You are on page 1of 4

TUGAS DISKUSI ETIK

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN FORENSIK

Disusun oleh :
Dyah Ayu Kurniasari G4A016101

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO

2017
KASUS
Seorang pasien laki-laki berumur 36 tahun datang ke IGD RSMS tanggal 6 Juni
2017 pukul 11.00 WIB dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran terjadi
selama 20 jam SMRS. Pasien datang ke RSMS dengan keadaan tangan terborgol.
Pasien adalah seorang narapidana lapas Nusakambangan Cilacap. Kejadian berawal
saat pasien sedang tidur di lapas, kemudian tiba-tiba dipukul oleh temannya
menggunakan besi tumpul. Kejadian pemukulan tanggal 5 Juni 2017 pukul 09.00.
Menurut dokter lapas, pasien masih compos mentis setelah kejadian. Kemudian, sore
harinya pasien mulai mengalami penurunan kesadaran dengan sering berbicara
meracau dan disorientasi. Pasien sempat muntah 2x. Kejang disangkal. Selain itu,
terdapat vulnus laceratum berukuran 2x1x0,5 cm pada regio frontalis sinistra dan
banyak luka memar pada regio manus dextra et sinistra. Kemudian, pasien dibawa ke
RSUD Cilacap. Hasil CT scan menunjukkan pasien mengalami EDH bilateral.
Pasien dirujuk ke RS Margono karena di RSUD Cilacap tidak ada dokter bedah
saraf dan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Dari pemeriksaan GCS saat di
RS Margono, didapatkan GCS E2M5V2. Dari GCS pasien, dapat disimpulkan pasien
mengalami Cedera Otak Sedang. Saat itu, dokter muda langsung mengonsulkan ke
residen bedah saraf dan dokter bedah saraf. Hasil konsul dari pasien tersebut dengan
pertimbangan klinis dan radiologis merupakan indikasi untuk dilakukan operasi
kraniotomi bilateral. Pada saat itu, pasien hanya dijaga oleh satu orang penjaga lapas.
Dokter muda menjelaskan pada penjaga lapas bahwa pasien tersebut harus segera
dilakukan operasi cito. Dokter muda meminta penjaga lapas untuk menghubungi
keluarga pasien mengenai keadaan pasien dan perlunya dilakukan operasi kepada
pasien. Keluarga pasien tinggal di Kalimantan Timur.
Sampai saat sore hari pukul 18.00 belum ada kabar keputusan dari keluarga
pasien maupun pihak lapas. Residen bedah saraf meminta dokter muda agar dokter
muda meminta pihak lapas untuk menandatangani lembar penolakan tindakan apabila
tidak segera ada keputusan. Hal tersebut dengan pertimbangan apabila terdapat
penurunan GCS dari pasien sampai 6, maka pasien bukan indikasi operasi lagi.
Namun, dari pihak lapas marah-marah dan menolak untuk tandatangan lembar
penolakan tersebut karena takut jika dia sudah menandatangani lembar penolakan dan
belum ada kabar dari keluarga pasien, apabila ada perburukan maka penjaga lapas
tersebut yang akan bertanggungjawab. Penjaga lapas tersebut menghubungi dokter
lapas untuk meminta pertimbangan keputusan dan agar dokter lapas dapat datang ke
RSMS, namun dokter tersebut menolak untuk datang dan tidak memberikan keputusan.
Pukul 20.00 tiba-tiba ada seorang penjaga lapas memberikan kabar baik bahwa
keluarga dan pihak lapas setuju untuk dilakukan operasi. Kemudian, penjaga lapas
tersebut bersedia untuk menandatangani lembar persetujuan untuk dilakukan operasi
kraniotomi bilateral. Dokter muda segera mengonsulkan ke anestesi dan acc operasi
pukul 21.00. Pada saat akan dinaikkan ke ruang operasi, tangan pasien masih dalam
keadaan terborgol.

ISU ETIK
1. Equality, justice, and equity
Kesetaraan fundamental semua manusia dalam martabat dan hak-hak yang
harus dihormati sehingga mereka diperlakukan secara adil dan merata. Dalam
kasus ini dimana pasien adalah seseorang yang membutuhkan pertolongan
cepat sehingga tanpa memandang status pasien yang seorang narapidana
seharusnya sebagai tenaga medis dapat memperlakukan pasien dengan adil
sebagaimana pasien lain yang membutuhkan pertolongan cepat.
2. Non-discrimination and non-stigmatization
Tidak ada individu atau kelompok yang didiskriminasikan atau diberi
stigmatisasi atas dasar apapun, yang melanggar martabat manusia, hak asasi
manusia dan kebebasan fundamental. Tangan pasien sejak datang hingga akan
menuju ruang operasi masih diborgol, tindakan seperti itu sangat mungkin
untuk memunculkan stigma buruk kepada pasien, sehingga diskriminasi dari
tenaga medis lain kemungkinan akan timbul.
Tanpa membeda-bedakan latar belakang pasien, sebaiknya tenaga
medis tetap melayani sebaik-baiknya sesuai tugasnya masing-masing. Sehingga
hak dari pasien, dan kewajiban tenaga medis dapat terpenuhi
1. Bagaimana seharusnya sikap kita sebagai dokter jika ada pasien cito tanpa
ada keluarga yang mendampingi dan membutuhkan tindakan segera? Apakah
lebih baik segera dilakukan operasi tanpa persetujuan pasien ataupun keluarga
pasien dengan menerapkan prinsip beneficience atau menunggu lama
persetujuan dari keluarga pasien? Namun, jika menunggu lama keluarga pasien
ditakutkan keadaan pasien cepat memburuk.
Tetap dilakukan tindakan medis dalam hal ini operasi, prioritas utama adalah
menyelamatkan nyawa pasien, informed consent pun penting, namun jangan
menjadi penghalang untuk dilakukannya pertolongan tindakan medis. Seperti
yang telah dijelaskan pada Permenkes No 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
persetujuan tindakan kedokteran pada pasal 4 ayat (1) bahwa dalam keadaan
gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mecegah kecacatan
tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran. Ayat (2) keputusan untuk
melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik. Ayat
(3) dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera
mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

2. berkaitan dengan pertanyaan no (1) Kalau anda setuju langsung dilakukan


tindakan kedokteran (misalnya operasi cito), kemudian pada akhirnya tidak ada
yg bertanggungjawab atas pasien tersebut (maksudnya misalnya tidak ada yg
membiayai gitu, atau keluarganya ngga ada) akan diapakan akhirnya pasien ini?
mau dibawa ke kantor polisi apa gmn? Wkwk
Setelah dilakukan tindakan medis, keputusan dikembalikan lagi ke pihak lapas
mengingat pasien tersebut merupakan korban dari tindak kekerasan di lapas
tersebut, apakah pasien dan keluarganya sendiri yang membiayai, atau pihak
lapas, atau tanggung jawab dari narapidana yang melakukan tindak kekerasan
tersebut

You might also like