You are on page 1of 3

Eradicating Tax Evasion, If I Were A Tax Policy Maker

Masih ingatkah dengan mega skandal


penggelapan pajak oleh Asian Agri? Skandal
tersebut menimbulkan kerugian negara kurang
lebih sebesar 1,25 triliun rupiah dengan denda
sebesar 2,5 triliun rupiah. Menariknya, kasus
Asian Agri terungkap setelah adanya justice
collaborator atau whistle blower yaitu mantan
pegawainya sendiri. Jumlah kerugian
pendapatan negara tersebut sangat fantastis
apalagi jika Asian Agri ternyata bukan satu-satunya Wajib Pajak yang melakukan penggelapan
pajak. Kita beralih ke topik amnesti pajak. Jumlah deklarasi harta yang dilakukan oleh Wajib
Pajak sebesar kurang lebih 4.813 triliun rupiah. Jumlah fantastis tersebut bisa jadi terdiri dari
deklarasi harta terkait penggelapan pajak. Kita beranjak ke skandal internasional panama papers.
Skandal ini mengungkap pemimpin negara, pejabat, politikus, pebisnis, yang menggunakan jasa
firma hukum Mossack Fonseca di Panama untuk tujuan bisnis, penyamaran kepemilikan,
penghindaran pajak, bahkan mungkin penggelapan pajak. Menukil dari tiga topik tersebut, kita
bisa menyimpulkan bahwa penggelapan pajak masih menjadi PR besar bagi pemerintah, bahkan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu instrumen untuk mengatasi PR tersebut menurut saya
adalah bagaimana kebijakan perpajakan mampu memberangus penggelapan pajak. Jika saya
mempunyai kewenangan untuk mengubah kebijakan perpajakan di Indonesia , faktor manakah
yang paling penting yang harus diubah dalam rangka memberangus penggelapan pajak di
Indonesia?
For taxation, bank secrecy is more dangerous than a tax haven country. Tax haven
country memang merupakan surga bagi wajib pajak dalam menyembunyikan harta maupun unit
bisnisnya. Keberadaan tax haven country memang merugikan bagi negara domisili wajib pajak
karena adanya potensi pajak yang hilang karena penghindaran pajak maupun penggelapan pajak.
Namun, kerahasiaan bank jauh lebih merugikan karena terbatasnya akses Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) untuk mengetahui potensi penggelapan pajak. Solusinya, Direktorat Jenderal Pajak
diberikan kewenangan akses data perbankan dan transaksi keuangan. Dengan begitu, DJP dapat
melakukan pengawasan yang optimal serta dapat mengungkap penggelapan yang sifatnya masif
dan sistematis melalui analisis transaksi keuangan. Saat ini, pemerintah sudah mulai menerapkan
peraturan tentang kewajiban melaporkan harta berupa aset wajib pajak di bank maupun lembaga
keuangan pada batas saldo tertentu. Kedepannya, kebijakan keterbukaan informasi perbankan
dan transaksi keuangan untuk DJP dapat menjadi solusi untuk mendeteksi adanya indikasi
penggelapan pajak serta mengoptimalkan pengawasan terhadap wajib pajak.
Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Seiring dengan
kewenangan yang begitu besar apabila keterbukaan akses informasi perbankan dan analisis
transaksi keuangan diterapkan di DJP, maka excess yang dapat terjadi adalah penyalahgunaan
wewenang oleh oknum pegawai nakal. Maka dari itu, solusi berikutnya adanya memperkuat
internal DJP. Sistem pengendalian internal harus berjalan dengan optimal untuk mencegah
penyalahgunaan wewenang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sistem pengendalian
internal terkait dengan penambahan wewenang tersebut antara lain peraturan perundang-
undangan, otorisasi yang lebih ketat, reward and punishment yang lebih adil, penguatan
integritas pegawai, serta pengawasan yang memadai. Dengan begitu, kewenangan yang besar
tersebut tidak dapat disalahgunakan oleh oknum pegawai yang tidak bertanggung jawab.
Berbicara mengenai penggelapan pajak tentunya berkaitan erat dengan kepatuhan pajak.
Kepatuhan pajak adalah permasalahan klasik yang terjadi dari dulu hingga sekarang. The
problem of tax compliance is as old as taxes themselves 1. Menurut Andreoni, permasalahan
kepatuhan pajak dapat dilihat dari aspek keuangan publik (public finance), penegakan hukum
(law enforcement), struktur organisasi (organizational structure), tenaga kerja (employees), etika
(code of conduct), atau gabungan dari semua segi tersebut. Allingham dan Sandmo secara teoritis
melalui penelitiannya berpendapat apabila wajib pajak terungkap dan terbukti melakukan
penggelapan, kemudian dilakukan diinvestigasi semua kewajiban perpajakannya selama
beberapa tahun ke belakang, maka wajib pajak akan menjadi wajib pajak yang patuh 2. Kasus
Asian Agri dan Panama Papers terungkap setelah adanya whistle blower. Artinya, otoritas pajak
sulit untuk mengetahui dan mengungkap adanya skandal penggelapan pajak. Perbaikan tarif
pajak, sanksi pajak, dan peningkatan anggaran pemeriksaan pajak seperti pendapat Allingham
dan Sandmo tidak menyurutkan niat Wajib Pajak untuk melakukan penggelapan pajak.
Penegakan hukum merupakan faktor terpenting dalam memberangus penggelapan pajak.
1
James Andreoni, Brian Erard dan Jonathan Feinstein, Tax Compliance, Journal of Economic Literature Vol. 36,
No.2, (Juni, 1998), 818-860.
2
James Alm., Gary H. McClelland, dan William D. Schulze, G. Allingham dan Agnar Sandmo, Why Do People
Pay Taxes?, Journal of Public Economics, (1992), 21-38.
Penegakan hukum disini tidak sebatas menegakkan hukum, tetapi merevisi peraturan sehingga
dapat memudahkan pemerintah dalam memberantas penggelapan pajak.
Penggelapan pajak dapat diberantas melalui kewenangan akses informasi perbankan dan
transaksi keuangan, penguatan internal organisasi di Direktorat Jenderal Pajak, serta penegakan
hukum yang menimbulkan efek jera. Akses informasi perbankan dapat memaksimalkan
pengawasan wajib pajak. Pengawasan pajak yang ada pada saat ini seperti fenomena gunung
es dimana bongkahan terbesar tidak dapat tersentuh oleh DJP karena kurangnya basis data
dan informasi. Kewenangan akses data dan informasi perbankan serta transaksi keuangan
diharapkan dapat membantu mengatasi fenomena gunung es tersebut. Penguatan internal
diharapkan dapat membuat DJP semakin solid dan berintegritas meskipun adanya penambahan
kewenangan. Kepatuhan wajib pajak sangat sensitif apabila terdapat oknum pegawai pajak nakal.
Meskipun dilakukan oleh satu orang, tapi dampaknya luar biasa bagi kepercayaan terhadap DJP
dan kepatuhan wajib pajak. Penegakan hukum yang menimbulkan efek jera diharapkan dapat
menimbulkan wajib pajak berpikir ulang untuk melakukan penggelapan pajak. Pada akhirnya,
kepatuhan wajib pajak dapat meningkat dan target penerimaan pajak dapat tercapai.

Referensi:
James Alm., Gary H. McClelland, dan William D. Schulze, G. Allingham dan Agnar Sandmo, Why Do People Pay
Taxes?, Journal of Public Economics, (1992), 21-38.

Gary S. Becker, Crime and Punishment: An Economic Approach, Journal of Political Economy Vol. 76, No. 2,
(Maret April, 1968), 169-217.

James Andreoni, Brian Erard dan Jonathan Feinstein, Tax Compliance, Journal of Economic Literature Vol. 36,
No.2, (Juni, 1998), 818-860.

James Alm., Gary H. McClelland, dan William D. Schulze, G. Allingham dan Agnar Sandmo, Why Do People Pay
Taxes?, Journal of Public Economics, (1992), 21-38.

You might also like