You are on page 1of 41

Laporan Kasus Ilmu Kesehatan Anak

LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

OLEH:

MAYA ASHARIE HARAHAP (120100301)

YOLANDA RAHAYU S (120100273)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul Limfadenitis Tuberkulosis.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing, dr. Wisman Dalimunthe, Sp.A(K) yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam
penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 17 Februari 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB1PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
BAB 3 STATUS PASIEN ............................................................................................. 18
BAB 4 FOLLOW UP .................................................................................................... 25
BAB 5 DISKUSI KASUS .............................................................................................. 34
BAB6 KESIMPULAN .................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah yang menonjol di Indonesia.


Bahkan Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan jumlah
kasus terbanyak di dunia. Lebih dari 4000 orang meninggal perhari karena
penyakit yang disebabkan oleh TB di seluruh dunia. TB juga merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang.
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Limfadenitis adalah presentasi klinis paling
sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan
manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan
pembesaran kelenjar getah bening yang lambat.
.Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus
TB anak pertahun adalah 5% sampai 6% dari seluruh kasus TB. Tuberkulosis
pada anak berusia kurang dari 15 tahun di negara berkembang adalah sebesar 15%
dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju sekitar 5-7%. Di Indonesia, 10%
dari seluruh kasus terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun. Jumlah seluruh kasus
TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-
2002) adalah 1086 penderita dengan angka kematian antara 0% sampai 14.1%.
Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42.9%) sedangkan untuk bayi (usia
kurang 12 bulan) sebanyak 16.5%.
Tingginya kasus TB di berbagai tempat diduga disebabkan oleh berbagai
hal. Salah satunya adalah diagnosis yang tidak tepat. Diagnosis pasti TB
ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum,
bilasan lambung atau cairan dan biopsi jaringan tubuh lainnya. Kesulitan
menegakkan diagnosis pasti pada anak diakibatkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya
jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen. Karena alasan demikian, maka
diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, sedangkan
keduanya seringkali tidak spesifik. Dalam Program Pemberantasan TB Nasional,
Departemen Kesehatan (Depkes) menetapkan sistem skoring untuk membantu
2

menegakkan diagnosis TB pada anak. Dalam sistem skoring ini adanya


pembesaran kelenjar limfe menjadi salah satu penilaian selain tampilan klinis, uji
tuberkulin, dan foto Rontgen thoraks.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis
2.1.1. Definisi dan Etilogi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.1
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Bakteri ini dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penamaan ini
didasarkan pada kemampuan M.tuberculosis untuk mempertahankan ikatan
fuschin yang disebabkan oleh tingginya kandungan lipid pada dinding sel.2
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak
membentuk spora dan termasuk bakteri aerob.3

2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis


Tuberkulosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapatkan di
negeri yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun pada
orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi.4
Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika (30%) dan
regio Pasifik Barat (20%). Dari hasil data WHO tahun 2009, lima negara dengan
insiden kasus terbanyak yaitu India (1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika
Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,37-0,55 juta) dan Indonesia (0,35-0,52 juta).
India menyumbangkan kira-kira seperlima dari seluruh jumlah kasus didunia
(21%).1
Menurut penyelidikan WHO dan Unicef di daerah Yogyakarta 0,6%
penduduk menderita tuberkulosis dengan basil tuberkulosis positif di dalam
dahaknya, dengan perbedaan prevalensi di kota dan di desa masing-masing 0,5-
0,8% dan 0,3-0,4%. Uji tuberkulin pada 50% penduduk menunjukkan hasil positif
dengan perincian berdasarkan golongan umur : 1-6 tahun (25,9%), 7-14 tahun
(42,4%), 15 tahun ke atas (58,6%).4
4

2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis


Penularan M.tuberculosis adalah dari orang ke orang, droplet lendir berinti
yang dibawa udara. Faktor lingkungan terutama sirkulasi udara yang buruk,
memperbesar penularan. Anak muda dengan tuberkulosis jarang menginfeksi
anak lain atau orang dewasa.5
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 m), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang
tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.6
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary
complex).6
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB bervariasi selama 212 minggu, biasanya berlangsung selama 48
minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga
5

mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular.6
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).7
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.6
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru
atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).6
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-
valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
6

fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.6
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.6
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling
sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga
bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada
umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang),
demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.6
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul
dalam waktu 26 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung
pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.7
7

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),


biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren ada 3 bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, TB paru kronik.
Sebanyak 0,5-3% penyebaran lomfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. TB
endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional)
dapat terjadi dalam waktu yang lebih (lama 3-9 bulan). TB paru kronik biasanya
terjadi akibar rekativasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalama resolusi
sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja
dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anal
yang terinfeksi TB.6

2.1.4. Manifestasi Klinis.


Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut7:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan
gizi yang baik.
2. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
8

Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit,
adalah sebagai berikut6:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi kenyal,
tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas.
Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma : Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar
tepi ulkus (skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang
terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau
biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada
anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi.
9

Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak direkomendasikan oleh WHO


untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK
Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang
larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB.
Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang
khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan
atau kuman TB.7
Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji
tuberkulin/mantoux test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
PPD RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma.
Namun uji tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Cara
melaksanakan uji tuberkulin terdapat pada lampiran.7
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto
toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat
dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara
umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut7:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks
lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
10

g. Kalsifikasi dengan infiltrat


h. Tuberkuloma

2.5.6. Skoring TB pada anak

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat


dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang
tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai
sistem skoring. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga
tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh
WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan
diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem
skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam
mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana
sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun
overdiagnosis TB.7
11

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas


pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang
terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS untuk
menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman
Nasional.7
12

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)


Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka
dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur
anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB
anak
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan
dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis,
maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak
Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas
(uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan
sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat
skor 6 dari total skor 13.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang
dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
13

2.1.7. Penatalaksanaan TB

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan


profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah7:
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Prinsip pengobatan TB anak :


OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kekambuhan
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis
dan berat ringannya penyakit.
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk
mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika
obat tidak diminum setiap hari.
Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
14

Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis
maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam
jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi
proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.
15

Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap


sesuai dengan tabel tabel berikut ini:

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan


minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket
dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak
berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.
16

2.2. Limfadenitis TB
2.2.1. Definisi dan Etiologi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm2, bisa juga dikatakan sebagai abnormalitas ukuran
atau karakter kelenjar getah bening.8
Limfadenitis tuberkulosis merupakan TB ekstra paru yang paling sering
ditemukan di daerah leher. Limfadenitis dapat disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium non tuberculosis (MNT).
Limfadenitis TB perlu dibedakan dengan limfadenopati oleh karena penyebab lain
seperti limfadenitis MNT karena berkaitan dengan terapinya.9

2.2.2. Patofisiologi
Tuberkulosis lymphonodi superficial atau yang sering disebut sebagai
scropuloderma adalah suatu betuk reaktivasi infeksi tuberkulosis, diawali oleh
suatu limfadenitis atau osteomielitis, yang membentuk abses dingin dan
melibatkan kulit diatasnya. Skropuloderma diatandai oleh massa yang padat atau
fluktuatuf, sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi dan
tidak beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai jembatan.
Biasanya ditemukan di daerah leher atau wajah, tetapi dapat juga ditemui di
ektremitas atau trunkus.6
Tuberkulosis lymphonodi superficial atau yang sering disebut sebagai
scropuloderma, merupakan bentuk tuberculosis ekstra pulmonal yang paling
sering pada anak. Secara histories scopuloderma biasanya disebabkan karena
minum susu yang tidak dipasteurisasi yang mengandung M.bovis. Kebanyakan
kasus sekarang terjadi dalam 6 9 bulan infeksi awal oleh M.tuberculosis
walaupun beberapa kasus tampak bertahun tahun kemudian. Limfonodi tonsil,
cervical anterior, submandibuler, dan supraclavicular menjadi terlibat akibat
perluasan lesi primer lapangan paru atas. Limfonodi yang terinfeksi pada inguinal,
epithrochanter, atau daerah axiller akibat dari limfadenitis regional dihubungkan
dengan tuberkulosis kulit atau sistem skeleton. Limfonodi biasanya membesar
perlahan lahan pada awal stadium penyakit limfonodi. Limfonodi ini tetap, tidak
17

keras, tersendiri, dan tidak nyeri. Limfonodi sering terasa difiksasi pada jaringan
di bawahnya atau ada yang menumpanginya. Penyakit paling sering unilateral,
tetapi terjadinye bilateral dapat terjadi karena perpindahan pola drainase
pembuluh limfa pada dada dan leher bagian bawah. Bila infeksi memburuk
banyak nodus yang terinfeksi.5

2.2.3. Manifestasi Klinis


Tanda tanda dan gejala sistemik selain demam ringan biasanya tidak ada.
Uji kulit tuberculin biasanya reaktif. Radiografi dada normal pada 70 % kasus.
Mulainya sakit kadang kadang lebih akut dengan pembesaran limfonodi yang
cepat, demam, nyeri dan berubah ubah. Tanda permulaan jarang merupakan
massa yang berubah ubah dengan selulitis atau perubahan warna. Limfonodi
tuberculosis dapat memburuk ke pengejuan dan nekrosis bila tidak di terapi.
Apabila kapsul limfonodi pecah, menyebabkan penyebaran infeksi ke limfonodi
yang berdekatan. Robekan limfonodi biasanya berakibat pengaliran saluran sinus
yang mungkin memerlukan pembuangan secara bedah. Limfadenitis tuberculosis
berespon baik terhadap terapi anti tuberkulosis, walaupun limfonodi tidak kembali
pada ukuran normal selama berbulan bulan. Pembuangan secara bedah kurang
dianjurkan karena limfadenitis ini merupakan bagian dari penyakit sistemik.5

2.2.4. Penegakan Diagnosa


Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan basil Mycobacterium
tuberculosis pada pemeriksaan sediaan langsung dan/atau kultur dahak. Namun
pada penderita limfadenitis TB hal ini sulit dilakukan karena biasanya tidak ada
kelainan pada organ paru.10
Definitif limfadenitis tuberculosa biasanya memerlukan konfirmasi
histologis atau bakteriologis, yang paling baik disempurnakan dengan biopsi
eksisi limfonodi yang terlihat. Biakan jaringan limfonodi yang menghasilkan
organisme hanya sekitar 50 % kasus. Banyak keadaan keadaan lain dapat
dirancukan dengan limfadenitis tuberkulosa, termasuk infeksi karena
mikobakteria nontuberkulosis (MNT), penyakit cakaran kucing, tularemia,
18

brusellosis, toksoplasmosis, tumor, kista celah brakial, higoma kistik dan infeksi
piogenik. Masalah yang paling sering adalah membedakan infeksi karena
M.tuberculosis dari limfadenitis karena MNT pada daerah geografi dimana MNT
lazim. Kedua keadaan biasanya disertai dengan radiografi dada normal dan uji
tuberkuin reaktif. Kunci penting untuk diagnosa limfadenitis tuberculosis
merupakan kaitan epidemiologis, adakah penderita yang infeksius di sekitarnya.
Di daerah dimana kedua penyakit lazim ada, satu satunya cara membedakannya
dapat membiakkan jaringan yang terlibat.5
19

BAB 3

STATUS PASIEN

Nama : EBK

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Deli Tua, Deli Serdang

No. MR : 69.91.36

Tanggal masuk : 6 Februari 2017

ANAMNESA

Keluhan Utama : Benjolan di leher

Telaah :

Hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 2 bulan ini. Benjolan tampak di
leher sebelah kanan. Menurut ibu pasien, benjolan tampak lebih besar sebelum
pasien minum OAT. Nyeri tidak dijumpai. Panas tidak dijumpai. Merah tidak
dijumpai.

Demam dialami pasien sejak kurang lebih 3 minggu ini. Demam dialami
terus menerus. Demam bersifat tinggi dan turun dengan obat penurun panas.
Menggigil dijumpai. Berkeringat tidak dijumpai. Kejang tidak dijumpai.

Riwayat pucat disadari ibu pasien sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Riwayat pucat berulang dijumpai. Riwayat transfusi darah disangkal. Perdarahan
spontan seperti mimisan, gusi berdarah tidakdijumpai. BAB hitam tidak dijumpai.
Bintik-bintik merah di kulit tidak dijumpai. Haid (+) 4-5 hari/kali haid, rutin
setiap bulan, kesan normal. Riwayat perdarahan sukar berhenti disangkal. Lebam-
lebam di kulit disangkal.
20

Muntah dialami pasien sejak 3 minggu ini, , isi apa yang dimakan dan
diminum, frekuensi 2-3 kali/hari dengan volume kurang lebih 100cc/kali muntah.
Muntah diawali dengan mual.

Batuk dialami pasien sejak kurang lebih 1 minggu ini. Batuk bersifat terus
menerus. Batuk disertai dahak berwarna putih dengan volume 10 cc per kali
batuk. Batuk berdarah tidak dijumpai. Riwayat batuk >3 minggu disangkal.

Riwayat kontak dengan penderita TB paru dewasa disangkal, namun ayah


pasien diketahui batuk berdahak lama dengan riwayat perokok aktif.

Penurunan nafsu makan dialami pasien sejak 3 bulan ini dan dijumpai
penurunan berat badan 3 kg dalam 2 bulan terakhir.

BAK dan BAB kesan normal.

RPT :

Pasien merupakan rujukan RSU Sembiring oleh Sp.A dengan diagnosis


Limfadenitis TB + Obs Febris dan sudah dilakukan pemeriksaan biopsi kelenjar di
RS Grand Medistra pada tanggal 09/01/2017 dengan hasil limfadenitis TB. Pasien
telah dirawat di RSU Sembiring selama 15 hari dan telat mengkonsumsi OAT
selama 3 minggu.

RPO :

Inj. Amikasin 200mg/12 jam


Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ondansetron 6 mg/8 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Inj. Novalgin 600 mg (k/p)
OAT FDC 1x3 Tab (Rifampisin 150mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid
400mg, Etambutol 275 mg)
21

PEMERIKSAAN FISIK

Status presens:

Sens: Compos Mentis Suhu: 38,30C

TD : 110/60 mmHg (N 105-11/62-66)

Denyut Jantung : 96 kali/menit (N 60-100)

Frek Nafas : 20 kali/menit (N 12-16)

Edema (-), anemia (+), sianosis (-), ikterik (-), dyspnea (-)

BB: 39 kg TB: 150 cm

BB/U: 95% TB/U: 84,7% BB/TB: 84,6%

Kesan: Gizi baik

Status lokalisata:

Kepala : Mata : refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra

inferior pucat (+/+)

Telinga/Hidung/Mulut: tidak ada kelainan/ tidak ada kelainan/ atrofi


lidah (-), Tonsil biasa, Faring biasa.

Leher : Pembesaran KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah, diameter
4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas tegas, permukaan rata.

Pembesaran KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas tegas, permukaan
rata.

Dada : Simetris fusiformis, tidak ada retraksi

HR: 96 x/i, reguler, murmur (-) (N 60-100)


22

RR: 20 x/i, reguler, ronki (-/-) (N 12-16)

Abdomen : Soepel, peristaltik normal, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : Nadi 96 x/i, reguler, tekanan/volume cukup, akral hangat,


capillary refill time< 3 detik, palmar dan plantar pucat (-/-), TD :
110/60 mmHg (N 105-111/62-66)

Status Pubertas: A1 M3 P2

Foto Thorax
23

Laboratorium:

Tabel 3.1. Hasil darah lengkap 06 Februari 2017

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hb (gr/dL) 10,9 12-16

Eritrosit (Juta/L) 4.43 4.10-5.10

Ht (vol%) 35 36-47

Leukosit (/L) 1.130 4.000-11.000

Trombosit (/L ) 107.000 150.000-450.000

Hitung Jenis

Eosinofil (%) 0,0 1.00-3.00

Basofil (%) 0,0 1.00-1.00

Neutrofil (%) 47.80 50.00-70.00

Limfosit (%) 31.0 20.00-40.00

Morfologi Jenis

MCV (fl) 79 81-99

MCH (pg) 24.6 27.0-31.0

MCHC (g/dL) 31.1 31.0-37.0

KGD (mg/dL) 105 <200

Elektrolit

Natrium (mEq/L) 128 135-155


24

Kalium (mEq/L) 4.1 3.6-5.5

Klorida (mEq/L) 92 96-106

Diagnosis Banding: Limfadenitis TB + Demam Neutropenia

Limfoma + Demam Neutropenia

Diagnosis Kerja: Limfadenitis TB+ Demam Neutropenia

Tatalaksana:

IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Paracetamol 3x500mg
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein
Rencana:
Mantoux Test
Mikrobiologi Sputum
Kultur Darah
Kultur Urine
Profil Besi
SDT
25

BAB 4

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Follow Up

06/02/17 S Benjolan di leher, Demam (+)

O Sens: Compos mentis Temp: 38.30C BB: 39 kg TB: 150


cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

Konjungtiva Palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 110 x/menit, reguler, desah (-)

RR: 22 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba

Anggota gerak: nadi 110x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
26

Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein


R/ Konsul Divisi Hemato-Onkologi
Konsul Divisi Kardiologi

07/02/17 S Benjolan di leher, Demam (+)

O Sens: Compos mentis Temp: 37.80C BB: 39 kg TB: 150


cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

konjungtiva Palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 100 x/menit, reguler, desah (-)

RR: 22 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba

Anggota gerak: nadi 100x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
27

Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein

Jawaban Konsul Divisi Hemato-Onkologi :

R/ Biopsi Jika Kondisi Stabil

Konsul Bedah Anak

Pem berian Antibiotik

Isolasi

Telah Dilakukan Mantoux Test pkl 15.00 WIB, pembacaan di lengan


kiri tgl 10/02/17 pkl 15.00 WIB

08/02/17 S Benjolan di leher, Demam (-)

O Sens: Compos mentis Temp: 37,40C BB: 39 kg TB: 150


cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

Konjungtiva Palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 100 x/menit, reguler, desah (-)

RR: 18 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba


28

Anggota gerak: nadi 100x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Inj. Ceftazidime 1 gr/12 jam/iv
Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein
Jawaban Konsul Bedah Anak

P : Pro Biopsi

R/ Insisional Biopsi o/t Colli

09/02/17- S Benjolan di leher, Demam (-)

13/02/17

O Sens: Compos mentis Temp: 37,10C BB: 39 kg TB: 150 cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

Konjungtiva Palpebra inferior pucat (-/-)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 90 x/menit, reguler, desah (-)

RR: 20 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)


29

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba

Anggota gerak: nadi 90x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Inj. Ceftazidime 1 gr/12 jam/iv
Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein

R/ Biopsi : Menunggu Bedah Anak

Jawaban Konsul Kardiologi (09/02/17):

Hasil echo: Intercardial Normal

Anjuran: EKG

Hasil Mantoux Test (10/02/17) : Anergi

14/02/17 S Benjolan di leher, Demam (-)

O Sens: Compos mentis Temp: 36.70C BB: 39 kg TB: 150 cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

Konjungtiva Palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
30

tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 90 x/menit, reguler, desah (-)

RR: 16 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba

Anggota gerak: nadi 90x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Inj. Ceftazidime 1 gr/12 jam/iv
Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein
Divisi Bedah Anak

R/Biopsi Kamis, 16/02/2017

Cek Lab Toleransi Operasi

Konsul Anestesi

Hasil BTA I : Negatif

15/02/17 S Benjolan di leher, Demam (-)

O Sens: Compos mentis Temp: 36.70C BB: 39 kg TB: 150 cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

Konjungtiva Palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
31

tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobilne, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 90 x/menit, reguler, desah (-)

RR: 16 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba

Anggota gerak: nadi 90x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Inj. Ceftazidime 1 gr/12 jam/iv
Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein
Hasil Lab :
Waktu perdarahan : 3 menit
Waktu Protombin
Pasien : 12.0 detik
Kontrol : 14.20 detik
INR : 0.83
APTT
Pasien : 24.0
Kontrol : 32.80
Waktu Trombin
Pasien : 21.1
32

Kontrol : 19.2
KIMIA KLINIK
Kalsium Ion : 1.23
HATI
Albumin : 3.3 g/dL
KGDS : 87 mg/dL
GINJAL
BUN/Ur/Cr : 10/21/0.47
ELEKTROLIT
Na/K/Cl/Cal: 138/4.0/106/9.40

Divisi Bedah Anak


Persiapan Operasi Besok

16/02/17- S Benjolan di leher, Demam (-)

19/02/17

O Sens: Compos mentis Temp: 36.90C BB: 39 kg TB: 150 cm

Kepala: Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3mm,

Konjungtiva Palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga/hidung/mulut: dalam batas normal

Leher : Pemb. KGB (+) di regio colli dextra berjumlah 3 buah,


diameter 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Pemb. KGB (+) di regio colli sinistra berjumlah 4 buah, diameter


1x1cm, 1x1cm, 1x1cm, 2x2cm, mobilne, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.

Dada: Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR: 90 x/menit, reguler, desah (-)


33

RR: 16 x/menit, reguler, ronkhi (-/-)

Abdomen: Soepel membesar, peristaltik (+) normal

Hepar/Lien: tidak teraba

Anggota gerak: nadi 90x/menit, reguler, tekanan/volume cukup,

akral hangat, CRT < 3 detik

A Limfadenitis TB + Obs. Febris Neutropenia

P IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam


Inj. Ceftazidime 1 gr/12 jam/iv
Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein

Menunggu Hasil Biopsi


34

BAB 5
DISKUSI

Teori Kasus
Tuberkulosis merupakan penyakit yang Benjolan di leher sejak 2 bulan ini.
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Benjolan tampak di leher sebelah
tuberculosis complex. Infeksi TB pada kanan.
kelenjar limfe superfisial, yang disebut
dengan skrofula, merupakan bentuk TB
ekstrapulmonal pada anak yang paling
sering terjadi, dan terbanyak pada
kelenjar limfe leher.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah Benjolan di leher. Hal ini dialami
sebagai berikut : pasien sejak kurang lebih 2 bulan ini.
1. Berat badan turun tanpa sebab Benjolan tampak di leher sebelah
yang jelas atau berat badan kanan. Menurut ibu pasien, benjolan
tidak naik dengan adekuat atau tampak lebih besar sebelum pasien
tidak naik dalam 1 bulan minum OAT. Nyeri tidak dijumpai.
setelah diberikan upaya Panas tidak dijumpai. Merah tidak
perbaikan gizi yang baik. dijumpai.
2. Demam lama (2 minggu) Demam dialami pasien sejak
dan/atau berulang tanpa sebab kurang lebih 3 minggu ini. Demam
yang jelas (bukan demam tifoid, dialami terus menerus. Demam bersifat
infeksi saluran kemih, malaria, tinggi dan turun dengan obat penurun
dan lain-lain). Demam panas. Menggigil dijumpai. Berkeringat
umumnya tidak tinggi. Keringat
tidak dijumpai. Kejang tidak dijumpai.
malam saja bukan merupakan
Riwayat pucat disadari ibu
gejala spesifik TB pada anak
pasien sejak kurang lebih 2 bulan yang
apabila tidak disertai dengan
lalu. Riwayat pucat berulang dijumpai.
gejala-gejala sistemik/umum
Riwayat transfusi darah disangkal.
lain.
Perdarahan spontan seperti mimisan,
35

3. Batuk lama 3 minggu, batuk gusi berdarah tidakdijumpai. BAB


bersifat non-remitting (tidak hitam tidak dijumpai. Bintik-bintik
pernah reda atau intensitas merah di kulit tidak dijumpai. Haid (+)
semakin lama semakin parah) 4-5 hari/kali haid, rutin setiap bulan,
dan sebab lain batuk telah kesan normal. Riwayat perdarahan
dapat disingkirkan. sukar berhenti disangkal. Lebam-lebam
4. Nafsu makan tidak ada di kulit disangkal.
(anoreksia) atau berkurang, Muntah dialami pasien sejak 3
disertai gagal tumbuh (failure minggu ini, , isi apa yang dimakan dan
to thrive). diminum, frekuensi 2-3 kali/hari
5. Lesu atau malaise, anak kurang dengan volume kurang lebih 100cc/kali
aktif bermain. muntah. Muntah diawali dengan mual.
6. Diare persisten/menetap (>2 Batuk dialami pasien sejak
minggu) yang tidak sembuh
kurang lebih 1 minggu ini. Batuk
dengan pengobatan baku diare.
bersifat terus menerus. Batuk disertai
dahak berwarna putih dengan volume
10 cc per kali batuk. Batuk berdarah
tidak dijumpai. Riwayat batuk >3
minggu disangkal.
Riwayat kontak dengan
penderita TB paru dewasa disangkal,
namun ayah pasien diketahui batuk
berdahak lama dengan riwayat perokok
aktif.
Penurunan nafsu makan dialami
pasien sejak 3 bulan ini dan dijumpai
penurunan berat badan 3 kg dalam 2
bulan terakhir.
BAK dan BAB kesan normal

.
36

. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak Pembesaran KGB (+) di regio colli


di daerah leher atau regio colli): dextra berjumlah 3 buah, diameter
Pembesaran KGB multipel (>1 4x4cm, 2x1cm, 1x1cm, mobile, nyeri
KGB), diameter 1 cm, tekan (-), batas tegas, permukaan rata.
konsistensi kenyal, tidak nyeri, Pembesaran KGB (+) di regio
dan kadang saling melekat atau colli sinistra berjumlah 4 buah,
konfluens. diameter 1x1cm, 1x1cm, 1x1cm,
2x2cm, mobile, nyeri tekan (-), batas
tegas, permukaan rata.
Tatalaksana medikamentosa TB Anak IVFD D5% NaCl 0,45%
terdiri dari terapi (pengobatan) dan 20cc/jam
profilaksis (pencegahan). Terapi TB Paracetamol 3x500mg
diberikan pada anak yang sakit TB, FDC OAT 1x3 Tab
sedangkan profilaksis TB diberikan Diet MB 1900 kkal + 80 gr
pada anak yang kontak TB (profilaksis
protein
primer) atau anak yang terinfeksi TB
tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam
tatalaksana TB Anak adalah:
Obat TB diberikan dalam paduan
obat tidak boleh diberikan
sebagai monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta, jika
ada ditatalaksana secara
bersamaan.
37

BAB 6
KESIMPULAN

EBK, perempuan, usia 13 tahun, didiagnosa dengan Limfadenitis Tuberkulosis


berdasarkan klinis dan pemeriksaan penunjang dan diberi pengobatan :
IVFD D5% NaCl 0,45% 20cc/jam
Inj. Ceftazidime 1 gr/12 jam/iv
Paracetamol 3x500mg
FDC OAT 1x3 Tab
Diet MB 1900 kkal + 80 gr protein
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.
2. Bakhtiar. Pendekatan Disgnosis Tuberkulosis pada Anak di Sarana
Pelayanan Kesehatan dengan Fasilitas Terbatas. Jurnal Kedokteran Syuah
Kuala vol 16. 2016. Banda Aceh.
3. Agung AW. Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia vol
8. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. 2012.
4. Hassan R. Alatas H. Ilmu kesehatan Anak Jilid 2. Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :
Infomedika. 2007. h 573
5. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K)
et al : Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2000, 1028
42.
6. Departemen Kesehatan. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak.
Ikatan Dokter Anak Idonesia. Jakarta. 2008
7. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta. 2013
8. Amaylia O. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Continuing Medical
Education. 2013.
9. Rezeki M, Parwati I, Bethy SH, dan Anna T. Validitas Multiplex Real
Time Polymerase Chain Reaction untuk Diagnosis Limfadenitis
Tuberkulosis pada Spesimen Blok Parafin. MKB Vol 46. 2014.
10. Ida BS, Adria R, Titi S, Stevanus dkk. Penentuan Diagnostik
Lymphadenophaty Colli dengan Metode Biopsi pada Penderita HIV-TB di
Rumah Sakit Penyakit Infeksi. The Indonesian Journal of Infectious
Disesase. 2013.

You might also like