You are on page 1of 25

PEMAHAMAN TENTANG NILAI, MORAL DAN NORMA DENGAN

PERILAKU KEHIDUPAN BERAGAMA

MAKALAH

PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN

Dosen Pengampu: Drs.H. Achmad Drajat, M.Si

Disusun Oleh:

1. Dadang Muhtar 158610476


2. Lika Wiyana 158610046
3. Nur Karmila 158610004
4. Fita
4. Tresnadani 158610476

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP ARRAHMANIYAH DEPOK Prodi S1 PGSD
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa

dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika

politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan

kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika

nilai-nilai pancasila itu diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih

berkembang ketika nilai dan moral pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-

norma yang di berlakukan di Indonesia .

Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu

nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma

hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila

terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar,

rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini

merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung

menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek

prasis melainkan suatu nilai yangbersifat mendasar.

Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas

sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu

yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik

maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka

1
pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila

juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan

sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara dan berasal dari bangsa

indonesia sendiri sebagai asal mula (kuasa materialis).

Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif

ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan

sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya

harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum

dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang ada di makalah ini adalah :

Bagaimana pemahaman tentang nilai, moral dan norma dengan perilaku kerukunan

beragama.

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dalam makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui pemahaman tentang nilai, moral dan norma dengan perilaku

kerukunan beragama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA, NORMA, NILAI, DAN MORAL.

1. Pengertian etika

Berasal dari bahasa Yunani ethos. Artinya: custom atau kebiasaan

yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Istilah Etika

digunakan untuk menyebut ilmu dan prinsip dasar penilaian baik buruknya

perilaku manusia atau berisi tentang kajian ilmiah terhadap ajaran moral.

Etika adalah filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan

baik atau buruk manusia dalam mencapai kebahagiaan.

Modal dasar dalam etika adalah perilaku,,sedang perilaku manusia

dipengaruhi oleh pikiran dan hati (perasaan). Fungsi etika adalah sarana untuk

memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas. Orientasi

kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan pluralisme moral. Etika bersifat

lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam pergaulan (saat ada orang

lain).

2. Pengertian Norma

Norma adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat

warga masyarakat atau kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan,

pandangan dan pengendali sikap dan tingkah laku manusia.

Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama,

norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma

memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:

3
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan ,

b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri

sendiri,

c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan

masyarakat,

d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda

yang dipaksakan oleh alat Negara

Fungsi norma social dalam masyarakat secara umum sebagai berikut :

Norma merupakan factor perilaku dalam kelompok tertentu yang memungkinkan

seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan akan dinilai

orang lain.

Norma merupakan aturan , pedoman, atau petunjuak hidup dengan sanksi-

sanksi untuk mendorong seseorang, kelompok , dan masyarakat mencapai dan

mewujudkan nilai-nilai social.

Norma-norma merupakan aturan-aturan yang tumbuh dan dan hidup

dalam masyarakat sebagai unsur pengikat dan pengendali manusia dalam hidup

masyarakat.

3. Pengertian Nilai

Nilai pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu

objek, namun bukan objek itu sendiri. Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang

bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang kemudian nilai dijadikan landasan,

alasan dan motivasi dalam bersikap dan berperilaku baik disadari maupuin tidak

disadari. Nilai merupakan harga untuk manusia sebagai pribadi yang utuh,

misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bahasa Indonesia, 2000). Nilai akan

4
lebih bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus

lebih di kongkritkan lagi secara objektif, sehingga memudahkannya dalam

menjabarkannya dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma

hukum, norma agama, norma adat istiadat dll.

Ciri-ciri Nilai

1. Bersifat abstrak yang ada dalam kehidupan manusia.

2. Memiliki sifat normative.

3. Berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung

nilai.

4. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat,

kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang

menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada

aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya

,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya, terjadi

sesuatu yang melanggar, pribadi itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip

yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan

terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral keTuhanan

atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan

sebagainya.

Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan

masyarakat dalam berbagai aspeknya.

5
2. PENGERTIAN HIERARKHI NILAI.

Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang

individu masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis

memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan

bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya.

Menurutnya nilai-nilai hirarki dapat dikelompokan dalam empat

tingkatan yaitu :

1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang

memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,

2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani,

kesehatan serta kesejahteraan umum,

3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan

dan pengetahuan murni,

4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan modalitas nilai dari yang suci.

Walter G Everst mengolongkan nilai-nilai manusiawai ke dalam delapan

kelompok yaitu:

1. Nilai-nilai ekonomis.

2. Nilai-nilai kejasmanian.

3. Nilai-nilai hiburan.

4. Nilai-nilai social.

5. Nilai-nilai watak.

6. Nilai-nilai estesis.

7. Nilai-nilai intelektual.

8. Nilai-nilai keagamaan.

6
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,

2. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan

suatu aktivitas atau kegiatan,

3. Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang

dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :

a. Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau

cipta manusia.

b. Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.

c. Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur

kehendak manusia.

d. Nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.

Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran

dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak

dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang

menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani,

kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber

pada berbagai sistem nilai.

Dari uraian mengenai macam macam nilai diatas, dapat dikemukakan

pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud

material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial.

Notonagoro berpendapat bahwa nilai nilai pancasila tergolong nilai nilai

kerokhanian, tetapi nilai nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material

dan vital. Dengan demikian nilai nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik

7
nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai

moral, maupun nilai kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila

Ketuhanan yang Maha Esa sebagai dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan.

3. HUBNGAN ANTARA NILAI, NORMA, DAN MORAL DENGAN

KERUKUNAN BERAGAMA

Dalam kehidupannya manusia tidak akan bisa terlepas dari yang namanya

nilai, moral dan norma. Yang mana ketiganya tersebut selalu berhubungan dan

mempengaruhi kehidupan manusia dalam masyarakatnya. Nilai erat hubungannya

dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia sebagai makhluk yang

bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai

sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun

tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang

subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.

Norma dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita

tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat.

Maka manusia, masyarakat, dan norma merupakan pengertian yang tidak bisa

dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya

kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan

saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas

lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.

Manusia juga sangat berkaitan dengan moral dalam kehidupan

bermasyarakatnya, yang mana moral menjadi istilah manusia menyebut ke

manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif.

8
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan

tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal

mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Dalam zaman sekarang ini moral anak

bangsa kita telah merosot, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam factor.

Faktor tersebut seperti pengaruh budaya asing, televise, dan akibat dari

kesenjangan ekonomi. Dalam hal ini moral sangat diperlukan oleh setiap individu

manusia. Orang-orang pintar sekarang telah banyak kita temukan, tapi apakah

dapat tau orang tersebut bermoral atau tidaknya, karena moral tersebut hanya

dapat dilihat dari tingkah lakunya.

Negara Indonesia adalah termasuk negara yang penduduknya majemuk

dalam suku, adat, budaya dan agama. Kemajemukan dalam hal agama terjadi

karena masuknya agama-agama besar ke Indonesia. Perkembangan agama-agama

tersebut telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama,

dimana kehidupan keagamaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

masyarakat dan bangsa Indonesia. Suatu bukti dalam hal ini dapat dilihat dalam

kenyataan bahwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari

belenggu penjajah, sangat dipengaruhi antara lain oleh motivasi agama. Selain itu

inspirasi dan aspirasi keagamaan tercermin dalam rumusan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Proses penyebaran dan perkembangan agama-agama di Indonesia

berlangsung dalam suatu rentangan waktu yang cukup panjang sehingga terjadi

pertemuan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pertemuan agama-agama

tersebut timbullah potensi integrasi dan potensi kompetisi tidak sehat yang dapat

mengakibatkan disintegrasi.

9
Potensi integrasi diartikan sebagai suasana keharmonisan hubungan dalam

dinamika pergaulan terutama intern umat beragama dan antar umat beragama.

Potensi integrasi tersebut tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai luhur bangsa

Indonesia sebagaimana tercermin dalam suasana hidup kekeluargaan, hidup

bertetangga baik dan gotong royong. Hal ini dapat dilihat dari hubungan harmonis

dalam kehidupan beragama seperti saling hormat menghormati, kebebasan

menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, saling bersikap toleransi, sehingga

dalam sejarah bangsa Indonesia tidak pernah terjadi perang antar penganut agama.

Hubungan kerjasama antar pemeluk agama terlihat dalam kehidupan sehari-hari,

seperti saling tolong menolong dalam pembangunan tempat ibadah dan dalam

membangun bangsa dan negara. Potensi kompetisi berarti suasana saling

persaingan dalam dinamika pergaulan, baik intern umat beragama maupun antar

umat beragama.

Kompetisi ini dapat berjalan secara baik atau dalam suasana damai, dan

dapat pula terjadi dalam berbagai bentuk pertentangan, benturan atau friksi.

Dalam sejarah kehidupan keagamaan di Indonesia diakui pernah terjadi

ketegangan atau friksi, namun masih dalam batas-batas kewajaran sebagai suatu

dinamika dalam hubungan pergaulan atau interaksi antar umat beragama.

Salah satu penyebab terjadinya ketegangan atau konflik dalam kehidupan

beragama adalah akibat politik pecah belah (devide et impera) penjajah.

Dalam usaha politik tersebut pihak penjajah sering memanfaatkan

perbedaan agama atau paham agama untuk menumbuhkan atau mempertajam

konflik-konflik di kalangan bangsa Indonesia yang sedang berjuang menentang

pemerintahan kolonial.

10
Suasana ketegangan dan pertentangan dalam kehidupan beragama yang

akarnya telah ditanamkan oleh penjajah terbawa pula ke dalam alam

kemerdekaan. Gejala-gejala terjadinya perselisihan antar umat beragama

muncul ke permukaan sekitar akhir tahun 1960 an. Di antaranya adalah kasus

perusakan tempat-tempat ibadah dan cara-cara penyiaran agama kepada orang

yang telah memeluk suatu agama. Kompetisi tidak sehat yang berakibat

disintegrasi dan perselisihan cenderung nampak berjalan terus, sekalipun benturan

fisik tidak pernah terjadi.

Kata kerukunan dari kata rukun berasal dari bahasa Arab, ruknun (rukun)

jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya rukun Islam, asas Islam atau

dasar agama Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti rukun adalah

sebagai berikut

Rukun (n-nomina) : (1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya

pekerjaan, seperti : tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan rukunnya;

(2) asas, berarti : dasar, sendi : semuanya terlaksana dengan baik, tidak

menyimpang dari rukunnya; rukun Islam : tiang utama dalam agama Islam, rukun

iman : dasar kepercayaan dalam agama Islam:

Rukun (a-ajektiva) berarti (1) baik dan damai. tidak bertentangan : kita

hendaknya hidup rukun dengan tetangga; (2) bersatu hati, bersepakat : penduduk

kampung itu rukun sekali. Merukunkan berarti : (1) mendamaikan; (2)

menjadikan bersatu hati. Kerukunan (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun;

kesepakatan : kerukunan hidup bersama.

Kata rukun (n) berarti perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan

persahabatan; rukun tani : perkumpulan kaum tani; rukun tetangga; perkumpulan

11
antara orang-orang yang bertetangga; rukun warga atau rukun kampung

perkumpulan antara kampungkampung yang berdekatan (bertetangga, dalam

suatu kelurahan atau desa).

Jadi Kerukunan Hidup Umat Beragama, berarti perihal hidup rukun yaitu

hidup dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar; bersatu hati dan bersepakat

antar umat yang berbeda-beda agamanya; atau antara umat dalam satu agama.

Dalam terminologi yang digunakan oleh Pemerintah secara resmi, konsep

kerukunan hidup beragama mencakup 3 kerukunan. yaitu : kerukunan intern umat

beragama, kerukunan antar umat yang berbeda-beda agama, dan kerukunan antara

(pemuka) umat beragama dengan Pemerintah. Tiga kerukunan tersebut biasa

disebut dengan istilah "Tri Kerukunan "

Upaya mewujudkan kerukunan hidup beragama tidak terlepas dari faktor

penghambat dan penunjang. Faktor penghambat kerukunan hidup beragama

selain warisan politik penjajah juga fanatisme dangkal, sikap kurang bersahabat,

cara-cara agresif dalam dakwah agama yang ditujukan kepada orang yang telah

beragama, pendirian tempat ibadah tanpa mengindahkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, dan pengaburan nilai-nilai ajaran agama antara suatu

agama dengan agama lain; juga karena munculnya berbagai sekte dan faham

keagamaan kurangnya memahami ajaran agama dan peraturan Pemerintah

dalam hal kehidupan beragama.

Faktor-faktor pendukung dalam upaya kerukunan hidup beragama antara

lain adanya sifat bangsa Indonesia yang religius, adanya nilai-nilai luhur budaya

yang telah berakar dalam masyarakat seperti gotong royong, saling hormat

menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya,

12
kerjasama di kalangan intern umat beragama, antar umat beragama dan antara

umat beragama dengan Pemerintah.

Pada zaman kemerdekaan dan pembangunan sekarang ini, faktor-faktor

pendukung adalah adanya konsensus-konsensus nasional yang sangat berfungsi

dalam pembinaan kerukunan hidup beragama, yakni Pancasila, Undang-Undang

Dasar 1945, Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di bidang atau yang

berkaitan dengan kerukunan hidup beragama.

Dari segi Pemerintah, upaya pembinaan kerukunan hidup beragama telah

dimulai sejak tahun 1965, dengan ditetapkannya Penpres Nomor 1 Tahun 1965

tentang Pencegahan Pe-nyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang kemudian

dikukuhkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969. Pada zamam

pemerintahan Orde Baru, Pemerintah senantiasa memprakarsai berbagai kegiatan

guna mengatasi ketegangan dalam kehidupan beragama, agar kerukunan hidup

beragama selalu dapat tercipta, demi persatuan dan kesatuan bangsa serta

pembangunan. Pada tanggal 30 Nopember 1967 Pemerintah menyelenggarakan

suatu Musyawarah Antar Agama di Jakarta, dengan tujuan untuk menyepakati

adanya Piagam tentang penyebaran agama serta upaya untuk membentuk Badan

Konsultasi Agama. Karena suasana pada waktu itu belum mendukung, maka

tujuan Musyawarah ini tidak tercapai. Walaupun tidak menghasilkan sesuatu

sebagaimana diharapkan, namun peristiwa itu sendiri merupakan titik awal bagi

upaya peningkatan kerukunan hidup beragama yang lebih intensif. Upaya tersebut

ditandai dengan munculnya usaha konsolidasi intern dari masing-masing agama

yang pada akhirnya mendorong terbentuknya majelis-majelis agama. Dalam

memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-

13
upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap

dalam bentuk :

1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta

antar umat beragama dengan pemerintah.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya

mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun

dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan

sikap toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka

memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama

yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat

beragama.

4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan

dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai

pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan

berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap

keteladanan.

5. Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai

kemanusiaan itu selalu tidak formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah

upaya selektifitas kualitas moral seseorang dalam komunitas masyarakat

mulya (Makromah), yakni komunitas warganya memiliki kualitas ketaqwaan

dan nilai-nilai solidaritas sosial.

6. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi

kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak

14
terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan

maupun sosial keagamaan.

7. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara

menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga

akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh

faktor-faktor tertentu.

8. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan

bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat

memperindah fenomena kehidupan beragama

Langkah-Langkah Strategis Dalam Memantapkan Kerukunan Hidup

Umat Beragama Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam

memantapkan kerukunan hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat)

strategi yang mendasar yakni :

a. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non

formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen

penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.

b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu

ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat

kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.

c. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu

dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan

masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam

penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang

informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.

15
d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar

umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

Dalam upaya memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama, hal yang

cukup serius kita perhatikan yakni fungsi pemuka agama/tokoh agama/tokoh

masyarakat.

Diakui secara jujur bahwa masyarakat kita yang relegius memandang

bahwa pemuka agama/tokoh agama/tokoh masyarakat adalah figur yang dapat

diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa yang diperbuat oleh mereka akan

dipercaya dan diikuti secara taat dan loyal.

Kerukunan antar umat beragama dikalangan masyarakat ternyata masih

belum sempurna, bahkan dapat kita katakan kerukunan yang semu. Keadaan

semacam itu bila dikaji secara mendalam akan berdampak terhadap kerukunan

umat beragama. Tokoh agama masih dihinggapi perasaan interest tertentu,

misalnya dalam menanggapi kejadian diberbagai wilayah di tanah air Indonesia.

Hal-hal semacam ini berakibat umat beragama menjadi pecah atau terancam

kerukunannya, sehingga dalam memahami hal-hal seperti ini peranan agama dan

politik perlu ditingkatkan terutama bagi para tokoh agama/tokoh masyarakat.

Demikian pula tokoh-tokoh agama sangat berperan dalam membina umat

beragama harus ditingkatkan pengetahuan dan wawasannya dalam pengetahuan

agama, sebab yang mempunyai kecenderungan kurang rukun adalah kelompok

umat beragama.

Jika pemuka-pemuka agama tidak bisa memahami dan meneladankan atas

perbedaan dan persamaan antar agama kepada masyarakat, maka akan timbul

kasus-kasus yang mengakibatkan terjadinya kerawanan, antara lain konflik intern

16
umat beragama maupun antar umat beragama serta antar umat beragama dengan

pemerintah, yang dimanfaatkan oleh golongan ekstrim dalam bentuk adu

domba/memecah belah.

Strategi Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Adapun yang menjadi

strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat dirumuskan bahwa

salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional adalah

mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dalam tatanan konseptual kita

semua mengetahui bahwa agama memiliki nilai-nilai universal yang dapat

mengikat dan merekatkan berbagai komunitas sosial walaupun berbeda dalam hal

suku bangsa, letak geografis, tradisi dan perbedaan kelas sosial. Hanya saja dalam

implementasi, nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas sosial

tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan

kepentingan yang bersifat sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial

satu dengan yang lain. Dengan pandangan ini, yang ingin kami sampaikan adalah

bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan

faktor ekonomi dan politik, disamping faktor-faktor lain seperti penegakan

hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan

sesuatu pada proporsinya. Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan

kita daya gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses

penyelesaian konflik antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan

tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan bobot/warna tersendiri dalam

menciptakan Ukhuwah (persatuan dan kesatuan) yang hakiki tentang tugas

17
dan fungsi masing-masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai

perekat kerukunan antar umat beragama.

2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan

ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik

intern maupun antar umat beragama.

3. Melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut

agama.

4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.

5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penunaian ajaran agama.

6. Melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan

7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun

dalam bingkai Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.

8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan

kerjasama antara pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi

keagamaan dalam rangka untuk membangun toleransi dan kerukunan antar

umat beragama.

9. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur

masyarakat melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.

10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan

pemimpin masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat

bawah.

11. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma

sosial yang mendukung upaya kerukunan umat beragama.

18
12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama

sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing melalui kegiatan-

kegiatan dialog, musyawarah, tatap muka, kerja sama sosial dan sebagainya.

13. Bersama-sama para pimpinan majelis-majelis agama, melakukan kunjungan

bersama-sama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di

lapisan bawah dan memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan

mengembangkan kerukunan umat beragama.

14. Melakukan mediasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda

konflik dalam rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi

sehingga konflik bisa dihentikan dan tidak berulang di masa depan.

15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan) kepada kelompok-

kelompok masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka

karena dilanda konflik sosial dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan

keagamaan.

16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak

di daerah-daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka

dapat memfungsikan kembali rumah-rumah ibadah tersebut.

Beberapa pemecahan masalah untuk menyikapi pluralisme dengan berbagai

pendekatan antara lain :

a. Pendekatan Sosiologis

Artinya pemahaman tingkah laku umat beragama yang merupakan hasil

prestasi riil obyektif komunitas beragama.

19
b. Pendekatan Kultural

Dalam banyak soal budaya-budaya lokal yang dimulai oleh pemimpin

agama-agama tertentu tidak dikomunikasikan kepada pemimpin dan

anggota kelompok umat beragama yang lain, apa yang menjadi maksud

dan tujuannya. Sikap saling mencurigai akhirnya muncul dan

menumpuk menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak

oleh pemicu yang aksidental.

c. Pendekatan Demografi

Kita memahami realita ada kelompok umat beragama yang mayoritas

dan minoritas di wilayah tertentu, ada pemimpin atau pengurus lembaga

keagamaan yang berat sebelah di dalam mengambil kebijaksanaan

sehingga membawa pertentangan di antara kelompok umat beragama.

Keberanian untuk bersikap terbuka dan jujur dalam antar lembaga

keagamaan untuk soal ini menjadi ujian yang harus dilewati. Sebagai

tindak lanjut dari berbagai pendekatan tersebut di atas, dapat

dirumuskan beberapa pemecahan masalah

1. Melalui sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama

2. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.

3. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah suatu agama.

4. Negara dan pemerintah membantu/membimbing penunaian ajaran

agama dan merumuskan landasan hukum yang jelas dan kokoh

tentang tata hubungan antar umat beragama.

5. Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.

20
6. Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur

pendidikan formal, informal dan non formal.

7. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama

dan tokoh masyarakat) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat

pada umumnya dan umat pada khususnya.

8. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.

9. Aksi sosial bersama antar umat beragama.

Dalam memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama

perlu dilakukan suatu upaya-upaya sebagaiberikut :

1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat

beragama serta antar umat beragama dengan pemerintah.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk

upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk

hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam

menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif yang

mendukung pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat

beragama.

4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementif bagi

kemanusiaan yang mengarah kepada nilai-nilai ketuhanan agar

tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai sosial

kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.

5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama.

21
6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan

bermasyarakat.

Usaha untuk menanggulangi konflik yang terjadi yang perlu

diupayakan oleh para tokoh/pemimpin agama dapat menciptakan

suasana yang kondusif dalam kehidupan masyarakat yang

dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan

dan dialog aksi sehingga menimbulkan sikap inklusif pada

masyarakatnya atau umatnya.

Akhirnya dalam memelihara kerukunan beragama, setidaknya

ada 6 dosa besar yang harus kita hindari (the six deadly sins in

maintaining relegious harmony), yaitu :

1. Jangan berperilaku yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran

agama.

2. Jangan tidak perduli terhadap kesulitan orang lain walaupun

berbeda agama dan keyakinan.

3. Jangan mengganggu orang lain yang berbeda agama dan

keyakinan.

4. Jangan melecehkan agama dan keyakinan orang lain.

5. Jangan menghasut atau menjadi provokator bagi timbulnya

kebencian dan permusuhan antar umat beragama.

6. Jangan saling curiga tanpa alasan yang benar.

22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah :

1. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip prinsip yang berlaku bagi

setiap tindakan manusia yang membicarakan masalah masalah yang berkaitan

dengan predikat susila dan tindak susila, baik dan buruk.

2. Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu

tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia serta kerukunan dalam beeragama

23
DAFTAR PUSTAKA

Buku :Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma offset.

Buku :Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogyakarta: Paradigma.

Http:/Plityz. Blogs pot. Com/2010/Pancasila Sebagai Etika Politik.html Diakses


tanggal 22 maret 2012.

Http:/ www.scribd com/doc/2433447/Pancasila Sebagai Etika Poltik. HtmlDiakses


tanggal 22 maret2012.

Http:/Khairunnisa Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/ Pancasila Sebagai Etika.

http:MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM_Bambang1988s Blog.

24

You might also like