secara regional secara
langsung akan mempengaruhi kondisi geologi struktur daerah penelitian.
Untuk penamaan sesar, penyusun mengacu pada penamaan Rickard (1972)
(Gambar 2.6.). Karakteristik penamaan oleh Rickard (1972) adalah
mengkombinasikan besar kemiringan bidang sesar dengan besar sudut pitch.
Berdasarkan kombinasi tersebut yang kemudian di plot pada diagram,
menghasilkan penamaan sesar dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Apabila pitch kurang atau sama dengan 10o, maka sesar dinamakan
sesar mendatar, baik dekstral (menganan) atau sinistral (mengiri).
Dalam klasifikasi ini dinamakan sebagai right slip fault atau left slip
fault.
b. Apabila pitch 80o sampai 90o, dengan memperhatikan pergerakan sesar
(naik atau normal) maka akan diberi nama normal faultatau reverse
fault. Namun apabila kemiringan bidang sesar kurang dari 45o dengan
pitch yang sama dengan ketentuan tersebut maka untuk sesar normal
akan dinamakan lag normal fault (low angel normal fault) atau sesar
normal bersudut kecil, dan untuk sesar naik dinamakan thrust fault atau
sesar anjak.
c. Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar dari 10o dan kurang atau
sama dengan 45o, maka sesar merupakan sesar mendatar yang
memiliki pergerakan naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan
naik atau turun tersebut menjadi keterangan pergerakan sesar mendatar
tersebut, misalnya sesar mendatar mengiri (sinistral) normal dengan
ciri pitch lebih besar dari 10o dan kurang atau sama dengan 45o serta
kemiringan bidang sesar 50o maka dinamakan normal left slip fault.
Apabila kemiringan sesar kurang dari 45o dengan pergerakan yang
20
sama, maka disebut sebagai lag left slip fault. Hal tersebut juga berlaku
untuk pergerakan naik.
d. Apabila pitch lebih dari 45o.dan kurang dari 80o, dengan pergerakan
normal atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika
pergeseran mendatar (menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih
dari 45o, maka dapat dinamakan right slip normal fault,right slip
reverse fault,left slip normal fault atau left slip reverse fault. Hal
tersebut juga berlaku untuk lag fault dan reverse fault.
Analisis Lipatan
Perlipatan merupakan hasil dari deformasi atau perubahan bentuk dan
atau volume dari suatu batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan
atau himpunan lengkungan pada unsur garis atau bidang-bidang dalam
batuan.Unsur garis atau bidang yang dimaksud adalah bidang perlapisan.
Berdasarkan bentuknya, maka lipatan dibagi atas :
- Antiklin : ialah lipatan dimana bagian cembungnya mengarah ke atas.
Dalam hal ini semakin tua batuannya semakin dalam letaknya.Jika
batuannya telah mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan
Synantiklin.
- Sinklin : ialah lipatan dimana bagian cekungannya mengarah keatas.
Dimana semakin muda batuannya semakin dalam letaknya.Jika
21
batuannya telah mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan
Antisinklin.
Teori Harding
Dalam merekonstruksi stuktur geologi dapat menggunakan pemodelan
stuktur.Pemodelan struktur yang dipakai oleh penulis yaitu model
22
Harding(Strain Stress Ellipsoid Model ) atau yang lebih dikenal dengan
model Simple Shear. Strain stress ellipsoid model atau Simple Shear adalah
sebuah model analisa struktur yang dikemukakan oleh Harding pada tahun
1973 (Gambar 2.8.). Model analisa struktur ini digunakan untuk
menentukan arah gaya kompresi pembentuk struktur, baik kekar maupun
sesar. Melalui model strain stress ellipsoid ini dapat diperkirakan pula pada
arah mana dapat terjadi normal fault dan thrust fault serta arah sumbu
lipatan. Arah dari normal fault akan sejajar dengan gaya kompresi
utamanya, dan sebaliknyathrust fault akan berarah tegak lurus degan gaya
kompresi utamanya. Model ini dapat diterapkan pada batuan yang
heterogen.
Dari model strain ellipse yang lebih dikenal dengan Model Simple
Shear, Harding memberikan gambaran adanya sesar geser mendatar
(wrenching fault) yang mempunyai orientasi atau strike searah dengan
sumbu XX. Sesar geser mendatar dekstral akan menghasilkan gaya
kompresi maksimum yang dapat disebut dengan conjugate force (BB).
Kompresi ini akan menghasilkan retakan yang dapat berkembang menjadi
sesar, yaitu CC yang membentuk sudut 10 hingga 30 dan DD yang
membentuk sudut 70 hingga 90 terhadap strike sesar. Kedua retakan
tersebut , CC dan DD, mempunyai sudut perpotongan antara 60 hingga
70. Garis AA merupakan sumbu panjang dari elips yang juga merupakan
arah dari gaya ekstesi (kompresi minimum).
23
Gambar 2.8. Model Strain Ellipse / Simple Shear (Wilcox, Harding, dan Seely,
1973)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
25
4. Analisis geomorfologi, berupa peta pola aliran dan kelurusan sungai
5. Membuat surat perijinan masuk lokasi daerah penelitian sebelum
melakukan kegiatan di lapangan kepada aparat setempat.
26
Pada tahap penelitian lapangan yang dilakukan adalah melakukan
pengambilan data lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncanakan
sebelumnya. Pengambilan data ini berupa pengambilan contoh batuan atau
sampel yang selanjutnya akan dilakukan penelitian atau dianalisis di
laboratorium dan pengambilan data geologi seperti pengukuran Strike/Dip
perlapisan, pengukuran data struktur, plotting lokasi penelitian, pencatatan,
pengambilan foto dan pengamatan geomorfologi. Tahapan ini sangat penting
untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menguji hipotesa dan
interpretasi yang dilakukan tahap sebelumnya.
27
f. Analisis Struktur
Dibutuhkan untuk menganalisis deformasi yang telah terjadi pada
daerah penelitian.
Setelah melakukan analisis-analisis diatas, dilakukan tahap pembuatan
peta. Peta dibuat berdasarkan data pengamatan geologi permukaan beserta
analisisnya.Peta tersebut terdiri dari beberapa peta yang merupakan
modifikasi terhadap peta dasar. Adapun peta-peta yang dibuat yaitu Peta
Lintasan Geologi, Peta Geomorfologi, Peta Geologi, dan Peta Potensi dan
Sumberdaya Geologi.
3.2.4.Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan dilakukan sebagai tahapan akhir dalam rangkaian
kegiatan praktek kerja lapangan. Laporan tersebut disusun dengan format
baku, mencakup keseluruhan dari kegiatan praktek kerja lapangan yang
dijalankan, mulai dari latar belakang hingga keseluruhan hasil kegiatan.
Setelah selesai tersusun laporan akan diseminarkan secara formal.Tahapan
penyusunan laporan tergambar pada diagram alir metode penelitian (Gambar
3.1.)
28
Geologi Daerah Sekardoja Tiga dan Sekitarnya,
Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes,
Provinsi Jawa Tengah.
29
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Daerah penelitian yang berada di dusun Sekardoja Tiga dan sekitarnya terdiri
dari morfologi lembah struktural (Gambar 4.1.a), perbukitan struktural (Gambar
4.1.b) dan dataran aluvial F4 (Gambar 4.1.c) dengan perbedaan elevasi yang
landai sampai curam di beberapa tempat dalam daerah penelitian.
Pengamatan pada peta topografi daerah Sekardoja Tiga dan sekitarnya
memperlihatkan pola kontur yang beragam. Pada bagian barat laut
memperlihatkan pola kontur rapat yang mencerminkan bentuk lahan berupa
perbukitan.Kemudian pada bagian tengah daerah penelitian memperlihatkan pola
kontur yang dominan renggang dan agak rapat di beberapa tempat yang
mencerminkan bentuk lahan berupa lembah dan perbukitan.Sedangkan pada
bagian tenggara memperlihatkan pola kontur yang sangat renggang berupa
dataran.
Berdasarkan hasil perhitungan persen lereng, perbukitan struktural pada
bagian barat laut memiliki kemiringan yang curam.Pembentukkan bentuk lahan
perbukitan ini dipengaruhi oleh proses endogen dimana kontrol utamanya ialah
struktur geologi. Pada bagian tenggara daerah penelitian, diidentifikasi sebagai
dataran aluvial dimana tidak memiliki lereng atau datar yang dikontrol oleh
keberadaan sungai utama. Adapun sisanya diidentifikasi sebagai lembah struktural
dimana kemiringannya landai sampai agak curam. Morfologi lembah struktural ini
mendominasi daerah penelitian dimana pembentukan lahan ini dipengaruhi oleh
proses struktur geologi yang ada yaitu sesar dan indikasi lipatan.
30
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1. Kenampakan morfologi daerah penelitian, (a)Lembah Struktural, foto
diambil dari Sekardoja Tiga ke arah tenggara (b)Perbukitan Struktural, foto diambil dari
desa Sekardoja menghadap ke arah tenggara (c)Dataran Aluvial F4, foto diambil dari
desa Wlahar ke arah barat laut.
31
4.1.1.Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai
Berdasarkan pada klasifikasi pola aliran sungai menurut Howard (1967,
dalam Van Zuidam, 1985), pola aliran sungai pada daerah penelitian
merupakan pola subdendritik, dengan tahapan erosi yang berkembang di
daerah penelitian pada umumnya adalah erosi muda -dewasa. Pola yang
menunjukan karakteristik pola aliran subdendritik yaitu cabang-cabang sungai
yang membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang. Sedangkan
tipe genetik sungai yang ada pada daerah penelitian yaitu Sungai Konsekuen,
Sungai Resekuen, Sungai Subsekuen dan Sungai Obsekuen (Gambar 4.2.)
Gambar 4.2. Peta Pola Pengaliran dan Tipe Genetik Sungai Daerah Penelitian.
32
4.1.1.1.Pola Aliran Sungai
Sungai utama yang berada di daerah penelitian adalah Sungai
Pemali. Sungai ini mengalir dari arah selatan ke timur dan memiliki
debit aliran yang tetap sepanjang tahun, oleh karena itu sungai ini
termasuk ke dalam sungai permanen. Anak-anak sungai utama yaitu
sungai kalibanteng dan sungai wlahar termasuk ke dalam sungai
intermitten, dikarenakan hanya mengalir saat hujan tiba. Tahapan erosi
yang berkembang di daerah penelitian pada umumnya adalah erosi
muda-dewasa.
Sungai-sungai yang terdapat pada daerah penelitian memiliki
pola aliran subdendritik (Gambar 4.3.). Pola aliran subdendritik
menunjukkan secara horizontal terdiri dari lapisan-lapisan batuan
sedimen yang memiliki tingkat resistensi yang beragam (Van Zuidam,
1985).
Gambar 4.3. Tipe pola pengaliran menurut Zenith, 1932 (A) dan Pola
Pengaliran Modifikasi Sungai menurut A. D. Howard, 1967 (B dan C)
33
lipatan maupun kemiringan lapisan batuan dibanding oleh faktor
resistensi litologinya.
4.1.2.Satuan Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian dibuat berdasarkan
pengamatan langsung di lokasi penelitian dan beberapa aspek geomorfologi
menurut klasifikasi Van Zuidam (1985), diantaranya morfografi (bentuk
lahan), morfometri (nilai aspek geomorfologi), dan morfogenetik (asal dan
proses terjadinya bentuk lahan). Sehingga daerah Sekardoja Tiga dan
sekitarnya dapat dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi (Gambar 4.4.), antara
lain : Satuan Lembah Struktural (S1), Satuan Perbukitan Struktural (S2), dan
Satuan Dataran Aluvial (F4). Selain itu ketiga satuan ini mempunyai persen
lereng yang berbeda yang menunjukan kelas kemiringan lerengnya masing-
masing, dapat dilihat dalam Peta Kemiringan Lereng (Lampiran 3).
34
Gambar 4.4. Peta Geomorfologi daerah penelitian
35
proses erosi lateral yang dominan. Pola pengaliran yang terdapat pada
satuan ini yaitu pola pengaliran Subdendritik (Howard, 1967) dengan
tipe genetik sungai konsekuen, obsekuen, resekuen dan subsekuen.
Satuan ini tersusun atas batupasir dan batulempung.
Pembentukan satuan ini dipengaruhi oleh adanya struktur
geologi yang ada di daerah penelitian yaitu lipatan berupa sinklin dan
antiklin, serta sesar. Proses eksogenik yang juga ikut mempengaruhi
antara lain berupa pelapukan, erosi, transportasi serta sedimentasi. Tata
guna lahan pada satuan ini digunakan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan oleh penduduk sekitar.
(a)
(b)
Gambar 4.5. Kenampakan Satuan Lembah Struktural (S1), foto diambil dari
areal persawahan dusun sekardoja tiga menghadap kearah tenggara (a) dan
timur laut (b)
36
4.1.2.2.Satuan Perbukitan Struktural (S2)
Satuan Perbukitan Struktural (S2) ini menempati 5 % dari luas
daerah penelitian. Pada peta geomorfologi, satuan ini ditandai dengan
warna ungu tua yang berada dibagian barat laut daerah penelitian.
Satuan ini memiliki kenampakan morfografi berupa bukit (Gambar
4.6.). Pada peta topografi memperlihatkan pola kontur yang rapat
dengan ketinggian 50 - 87.5 mdpl dan memiliki persen lereng 22.73 -
38.46% yang termasuk kedalam kelas lereng curam (Van Zuidam,
1985).
Pola pengaliran yang terdapat pada satuan ini yaitu pola
pengaliran Subdendritik (Howard, 1967) dengan bentuk lembah U.
Satuan ini tersusun atas batupasir dan sisipan batulempung.
Pembentukan satuan ini dipengaruhi oleh adanya struktur
geologi yang ada di daerah penelitian yaitu lipatan. Selain itu, proses
eksogenik yang juga ikut mempengaruhi berupa pelapukan, erosi,
transportasi dan sedimentasi. Tata guna lahan pada satuan ini digunakan
sebagai lahan perkebunan oleh penduduk sekitar.
37
4.1.2.3.Satuan Dataran Aluvial (F4)
Satuan Dataran Aluvial (F4) ini menempati 15 % dari luas
daerah penelitian. Pada peta geomorfologi, satuan ini ditandai dengan
warna biru tua yang berada dibagian tenggara daerah penelitian. Satuan
ini memiliki kenampakan morfografi berupa dataran (Gambar 4.7.).
Pada peta topografi memperlihatkan pola kontur yang sangat renggang
dengan ketinggian 37.5 - 12.5 mdpl dan memiliki persen lereng 6.25 -
7.14% yang termasuk kedalam kelas lereng landai (Van Zuidam,1985).
Pola pengaliran yang terdapat pada satuan ini yaitu pola
pengaliran Subdendritik (Howard, 1967) dengan bentuk lembah U.
Satuan ini tersusun atas endapan alluvial.
Pembentukan satuan ini dapat diakibatkan oleh aksi air
permukaan, dapat di dominasi pula oleh tenaga eksogen seperti iklim,
curah hujan, jenis batuan, dan factor lain yang dapat mempercepat
terjadinya pelapukan dan erosi. Daerah alluvial ini tertutup oleh bahan
hasil rombakan dari daerah di sekitarnya yang lebih tinggi letaknya.
Tata guna lahan pada satuan ini digunakan sebagai lahan pertanian dan
jalan oleh penduduk sekitar.
(a)
38
(b)
Gambar 4.7. Kenampakan Satuan Dataran Alluvial (F4), foto diambil dari
desa Wlahar menghadap kearah barat laut (a) dan utara (b)
Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari tiga satuan batuan yang diperoleh dari
beberapa litologi yang deskripsi dan selanjutnya dilakukan analisis petrografi dan
paleontologi. Dalam penamaan satuan batuan di daerah penelitian, penyusun
menggunakan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi (SSI, 1996) yaitu
penamaan satuan batuan berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dapat diamati
dilapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragaman, serta posisi stratigrafi
terhadap satuan-satuan yang ada di bawah maupun di atasnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka satuan batuan dari yang tertua sampai yang
termuda yaitu :
1. Satuan Batupasir
2. Satuan Batulempung
3. Satuan Endapan Alluvial
Urutan Stratigrafi daerah Sekardoja Tiga dan sekitarnya disajikan dalam tabel
4.1. dan persebaran satuan batuannya tergambarkan dalam peta Geologi Daerah
Penelitian (Gambar 4.8.).
39
Tabel 4.1. Stratigrafi Daerah Penelitian
Satuan batuan dibagi berdasarkan ciri litologi yang khas yang terdapat pada
satuan batuan tersebut. Sehingga penamaannya didasarkan pada batuan yang
muncul paling dominan di satuan batuan tersebut. Satuan batuan dibahas dari
urutan satuan batuan tertua menuju satuan batuan yang lebih muda dalam bentuk
kolom stratigrafi (Gambar 4.9.).
40
Gambar 4.9. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian
41
Untuk memperjelas tatanan stratigrafi daerah penelitian, maka dilakukan
pembahasan tiap satuan batuan pada daerah penelitian. Pembahasan satuan batuan
tersebut meliputi :
1. Ciri litologi tiap satuan batuan
2. Penyebaran dan ketebalan satuan
3. Umur relatif dan lingkungan pengendapan
4. Kontak/ hubungan antar satuan batuan
4.2.1.Satuan Batupasir
Satuan Batupasir ini menempati 20 % daerah penelitian, dengan
menggunakan penamaan yang didasarkan pada litologi yang dominan.
Satuan Batupasir ini terdiri atas batupasir dan batupasir sisipan batulempung
(Gambar 4.10.).
Gambar 4.10. Singkapan batupasir pada lokasi pengamatan ADS 22 berada pada
punggungan bukit G.Sekardoja, foto diambil menghadap kearah utara.
4.2.1.1.Ciri Litologi
Secara megaskopis batupasir pada satuan ini umumnya
mempunyai ciri litologi antara lain berwarna coklat keabu-abuan,
bersifat karbonatan, berbutir halus hingga sedang, terpilah baik, kemas
42
tertutup, kondisi lapuk namun beberapa cukup kompak, dan memiliki
tebal yang bervariasi antara 35 cm 100 cm (Gambar 4.11.a). Dalam
batupasir, tersisipkan batulempung berwarna abu-abu, ukuran butir
lempung, terpilah baik, kemas tertutup, bersifat karbonatan, tebal
antara 10 - 35 cm (Gambar 4.11.b).
(a)
(b)
Gambar 4.11. Kenampakan litologi batupasir (a), dan batulempung (b) pada
satuan batupasir
43
Struktur sedimen yang terdapat pada satuan ini berupa struktur
parallel laminasi (Gambar 4.12.).
(a) (b)
Gambar 4.12. Kenampakan struktur sedimen parallel laminasi pada lapisan
batupasir di lokasi pengamatan ADS 25 (a) dan ADS 23 (b)
44
Gambar 4.13. Kenampakan sayatan batupasir secara mikroskopis dilihat dari
nikol silang dan nikol sejajar
45
4.2.1.2.Penyebaran dan Ketebalan
Penyebaran satuan batupasir ini meliputi wilayah barat laut dan
barat daya daerah penelitian yang membentang dari arah barat hingga
timur dan dari barat laut ke tenggara, Singkapan - singkapan yang
ditemukan berada di sepanjang punggungan bukit gunung Sekardoja
dan ditemukan pula pada anak- anak sungai. Ketebalan satuan ini
diperkirakan lebih dari 725 m yang didapat dari hasil perhitungan
ketebalan pada rekonstruksi penampang sayatan geologi daerah
penelitian. Kenampakan dilapangan menunjukan ketebalan lapisan yang
bervariasi antara 35 - 100 cm.
4.2.1.4.Kontak/Hubungan Stratigrafi
Satuan batupasir ini merupakan satuan batuan yang tertua pada
daerah penelitian. Hubungan satuan batupasir ini dengan satuan
batulempung diatasnya adalah selaras, ditunjukan dengan kemiringan
lapisan satuan batuan yang relatif sama dan tidak ditemukan bidang
erosional serta tidak adanya selang waktu pengendapan antara kedua
satuan ini.
46
4.2.2.Satuan Batulempung
Satuan Batulempung ini menempati 65 % daerah penelitian. Satuan
Batulempung ini terdiri atas batulempung dengan sedikit sisipan batupasir
(Gambar 4.15.)
4.2.2.1.Ciri Litologi
Secara megaskopis batulempung pada satuan ini umumnya
mempunyai ciri litologi antara lain berwarna abu-abu (segar) sampai
kecoklatan (lapuk), bersifat karbonatan, ukuran butir lempung, terpilah
baik, kemas tertutup, kondisi lapuk (Gambar 4.16.a). Didalam
batulempung ini, terdapat sedikit sisipan batupasir berwarna coklat
terang, ukuran butir pasir halus sangat halus, terpilah baik, kemas
tertutup, bersifat karbonatan, dan kompak serta terdapat struktur parallel
laminasi.(Gambar 4.16.b).
47
(a)
(b)
48
Berdasarkan data tersebut kemudian di ploting dengan menggunakan
klasifikasi Pettijohn (1975) dan didapat nama batuannya adalah
Mudrocks.
49
Gambar 4.18. Kenampakan sayatan batupasir pada satuan batulempung
secara mikroskopis dilihat dari nikol silang dan nikol sejajar
50
lingkungan pengendapannya, dapat diperkirakan satuan batulempung
ini merupakan bagian dari formasi Halang.
4.2.3.1.Ciri Litologi
Satuan ini terdiri dari material lepas berukuran bongkah,
kerikil hingga pasir dan endapan sungai lepas lainnya. Material lepas ini
berupa pecahan-pecahan dari batuan di bagian hulu sungai atau
sekitaran sungai yang terkikis dan terbawa oleh aliran sungai yang
kemudian terendapkan menjadi endapan alluvial (Gambar 4.19.).
(a)
51
(b)
Gambar 4.19. Kenampakan endapan alluvial di sungai utama daerah
penelitian, foto diambil menghadap kearah tenggara (a) dan timur laut (b)
4.2.3.4.Kontak/Hubungan Stratigrafi
Satuan ini diendapkan setelah satuan batupasir dan satuan
batulempung. Hubungan satuan ini dengan satuan yang ada di
bawahnya adalah tidak selaras karena adanya jeda waktu pengendapan.
52
4.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Tahap awal dari analisis struktur geologi daerah penelitian dilakukan dengan
cara menginterpretasi kelurusan-kelurusan pada peta topografi maupun Citra
SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) yang diharapkan dapat memberi
gambaran perkiraan adanya struktur geologi di daerah penelitian.
Gambar 4.20. Pola Kelurusan SRTM dan Diagram Roset Pola Kelurusan Daerah
Penelitian
53
Berdasarkan data yang didapatkan di daerah penelitian berupa pola
jurus dan kemiringan lapisan batuan, data struktur berupa shearfractures,
serta interpretasi kelurusan- kelurusan pada peta topografi dan citra SRTM,
maka dapat diinterpretasikan bahwa Struktur Geologi yang terdapat di daerah
Sekardoja Tiga dan Sekitarnya antara lain berupa Antiklin, Sinklin, dan Sesar
Mendatar Kanan (Gambar 4.21.)
54
4.3.2. Antiklin Sekardoja Tiga
Struktur geologi Antiklin ini diperkirakan berada di bagian barat daya
daerah penelitian yang diindikasikan dari interpretasi pola jurus dan
kemiringan lapisan batuan pada peta geologi daerah penelitian, serta
didukung dengan hasil rekonstruksi penampang sayatan geologi, yang
menunjukan adanya struktur lipatan yaitu antiklin.
Hasil interpretasi pada peta geologi memperlihatkan adanya lipatan
dengan arah sumbu relatif Baratlaut Tenggara. Untuk menentukan jenis
lipatan ini, digunakan klasifikasi Fleuty (1964), dengan menggunakan data-
data jurus dan kemiringan pada beberapa lokasi pengamatan yang dekat
dengan sumbu dan mendukung struktur antiklin ini.(Tabel 4.2.)
55
Gambar 4.22. Analisis Antiklin Sekardoja Tiga
56
Tabel 4.3.Data Jurus dan Kemiringan Batuan
75 59 SE
50 70 SE
80 50 SE
75 50 SE
55 30 SE
60 42 SE
330 55 NE
325 60 NE
335 64 NE
310 66 NE
320 67 NE
350 66 NE
57
Gambar 4.23. Analisis Sinklin Sekardoja Tiga
58
(a)
(b)
Gambar 4.24. Kenampakan shear fracture di Sungai Kalibanteng pada lokasi
pengamatan ADS.38 (a) dan ADS.39 (b)
Dari hasil analisis data lapangan berupa shear fracture (Tabel 4.4.) dan
arah dominan kelurusan sungai yang diolah menggunakan software Dips dan
CorelDraw X6, didapatkan hasil analisis bahwa sesar yang ada di sungai
Kalibanteng disebut Right Slip Fault berdasarkan nilai pitch dan kemiringan
bidang sesar menggunakan klasifikasi Rickard, 1972 (Gambar 4.25.). Dengan
tegasan utama relatif Baratdaya Timurlaut.
59
Tabel 4.4. Data Shear Fracture di lokasi Sungai Kalibanteng
Strike Strike
Dip Dip
(N.....oE) (N.....oE)
38 51 SE 105 69 SW
96 37 SW 355 79 NE
43 54 SE 113 66 SW
46 56 SE 135 66 SW
350 65 NE 53 44 SE
56 60 SE 121 50 SW
102 36 SW 344 38 NE
94 51 SW 278 55 NE
50 76 SE 264 60 NW
48 55 SE 232 62 NW
45 62 SE 135 55 SW
325 55 NE 100 58 SW
30 70 NE 105 59 SW
195 52 NW 55 62 SE
60
4.3.5. Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian
Berdasarkan rekonstruksi struktur geologi menggunakan model Simple
Shear (Harding,1973) maka dapat disimpulkan bahwa mekanisme
pembentukkan struktur geologi di daerah penelitian diawali oleh adanya gaya
tektonik yang berarah Barat - Timur yang bersifat menggerus (shear) satuan
batuan yang ada sehingga menghasilkan gaya kompresi berarah baratdaya
timurlaut. Gaya kompresi ini mengakibatkan terbentuknya struktur geologi
berupa lipatan antiklin dan sinklin di daerah penelitian yang memiliki sumbu
lipatan berarah Barat laut - Tenggara. Gaya tersebut terus bekerja sampai
batas kelenturan dari lapisan batuan sehingga kemudian terjadi patahan dan
terbentuk sesar mendatar kanan yang memotong struktur lipatan yang
diperkirakan telah terbentuk sebelumnya.
Sejarah geologi pada daerah Sekardoja Tiga dan sekitarnya, dimulai dari Kala
Miosen Akhir hingga Pliosen (N17-N19) terjadi pengendapan satuan batuan
sedimen berupa Batupasir pada lingkungan pengendapan neritik tengah (33-
100m). Satuan batupasir ini diendapkan dengan mekanisme arus yang tenang,
yang diindikasikan dari struktur sedimen yang dijumpai di daerah penelitian
berupa parallel laminasi.
Kemudian diendapkan secara selaras diatasnya, satuan Batulempung pada
Kala Pliosen (N18-N19) di lingkungan pengendapan yang sama yaitu neritik
tengah (33-100m). Satuan batulempung ini diendapkan dengan mekanisme arus
suspensi, yang mana arus ini mampu membawa material berukuran lempung lebih
banyak sehingga terbentuk perlapisan batuan sedimen yang didominasi oleh
batulempung.
Setelah satuan batupasir dan batulempung terendapkan, terjadi aktifitas
tektonik dengan arah tegasan utama relatif Baratdaya Timurlaut. Aktifitas
tektonik ini menyebabkan terbentuknya pengangkatan, perlipatan dan pensesaran
di daerah penelitian. Arah tegasan utama Baratdaya Timurlaut mengakibatkan
terbentuknya struktur lipatan pada satuan batuan di daerah penelitian, struktur
61
lipatan berupa antiklin dan sinklin Sekardoja Tiga dengan sumbu lipatan berarah
Baratlaut - Tenggara. Karena gaya kompresi itu terus bekerja sehingga terjadi
patahan pada satuan batuan yang ada di daerah penelitian yang kemudian
terbentuk sesar mendatar kanan Kalibanteng yang diinterpretasikan memotong
antiklin dan sinklin Sekardoja Tiga.
Kemudian setelah proses tektonik tersebut, terendapkan satuan endapan
alluvial secara tidak selaras pada kala Resen di lingkungan pengendapan darat
dimana proses pengendapannya masih terus berlangsung hingga saat ini. Selain
itu, terjadi proses erosi dan pelapukan yang terus berlangsung sehingga
membentuk kondisi morfologi yang ada saat ini.
Potensi geologi yang terdapat di daerah Sekardoja Tiga dan sekitarnya terdiri
atas potensi positif dan negatif (Gambar 4.26.). Potensi positif merupakan potensi
sumber daya geologi (alam) dari daerah ini yang dapat dimanfaatkan khususnya
oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan seperti pembangunan infrastruktur jalan
dan lain sebagainya. Sedangkan potensi negatif merupakan potensi yang
menimbulkan bencana alam contohnya longsor yang dapat membahayakan
khususnya bagi masyarakat sekitar.
62
Gambar 4.26. Peta Potensi Daerah Penelitian
63
Gambar 4.27. Lokasi potensi galian di Sungai Pemali,dekat dengan lokasi
pengamatan ADS.05 Foto diambil menghadap kearah Timur.
64
(a)
(b)
Gambar 4.28. Lokasi potensi longsor di daerah penelitian, Longsoran pada tebing
sungai Kalibanteng, foto diambil menghadap kearah tenggara (a) dan menghadap
kearah selatan (b)
65
BAB V
KESIMPULAN
1. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian adalah pola aliran
Subdendritik dengan tipe genetik sungai yang terdiri dari Konsekuen,
Obsekuen, Subsekuen dan Resekuen.
2. Satuan geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi 3 satuan yaitu
Satuan Lembah Struktural (S1), Satuan Perbukitan Struktural (S2), dan
Satuan Dataran Alluvial (F4).
3. Stratigrafi daerah penelitian terdiri atas 3 satuan batuan yang diurutkan dari
tua ke muda adalah sebagai berikut :
a. Satuan Batupasir
b. Satuan Batulempung
c. Satuan Endapan Alluvial
4. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah lipatan
berupa Antiklin dan Sinklin Sekardoja Tiga serta Sesar Mendatar Kanan
Kalibanteng. Struktur geologi tersebut dikontrol oleh gaya utama berarah
baratdaya timurlaut.
5. Sejarah geologi pada daerah penelitian dimulai dari Kala Miosen Akhir -
Pliosen (N17-N19) dengan diendapkan satuan Batupasir pada lingkungan
Neritik tengah. Setelah itu diendapkan satuan Batulempung pada Kala
Pliosen (N18-N19) dalam lingkungan pengendapan yang sama. Setelah
satuan batupasir dan batulempung terendapkan, terjadi proses tektonik yang
mengakibatkan pengangkatan, perlipatan dan pensesaran di daerah
penelitian. Dengan arah tegasan utama relatif Baratdaya Timurlaut.
Kemudian setelah proses tektonik tersebut, terendapkan satuan endapan
alluvial secara tidak selaras pada kala Resen di lingkungan pengendapan
darat. Proses lainnya yang terjadi sampai sekarang adalah erosi dan
66
pelapukan. Proses tektonik dan eksogenik itu yang mengakibatkan
morfologi di daerah penelitian seperti saat ini.
6. Daerah penelitian memiliki potensi positif maupun negatif. Potensi positif
meliputi adanya lokasi bahan galian yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar, sedangkan potensi negatif meliputi indikasi potensi
longsor atau gerakan tanah.
67
DAFTAR PUSTAKA
Kastowo dan Suwarna, N., 1996, Peta Geologi Bersistem Indonesia, Lembar
Majenang, Skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia : Indonesia.
Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rock.Third Edition. Harper & Row Publishers,
New York-Evanston-San Fransisco-London
68
DAFTAR LAMPIRAN
69
70