Professional Documents
Culture Documents
LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
OLEH:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul Limfadenitis Tuberkulosis.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis
2.1.1. Definisi dan Etilogi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.1
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Bakteri ini dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penamaan ini
didasarkan pada kemampuan M.tuberculosis untuk mempertahankan ikatan
fuschin yang disebabkan oleh tingginya kandungan lipid pada dinding sel.2
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak
membentuk spora dan termasuk bakteri aerob.3
mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular.6
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).7
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.6
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru
atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).6
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-
valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
6
fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.6
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.6
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling
sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga
bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada
umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang),
demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.6
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul
dalam waktu 26 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung
pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.7
7
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit,
adalah sebagai berikut6:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi kenyal,
tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas.
Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma : Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar
tepi ulkus (skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
2.1.7. Penatalaksanaan TB
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis
maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam
jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi
proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.
15
2.2. Limfadenitis TB
2.2.1. Definisi dan Etiologi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm2, bisa juga dikatakan sebagai abnormalitas ukuran
atau karakter kelenjar getah bening.8
Limfadenitis tuberkulosis merupakan TB ekstra paru yang paling sering
ditemukan di daerah leher. Limfadenitis dapat disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium non tuberculosis (MNT).
Limfadenitis TB perlu dibedakan dengan limfadenopati oleh karena penyebab lain
seperti limfadenitis MNT karena berkaitan dengan terapinya.9
2.2.2. Patofisiologi
Tuberkulosis lymphonodi superficial atau yang sering disebut sebagai
scropuloderma adalah suatu betuk reaktivasi infeksi tuberkulosis, diawali oleh
suatu limfadenitis atau osteomielitis, yang membentuk abses dingin dan
melibatkan kulit diatasnya. Skropuloderma diatandai oleh massa yang padat atau
fluktuatuf, sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi dan
tidak beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai jembatan.
Biasanya ditemukan di daerah leher atau wajah, tetapi dapat juga ditemui di
ektremitas atau trunkus.6
Tuberkulosis lymphonodi superficial atau yang sering disebut sebagai
scropuloderma, merupakan bentuk tuberculosis ekstra pulmonal yang paling
sering pada anak. Secara histories scopuloderma biasanya disebabkan karena
minum susu yang tidak dipasteurisasi yang mengandung M.bovis. Kebanyakan
kasus sekarang terjadi dalam 6 9 bulan infeksi awal oleh M.tuberculosis
walaupun beberapa kasus tampak bertahun tahun kemudian. Limfonodi tonsil,
cervical anterior, submandibuler, dan supraclavicular menjadi terlibat akibat
perluasan lesi primer lapangan paru atas. Limfonodi yang terinfeksi pada inguinal,
epithrochanter, atau daerah axiller akibat dari limfadenitis regional dihubungkan
dengan tuberkulosis kulit atau sistem skeleton. Limfonodi biasanya membesar
perlahan lahan pada awal stadium penyakit limfonodi. Limfonodi ini tetap, tidak
17
keras, tersendiri, dan tidak nyeri. Limfonodi sering terasa difiksasi pada jaringan
di bawahnya atau ada yang menumpanginya. Penyakit paling sering unilateral,
tetapi terjadinye bilateral dapat terjadi karena perpindahan pola drainase
pembuluh limfa pada dada dan leher bagian bawah. Bila infeksi memburuk
banyak nodus yang terinfeksi.5
brusellosis, toksoplasmosis, tumor, kista celah brakial, higoma kistik dan infeksi
piogenik. Masalah yang paling sering adalah membedakan infeksi karena
M.tuberculosis dari limfadenitis karena MNT pada daerah geografi dimana MNT
lazim. Kedua keadaan biasanya disertai dengan radiografi dada normal dan uji
tuberkuin reaktif. Kunci penting untuk diagnosa limfadenitis tuberculosis
merupakan kaitan epidemiologis, adakah penderita yang infeksius di sekitarnya.
Di daerah dimana kedua penyakit lazim ada, satu satunya cara membedakannya
dapat membiakkan jaringan yang terlibat.5
19
BAB 3
STATUS PASIEN
Nama : EBK
Umur : 13 tahun
No. MR : 69.91.36
ANAMNESA
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 2 bulan ini. Benjolan tampak di
leher sebelah kanan. Menurut ibu pasien, benjolan tampak lebih besar sebelum
pasien minum OAT. Nyeri tidak dijumpai. Panas tidak dijumpai. Merah tidak
dijumpai.
Demam dialami pasien sejak kurang lebih 3 minggu ini. Demam dialami
terus menerus. Demam bersifat tinggi dan turun dengan obat penurun panas.
Menggigil dijumpai. Berkeringat tidak dijumpai. Kejang tidak dijumpai.
Riwayat pucat disadari ibu pasien sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Riwayat pucat berulang dijumpai. Riwayat transfusi darah disangkal. Perdarahan
spontan seperti mimisan, gusi berdarah tidakdijumpai. BAB hitam tidak dijumpai.
Bintik-bintik merah di kulit tidak dijumpai. Haid (+) 4-5 hari/kali haid, rutin
setiap bulan, kesan normal. Riwayat perdarahan sukar berhenti disangkal. Lebam-
lebam di kulit disangkal.
20
Muntah dialami pasien sejak 3 minggu ini, , isi apa yang dimakan dan
diminum, frekuensi 2-3 kali/hari dengan volume kurang lebih 100cc/kali muntah.
Muntah diawali dengan mual.
Batuk dialami pasien sejak kurang lebih 1 minggu ini. Batuk bersifat terus
menerus. Batuk disertai dahak berwarna putih dengan volume 10 cc per kali
batuk. Batuk berdarah tidak dijumpai. Riwayat batuk >3 minggu disangkal.
Penurunan nafsu makan dialami pasien sejak 3 bulan ini dan dijumpai
penurunan berat badan 3 kg dalam 2 bulan terakhir.
RPT :
RPO :
PEMERIKSAAN FISIK
Status presens:
Edema (-), anemia (+), sianosis (-), ikterik (-), dyspnea (-)
Status lokalisata:
Leher : Pembesaran KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah, diameter
4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas tegas, permukaan rata.
Status Pubertas: A1 M3 P2
Foto Thorax
23
Laboratorium:
Ht (vol%) 35 36-47
Hitung Jenis
Morfologi Jenis
Elektrolit
Tatalaksana:
BAB 4
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Follow Up
Isolasi
P : Pro Biopsi
13/02/17
Anjuran: EKG
Konsul Anestesi
Kontrol : 19.2
KIMIA KLINIK
Kalsium Ion : 1.23
HATI
Albumin : 3.3 g/dL
KGDS : 87 mg/dL
GINJAL
BUN/Ur/Cr : 10/21/0.47
ELEKTROLIT
Na/K/Cl/Cal: 138/4.0/106/9.40
19/02/17
BAB 5
DISKUSI
Teori Kasus
Tuberkulosis merupakan penyakit yang Benjolan di leher sejak 2 bulan ini.
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Benjolan tampak di leher sebelah
tuberculosis complex. Infeksi TB pada kanan.
kelenjar limfe superfisial, yang disebut
dengan skrofula, merupakan bentuk TB
ekstrapulmonal pada anak yang paling
sering terjadi, dan terbanyak pada
kelenjar limfe leher.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah Benjolan di leher. Hal ini dialami
sebagai berikut : pasien sejak kurang lebih 2 bulan ini.
1. Berat badan turun tanpa sebab Benjolan tampak di leher sebelah
yang jelas atau berat badan kanan. Menurut ibu pasien, benjolan
tidak naik dengan adekuat atau tampak lebih besar sebelum pasien
tidak naik dalam 1 bulan minum OAT. Nyeri tidak dijumpai.
setelah diberikan upaya Panas tidak dijumpai. Merah tidak
perbaikan gizi yang baik. dijumpai.
2. Demam lama (2 minggu) Demam dialami pasien sejak
dan/atau berulang tanpa sebab kurang lebih 3 minggu ini. Demam
yang jelas (bukan demam tifoid, dialami terus menerus. Demam bersifat
infeksi saluran kemih, malaria, tinggi dan turun dengan obat penurun
dan lain-lain). Demam panas. Menggigil dijumpai. Berkeringat
umumnya tidak tinggi. Keringat
tidak dijumpai. Kejang tidak dijumpai.
malam saja bukan merupakan
Riwayat pucat disadari ibu
gejala spesifik TB pada anak
pasien sejak kurang lebih 2 bulan yang
apabila tidak disertai dengan
lalu. Riwayat pucat berulang dijumpai.
gejala-gejala sistemik/umum
Riwayat transfusi darah disangkal.
lain.
Perdarahan spontan seperti mimisan,
35
.
36
BAB 6
KESIMPULAN