You are on page 1of 99

SKRIPSI

INTERVAL TRAINING LEBIH EFEKTIF DARIPADA


CIRCUIT TRAINING DALAM MENINGKATKAN DAYA
TAHAN KARDIOVASKULER PADA PEMAIN SEPAK
BOLA DI SMA NEGERI 1 SEMARAPURA

011

Gracia Sari Dewi

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016
SKRIPSI

INTERVAL TRAINING LEBIH EFEKTIF DARIPADA


CIRCUIT TRAINING DALAM MENINGKATKAN DAYA
TAHAN KARDIOVASKULER PADA PEMAIN SEPAK BOLA
DI SMA NEGERI 1 SEMARAPURA

011

Gracia Sari Dewi


1202305040

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

1
2
3
INTERVAL TRAINING LEBIH EFEKTIF DARIPADA CIRCUIT
TRAINING DALAM MENINGKATKAN DAYA TAHAN
KARDIOVASKULER PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA
NEGERI 1 SEMARAPURA

ABSTRAK

Sepak bola adalah salah satu cabang olahraga yang menuntut kesiapan
fisik dan kesegaran jasmani yang baik, namun prestasi sepak bola di Indonesia
untuk saat ini menurun hal itu dikarenakan kurangnya kondisi fisik yang prima.
Unsur kondisi fisik yang paling penting dimiliki setiap atlet khususnya atlet sepak
bola adalah daya tahan kardiovaskuler, semakin baik daya tahan kardiovaskuler
seseorang maka atlet akan mampu untuk bekerja atau berlatih dalam waktu yang
lama dan tetap dapat berkonsentrasi selama beraktivitas.Tujuan penelitian ini
adalah untuk membandingkan efektifitas Circuit Training dan Interval Training
dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA
Negeri 1 Semarapura. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental randomized pretest-postest control group design. Sampel berjumlah
28 orang yang dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok 1 diberikan Circuit
Training dan Kelompok 2 diberikan Interval Training. Latihan dilakukan selama 6
minggu dengan frekuensi tiga kali dalam satu minggu di SMA Negeri 1
Semarapura. Cooper Test digunakan sebelum dan sesudah latihan untuk
mengetahui daya tahan kardiovaskuler.
Perbedaan rerata sebelum dan sesudah pelatihan kelompok 1 diuji dengan
Wilcoxon Match Pair test karena data pada kelompok 1 berdistribusi tidak normal
dan homogeny dengan p=0,001 (p<0,05) dan pada Kelompok 2 diuji dengan
Wilcoxon Match Pair test karena data berdistribusi tidak normal dan homogeny
dengan p=0,001 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa pada setiap kelompok terjadi
peningkatan keseimbangan dinamis yang signifikan. Uji beda selisih antara
kelompok 1 dan kelompok 2 dengan Mann-Whitney U-test yang menunjukkan ada
perbedaan yang bermakna dengan hasil p=0,000 (p<0,05).
Circuit training efektif dalam meningkatkan daya tahan
kardiovaskuler ,Interval training efektif dalam meningkatkan daya tahan
kardiovaskuler, Interval training lebih efektif dalam meningkatkan daya tahan
kardiovaskuler.

Kata kunci: Daya tahan kardiovaskuler, Circuit training, Interval Training.

5
INTERVAL TRAINING IS MORE EFFECTIVE THAN
CIRCUIT TRAINING IN INCREASING CARDIOVASCULAR
ENDURANCE FOR FOOTBALL PLAYERS IN SMA NEGERI 1
SEMARAPURA
ABSTRACT

Football is one kind of sport that requires physical readiness and good
performance of the body, but the achievements of football in Indonesia for the
time being declined it due to the lack of a peak physical condition One aspect that
is needed to be owned by the athletes especially football players is cardiovascular
endurance. The better physical condition cardiovascular endurance is, the longer
time the athletes could work and do the exercise, followed by good concentration
in doing the activities as well. The aim of this research is to compare the
effectiveness of Circuit Training with the Interval Training in increasing
cardiovascular endurance for football players in SMA Negeri 1 Semarapura. The
method of this Research is experimental research randomized pretest-postest
control group design. The samples are 28 people in which divided into two
groups. Group 1 was given Circuit Training and Group 2 was given Interval
Training. The exercises were done for 6 weeks with frequency of three times a
week in SMA Negeri 1 Semarapura. Cooper Test was used before and after the
exercises of the cardiovascular endurance.
The average difference before and after training of group 1 was tested
using Wilcoxon Match Pair test because the data of group 1 has abnormal
distribution and homogeny with p = 0,001 (p<0,05) and group 2 was tested using
Wilcoxon Match Pair test because the data of group 2 has abnormal distribution
and homogeny with p = 0,001 (p<0,05). This meant that in each group there is
significant increase of dynamic balance. The difference test between group 1 and
group 2 with Mann-Whitney U-test which showed that there was a meaningful
difference with result of p = 0,000 (p<0,05).
Circuit Training is effective in increasing cardiovascular endurance,
Interval training is effective in increasing cardiovascular endurance, Interval
Training is more effective in increasing cardiovascular endurance.

Keywords: Cardiovascular endurance, Circuit training, Interval training

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Interval Training lebih efektif daripada Circuit Training dalam meningkatkan

daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1

Semarapura.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana

Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi

penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam

penulisan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT., M.Kes selaku dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana


2. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK. selaku ketua Program Studi

Fisioterapi Universitas Udayana dan pembimbing.


3. dr.Nila Wahyuni, S.Ked, M.Fis. selaku pembimbing sekaligus pengajar

yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam

penyusunan skripsi ini.


4. Dr.Luh Made Indah Sri Handari Adiputra, S.Psi, M.Erg selaku

pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk

dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.


5. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

7
6. Mama, Papa, Nana, Welly dan Keluarga Besar saya yang tidak bisa saya

sebutkan satu per satu yang selalu memberikan motivasi, semangat agar

penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan Sarjana Fisioterapi.


7. Komang Mianta yang telah senantiasa mendukung dan memotivasi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.


8. Citra, lohtu, gita, gung diah, kak juni yang selalu memberikan canda dan

tawa untuk memotivasi agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dan

pendidikan Sarjana Fisioterapi.


9. Seluruh teman-teman satu KKN Pejang Kawan yang selalu menghibur dan

memberi semangat agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dan

pendidikan Sarjana Fisioterapi.


10. Seluruh teman-teman seangkatan saya dan di Axoplasmic, Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, tidak mungkin penulis sebutkan satu

persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat

diharapkan.

Denpasar, Juni 2016

Penulis

8
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
PERNYATAAN PERSETUJUAN..........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Teorits................................................................................. 7
1.4.2 Manfaat Praktis................................................................................. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sepak Bola................................................................................................ 8
2.1.1 Definisi Sepak Bola.......................................................................... 8
2.2 Pengertian Daya Tahan Kardiovaskuler...................................................11
2.2.1 Faktor-Faktor Daya Tahan Kardiovaskuler......................................12
2.2.2 Pengukuran Daya Tahan Kardiovaskuler.........................................15
2.2.3 Fisiologi Kardiovaskuler Pada Latihan............................................16
2.2.4 Takaran Pelatihan Circuit dan Interval.............................................18
2.2.5 Cooper Test.......................................................................................19
2.3 Circuit Training........................................................................................22
2.3.1 Pengertian Circuit Training..............................................................22
2.4 Interval Training.......................................................................................26

9
2.4.1 Pengertian Interval Training.............................................................26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir....................................................................................31
3.2 Kerangka Konsep....................................................................................33
3.3 Hipotesis...................................................................................................33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian...............................................................................35
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................36
4.2.1 Lokasi Penelitian..............................................................................36
4.2.2 Waktu Penelitian...............................................................................36
4.3 Populasi dan Sampel................................................................................36
4.3.1 Populasi Target.................................................................................36
4.3.2 Populasi Terjangkau..........................................................................37
4.3.3 Sampel..............................................................................................37
4.3.4 Besar Sampel....................................................................................38
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel............................................................39
4.4 Variabel Penelitian....................................................................................41
4.5 Definisi Operasional Variabel...................................................................41
4.6 Instrumen Peneltian..................................................................................44
4.7 Prosedur Penelitian...................................................................................44
4.7.1 Prosedur Pendahuluan......................................................................44
4.7.2 Prosedur Pelaksanaan.......................................................................44
4.8 Alur Penelitian..........................................................................................49
4.9 Teknik Analisis Data.................................................................................50
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Data Karakteristik Sampel......................................................................51
5.2 Uji Normalitas dan Homogenitas............................................................52
5.3 Pengujian Hipotesis.................................................................................54
5.3.1 Uji beda rerata Peningkatan Daya tahan kardiovaskuler ...............54
5.3.3 Uji Komparasi Hasil Selisih Peningkatan Daya tahan
kardiovaskuler ...............................................................................55
BAB VI PEMBAHASAN

10
6.1 Karakteristik Sampel.............................................................................57
6.2 Circuit training dapat Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler ........58
6.3 Interval Training dapat Meningkatkan Daya Tahan Kardiovaskuler....60
6.4 Interval Training Lebih Efektif Dalam Meningkatkan
Daya Tahan Kardiovaskuler daripada Circuit Training
pada Pemain Sepak Bola di SMA Negeri 1 Semarapura......................62
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
6.5 Saran.....................................................................................................65
6.6 Simpulan...............................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

11
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskuler..................................................................17


Gambar 2.2 Siklus Circuit training..................................................................24
Gambar 3.1 Kerangka Konsep..........................................................................33
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian....................................................................35
Gambar 4.2 Circuit Training.............................................................................47
Gambar 4.3 Interval Training...........................................................................48
Gambar 4.4 Alur Penelitian..............................................................................49

12
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Test Cooper.......................................................................................21


Tabel 4.1 Assesment Fisioterapi.......................................................................40
Tabel 4.2 Kategori IMT Berdasarkan DEPKES RI..........................................43
Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia dan IMT.........................52
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas .....................................53
Tabel 5.3 Rerata Peningkatan Daya tahan kardiovaskuler Sesudah
Intervensi pada Circuit Training dan Interval Training ..................54
Tabel 5.4 Perbandingan Peningkatan daya tahan kardiovaskuler
pada Kelompok Circuit Training dan Interval Training..................55
Tabel 5.5 Persentase Hasil Penurunan Waktu Daya Tahan Kardiovaskuler.....56

13
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang berguna untuk menjaga

dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kesegaran jasmani seseorang.

Kesegaran jasmani memiliki peranan yang sangat penting untuk mempertahankan

atau meningkatkan derajat kesegaran jasmani (physical fitness). Derajat kesegaran

jasmani seseorang sangat menentukan kemampuan fisiknya dalam melaksanakan

tugas sehari-hari. Semakin tinggi derajat kesegaran jasmani seseorang semakin

tinggi pula kemampuan kerjanya.

Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang mewajibkan atletnya

memiliki kualitas kesehatan dan kesegaran jasmani yang baik. Sepak bola

digemari oleh seluruh lapisan masyarakat baik dari tingkat daerah, nasional, dan

internasional, dari usia anak-anak dewasa hingga orang tua. Sepak bola juga

merupakan olahraga yang dinamis dan menuntut kesiapan fisik yang prima

dengan dukungan teknik, taktik dan mental yang memadai.Pergerakan pemain

dalam pertandingan, baik dengan bola maupun tanpa bola sangat cepat dengan

berlari mencari-cari celah daerah yang dapat diterobos untuk memasukkan bola ke

gawang.Kondisi ini berlangsung cukup lama sehingga begitu menguras energi dan

menyebabkan kelelahan (Primasoni, 2007).

Pada umumnya para atlet sepak bola cenderung hanya melakukan

pemanasan seperti peregangan, serta mengutamakan teknik dan taktik saja.

1
2

Mereka melupakan faktor lain seperti kondisi fisik, karena untuk dapat

bertanding ke puncak prestasi didukung oleh kondisi fisik yang baik. Menurut

Kosasih (2012) unsur-unsur kondisi fisik antara lain: Endurance, Strenght,

Speed, Power, Fleksibelity, Agility, Coordination, dan Balance. Cabang

olahraga sepak bola membutuhkan kondisi fisik yang prima, karena kondisi

fisik sangat berpengaruh terhadap teknik maupun taktik bermainnya. Kondisi

fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat

dipisahkan, baik peningkatan maupun pemeliharaannya, hal ini berarti bahwa

dalam meningkatkan kondisi fisik seluruh komponen harus dikembangkan

walaupun dilakukan dengan sistem prioritas sesuai keadaan atau status yang

dibutuhkan (Sajoto, 1995).


Daya tahan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

menunjang prestasi olahraga, dimana daya tahan dipakai hampir pada semua

cabang olahraga. Menurut Sukadiyanto (1997) daya tahan atau ketahanan

dalam dunia olahraga dikenal sebagai kemampuan organ tubuh olahragawan

untuk melawan kelelahan selama berlangsungnya aktivitas atau kerja. Salah

satu daya tahan yang menunjang prestasi adalah daya tahan kardiovaskuler.

Kemampuan daya tahan kardiovaskuler yang tinggi maka kualitas aktivitas

yang berat dan gerakan-gerakan yang berulang-ulang seorang atlet tidak akan

mengalami kelelahan yang berlebihan dalam waktu yang cukup lama.

Gerakan-gerakan tersebut dapat dipertahankan dengan tempo tetap tinggi

selama aktivitas berat berlangsung (Sutyantara dkk, 2014).


Pada umumnya prestasi olahraga Indonesia masih sangat memprihatinkan

baik dalam tingkat regional dan internasional. Pada tingkat regional yaitu
3

hanya sebesar 6,8 persen dengan rincian sebesar 6,1 persen di daerah

perkotaan dan 7,7 persen di daerah pedesaan dan pada tingkat internasional

dilihat pada prestasi olahraga Indonesia pada kejuaraan Asian Games yang

terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan mulai meningkat di tahun

2010 menjadi peringkat 15, dan sudah tidak lagi meraih peringkat sepuluh

besar. Bahkan pada kejuaraan Asian Games XV pada tahun 2006, Indonesia

meraih peringkat ke 22 yang hanya memperoleh 20 medali (Statistik

Keolahragaan, 2010).
Di Indonesia Liga sepak bola belum dapat memberikan prestasi yang

berarti bagi bangsa (Suci, 2012). Padahal jika dilihat kebelakang, Indonesia

punya prestasi yang cukup membanggakan Di kancah Piala Asia, Indonesia

meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China setelah menaklukkan

Qatar 2-1. Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan skor yang

sama tahun 2007, saat menjadi tuan rumah turnamen bersama Malaysia,

Thailand, dan Vietnam. Penurunan prestasi pada atlet di Indonesia menjadi

masalah yang cukup signifikan khususnya pada atlet sepak bola.Berbagai

penyebab dapat mengakibatkan prestasi menurun.Masalah prestasi menurun

antara lain masalah mental, psikis, teknik, dan strategi, juga faktor fisik

terutama daya tahan (endurance) dan kebugaran yang kurang menunjang

dapat mengakibatkan prestasi atlet menurun (Suratmin, 2006). Di Indonesia,

hasil pengukuran tingkat kesegaran jasmani pada atlet yang dilakukan oleh

pusat kesegaran jasmani di 22 provinsi adalah 34,4% termasuk dalam kategori

kurang dan kurangsekali, 9,53% baik dan baik sekali, sedangkan sisanya

termasuk kategori sedang (Susilowati, 2007). Pencapain prestasi yang


4

maksimal seorang atlet harus mempunyai kebugaran jasmani yang tinggi

terutama aspek daya tahan (Endurance). Aspek daya tahan (Endurance) yang

paling utama adalah daya tahan umum yang menyangkut daya tahan jantung

dan paru-paru (Cardio respitory Endurance). LatihanCircuit Training dan

Interval Trainingmerupakan latihanyang dapat meningkatkan daya tahan

kardiovaskuler. Kedua latihan ini mengembangkan sistem anaerob karena

kedua latihan ini merupakan latihan untuk melatih daya tahan atlet.
Circuit Training merupakan bentuk latihan yang terdiri dari beberapa pos

latihan yang dilakukan secara berurutan dari pos satu sampai pos

terakhir.Jumlah pos antara 5-15 macam jenis latihan yang digabungkan

menjadi satu paket latihan. Bentuk latihan biasanya disusun dalam lingkaran

dan terdiri dari beberapa pos. Pelatihan sirkuit dirancang selain untuk

mengembangkan kardiorespirasi, juga untuk mengembangkan kekuatan otot

(Sutyantara dkk, 2014). Pada penelitian sebelumnya oleh Sudarmada (2014)

pada awal melakukan latihan Circuit otot-otot jantung mengalami stres pada

komponen otot-otot jantung, sehingga otot-otot jantung membesar sehingga

terjadinya peningkatan daya tahan kardiovaskuler yaitu kesanggupan sistem

jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal. Pada

penelitian sebelumnya juga oleh Sigit (2012) dikatakan bahwa latihan circuit

akan meningkatkan kemampuan daya tahan anaerobik dan daya tahan otot,

sehingga seorang atlet dipacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama

dan tidak mengalami kelelahan yang berarti nanti dalam suatu pertandingan.
Interval Training merupakan suatu sistem latihan yang diselingi oleh

intervalinterval berupa masa-masa istirahat misalnya lari istirahat-lari-istirahat


5

dan seterusnya, (Kosasih, 2012). Interval training adalah cara latihan yang

penting untuk dilakukan dalam program latihan keseluruhan. Interval Training

sangat baik dalam membina daya tahan danstamina. Pada penelitian

sebelumnya oleh Permata (2015) dikatakan bahwa latihan interval

memberikan efek fisiologis pada sistem kardiovaskuler yaitu melalui adaptasi

jantung terhadap latihan interval yang diberikan. Pada penelitian sebelumnya

juga oleh Indrayana (2012) dikatakan bahwa latihan interval sangat baik

dilakukan oleh seluruh cabang olahraga karena kerja anaerob dan tingkat

aktifitas otot-otot begitu tinggi sehingga suplai darah yang diterima oleh otot-

otot tersebut tidaklah cukup. Dengan latihan yang baik, atlet lama kelamaan

akan dapat mengatasi rasa sakit tersebut dan dapat bekerja tanpa oksigen

sehingga tidak akan mengalami kelelahan selama latihan atau bertanding.

Menurut para ahli fisiologis bahwa latihan daya tahan (endurance) adalah

sangat penting bagi semua cabang olahraga (Sajoto, 1995).


Circuit Training dan Interval Training sama-sama memberikan pengaruh

terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler, dimana kedua bentuk latihan

daya tahan ini sama-sama bertujuan untuk meningkatkan daya tahan

kardiovaskuler yang sangat mendukung dalam pelaksanaan pertandingan

untuk mendapatkan gelar juara serta peningkatan prestasi. Dalam hal ini

penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang perbedaan efektifitas latihan Circuit

Trainingdan Interval Training dalam meningkatkan daya tahan khususnya

Daya Tahan Kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1

Semarapura.
1.2 Rumusan Masalah
6

Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas,

maka rumusan masalah yang dapat diambil oleh penulis adalah :


1. Apakah Circuit Training dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskuler

pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura ?


2. Apakah Interval Training dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskuler

pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura?


3. Apakah Interval Training lebih efektif daripada Circuit Training dalam

meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA

Negeri 1 Semarapura ?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran umum tentang olahraga sepak bola, daya

tahan kardiovaskuler, serta latihan Circuit Training dan Interval Training.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan efektifitasCircuit Training terhadap daya tahan

kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.


2. Untuk membuktikan efektifitas Interval Training terhadap daya tahan

kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.


3. Untuk membuktikan Interval Traininglebih efektif daripada Circuit

Training dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain

sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan

untuk masyarakat tentang Circuit Training dan Interval

Trainingterhadap daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola.


2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para

pembaca ( mahasiswa ) dalam pengembangan penelitian selanjutnya.


1.4.2 Manfaat Praktis
7

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan untuk referensi bagi

masyarakat terutama fisioterapi, pelatih sepak bola, dan pemain sepak bola

tentang pengaruh perbandingan Circuit Trainingdengan latihan Interval

trainingterhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada pemain

sepak bola.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sepak Bola


2.1.1 Definisi Sepak Bola

Sepak bola adalah salah satu cabang olahraga yang sangat banyak diminati

oleh masyarakat di dunia, termasuk masyarakat Indonesia.Dimana inti dari

permainan ini adalah memasukkan bola kedalam gawang lawan.Sepak bola

merupakan permainan beregu yang terdiri dari sebelas pemain, salah satu

bertindak sebagai penjaga gawang, permainan seluruhnya menggunakan kaki,

khusus untuk penjaga gawang boleh menggunakan tangan didaerahnya (Sucipto,

dkk. 2000).

Menurut Muchtar (1992) teknik sepakbola adalah cara pengolahan

bola maupun pengolahan gerak tubuh dalam bermain. Permainan

sepakbola mencakup dua kemampuan dasar gerak atau teknik yang harus

dimiliki dan dikuasai oleh pemain meliputi:

a. Gerak atau teknik tanpa bola


Selama dalam permainan sepakbola, seorang pemain harus mampu berlari

dengan langkah pendek maupun panjang, karena harus merubah kecepatan

lari.Gerakan lainnya seperti berjalan, berjingkat, melompat, meloncat,

berguling, berputar, berbalik, berbelok dan berhenti secara tiba-tiba.

b. Gerak atau teknik dengan bola

8
9

Menurut Herwin (2004) Untuk mampu bermain sepakbola dengan baik,

seorang pemain dituntut untuk menguasai bola dengan sebaik-baiknya

ketika menerima bola, kemampuan gerak dengan bola ini meliputi:


1. Pengenalan bola dengan bagian tubuh (ball feeling)
2. Menendang bola (passing)
3. Mengoper bola pendek dan panjang atau melambung, menendang bola

ke gawang (shooting)
4. Menggiring bola (dribbling).
5. Kontrol bola.
6. Menyundul bola (heading) untuk bola lambung atau bola atas.
7. Gerak tipu (feinting) untuk melewati lawan.
8. Merebut bola (tackling/ sheilding) saat lawan menguasai bola.
9. Melempar bola (throw-in) bila bola keluar lapangan

untukmenghidupkan permainan.

Menurut Sucipto, dkk. (2000) untuk bermain sepakbola dengan

baik pemain dibekali dengan teknik dasar yang baik.Beberapa teknik

dasaryang perlu dimiliki pemain sepakbola adalah menendang

(kicking),menghentikan (stoping), menggiring (dribbling), menyundul

(heading),merampas (tackling), lemparan ke dalam (throw-in), dan

menjaga gawang(goalkeeping).
10

Sepak bola lebih banyak menuntut keterampilan pemain

dibandingkan olahraga lain (Luxbacher, 1999). Keterampilan itu sendiri

merupakan proses intruksi untuk mencapai tujuan melalui perencanaan

dan evaluasi belajar. Selain menuntut segi teknik, dalam sepakbola kondisi

fisik dan mental pemain juga sangat diperlukan. Kondisi fisik yang prima

sangat diperlukan karena dalam bermain sepakbola akan banyak

melakukan pergerakan dengan intensitas yang cepat.Sehubungan dengan

pencapaian prestasi, tidak akan terlepas dari kondisi fisik yang baik dan

latihan. Kondisi fisik yang baik akan besar pengaruhnya untuk pencapaian

prestasi. Harsono (2000) mengemukakan bahwa jika seseorang

mempunyai kondisi fisik yang baik maka akan ada pengaruhnya terhadap

peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung,

peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan, dan kondisi

fisik, ekonomi gerak yang baik pada waktu latihan, pemulihan yang lebih

cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan serta respon yang cepat dari

organisme tubuh kita apabila sewaktu-waktu respon demikian diperlukan.

Penerapan latihan kondisi fisik haruslah terprogram secara sistematis,

terarah, dan berkesinambungan, serta ditujukan untuk meningkatkan

kesegaran jasmani dan kemampuan tubuh.Pencapaian prestasi dalam

olahraga, seorang atlet haruslah memiliki kondisi fisik yang baik seperti

kekuatan, daya tahan, power, kelentukan, dan kondisi fisik lainnya

(Harsono, 2000).
11

Komponen kondisi fisik yang harus dimiliki seorang atlet adalah daya

tahan kardiovaskuler.Semakin baik daya tahan kardiovaskuler seseorang

maka dia akanmampu untuk bekerja atau berlatih dalam waktu yang lama

dan tetap dapat berkonsentrasi selama beraktivitas.

2.2 Pengertian Daya tahan kardiovaskuler

Daya tahan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas dalam

intensitas tertentu seperti bekerja, berlatih secara terus menerus dalam

jangka waktu yang cukup lama (lebih dari 10 menit) dan dalam keaadaan

tersebut metabolisme sel otot memerlukan pasokan oksigen dari udara luar

untuk mendapat tenaga bergerak dan berkontraksi (Nala, 1998). Seseorang

yang memiliki daya tahan yang baik maka seseorang mampu untuk

bekerja dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan. Daya

tahan dibagi menjadi 2 yaitu daya tahan umum dan daya tahan khusus.

Daya tahan umum (General Endurance), dikenal sebagai daya jantung dan

paru atau daya tahan aerobik, yang melibatkan aktifitas otot-otot yang

luas, serta diarahkan daya tahan jantung dan pernafasan yang disebut daya

tahan kardiovaskuler. Daya tahan khusus (Specific Endurance) dikenal

sebagai daya tahan otot atau daya tahan anaerobik. Daya tahan anaerobik

sebagai kemampuan untuk mempertahankan kontraksi otot dengan

pemberian energi melalui mekanisme anaerobik (Allis, 2002).

Daya tahan kardiovaskuler adalah kesanggupan sistem jantung, paru

dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat

dan kerja dalam mengambil oksigen dan mengeluarkannya ke jaringan


12

yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh

(Nala, 2001). Daya tahan kardiovaskuler sangat penting dimiliki oleh

setiap atlet atau olahragawan karena sistem jantung, paru, dan pembuluh

darah berfungsi memasok oksigen ke otot untuk menghasilkan tenaga dan

kemudian mengeluarkan sisa hasil metabolisme keluar tubuh melalui paru

seperti karbondioksida (CO2). Kemampuan daya tahan kardiovaskuler

yang tinggi maka kualitas aktivitas yang berat dan gerakan-gerakan yang

berulang-ulang seorang atlet tidak akan mengalami kelelahan yang

berlebihan dalam waktu yang cukup lama. Gerakan-gerakan tersebut akan

dapat dipertahankan dengan tempo tetap tinggi selama aktivitas berat

berlangsung (Sutyantara dkk, 2014).

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan kardiovaskuler

Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni

genetik, umur, jenis kelamin (Sharkey,2003).

1. Genetik

Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh faktor genetik yakni

sifat sifat-sifat spesifik yang ada di dalam tubuh seseorang sejak lahir.

Penelitian dari Kanada telah meniliti perbedaan kebugaran aerobik

diantara saudara kandung (dizygotic) dan kembar indentik (monozygotic),

dan mendapati bahwa perbedaan lebih besar pada saudara kandung

daripada kembar identik (Sharkey, 2003)

Baru-baru ini, Manila dan Bouchardb (1991) telah

memperkirakan bahwa herediter bertanggung jawab atas 25 40%


13

dari perbedaan nilai VO2max. Tambs (1994) berpendapat bahwa lebih

dari setengah perbedaan kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh

perbedaan genotype, dan faktor lingkungan (nutrisi) sebagai penyebab

lainnya. Untuk menjadi atlet berdaya tahan tinggi adalah dengan

dukungan orang tua agar memperhatikan dengan teliti asupan nutrisi yang

baik bagi tubuh (Sharkey, 2003).

Kita mewarisi banyak faktor yang memberikan konstribusi

pada kebugaran aerobik, termasuk kapasitas maksimal sistem

respiratory dan kardiovaskuler, jantung yang lebih besar, sel darah

merah dan hemoglobin yang lebih banyak (Sharkey, 2003). Faktor yang

diwarisi oleh orang tua yang dapat memberikan pengaruh pada kebugaran

aerobik. Faktor keturunan lainya seperti fisik dan komposisi tubuh juga

akan mempengaruhi kebugaran dan performa potensi yang tinggi

(Sharkey, 2003).

Pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot

pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang

terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki

lebih banyak serat otot rangka merah lebih tepat untuk melakukan

kegitan bersifat aerobik, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat

otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat

anaerobik (Sharkey, 2003). Pengaruh keturunan terhadap komposisi

tubuh, sering dihubungkan dengan tipe tubuh. Seseorang yang

mempunyai tipe endomorf (bentuk tubuh bulat dan pendek)


14

cenderung memiliki jaringan lemak yang lebih banyak bila

dibandingkan dengan tipe otot ektomorf (bentuk tubuh kurus dan

tinggi) (Abdullah, 1994).

2. Umur

Umur mempengaruhi hampir semua komponen kesegaran

jasmani. Daya tahan kardiovaskuler menunjukkan suatu tendensi

meningkat pada masa anak-anak sampai sekitar dua puluh tahun dan

mencapai maksimal di usia 20 sampai 30 tahun (Depkes RI, 1994).

Daya tahan tersebut akan makin menurun sejalan dengan

bertambahnya usia, dengan penurunan 8-10% perdekade untuk

individu yang tidak aktif, sedangkan untuk individu yang aktif

penurunan tersebut 4-5% perdekade (Sharkey, 2003).

Peningkatan kekuatan otot pria dan wanita sama sampai usia

12 tahun, selanjutnya setelah usia pubertas pria lebih banyak

peningkatan kekuatan otot, maksimal dicapai pada usia 25 tahun

yang secara berangsur-angsur menurun dan pada usia 65 tahun

kekuatan otot hanya tinggal 65-70% dari kekuatan otot sewaktu

berusia 20 sampai 25 tahun. Pengaruh umur terhadap kelenturan dan

komposisi tubuh pada umumnya terjadi karena proses menua yang

disebabkan oleh menurunnya elastisitas otot karena berkurangnya

aktivitas dan timbulnya obesitas pada usia tua (Abdullah, 1994).

3. Jenis Kelamin
15

Kesegaran jasmani antara pria dan wanita berbeda karena

adanya perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas. Daya

tahan kardiovaskuler pada usia anak-anak, antara pria dan wanita

tidak jauh berbeda, namun setelah masa pubertas terdapat perbedaan.

Pada masa pubertas laki-laki memiliki jaringan lemak yang lebih sedikit

daripada perempuan. Hal yang sama juga terjadi pada kekuatan otot

,karena perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita disebabkan oleh

perbedaan ukuran otot baik besar maupun proporsinya dalam tubuh

(Permata, 2015).

4. Kegiatan Fisik

Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen

kesegaran jasmani. Latihan yang bersifat aerobik yang dilakukan

akan meningkatkan daya tahan kardiorespirasi dapat mengurangi

lemak tubuh (Abdullah, 1994). Pelatihan yang bersifat aerobik yang di

lakukan secara teratur akan meningkatkan daya tahan kardiovaskuler dan

dapat mengurangi lemak tubuh .Dengan melakukan latihan olahraga atau

kegiatan fisik yang baik dan benar berarti seluruh organ dipicu untuk

menjalankan fungsinya sehingga mampu beradaptasi terhadap setiap beban

yang diberikan (Permata 2015).

Pencapaian yang utama adalah tergantung kepada bawaan genetik,

dengan waktu dan usaha pasti akan mencapai sesuatu yang di-inginkan.
16

Latihan di masa remaja dapat meng-hasilkan peningkatan kebugaran

aerobik sebesar 30 hingga 35%.Orang dewasa mampu meningkatkannya

20 hingga 25% (Sharkey, 2003).

2.2.2 Pengukuran Daya Tahan Kardiovaskuler

Pengukuran adalah proses pengumpulan data atau informasi

tentang individu maupun objek tertentu yaitu mulai dari mempersiapkan

alat ukur yang digunakan sampai diperolehnya hasil pengukuran yang

bersifat kuantitatif yang hasilnya dapat diolah secara statistika. Setiap sel

dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mengubah energi

makanan menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) yang siap dipakai untuk

kerja.Sel paling sedikit mengkonsumsi oksigen adalah pada saat otot

dalam keadaan istrahat.Sel otot yang berkontraksi membutuhkan banyak

ATP.Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan membutuhkan lebih

banyak oksigen (O2) dan menghasilkan karbondioksida (CO2). Kebutuhan

akan O2 dan menghasilkan (CO2) dapat diukur melalui pernafasan.

Dengan mengukur jumlah O2 yang dipakai selama latihan, dapat diketahui

jumlah O2 yang dipakai oleh otot yang bekerja.Makin tinggi jumlah otot

yang dipakai maka makin tinggi pula intensitas kerja otot (Permata, 2012).

2.2.3 Fisiologi Kardiovaskuler Pada Pelatihan

Jantung adalah dua buah pompa berotot yang terletak dalam satu

alat.Jantung bagian kiri memompa darah ke seluruh jaringan tubuh dan

jantung bagian kanan memompa darah ke paru.Serat otot jantung

berhubungan sedemikian rupa sehingga seluruh serat-serat otot jantung


17

berfungsi seakan-akan satu otot.Jantung mempunyai sifat untuk

menimbulkan irama kontraksi sendiri (Fox et al., 2000, Soekarman,

1999).Supaya jantung dapat berfungsi sebagai pompa yang baik, maka

pada jantung didapatkan katub-katub.Katub-katub ini menjaga agar

jantung bekerja lebih efektif.Katub antara atrium dan ventrikel menutup

pada waktu kontraksi otot ventrikel (Fox et al., 2000).

Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa oleh tiap ventrikel

per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume darah yang di pompa

ventrikel per detik) dan frekuensi jantung.Tekanan darah tergantung pada curah

jantung dan tahanan vaskuler perifer.Jika curah jantung meningkat, darah yang

dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak dan menyebabkan tekanan darah

naik.Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi

jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan volume

darah (Hamarno, 2010).


18

Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskuler

(Kadir, 2012)

Pada latihan terjadi dua kejadian yaitu peningkatan curah jantung

(cardiacoutput) dan redistribusi darah dari otot - otot yang tidak aktif ke

otot-otot yang aktif.Curah jantung tergantung dari isi sekuncup (stroke

volume) dan frekuensi denyut jantung (hart rate).Kedua faktor ini

meningkat pada waktu latihan.Redistribusi darah pada waktu latihan

menyangkut vasokonstriksi pembuluh darah yang memelihara daerah yang

tidak aktif vasodilatasi dari otot yang aktif yang disebabkan oleh kenaikan

suhu setempat, (CO2) dan asam laktat serta kekurangan oksigen (Fox et

al., 2000, Soekarman, 1999).

Pemakaian oksigen (O2) dan pembentukan karbondioksida (CO2)

pada saat pelatihan juga meningkat hingga 20 kali lipat. Pada saat latihan

fisik pada orang yang sehat, ventilasi alveolus meningkat hampir sama

dengan langkah-langkah peningkatan tingkat metabolisme oksigen. Otak

akan memberikan transmisi impuls motorik ke otot yang berlatih dianggap

mentransmisikan impuls kolateral ke batang otak untuk mengeksitasi pusat

pernafasan. Analog dengan perangsanagan pusat vasomotor di batang otak

selama latihan fisik yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri secara

bersamaan (Guyton, 2008).

Adaptasi fisiologi pada latihan sangat tergantung pada umur,

intensitas, durasi, frekuensi latihan, faktor genetik, dan cabang olahraga

yang ditekuni (tipe latihan, baik statis maupun dinamik). Adaptasi


19

kardiovaskuler pada latihan fisik menyebabkan volume total (stroke

volume) dari jantung meningkat, kenaikan ini disebabkan oleh

membesarnya rongga jantung. Maka jantung dapat menampung darah

lebih banyak, sehingga stroke volume pada waktu istirahat menjadi lebih

besar, hal ini memungkinkan jantung untuk memompa darah dalam

jumlah yang sama setiap menit dengan denyutan lebih sedikit. Adaptasi

kardiovaskuler ini juga menyebabkan peningkatan volume darah dan

hemoglobin, jumlah kapiler otot dan mempengaruhi cardiac output,

tekanan darah, serta aliran darah (Kadir, 2012).

2.2.4 Takaran Pelatihancircuit training dan interval training


Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa

adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait,

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit

mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011). Berikut prinsip latihan Circuit

danInterval dan patokan yang harus diikuti oleh semua pihak pelatihan yang

terkait :
20

1. Intensitas
Intensitas merupakan ukuran terhadap aktivitas yang dilakukan dalam satu

kesatuan waktu.Kualitas suatu intensitas yang menyangkut kecepatan atau

kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya persentase (%) dari

kemampuan maksimalnya. dalam takaran pelatihan kelincahan intensitas yang

digunakan adalah intensitas sub-maksimum sampai maksimum.Intensitas tersebut

diukur berdasarkan posisi, jarak, dan jumlah tiang yang digunakan (Nala, 2011).
2. Volume

Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting

dalam setiap pelatihan.Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni satu

kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi atau jumlah

suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari :

a. Repetisi

Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan.

b. Set

Set adalah satu rangkaian dari repetisi

c. Istirahat

Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat

kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan .

d. Frekuensi

Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu.


21

2.2.5 Cooper Test

Menurut Sukadiyanto (2011) ada beberapa cara untuk mengukur

daya tahan paru jantung seseorang diantaranya, yaitu: Tes lari selama 15

menit dan dihitung total jarak tempuhnya, tes lari menempuh jarak 1600

meter dan dihitung total waktu tempuhnya, dan dengan multistage fitness

test, yaitu lari bolak-balik menempuh jarak 20 meter. Pendapat lain juga

mengatakan beberapa cara untuk mengukur daya tahan aerobik seseorang

diantaranya, yaitu: Tes lari 2,4 km (Test Cooper), Tes naik turun bangku

(Harvard Step Ups Test). Menurut Wahjoedi (2001) ada beberapa cara

untuk mengukur daya tahan paru jantung (kardiovaskular) seseorang,

diantaranya, (Test Cooper), Tes naik turun bangku (Harvard Step Ups

Test), Tes lari atau jalan 12 menit, dan Tes jalan cepat 4,8 km. Untuk

mengetahui tingkat daya tahan aerobik seseorang pada penelitian ini

dipilih Tes Lari 2,4 km (Wahjoedi, 2001).

Berdasarkan uraian diatas penulis memilih cooper sebagai tes

utnuk mengukur daya tahan. Tes cooper tergolong tes yang sederhana,

karena hanya diperlukan lintasan lari sepanjang 2,4 km, stop watch, dan

alat pencatat hasil. Pelaksanaan tes, peserta lari secepat mungkin

sepanjang lintasan dengan jarak tempuh 2,4 km, apabila tidak mampu

berlari secara terus menerus, maka dapat di selingi dengan jalan kaki

kemudian lari lagi (Wahjoedi, 2001).


22

Tabel 2.1 Tes Cooper lari 2,4 km

Sumber (Indrayana, 2012)

Dengan menggunakan start berdiri, setelah diberi aba-aba oleh petugas kemudian

peserta tes berlari menempuh jarak 2,4 km secepat mungkin dan dihitung waktu

tempuh dalam satuan menit dan detik, kemudian dikonversikan pada tabel norma

tes

Cara mengoptimalkan kemampuan daya tahan dengan cara

memperbanyak jumlah latihan dan lamanya latihan sehingga tubuh akan

terkondisi sangat baik pada saat pertandingan serta pemain akan

menunjukan kinerja yang optimal. Banyak latihan dalam membina daya

tahan jantung dan paru-paru yang melibatkan otot-otot besar diantaranya

latihan aerobik, seperti: bersepeda, berenang, lari lintas alam cross

country, fartlek, interval training, dan circuit training.


23

Dari kutipan diatas dapat diambil suatu gambaran bahwa banyak

bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan

kardiovaskuler, dan prinsipnya adalah latihan-latihan yang dipilih haruslah

dapat berlangsung lama.Berikut ini 2 bentuk latihan daya tahan yang dapat

meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada atlet sepak bola adalah

Interval Training dan Circuit Training.

2.3 Circuit Training

2.3.1Pengertian Circuit Training

Circuit training adalah latihan yang melatih semua unsur kondisi

fisik salah satunya daya tahan kardiovaskuler.Bentuk pelatihan Circuit

adalah bentuk pelatihan yang terdiri dari beberapa pos latihan yang

digunakan secara berurutan dari satu pos sampai pos terakhir (Sutyantara

dkk, 2014).Jumlah pos antara 5-15 macam jenis latihan yang digabungkan

menjadi satu paket latihan.Bentuk latihan biasanya disusun dalam

lingkaran dan terdiri dari beberapa pos. Circuit trainingdirancang selain

untuk mengembangkan kardiorespirasi, juga untuk mengembangkan

kekuatan otot berikut pos-pos circuit trainining menurut Y uyun (2010) :

1. Pos 1 : Shuttle run dimana atlet disuruh lari mengambil dan

memindahkan shuttle cck yang ditaruh disamping garis lapangan

sebanyak 10 buah.
2. Pos 2 : Sit Up dimana atlet terlentang diatas matras, kedua tangan

dibawah leher, kaki agak ditekuk, kemudian duduk sambil mencium

kedua lutut kaki dan berbaring lagi


24

3. Pos 3 : Naik turun bangku 15 kali (atlet berdiri disamping bangku

kemudian melompat dan mendarat diatas bangku kemudian melompat

turun lagi sebanyak 15 kali).


4. Pos 4 : Push Up dimana atlet disuruh telungkup kedua tangan dan kaki

diluruskan, kemudian membengkokan kedua tangan dan

meluruskannya kembali.
5. Pos 5 : Squat Jump atlet berdiri dengan lengan diatas pundak,

kemudian turunkan badan setengah jongkok dan kemudian melompat

keatas dan mendarat mengeper kemudian melompat lagi.


6. Pos 6 : Back Up berbaring telungkup diatas matras, kedua lengan

dipundak, kedua kaki lurus, angkat lengan dan kaki ke atas bersama-sama

setinggi mungkin.
7. Pos 7 : Lompat kijang dimana atlet berdiri tegak kemudian melompat-

lompat setinggi mungkin, lutut menyentuh dada, dilakukan berturut-turut

tanpa henti.
8. Pos 8 : Lempar bola ke dinding berdiri menghadap dinding dalam jarak 2

meter sambil memegang bola, kemudian lemparkan bola dan tangkap lagi.
9. Pos 9 : Squathrush berdiri kemudian melompat keatas langsung jongkok,

taruh lengan dilantai, lemparkan kaki lurus ke belakang, jongkok lagi dan

melompat.
10. Pos 10 : Lari keliling lapangan secepatnya.

Menurut Dwiyogo (1998) berpendapat bahwa Circuit training

adalah sebagai suatu sistem latihan yang menghasilkan perubahan-

perubahan positif dalam motor performance, juga memperbaiki secara

serempak kesegaran jasmani secara keseluruhan dalam tubuh misalnya

muscular power, endurance, speed, dan fleksibility. Circuit training

didasarkan pada asumsi bahwa seseorang akandapat memperkembangkan


25

kekuatan, daya tahan dan kesegaran jasmanisecara keseluruhan dengan

jalan, melakukan sebanyak mungkin pekerjaan dalam suatu jangka waktu

yang telah ditentukan serta melakukan suatu jumlah pekerjaan yang sama,

dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Menurut Soekarman (1999) latihan sirkuit adalah suatu program

latihan yang dikombinasikan dari beberapa item-item latihan yang

tujuannya dalam melakukan suatu latihan tidak akan membosankan dan

lebih efisien. Latihan circuit akan tercakup latihan untuk:1) kekuatan otot,

2) ketahanan otot, 3) kelentukan, 4) kelincahan, 5) keseimbangan dan 6)

ketahanan jantung paru. Latihan-latihan harus merupakan siklus sehingga

tidak membosankan.Latihan sirkuit biasanya satu sirkuit ada 6 sampai 15

stasiun, berlangsung selama 10-20 menit.Istirahat dari stasiun ke lainnya

15-20 detik. Berikut contoh gambar siklus Circuit yang digunakan :

Gambar 2.2 siklus Circuit training

Sumber (Yoda, 2006)

Menurut OShea dan Fox ((Sajoto, 1995) ada dua program latihan

sircuit, yang pertama bahwa jumlah stasiun adalah 8 tempat. Satu stasiun
26

diselesaikan dalam waktu 45 detik, dan dengan repetisi antara 15-20 kali,

sedang waktu istirahat tiap stasiun adalah 1 menit atau kurang. Rancangan

kedua dinyatakan bahwa jumlah stasiun antara 6-15 tempat. Satu stasiun

diselesaikan dalam waktu 30 detik, dan satu sirkuit diselesaikan antara 5-

20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15-20 detik.

Menurut Yoda (2006) ada 6 pos yang digunakan pada pelatihan

circuit ini, 6 pos yang dimaksud adalah dimana setiap pos latihannya

berbeda-beda seperti zig-zag run, sit-up, squat-thrust, back-up, squat-

jump, dan lari 200 m. Pada pelatihan circuit ini akan memberikan efek

terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler serta meningkatkan

kondisi fisik yang lain seperti kelincahan, daya tahan otot dan daya ledak

otot tungka (Yoda, 2006).

Menurut Sutyantara dkk (2014) pada awal pelatihan circuit atau

pada saat pelatihan yang meningkat intensitasnya, laju penggunaan

oksigen akan lebih besar, sehingga tubuh akan kekurangan oksigen.

Setelah pelatihan telah mencapai level tetap, maka ambang anaerobik

maupun konsumsi oksigen maksimum (VO2 Maks) akan meningkat dan

latihan dapat dipertahankan dalam waktu lama. Pelatihan awal circuit otot-

otot jantung mengalami stres pada komponen otot-otot jantung sehingga

otot-otot jantung membesar. Membesarnya otot-otot jantung maka akan

meningkatnya kekuatan jantung dan membuat jantung berdenyut lebih

cepat dengan kecepatan yang lebih besar, sehingga lebih banyak darah

yang dipompakan ke luar dari jantung pada setiap denyut (Sutyantara dkk,
27

2014). Pelatihan circuit akan meningkatkan kemampuan daya tahan

anaerobik dan daya tahan otot, sehingga seorang atlet akan dipacu untuk

berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan

yang berarti. Selanjutnya proses latihan lari ditingkatkan kualitas

frekuensi, intensitas, dan kecepatan, yang akan berpengaruh terjadinya

proses anaerobik (stamina), sehingga pemain mampu bergerak cepat dalam

tempo lama dengan gerakan yang tetap konsisten dan harmonis (Sigit,

2012).

2.4 Interval Training

Interval training merupakan suatu system latihan yang diselingi oleh

interval-interval yang berupa masa-masa istirahat. Menurut Harsono

(2000) mengatakan Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam

menyusun Interval Training yaitu :

1. Lama Latihan

2. Beban (Intensitas) latihan

3. Masa Istirahat (Recovery Interval) setelah repetisi latihan

4. Ulangan (Repetition) melakukan latihan

Perlu diterangkan bahwa interval atau istirahat itu sangat penting

untuk dapat mengembalikan kembali kebugaran atlet serta para atlet dapat

melaksanakan latihan kembali. Istirahat dalam interval training haruslah

istirahat yang aktif bukan yang pasif. Istirahat aktif yang dimaksud adalah

berupa jogging, rileks, senam kelentukan dan sebagainya, sedangkan

istirahat pasif yang dimaksud diam, duduk, tiduran dilapangan dan


28

sebgainya (Harsono, 2000). Menurut Hairy (2010) banyak keuntungan

yang diperoleh dengan menggunakan metode latihan interval di antaranya

adalah :

1. Pengontrolan latihan lebih teliti.


2. Lebih sistematis karena memungkinkan seorang pelatih lebih mudah untuk

mengetahui kemajuan peningkatan daya tahan dari hari ke hari.


3. Peningkatan potensi energi lebih cepat daripada metode conditioning

lainnya.
4. Program dapat dilakukan hampir dimana saja dan tidak memerlukan

peralatan khusus.

Gambar 2.3 Siklus interval training


Sumber ( Harsono, 2000)

Interval training adalah latihan yang baik dilakukan untuk para

atlet termasuk atlet sepak bola dimana interval training adalah latihan yang

dapat mengetahui beban secara tepat dan dapat melihat kemajuan lebih

cepat serta dapat meningkatkan energi dan kondisi yang dapat dilakukan

secara efesien pada atlet (Soekarman, 1999). Menurut Herawati (2002)

latihan interval menggunakan latihan intensitas tinggi dimana intensitas


29

tinggi interval atau high intensity interval training (HIIT) didefinisikan

sebagai latihan yang terdiri dari lari secara cepat (speed) tiap siklusnya

diselingi dengan waktu istirahat berupa jogging dengan intensitas sedang .

Interval training sangat dianjurkan karena hasilnya sangat positif bagi

perkembangan daya tahan atau stamina karena kerja anerob, tingkat

aktifitas otot-ototnya adalah begitu tinggi sehingga suplai darah yang

diterima oleh otot-otot tersebut tidaklah cukup. Hal ini biasanya disertai

oleh perasaan (Sensation) sakit pada otot-otot tersebut. Dengan latihan

yang baik, atlet lama kelamaan akan dapat mengatasi rasa sakit tersebut

dan dapat bekerja tanpa oksigen dalam waktu yang lebih lama (Indrayana,

2012).

Menurut Harsono (2000) memaparkan Intervat Training

bahwasanya glikolisis anaerobic pada manusia dapat terjadi dalam waktu

yang pendek pada aktivitas otot yang ekstrim misalnya lari cepat, pada

saat oksigen tidak dapat dibawa pada kecepatan yang cukup untuk dibawa

ke otot dan mengoksidasi piruvat untuk membentuk ATP selama latihan

berat banyak O2 dibawa ke otot, tetapi O2 yang mencapai sel otot tidak

mencukupi, terutama pada saat latihan. Asam laktat menumpuk dan

berdisfusi kedalam cairan jaringan dna darah. Keberadaan asam laktat

didalam darah merupakan penyebab kelelahan otot. Pemilihan bahan bakar

selama olah raga berat menggambarkan banyak segi penting mengenai

pembentukan energi dan integrasi metabolisme. Myosin secara langsung


30

memperoleh energi dari ATP, tetapi jumlah ATP di otot relative sedikit dan

hanya bertahan selama kurang lebih 2 detik.

Interval training terdiri dari periode melakukan lari dengan

intensitas tinggi yang diselingi dengan periode istirahat yaitu berjalan. Hal

ini menyebabkan tubuh secara efektif membentuk dan menggunakan

energi yang berasal dari sistem anaerobik. Penambahan interval membantu

pembuangan metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat

latihan interval sedang dilakukan oleh tubuh.Perubahan periode latihan

yang dilakukan bergantian ini membantu tubuh meningkatkan volume

dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas

maksimum (VO2max) selama latihan (Kolt, 2007).

Kecepatan Metabolik rate meningkat untuk 90 menit sampai

dengan 24 jam setelah sesi latihan interval.Peningkatan metabolisme

dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan cepat. Interval

training memacu kerja jantung dengan lebih keras sehingga konsumsi

oksigen pun meningkat yang berarti metabolisme tubuh juga menigkat

sehingga makin banyak lemak yang dipakai untuk pembakaran.

Metabolisme tubuh pada saat kita melakukan latihan yang meningkat,

metabolisme pada saat kita beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal

dengan istilah Resting Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme

pada saat kita beristirahat selama 24 jam setelah melakukan latihan

interval (Kafiz, 2014).


31

Perbedaan bentuk gerakan dan istirahat yang berbeda yaitu istirahat

pelatihan Interval lebih singkat daripada pelatihan circuit sehingga

mengakibatkan jantung bekerja lebih maksimal sehingga terjadi adaptasi

jantung dan peredaran darah.Selain itu pada saat pelatihan interval, energi

yang lebih banyak diperlukan adalah aerobik yaitu bantuan dari oksigen

sehingga pada saat pelatihan interval berlangsung memerlukan oksigen

yang lebih banyak.Jumlah darah yang bertambah yang dipompakan keluar

dari jantung menyebabkan beban pada otot jantung menjadi lebih besar.

Bertambahnya beban merupakan pacuan (stimulus) yang menyebabkan

otot-otot jantung lebih kuat dan lebih efesien. Dengan pelatihan yang

spesifik yaitu lari yang gerakannya monoton mengakibatkan terjadinya

adaptasi fisiologis pada otot-otot jantung yang mengakibatkan peningkatan

daya tahan kardiovaskuler dengan baik. Dengan perbedaan mekanisme

gerakan dan waktu istirahat, maka kedua pelatihan ini memiliki pengaruh

yang berbeda dan sama sama memiliki pengaruh terhadap peningkatan

daya tahan kardiovaskuler (Sutyantara dkk, 2014).


BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 KerangkaBerpikir

Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang mewajibkan

atletnya memiliki kondisi fisik yang baik. Kondisi fisik yang baik merupakan

suatu syarat yang harus dimiliki oleh seorang atlet karena kondisi fisik yang baik

akan menunjang teknik dan taktik untuk mendapatkan suatu hasil dan prestasi

yang membanggakan. Komponen kondisi fisik yang penting dimiliki seorang atlet

sepak bola adalah kemampuan daya tahan jantung dan paru (daya tahan

kardiovaskuler).Daya tahan kardiovaskuler adalah kesanggupan sistem jantung

untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja.Daya tahan

kardiovaskuler sangat penting dimiliki oleh setiap atlet atau olahragawan karena

sistem jantung, paru, dan pembuluh darah berfungsi memasok oksigen ke otot

untuk menghasilkan tenaga dan kemudian mengeluarkan sisa hasil metabolisme

keluar tubuh melalui paru seperti karbondioksida (CO2). Kemampuan daya tahan

kardiovaskuler yang tinggi maka kualitas aktivitas yang berat dan gerakan-

gerakan yang berulang-ulang seorang atlet tidak akan mengalami kelelahan yang

berlebihan dalam waktu yang cukup lama. Gerakan-gerakan tersebut akan dapat

dipertahankan dengan tempo tetap tinggi selama aktivitas berat berlangsung.

Semakin baik daya tahan kardiovaskuler seseorang maka mereka akan mampu

untuk berlatih dan bertanding dalam waktu yang lama. Daya tahan yang baik akan

tercapai dengan melakukan aktivitas fisik serta pelatihan yang tepat.

31
33

Circuit training adalah suatu program latihan terdiri dari beberapa pos dan

di setiap pos seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan.Circuit

training merupakan latihan yang dikombinasikan dari beberapa item yang

tujuannya dalam suatu latihan tidak akan membosankan dan efesien. Satu circuit

training dikatakan selesai, bila seorang atlet telah menyelesaikan latihan di semua

pos sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Jumlah pos diantaranya 5-15 jenis

latihan yang digabungkan menjadi satu paket latihan. Pada awal pelatihan sircuit

laju penggunaan oksigen akan lebih besar dan setelah pelatihan telah mencapi

level tetap maka VO 2 max akan meningkat dan latihan dapat dipertahankan

dalam waktu yang cukup lama. Pelatihan circuit dirancang untuk mengembangkan

kardiorespirasi serta untuk mengembangkan kekuatan otot.

Interval Training merupakan latihan yang dapat meningkatkan daya tahan

kardiovaskuler.Latihan ini merupakan suatu sistem latihan yang diselingi oleh

interval-interval berupa masa-masa istirahat misalnya lari istirahat-lari-istirahat

dan seterusnya.Masa istirahat sangat penting untuk dapat mengembalikan

kebugaran para atlet serta dapat melaksanakan latihan kembali dengan kondisi

yang bugar.Interval training memberikan efek fisiologis pada tubuh terutama pada

sistem kardiovaskuler melalui adaptasi jantung terhadap latihan yang diberikan

sehingga dalam pelatihan atau bertanding bisa dalam waktu yang cukup lama

tanpa mengalami kelelahan.


34

3.2. KerangkaKonsep

Penurunan aktivitas fisik

Circuit Training daya tahan Interval Training


kardiovaskuler

- Vo2max meningkat - Vo2max meningkat


- Daya tahan anaerobik - Metabolisme tubuh
meningkat
meningkat
- Daya tahan aerobik
meningkat

Peningkatan daya tahan


kardiovaskuler

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep di atas, maka hipotesis

dapat dirumuskan sebagai berikut:


35

1. Circuit trainingefektif dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler

pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.


2. Interval trainingefektif dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler

pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.


3. Interval training lebih efektif daripada circuit training dalam

meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA

Negeri 1 Semarapura.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian

yang digunakan adalah Pre and Post Test Control Group Design yaitu

membandingkan antara perlakuan terhadap dua kelompok. Kelompok pertama

yaitu pemberian interval training, kelompok kedua yaitu pemberian circuit

training, sehingga dapat disusun suatu rancangan penelitian sebagai berikut :

O11 P1 O21
P S RA

O31 P2 O41

Gambar 4.2 Rancangan Penelitian

35
37

Keterangan:
P : Populasi siswa ekstrakurikuler sepak bola
S : Sampel siswa ekstrakurikuler sepak bola
RA : Random Alokasi
P1 : Kelompok Perlakuan 1 (circuit training)
P2 : Kelompok Perlakuan 2 (interval training)
O1 : Pengukuran daya tahan kardiovaskuler pada kelompok 1

sebelum diberikan circuit training


O2 : Pengukuran daya tahan kardiovaskuler pada kelompok 1

setelah diberikan circuit training


O3 : Pengukuran daya tahan kardiovaskuler pada kelompok 2

sebelum diberikan interval training


O4 : Pengukuran daya tahan kardiovaskuler pada kelompok 2

setelah diberikan interval training

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Semarapura.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 6 minggu pada bulan Maret sampai April

2016.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Target

Dalam penelitian ini populasi target adalah siswa SMA di Bali.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dalam penelitian ini siswa SMA Negeri 1 Semarapura

yang mengikuti ekstrakulikuler sepak bola.

4.3.3 Sampel
38

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan hasil tes cooper kepada siswa

SMA yang memiliki daya tahan kardiovaskuler kurang. Teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple randomsampling

dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

A. Kriteria inklusi:
a. Siswa yang mengikuti ekstrakulikuler sepak bola

b. Siswa yang memiliki daya tahan kardiovaskuler dengan kategori

kurang dan diukur dengan tes Cooper dengan nilai dibawah 15.30.

c. Berjenis kelamin laki-laki

d. Berusia 15-18 tahun

e. Memiliki IMT normal yaitu 18,5-22,9 kg/m2 (berdasarkan Depkes

RI)

f. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai akhir, dengan

menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel.

B. Kriteria eksklusi:

a. Memiliki riwayat penyakit kardiorespirasi seperti asma, gangguan

jantung, dan ginjal melalui anamesis atau surat keterangan sehat

dari dokter
39

b. Mengalami kelainan postural dan struktural pada tulang belakang.

c. Post trauma atau fraktur ekstremitas bawah.

d. Adanya deformitas atau abnormalitas pada ekstremitas bawah.

C. Kriteria pengguguran:

a. Subjek tidak datang sebanyak 3 kali secara berturut-turut

b. Subjek mengundurkan diri saat proses penelitian

c. Sampel mengalami cidera

4.3.4 Besar Sampel

Pada penelitian ini, besar sampel dihitung dengan rumus Pocock (Pocock,

2008):
2
2
n= 2
x f ( ,)
( 2 1 )

Keterangan :

n = jumlah sampel

= simpang baku

1 = rerata skor peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada penelitian

terdahulu

2 = rerata skor peningkatan daya tahan kardiovaskuler sebesar 15%

=tingkat kesalahan I ditetapkan 5% atau 0,05

Interval kepercayaan (1- ) = 95% atau 0,95

=tingkat kesalahan II ditetapkan 10% atau 0,10


40

(,) = interval kepercayaan 10.5 ( berdasarkan tabel value of(,) )

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Permata (2015),

didapatkan standar deviasi = 6,433dan rerata 1 = 60,92, dengan harapan terjadi

peningkatan daya tahan kardiovaskuler sebesar 15% sehingga 2 = 70.06.

2 ( 6,433 )2
n= 10,5
( 70,06 60,92)2

82,77
n= 10,5
83,53

n=10,39

Dari hasil perhitungan sampel diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini

ditetapkan 11, untuk mengantisipasi terjadinya drop out maka jumlah sampel

ditambah 20% menjadi 14 sampel pada setiap kelompok. Sehingga, jumlah

keseluruhan sampel pada kedua kelompok adalah sebesar 28 sampel.

4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

tekniksimple random sampling. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan

cara sebagai berikut:


41

1. Sampel diambil dari siswa yang memiliki daya tahan kardiovaskuler

dengan kategori kurang dengan nilai dibawah 15.30, jika subjek masuk

dalam kriteria inklusi penelitian maka peneliti akan meminta kesediaan

subjek sebagai sampel penelitian. Apabila subjek bersedia sebagai sampel

penelitian maka peneliti akan memasukkan subjek sebagai sampel, sampai

didapat jumlah sampel yang sesuai dengan penelitian.

2. Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lebih lanjut berdasarkan kriteria

eksklusi dan inklusi serta peneliti melakukan proses assessment, di mana

dilakukan pengumpulan data yang diuraikan pada table di bawah ini:

Tabel.4.1 Prosedur Assesment Fisioterapi

No Assesment Fokus assessment Hasil temuan Hasil

Temuan

1 Anamnesis Identitas subjek Nama, umur, Normal


jenis kelamin,
dan IMT.
Riwayat
penyakit ( asma,
jantung dan
ginjal) fraktur,
kelainan
postural dan
deformitas.
2 inspeksi Statis Kelainan Normal
postural dan
struktur tulang
belakang.

3. Melakukan pemilihan besar sampel sebanyak 28 responden. Subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan ke dalam penelitian


42

sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel sebanyak 28

responden dapat terpenuhi.

4. Melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

perlakuan pertama dan kelompok perlakuan kedua. Terdapat sejumlah 14

responden pada masing-masing kelompok. Pembagian kelompok

dilakukan dengan carasimple random sampling, yaitu dengan melakukan

undian pada masing-masing sampel untuk menentukan apakah sampel

masuk dalam kelompok perlakuan pertama atau kedua.

4.4 Variabel Penelitian

1. Variabel terikat adalah daya tahan kardiovaskuler

2. Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah

interval training dan circuit training.

3. Variabel kontrol dalam penelitian adalah umur, dan nilai IMT.

4.5 Definisi Operasional Variabel


A. Daya Tahan Kardiovaskuler

Daya tahan kardiovaskuler adalah kesanggupan sistem jantung, paru dan

pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan

kerja dalam mengambil oksigen dan mengeluarkannya ke jaringan yang aktif

sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh. Tes daya tahan

yang digunakan adalah tes Cooper

B. Cooper test

Tes Cooper adalah tes lari sepanjang 2,4 km, dengan menggunakan stop

watch, dan alat pencatat hasil. Tes lari 2.4 Km yang dirancang oleh Cooper
43

adalah salah satu bentuk tes lapangan untuk mengukur tingkat daya tahan

seseorang. Peserta tes harus berlari secepat-cepatnya menempuh jarak 2.4 Km

dan dihitung waktu tempuh dalam satuan menit dan detik, kemudian

dikonversikan pada tabel norma tes Cooper.

C. Circuit training

Circuit training adalah bentuk pelatihan yang terdiri dari beberapa pos

latihan yang digunakan secara berurutan dari satu pos sampai pos terakhir. Pos

yang digunakan pada Circuit training adalah 6 pos, pos pertama yaitu latihan

(lompat kijang), pos kedua (sit-up), pos ketiga (squat-thrust), pos keempat (back-

up), pos kelima (back up), dan pos terakhir peserta lari 200 m. Circuit training

dilakukan selama 6 mingggu dengan frekuensi seminggu tiga kali.

D. Interval training

Interval Training merupakan suatu sistem latihan yang diselingi oleh

interval-interval berupa masa-masa istirahat misalnya lari istirahat-lari-istirahat

dan seterusnya.Bentuk pelatihan interval adalah peserta melakukan lari dengan

intensitas tinggi selama 3 menit yang diselingi dengan periode istirahat yaitu

berjalan selama 3 menit.Interval training dilakukan selama 6 mingggu dengan

frekuensi seminggu tiga kali.

E. Umur

Umur yang digunakan pada penelitian ini adalah antara 15 18 tahun,

jumlah yang di tentukan berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran sesuai

akte kelahiran sampel, satuan yang digunakan adalah tahun.


44

F. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan pengelompokan yang membedakan antara laki-

laki dan perempuan dan penelitian ini menggunakan jenis kelamin laki-

laki.
G. Index Massa Tubuh
IMT merupakan nilai yang diperoleh dari ukuran berat badan di bagi

tinggi badan dalam meter dikuadratkan (kg/m2). Berat badan diukur

menggunakan timbangan berat badan, menggunakan satuan kilogram

(kg), dengan tingkat ketelitian 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan stature

meter dari dasar telapak kaki sampai ubun-ubun/vertex, dengan sikap siap

dan tegak, pandangan lurus, dengan satuan sentimeter (cm), dengan

tingkat ketelitian 0,1 cm.

Tabel 4.2 Kategori IMT Berdasarkan DEPKES RI

Gender Kategori IMT (kg/ m2 )


Kurus Normal Kegemukan
Tingkat Ringan Tingkat Berat
Pria <18 kg/ 18-25 kg/ >25-27 kg/ m 2 > 27 kg/ m2
2 2
m m
Wanita <17 kg/ 17-23 kg/ >23-27 kg/ m 2 > 27 kg/ m2
2 2
m m

4.6 Instrumen Penelitian

1. Alat Penghitung Waktu


2. Timbangan
3. Stature meter (Meteran)
4. Peluit
5. Kamera untuk dokumentasi
6. Buku dan alat tulis untuk mencatat hasil sebelum dan sesudah penerapan
7. Komputer untuk menyimpan dan mengolah hasil data

4.7 Prosedur Penelitian


45

4.7.1 Prosedur Pendahuluan

a. Melaksanakan proses perijinan pada instansi tempat penelitian,

yaitu pada kepala sekolah SMA Negeri 1 Semarapura


b. Peneliti membuat surat persetujuan yang harus ditandatangani

subjek, dan disetujui oleh orang tua, yang isinya bahwa subjek

bersedia menjadi sampel penelitian ini sampai dengan selesai.


c. Peneliti memberikan edukasi kepada subjek yang diteliti mengenai

manfaat, tujuan, bagaimana penelitian ini dilakukan dan pentingnya

dilakukan penelitian ini.

4.7.2 Prosedur Pelaksanaan

1. Pengukuran Indeks Masa Tubuh


Pengukuran IMT untuk mendapatkan nilai IMT maka

sampel diukur terlebih dahulu berat badan dengan timbangan

kemudian diukur tinggi badannya dengan pita meter. Berikut

langkah-langkah untuk mendapatkan nilai IMT: a. Berat badan :

Peneliti memposisikan sampel dalam keadaan diam, tegak lurus,

pandangan menghadap ke depan, membelakangi alat. Melihat

berapa berat badan sampel yang ditunjukan jarum timbangan

(dipakai hitungan dalam kilogram). b. Tinggi badan : Sampel

berdiri sejajar, lurus dan tegak dengan alat ukur, hasil tinggi badan

yang dipakai di mana angka yang dilihat tepat di puncak kepala

sampel (vertex). c. Kemudian hasil yang didapat dimasukkan ke

dalam rumus: IMT = Berat badan (kg)/ Tinggi badan (m2). d. Hasil

dari IMT kemudian di kategorikan sampel tergolong underweight,


46

normal, overweight dan obesitas menurut klasifikasi dari Depkes

RI.
2. Prosedur pengukuran daya tahan kardiovaskuler.
Pengukuran Daya tahan kardiovaskuler diukur

menggunakan Cooper test.Tes dilakukan dengan peserta lari

secepat mungkin sepanjang lintasan dengan jarak tempuh 2,4 km,

apabila tidak mampu berlari secara terus menerus, maka dapat di

selingi dengan jalan kaki kemudian lari lagi. Hasil dari tes tersebut

dicatat dan dihitung waktu yang di tempuh dalam satuan menit dan

detik, kemudian dikonversikan pada tabel norma tes Cooper.

Selanjutnya adalah mempersiapkan rencana pos-pos circuit

training dan interval training serta diberikan memulai diberikan

pelatihancircuit training dan interval training.


3. Subjek atau sampel dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu

kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Pembagian

kelompok dilakukan dengan cara simple random sampling, dengan

melakukan undian pada masing-masing sampel. Kelompok 1 akan

mendapatkan intervensi Circuit Trainingdan kelompok 2

mendapatkan intervensi Interval Training.


4. Circuit Training
Bentuk Circuit Training disusun dalam lingkaran dan terdiri

dari 6 pos. Latihan diawali pemanasan statis stretching8 menit dan

dinamis jalan cepat selama 7 menit, untuk mengurangi risiko

terjadinya cidera selama latihan. Peserta akan memulainya dengan

pos pertama yaitu (lompat kijang)selama 60 detik , pos kedua (sit-

up) selama 60 detik, pos ketiga (squat-thrust) selama 60 detik, pos


47

keempat (back-up) selama 60 detik, pos kelima (squat-jump)

selama 60 detik, dan pos terakhir pesertalari 200m.Waktu pelatihan

circuit adalah 20 menit, satu pos diselesaikan dalam waktu 20

detik per circuit dan istirahat 10 detik antara satu pos dengan pos

lainnya dan setelah pemberian latihan diakhiri dengan pendinginan

stretching5 menitdan berjalan lambat 5 menit. Circuit Training

dilatih 1 kali dalam 1 hari dengan kurun waktu 20 menit per

latihan.

Gambar 4.2 Circuit Training

5. Interval Training
Interval training merupakan suatu sistem latihan yang diselingi

oleh interval-interval yang berupa masa-masa istirahat. Bentuk

pelatihan interval adalah peserta melakukan lari dengan intensitas

tinggi yang diselingi dengan periode istirahat yaitu berjalan.

Latihan intensitas tinggi interval atau high intensity interval

training (HIIT) didefinisikan sebagai latihan yang terdiri dari lari

secara cepat (speed) tiap siklusnya diselingi dengan waktu istirahat


48

berupa jogging dengan intensitas sedang. Latihan diawali

pemanasan statis stretching 8 menit dan dinamis (jalan cepat)

selama 7 menit, untuk mengurangi risiko terjadinya cidera selama

latihan.Setelah melakukan pemanasan peserta akan memulai

pelatihan. Pelaksanaan pelatihan adalah peserta berlari cepat

selama 3 menit diselingi berjalan santai 3 menit. Jumlah waktu

yang ditempuh dari interval trainingadalah 21 menit.Setelah

selesai melakukan latihan peserta melakukan pendinginan

(stretching 5 menit dan berjalan lambat selama 5 menit hingga

kondisi tubuh kembali normal secara perlahan. Interval

trainingdapat mengetahui beban secara tepat dan dapat melihat

kemajuan lebih cepat serta dapat meningkatkan energi dan kondisi

yang dapat dilakukan secara efesien pada atlet. Interval

trainingdilatih 1 kali dalam 1 hari dengan kurun waktu 21 menit

per latihan.

Gambar 4.3Interval Training


49

6. Setelah 6 minggu penelitian dilakukan evaluasi kemudian

membandingkan hasil sebelum dan sesudah intervensi pada kedua

kelompok perlakukan dan melakukan uji beda.


7. Kemudian semua data yang didapatkan diolah dengan statistik

menggunakan komputer dengan perangkat lunak SPSS.

4.8 Alur Penelitian

Populasi pemain Populasi


sepak bola Sekolah Sepak
Bola Guntur Denpasar
Kriteria Penelitian

Pre Test

Sampel n=28
Random

Kelompok 1, n=14
n=12 Kelompok 2, n=14
n=12

Circuit Training Interval Training

Post Test Post Test

Hasil Hasil

Analisis Data

Pelaporan
50

Gambar 4.4 Alur Penelitian

4.9 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Uji normalitas
Uji normalitas data untuk menguji data sebelum perlakuan, setelah

perlakuan dan selisih peningkatan daya tahan kardiovaskuler dengan

menggunakan uji Saphiro Wilk Test. Data sebelum dan setelah perlakuan

didapatkan data berdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji statistik

non parametrik.
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas data dengan Levenes Test, bertujuan untuk mengetahui

variasi data. Batas kemaknaan yang digunakan adalah =0,05.

3. Uji Hipotesis

a. Uji Beda pada Kelompok Berpasangan (Masing-masing pada

Kelompok Circuit Training dan Kelompok Interval Training)


Untuk menguji data peningkatan daya tahan kardiovaskuler sebelum

dan sesudah pelatihan pada kelompok circuit training dan kelompok

interval training digunakan uji Wilcoxon Math Pair Test.


b. Uji Beda pada Kelompok Tidak Berpasangan (Pada Kelompok Circuit

Training dan Kelompok Interval Training)


Untuk menguji data peningkatan daya tahan kardiovaskuler setelah

pelatihan antara keduakelompok digunakan ujiMann Whitney U-test.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai Interval training lebih efektif daripada circuit training

dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA

Negeri 1 Semarapura dilakukan pada bulan Maret - April 2016. Penelitian telah

dilaksanakan selama 18 kali latihan menggunakan rancangan eksperimental

terhadap dua kelompok perlakuan. Kelompok 1 diberikan Circuit training

sedangkan kelompok 2 diberikan Interval training sebanyak 3 kali dalam

seminggu selama 6 minggu pada setiap kelompok. Sampel penelitian berjumlah

28 orang, yang terbagi menjadi dua kelompok, masing- masing kelompok terdiri

dari 14 orang. Sampel merupakan pemain sepak bola SMA Negeri 1 Semarapura.

Data lengkap hasil penelitian diuraikan dalam paparan berikut ini:

5.1 Data Karakteristik Sampel

Untuk memaparkan hasil penelitian yang lebih lengkap dan memperkuat

interpretasi pengujian hipotesis, dipaparkan deskripsi data berupa karakteristik

sampel penelitian dalam bentuk tabel pada kelompok 1dan kelompok 2. Berikut

ini merupakan deskripsi karakteristik sampel yang terdiri atas usia dan jenis

kelamin.

51
52

Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia dan IMT

RerataSD
Karakteristik Kelompok 1 Kelompok 2
n=14 n=14
Usia (tahun) 16,850,77 16,070,88

IMT (kg/m2) 19,870,94 19,820,615

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian kelompok 1

memiliki rerata usia 16,850,77 tahun dan pada kelompok 2 memiliki rerata usia

16,070,88 tahun.

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian kelompok 1

memilikirerata IMT 19,870,94 kg/m2 dan pada kelompok 2 memiliki rerata IMT

19,820,615 kg/m2.

5.2 Uji Normalitas dan Homogenitas

Sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan

maka dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data sebelum dan sesudah

perlakuan. Uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk Test, sedangkan uji

homogenitas dengan menggunakan Levenes Test. Hasil dari analisis tersebut

tertera pada Tabel 5.2


53

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Daya Tahan
Kardiovaskular Sebelum Perlakuan dan Setelah Perlakuan Pada Pemain
Sepak Bola di SMA Negeri 1 Semarapura
Kelompok Uji Normalitas
data (Saphiro Wilk Test) Uji
Kelompok 1 Kelompok 2 Homogenitas
Statistik p Statistik p (Levenes Test)
Sebelum 0,914 0,182 0,799 0,005 0,340
Perlakuan
Setelah 0,793 0,004 0,803 0,005 0,112
Perlakuan
Selisih 0,917 0,198 0,740 0,001 0,101

Berdasarkan Tabel 5.2 diperoleh hasil uji normalitas menggunakan

Shapiro Wilk Test didapatkan nilai probabilitas skor daya tahan kardiovaskuler

pada kelompok 1 sebelum intervensi dengan nilai p = 0,182 (p > 0,05) dan setelah

intervensi nilai p = 0,004 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data skor daya

tahan kardiovaskuler pada kelompok 1 berdistribusi tidak normal. Data skor daya

tahan kardiovaskuler pada kelompok 2 sebelum intervensi diperoleh nilai p =

0,005 (p < 0,05) dan setelah intervensi nilai p = 0,005 (p < 0,05). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa kelompok 2 memiliki data yang berdistribusi tidak normal.

Data peningkatan daya tahan kardiovaskular pada kelompok 1 didapatkan nilai p

= 0,198 (p > 0,05) yang berarti data berdistribusi normal, data peningkatan daya

tahan kardiovaskuler pada kelompok 2 didapatkan nilai p =0,001 (p<0,05) yang

berarti data berdistribusi tidak normal.

Pada Tabel 5.2 uji Homogenitas menggunakan Levenes Test pada skor

daya tahan kardiovaskuler sebelum intervensi didapatkan nilai p = 0,340 (p >

0,05) dan untuk skor daya tahan kardiovaskuler setelah intervensi nilai p = 0,112
54

(p > 0,05) yang menunjukkan bahwa data sebelum maupun sesudah intervensi

adalah data yang homogen. Uji homogenitas pada data peningkatan

kardiovaskuler didapatkan nilai p = 0,101 (p >0,05) yang menunjukan bahwa data

peningkatan kardiovaskuler memiliki data yang homogen. Berdasarkan hasil uji

normalitas dan uji homogenitas, maka uji yang digunakan untuk pengujian

hipotesis adalah uji statistik non parametrik.

5.3 Pengujian Hipotesis

5.3.1 Uji beda rerata Peningkatan Daya tahan kardiovaskuler sebelum dan

sesudah pada masing masing kelompok

Uji hipotesis yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Ranks Test karena

data berdistribusi tidak normal. Uji tersebut digunakan untuk mengetahui

apakah terjadi peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak

bola sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok 1 dan kelompok 2.


55

Tabel 5.3 Rerata Peningkatan Daya tahan kardiovaskuler Sebelum dan Sesudah
Intervensi pada Circuit Training dan Interval Training
Variabel Kelompok Kelompok p Uji
Circuit Interval
Training Training
Rerata Daya Taha Kardiovaskuler
Rerata SD
Sebelum
Intervensi 13,760,575 13,620,616 0,001 Wilcoxon
Signed Ranks Tes
t
Sesudah 10,990,450 8,990,599 0,001
Intervensi Wilcoxon
Signed Ranks Tes
t

Tabel 5.3 menunjukkan hasil beda rerata peningkatan daya tahan

kardiovaskuler sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok 1. Analisa data

peningkatan daya tahan kardiovaskuler dilakukan dengan uji hipotesis

Wilcoxon Signed Ranks Test, didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05), yang berarti

terdapat perbedaan yang bermakna dari peningkatan daya tahan kardiovaskuler

sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok 1. Hasil beda rerata peningkatan

daya tahan kardiovaskuler sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok 2.

Analisa data peningkatan daya tahan kardiovaskuler didapatkan nilai p = 0,001 (p

< 0,05), yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna dari peningkatan daya

tahan kardiovaskuler sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok 2.


56

5.3.3 Uji Komparasi Hasil Selisih Peningkatan Daya tahan kardiovaskuler

Pada Pemain Sepak bola Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada Kedua

Kelompok Perlakuan

Untuk menguji perbandingan rerata selisih peningkatan daya tahan

kardiovaskuler sebelum dan setelah intervensi pada kelompok 1 dan 2 dilakukan

pengujian menggunakan Mann-Whitney U Test.

Tabel 5.4 Perbandingan Peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada


Kelompok Circuit Training dan Interval Training
Kelompok Rerata Selisih p Uji
Perlakuan Peningkatan Daya
Tahan Kardiovaskuler
Kelompok 7,50
Circuit Training
0,000 Mann Whitney U-test
Kelompok 21,50
Interval Training

Berdasarkan Tabel 5.4 yang memperlihatkan hasil perhitungan beda rerata

peningkatan daya tahan kardiovaskuler yang diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05)

pada selisih antara sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini berarti ada perbedaan

yang bermakna pada selisih peningkatan daya tahan kardiovaskuler antara

kelompok 1 dan 2 sebelum dan setelah pelatihan.


57

Tabel 5.5 Persentase Hasil Penurunan Waktu Daya Tahan Kardiovaskuler

Hasil Analisis

Waktu Waktu Selisih Persentase


Sebelum Setelah Penurunan Penurunan
Intervensi Pelatihan Waktu Waktu
Kelompok 13,76 10,99 2,68 19,47%
Circuit
Training

Kelompok 13,62 8,99 4,63 33,99%


Interval
Training

Berdasarkan Tabel 5.5 memperlihatkan persentase penurunan waktu pada

pemain sepak bola setelah dilakukan intervensi. Pada kelompok 1 terjadinya

penurunan waktu setelah diberikan intervensi sebesar 19,47% sedangkan pada

kelompok 2 sebesar 33,99%. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan waktu yang

terjadi pada kelompok 1 yaitu mendapat perlakuan Circuit Training tidak lebih

banyak daripada kelompok 2 yaitu mendapat perlakuan Interval Training yang

berarti kelompok 1 yaitu mendapat perlakuan Circuit Training tidak lebih baik

dari pada kelompok 2 yaitu mendapat perlakuan Interval Training dalam

meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola SMA Negeri 1

Semarapura.
BAB VI

PEMBAHASAN

6.7 Karakteristik Sampel

Penelitian mengenai Interval training lebih efektif daripada circuit training

dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA

Negeri 1 Semarapura telah dilaksanakan. Deskripsi sampel pada penelitian ini

terdiri atas kelompok 2 kelompok yaitu kelompok 1 circuit training yang

memiliki rerata usia (16,850,77) tahun, dan pada kelompok 2 yaitu interval

training (16,070,88) tahun. Karakteristik tersebut menunjukkan jumlah rerata

usia sampel relatif sama antara kelompok 1 dan kelompok 2. Hasil penelitian ini

sesuai dengan pernyataan Swadesi (2009) dimana pada tingkat SMP hingga SMA

adalah masa remaja (adolesensi) dimana akan terjadi perkembangan biologis yang

kompleks sampai sekitar usia dua puluh tahun dan mencapai maksimal di usia 20

sampai 30 tahun. Perkembangan biologis yang kompleks, meliputi percepatan

pertumbuhan, perubahan proporsi bentuk tubuh, perubahan dalam komposisi

tubuh, kematangan ciri-ciri seks primer dan sekunder, dan perkembangan pada

sistem kardiovaskuler. Peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada usia ini akan

lebih cepat berkembang dibandingkan usia 20 tahun keatas karena menurut

Suryani (2000) pada usia remaja merupakan masa yang baik untuk

pengembangan yang optimal untuk daya tahan paru, jantung serta pembuluh darah

seseorang yang berhubungan dengan peningkatan daya tahan kardiovaskuler yang

baik, sehingga pada usia remaja pemberian program pelatihan untuk

58
59

meningkatkan daya tahan kardiovaskuler akan menghasilkan peningkatan 17,6%

sampai dengan 20% untuk anak anak yang sedang berkembang dan mengalami

pertumbuhan yang cepat pada masa remaja.

Berdasarkan karakteristik IMT (Indeks Massa Tubuh) diperoleh nilai

Kelompok 1 (19,870,94), dan pada Kelompok 2 (19,820,615). Selisih nilai

rerata IMT antara Kelompok 1 dan 2 ( 0,05), serta masih memenuhi standar

normal yang ditetapkan berdasarkan Depkes RI yaitu 18,5-22,9 kg/m2 Hasil

penelitian sesuai dengan Verdiyanto (2016) kapasitas fisik dan peningkatan daya

tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh komposisi tubuh salah satunya IMT

dimana, indeks masa tubuh sangat berperan besar dalam kinerja peningkatan daya

tahan kardiovaskuler. Seseorang yang memiliki berat badan ideal atau normal

tubuh akan lebih mudah bekerja sehingga kekuatan otot jantung yang dipacu

untuk bekerja dalam waktu yang lama tidak akan mudah mengalami kelelahan.

6.2 Circuit training dapat Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler

Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai p

= 0,001 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara

daya tahan kardiovaskuler sebelum dan setelah intervensi pada pemain sepak bola

di SMA Negeri 1 Semarapura. Hal ini menunjukkan bahwa Circuit Training

efektif dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di

SMA Negeri 1 Semarapura.

Circuit training merupakan salah satu bentuk latihan dalam meningkatkan

daya tahan kardiovaskuler. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

terdapat hubungan circuit training terhadap peningkatan daya tahan


60

kardiovaskuler dimana, pada penelitian sebelumnya oleh Sigit (2012) dikatakan

bahwa latihan circuit akan meningkatkan kemampuan daya tahan anaerobik dan

daya tahan otot, sehingga seorang atlet dipacu untuk berlari dan bergerak dalam

waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang berarti dalam suatu

pertandingan.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wibowo (2012) dimana penelitian ini suatu sistem latihan yang menghasilkan

perubahan-perubahan positif dalam motor performance, juga memperbaiki secara

serempak kesegaran jasmani secara keseluruhan dalam tubuh misalnya muscular

power, endurance, speed, dan fleksibilitas. Pada saat pelatihan circuit akan

menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fugsi otot terutama pada otot

pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Hal ini

meneyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kinerja otot pada proses ventilasi

berkurang, sehingga jumlah oksigen sama, otot jantung dan paru yang terlatih

akan lebih akan lebih efektif bekerja.

Hasil penelitian ini diperkuat juga oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Sutyantara dkk (2012) dimana pada saat pelatihan yang meningkat

intensitasnya, laju penggunaan oksigen akan lebih besar, sehingga tubuh akan

kekurangan oksigen. Setelah latihan berlangsung dalam periode yang lama atau

pelatihan telah mencapai level tetap, maka ambang anaerobik maupun konsumsi

oksigen maksimum (VO2max) akan meningkat dan latihan dapat dipertahankan

dalam waktu lama. Selain itu, dimana pada awal melakukan latihan circuit otot-

otot jantung mengalami stres pada komponen otot-otot jantung sehingga otot-otot
61

jantung membesar. Dengan membesarnya otot-otot jantung akan meningkatnya

kekuatan jantung dan membuat jantung berdenyut lebih cepat dengan kecepatan

yang lebih besar, sehingga lebih banyak darah yang dipompakan ke luar dari

jantung pada setiap denyut. Maka, terjadinya peningkatan daya tahan

kardiovaskuler yaitu kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk

berfungsi secara optimal.

6.3 Interval Training dapat Meningkatkan Daya Tahan Kardiovaskuler

Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai p =

0,001 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara daya

tahan kardiovaskuler sebelum dan setelah intervensi pada pemain sepak bola di

SMA Negeri 1 Semarapura. Hal ini menunjukkan bahwa interval training efektif

dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola SMA

Negeri 1 Semarapura.

Penelitian sebelumnya oleh Indrayana (2012) menyebutkan bahwa Interval

training sangat dianjurkan karena hasilnya sangat positif bagi perkembangan daya

tahan atau stamina karena kerja anaerob sehingga dengan pelatihan interval yang

memaksa kerja jantung dan energi akan bekerja dengan cepat dalam penyampaian

energi kejaringan otot, sehingga dengan keteraturan latihan dapat melatih

perubahan asam laktat dengan cepat dalam tubuh atlet dan mempercepat

pemulihan kembali glukosa dari penumpukan asam laktat terakumulasi oleh hati

sebagai pembayaran oksigen yang terpakai selama berlatih sehingga, atlet lama

kelamaan akan dapat bekerja tanpa oksigen dalam waktu yang lebih lama.
62

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kafiz (2014) yang

menyatakan bahwa lebih banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan

latihan interval dimana, 64 kecepatan Metabolic rate meningkat untuk 90 menit

sampai dengan 24 jam setelah sesi latihan. Peningkatan metabolisme dikarenakan

tubuh membakar lemak dan kalori dengan cepat. Selain metabolisme pada saat

melakukan latihan yang meningkat, metabolisme pada saat kita beristirahat juga

meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting Metabolic Rate (RMR) atau

tingkatan metabolisme pada saat kita beristirahat selama 24 jam setelah

melakukan latihan interval intensitas tinggi

Hasil penelitian ini diperkuat juga oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Permata (2015) dimana pada saat pelatihan interval akan mengalami adaptasi

pada kontraksi jantung selama latihan. Peningkatan kardiovaskuler juga terjadi

dikarenakan terjadinya peningkatan denyut jangtung saat latihan. Peningkatan

denyut jantung saat latihan ini akan meningkatkan stroke volume. Peningkatan

stroke volume dan peningkatan frekuensi jantung dapat menyebabkan peningkatan

cardiac output yaitu volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per

menit. Peningkatan ini disertai dengan vasodilatasi pembuluh darah untuk

membawa oksigen ke otot yang aktif.


63

6.4 Interval Training Lebih Efektif Dalam Meningkatkan Daya Tahan

Kardiovaskuler daripada Circuit Training pada Pemain Sepak Bola di SMA

Negeri 1 Semarapura

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Mann-Whitney U Test

diperoleh nilai p= 0,000 (p <0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

bermakna antara kelompok 1dan kelompok 2. Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan efektivitas circuit training dan interval training terhadap peningkatan

daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.

Dimana Interval Training lebih efektif daripada Circuit Training dalam

meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain sepak bola di SMA Negeri

1 Semarapura.

Keunggulan latihan interval training dibandingkan circuit training dibuktikan

dengan adanya peningkatan pada perbedaan bentuk gerakan dan istirahat yang

berbeda sehingga mengakibatkan jantung bekerja lebih maksimal pada saat

diberikan interval training terjadi adaptasi jantung dan peredaran darah.

Kemampuan gerak pada saat latihan merupakan hasil dari kemampuan tubuh

untuk menghasilkan energi yang berasal dari olah daya atau disebut dengan

metabolisme dan suplai oksigen yang didapatkan oleh otot untuk berkontraksi.

Kemampuan tubuh menghasilkan energi terjadi melalui mekanisme anaerobik

(tanpa menggunakan oksigen) dan mekanisme aerobik (dengan menggunakan

oksigen). Semakin berat intensitas gerakan yang dilakukan maka semakin besar

kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Kebutuhan oksigen di dalam tubuh akibat

intensitas gerakan menyebabkan tubuh mengimbangi dengan peningkatan sistem


64

kardiovaskuler yaitu peningkatan denyut jantung, dilatasi pembuluh darah

kororner, peningkatan stroke volume dan peningkatan kekuatan kontraksi jantung.

Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stroke volume (Permata, 2015).

Interval training menggunakan energi yang lebih banyak diperlukan adalah

aerobic, menurut Watulingas dkk (2013) Pengaruh latihan aerobik terhadap

VO2max Peningkatan nilai VO2Max pada mahasiswa yang melakukan latihan

fisik aerobic sangat baik bagi pelatihan fisik hal ini disebabkan oleh peningkatan

isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari

tingkat maksimalnya. Pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari

kecepatan sistem kardiovaskuler menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat

dikatakan bahwa sistem kardiovaskuler dapat membatasi nilai VO2Max.

Penurunan Denyut Jantung orang yang terlatih akan memiliki denyut jantung

istirahat yang lebih rendah daripada orang yang tidak terlatih. Denyut jantung

yang lebih rendah mengakibatkan nilai VO2max pada orang terlatih menjadi lebih

tinggi. Denyut jantung dapat mengalami penurunan setelah melakukan latihan

fisik selama waktu tertentu, ini adalah kompensasi tubuh terhadap latihan fisik.

Akibatnya orang yang terlatih yang menggunakan energi aerobik akan bekerja

lebih efektif daripada orang yang tidak terlatih. Pada circuit training energi yang

diperlukan adalah anaerobik. Menurut Rohaya (2013) latihan anaerobik

merupakan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu singkat,

namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama.

Latihan anaerobik tergolong latihan fisik maka otot berkontraksi dalam keadaan
65

anaerobik sehingga penyedian ATP melalui proses glikolisis anaerobik, otot

melakukan aktivitas yang sangat kuat selama beberapa detik dengan

membutuhkan energi ekstra selama kerja berat dalam waktu lebih dari 5-10 detik,

dimana pada saat diberikan pelatihan circuit bukan hanya meningkatkan daya

tahan kardiovasukler tetapi juga meningkatkan kondisi fisik yang lain seperti

kelincahan, daya tahan otot, dan daya ledak otot tungkai karena dalam pos circuit

terdapat bentuk-bentuk latihan yang berbeda. Tingkat kefokusan pada kedua

pelatihan bisa dilihat dengan jelas bahwa interval lebih terfokus kepada

peningkatan daya tahan kardiovaskuler dimana pada saat pelatihan interval lebih

banyak menggunakan bantuan dari oksigen sehingga pada saat pelatihan interval

berlangsung memerlukan oksigen yang lebih banyak. Jumlah darah yang

bertambah yang dipompakan keluar dari jantung menyebabkan beban pada otot

jantung menjadi lebih besar. Bertambahnya beban merupakan pacuan (stimulus)

yang menyebabkan otot-otot jantung lebih kuat dan lebih efesien. Dengan

pelatihan yang spesifik yaitu lari yang gerakannya monoton mengakibatkan

terjadinya adaptasi fisiologis lebih cepat pada otot-otot jantung yang

mengakibatkan peningkatan daya tahan kardiovaskuler dengan baik. Pada interval

training juga akan merangsang kontraksi kelompok otot-otot besar. Respon

akibat latihan ini, akan merangsang pusat otak, dan apabila latihan diteruskan

akan memberikan signal mekanisme umpan balik pada kardiovaskuler center di

batang otak, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan berupa (vascular

resistance) untuk mengimbangi peningkatan perfusi otot, dan peningkatan cardiac

output untuk meningkatkan ambilan oksigen, yang pada akhirnya akan


66

meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan meningkatkan daya tahan

kardiovaskuler (Levine, 2001)

Adaptasi dari hasil interval training akan menstimulus tubuh dengan

membuat lebih banyak sel sel mitokondria dengan adanya peningkatan aktivitas

atau konsentrasi enzim yang terlibat dalam siklus krebs. Pemberian interval

training akan mampu membuat tubuh dengan mudah beradaptasi terhadap beban

yang diberikan, pada saat pemberian latihan ada beberapa macam adaptasi dalam

sel otot yaitu, adanya peningkatan jumlah , ukuran dan daerah permukaan

membran dengan proses adaptasi tersebut, yang akan menyebabkan perubahan

jumlah dan atau ukuran mitokondria pada otot yang dilatih. Pemberian latihan

interval selain terjadi perubahan jumlah dan atau ukuran mitokondria juga

terdapat adanya perubahan yang menyertai besarnya kapasitas mitokondria yang

terlatih untuk memproduksi ATP sebagai hasil dari tingginya aktivitas enzim pada

siklus Krebs, dan sisitem metabolisme yang lain yang berhubungan dengan

produksi ATP (Fox, 2000). Menurut Journal of physiology menyatakan bahwa,

protein mitokondria meningkat setelah latihan dalam waktu yang lama yang akan

menghasilkan peningkatan uncoupled respiration. Dengan perbedaan mekanisme

gerakan dan waktu istirahat, maka pelatihan ini memiliki pengaruh yang lebih

cepat terjadi peningkatan daya tahan kardiovaskuler (Sutyantara dkk, 2014).


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa :

1. Circuit Training dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain

sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura sebesar 19,47%.


2. Interval Training dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain

sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura sebesar 33,99%.


3. Interval Training lebih efektif dalam meningkatkan daya tahan

kardiovaskuler daripada Circuit Training pada pemain sepak bola di SMA

Negeri 1 Semarapura
7.2 Saran
1. Interval Training dapat dijadikan pilihan intervensi yang lebih efektif dan

efisien oleh fisioterapis untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler

pada siswa.
2. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, dapat dilakukan pengukuran

HR maksimal sbelum dan sesudah Intervensi.


3. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan mengaplikasikan metode latihan

yang sama terhadap sampel yang lebih banyak dan menggunakan Cooper

test.

67
DAFTAR PUSTAKA

Allis, M. 2002. Perbedaan Daya Tahan Kardiovaskuler Siswa Putri SMU


Gajah Mada dan Siswa Putri SMK Gajah Mada.Medan.
Abdullah, A. 1994. Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta, halaman 53-
56.
Boy, I. Perbedaan Pengaruh Latihan Interval Training Dan Fartlek
Terhadap Daya Tahan Kardiovaskuler Pada Atlet Junior Putra
Teakwondo Wild Club Medan. 2012.
Bouchardb. 1991. Heredity and health-related fitness. Physical activity and
fitness research digest.
Baret Kim. 2016. Buku Jurnal Of Physyologi. America.
Depkes RI. 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani. Jakarta,
halaman 59-121.
Dwiyogo, Wasis Djoko. 1984. Pengetahuan Kesegaran Jasmani, Malang:
POK IKIP.
Kadir, A.2012. Adaptasi Kardiovaskular Terhadap Latihan Fisik.
Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.
Kosasih, E. 2012.Olahraga Tehnik Dan Program Latihan. Jakarta: CV.
Akademika Pressindo, Cetakan Kedua.
Fox E.L., Bowers R.W., Foss M.L. 2000.The Physiological Basis for
Exercise and Sport.5th. Ed.Boston-USA.WCB/McGraw-Hill.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2008.Buku ajar-Fisiologi kedokteran (Eds. 11).
(Irawati, Dian Ramadhani, Fara Indriyani, Frans Dany, Imam
Nuryanto, Srie Sisca Prima Rianti, Titiek Resmisari & Y. Joko
Suyono, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Hamarno, R. 2010. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang.
Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Harsono. 2000. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching.
Jakarta CV. Kurnia.Halaman 157.
Herwin. 2004. Halaman 21. Diktat Pembelajaran Keterampilan Sepakbola
Dasar.Yogayakarta: Jurusan Pendidikan Kepelatihan, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Hairy, Junusul. 2010. Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta;
Departemen Pendidikan Nasional.
Luxbacher, J. 1999. Halaman 7.Sepak Bola Teknik dan Taktik Bermain.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kafiz, L. 2014. American College of Sport Medicine. Available on:
http://www.acsm.com(Accessed 20 January 2015).
Kolt, G.S. 2007.Physical Therapies in Sport and Exercise 2nd Edition.
Churcill Livingstone.
Levine B.D. 2001. Exercise Physiology for The Clinician. In Exercise and
Sports Cardiology. Editor : Thompson P.D., McGraw-Hill Companies,
Inc.
Mc.Aedle W.D. 2000. Essential of Exercise Physiology. America.
Muchtar, M. 1992. Olahraga pilihan sepakbola. Jakarta.
Nala, I.G.N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Universitas Udayana.
Denpasar
Nala, N. 2001. Pelatihan Komponen Biomotorik Program Terapan untuk
Cabang Olahraga. Universitas Udayana. Denpasar.
Nala, N. 1998.Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Universitas Udayana.
Denpasar.
Permata, A. 2015.Pelatihan Interval Intensitas Tinggi Lebih Meningkatkan
Kebugaran Fisik Daripada Senam Aerobik High Impact.Universitas
Udayana.Denpasar.
Rohaya. 2013. Pengaruh Latihan Fisik Anaerobik Terhadap Kadar Ambang
Batas Asam Laktat Pada Orang Terlatih. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Program Studi Pendidikan Jasmani UNSRI.
Palembang.
Sigit, N. 2012.Metode Latihan Circuit Training Dala Pembinaan Fisik
Olahraga Bulutangkis.Yogyakarta.
Soekarman.1999. Dasar Olahraga untuk Pembinaan Dan Atlet, CV Haji
Masagung. Jakarta. Halaman 177.
Sajoto, M. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik
Dalam Olahraga. Semarang: Dahara Prize. Halaman 83.
Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan kesehatan.(Terjemahan Eri Desmarini
Nasuti-on). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suci, R. 2012. Institut Teknologi Sepuluh November
Sucipto, dkk. 2000. Sepak bola. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sumosardjuno, S. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga 2.
Jakarta. PT. Gramedia.
Sukadiyanto. 1997. Pembinaan Kondisi Fisik Petenis. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Keolahragaan.
Sutyantara,T. Arsani, Sudarmada. 2012. Pengaruh Pelatihan Sirkuit Dan
Lari Kontinyu Intensitas Rendah Terhadap Daya Tahan
Kardiovaskuler Pada Siswa Putra Kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida
Tahun Ajaran 2013/2014.Undiksa.Singaraja.
Suratmin. (2006). Pengaruh Pelatihan Fisik Anaerob terhadap peningkatan
Volume Oksigen Max (VO2max) Pemain Sepak Bola. Tesis, Fakultas
Pendidikan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja.
Susilowati. 2007. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kesegaran Jasmani Polisi Lalu Lintas Di Kota Semarang. Jurnal
Epidemiologi.
Swadesi, I Ketut Iwan. 2009. Buku Ajar Perkembangan dan Belajar
Motorik. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Tambs. 1994. The Heritabillity Of Maximal Aerobic Power. A Studi Of
Noerwegian Twins.
Wahjoedi. (2001). Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Wafid, M. 2010. Buku Statistik Keolahragaan. Jakarta.
Watulingas, Rampengan, Polii. (2013). Pengaruh Latihan Fisik Aerobik terhadap
VO2 Max Pada Mahasiswa Pria Dengan Berat Badan Berlebih (Overweight).
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Wibowo. 2012. Pengaruh Latihan Lari Angkat Paha, Lompat Tepuk, Push
Up dengan Pola Circuit Training Terhadap Peningkatan Kesegaran
Jasmani. Universitas Negeri Surabaya.
Yoda. 2006. Halaman 12. Buku Ajar Peningkatan Kondisi Fisik.Singaraja:
UNDIKSHA.
Yuyun, Y. Subardjah, H.Juliantine, T. 2014 Latihan Fisik. FPOK Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
LAMPIRAN 1

Curiculum Vitae

Nama : Gracia Sari Dewi


Tempat, Tanggal Lahir : Semarapura, 01 mei 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Kresna no : 63 L.C Semarapura Klod kangin
Agama : Kristen
Nomor HP : 083119392494
Alamat E-mail : Graciadewi35@yahoo.com
Riwayat Pendidikan : TK Saraswati (1999-2000)
SD 1 Semarapura Tengah (2000-2006)
SMP Negeri 1 Semarapura (2006-2009)
SMA Negeri 1 Semarapura (2009-2012)
S1 Fisioterapi Universitas Udayana (2012-2016)
LAMPIRAN 1

Inform Consent dan Lembar Persetujun Sample

Denpasar,..2016

Kepada :

Yth.

Di tempat

Dengan hormat,

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dari Program Studi Fisioterapi

FK UNUD Denpasar, maka akan diadakan penelitian pada pemain sepak bola.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Interval Training dan

Circuit Training dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain

sepak bola. Penelitian ini akan ada kelompok perlakuan yang mana akan diberikan

Interval Training dan Circuit Training.

Segala hasil dari penelitian ini menjadi rahasia peneliti dan tidak

akan dipublikasikan. Mohon kesediannya untuk ikut serta dengan sukarela,

dan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila anda tidak berkenan.

Terima kasih atas keikut sertaan anda, informasi lengkap dapat

menghubungi : Gracia Sari Dewi (083119392494)

Hormat saya

Gracia Sari Dewi


LAMPIRAN 2

Lembar Persetujuan Ikut Serta Penelitian

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Telepon :

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah membaca dan mendapat

penjelasan dari peneliti tentang tujuan yang akan didapat selama proses penelitian.

Oleh karena itu saya menyatakan bersedia dan setuju untuk ikut serta dalam

penelitian ini.Dengan judul penetitian Interval Training lebih efektif daripada

Circuit Training dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler pada pemain

sepak bola di SMA Negeri 1 Semarapura.

Demikian pernyataan saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Denpasar,2016

Yang membuat pernyataan

Peneliti Saksi Sampel

(.............) (.......) (..... )


FORMULIR ASSESSMENT FISIOTERAPI

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

IMT : Berat badan = 50 kg


Tinggi badan= 160 cm
IMT =19,5 kg/m2

Riwayat penyakit :-

Pemeriksaan Fisik : Normal


Statis : Normal
Pre Test menggunakan Cooper Test
Pengukuran IMT
POS CIRCUIT TRAINING

Pos 1 ( Lompat Kijang ) Pos 2 ( Sit Up )

Pos 3 ( Squat- Thrust)


Pos 4 ( Back Up) Pos 5 ( Squat Jump)

Pos 6 ( Lari 200m )


Interval Training
Post Test menggunakan Cooper Test
Hasil Pengolahan Data

Kelompok Perlakuan 1

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

umur 14 16.00 18.00 16.8571 .77033

imt 14 18.70 21.40 19.8786 .94883

pretes 14 13.00 14.90 13.7686 .57552

posttes 14 10.48 11.57 10.9964 .45094

selisih 14 2.08 3.62 2.7721 .48639

Valid N (listwise) 14

Frekuensi jk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 14 100.0 100.0 100.0

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pretest .175 14 .200* .914 14 .182

postest .267 14 .008 .793 14 .004

selisih .153 14 .200* .917 14 .198

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.


Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

posttes - pretes Negative Ranks 14a 7.50 105.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 14

a. posttes < pretes

b. posttes > pretes

c. posttes = pretes

Test Statisticsb

posttes - pretes

Z -3.297a

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Kelompok Perlakuan 2

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

umur 14 15.00 17.00 16.0714 .82874

imt 14 18.70 20.70 19.8286 .61573

pretes 14 13.01 14.59 13.6286 .61617

posttes 14 8.37 10.02 8.9914 .59920

selisih 14 4.44 5.01 4.6371 .12313

Valid N (listwise) 14
Frekuensi jk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 14 100.0 100.0 100.0

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pretest .291 14 .002 .799 14 .005

postest .294 14 .002 .803 14 .005

selisih .316 14 .001 .740 14 .001

a. Lilliefors Significance Correction

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

posttes - pretes Negative Ranks 14a 7.50 105.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 14

a. posttes < pretes

b. posttes > pretes

c. posttes = pretes

Test Statisticsb

posttes - pretes

Z -3.301a

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test


Uji Homogenitas (Levenes Test)

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

pretes Based on Mean .946 1 26 .340

Based on Median .848 1 26 .366

Based on Median and with


.848 1 18.475 .369
adjusted df

Based on trimmed mean .900 1 26 .351

posttes Based on Mean 7.262 1 26 .112

Based on Median 3.354 1 26 .079

Based on Median and with


3.354 1 20.307 .082
adjusted df

Based on trimmed mean 7.186 1 26 .013

selisih Based on Mean 13.834 1 26 .101

Based on Median 9.510 1 26 .005

Based on Median and with


9.510 1 15.330 .007
adjusted df

Based on trimmed mean 13.288 1 26 .001


Mann-Whitney Test

Ranks

kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

pretes surkuit 14 15.71 220.00

interval 14 13.29 186.00

Total 28

posttes surkuit 14 21.50 301.00

interval 14 7.50 105.00

Total 28

selisih surkuit 14 7.50 105.00

interval 14 21.50 301.00

Test Statisticsb

pretes posttes selisih

Mann-Whitney U 81.000 .000 .000

Wilcoxon W 186.000 105.000 105.000

Z -.781 -4.507 -4.507

Asymp. Sig. (2-tailed) .435 .000 .000


a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .454 .000 .000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

You might also like