Professional Documents
Culture Documents
Ipi123291 PDF
Ipi123291 PDF
Abstrack
This research aims to know the effectiveness of the use of folding paper
(origami) in enhancing creativity in children so that this research uses experimental
methods with pretest-posttest control group design. A subject of study as much as 13
a student of class B RA Muslimat Grabag 2 Magelang having creativity with the
category of low based on the pretest. A subject of study divided into two groups
which is the experiment (n=7) and the control group (n=6). Instrument data used is
the test creativity figural (TKF) and observation. Data gain score or difference
between scores pretest posttest and obtained in research analyzed uses statistics
nonparametrik with technique of statistical analysis using test mann-whitney u. This
research result obtained standard significance of p = 0,03 (p < 0,05). This indicated
that there are differences between groups gain score significant of his experiments
with the control group. While the result of the test wilcoxon, in a group of
experiments obtained p = 0,018 ( p < 0,05 ) and in the control group obtained p =
0,400 ( p > 0,05 ) that suggests that the group experiment obtained the result of a
significant compared to the control group. From the results of the research it can be
concluded that there is an influence of the use of folding paper (origami) which
significantly to children's creativity.
Keyword : fold paper (origami), creativity, children
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan kertas lipat
(origami) dalam meningkatkan kreativitas pada anak sehingga penelitian ini
menggunakan metode eksperimen dengan pretest-posttest control group design.
Subjek penelitian sebanyak 13 siswa kelas B RA Muslimat Grabag 2 Magelang yang
memiliki kreativitas dengan kategori rendah berdasarkan hasil pretest. Subjek
penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (n=7) dan
kelompok kontrol (n=6). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Tes
Kreativitas Figural (TKF) dan observasi. Data gain score atau selisih antara skor
pretest dan posttest yang diperoleh dalam penelitian dianalisis menggunakan statistik
nonparametrik dengan teknik analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney U.
Hasil penelitian ini diperoleh taraf signifikansi sebesar p=0,03 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan gain score yang signifikan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol. Sedangkan hasil dari uji Wilcoxon yaitu pada
kelompok eksperimen diperoleh p=0,018 (p<0,05) dan pada kelompok kontrol
diperoleh p=0,400 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen
diperoleh hasil yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan kertas lipat
(origami) yang signifikan terhadap kreativitas anak.
Kata kunci: kertas lipat (origami), kreativitas, anak
PENDAHULUAN
Era globalisasi modern saat ini menuntut sumber daya manusia yang dapat
menciptakan hal baru sehingga kehidupan manusia lebih layak dan baik. Tuntutan
sumber daya manusia (SDM) yang baik juga dibutuhkan dalam mengeksploitasi
lingkungan dan meningkatkan kualitas diri manusia yang selalu mencari dan
menemukan hal-hal baru yang bernilai praktis bagi kehidupan. Untuk menghasilkan
temuan hal-hal baru, memerlukan suatu kemampuan mental tersendiri yang lebih
dikenal sebagai kreativitas. Kreativitas menjadikan ilmu pengetahuan, imajinasi,
logika, intuisi, kejadian aksidental dan evaluasi konstruktif menemukan hubungan
baru antara ide dan objek (Tarnoto, 2009).
Kreativitas dapat membuat individu mewujudkan diri dalam menggapai
sukses yang diangan-angankan dan mampu melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah. Selain itu, kreativitas juga dapat meningkatkan
kualitas hidup dengan menyertakan ide-ide baru, penemuan baru dan teknologi
(Munandar, 1999).
Saat ini, semakin banyak orang menyadari bahwa kreativitas memainkan
peran teramat penting dalam meraih kebahagiaan pribadi dan keunggulan
professional. Orang kreatif adalah mereka yang unggul dalam pekerjaan, mendirikan
usaha baru, menemukan berbagai produk, memproduksi film dan musik, melukis
serta menghasilkan berbagai karya keindahan. Manusia kreatif memiliki kehidupan
sosial yang baik, berinteraksi dengan banyak orang, serta menjelajahi tempat-tempat
menawan (Ayan, 2002).
Kreativitas disamping bermakna penting bagi individu, juga penting bagi
kesejahteraan masyarakat. Orang-orang yang kreatif melalui karya-karyanya telah
memberikan sumbangan besar bagi masyarakat. Bahkan, perlu kita sadari bahwa
majunya peradaban manusia saat ini dengan segala kemudahan dalam kehidupan
adalah sumbangan besar dari sedikit orang-orang kreatif (Khotimah, 2010).
Sebagaimana yang dinyatakan dalam GBHN 1993 bahwa pengembangan
kreativitas (daya cipta) hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan
keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra sekolah.
Kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, disamping
mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan
(Mulyadi, 2004).
Menurut Safaria (2005) ada beberapa alasan mengapa kreativitas perlu
dipupuk sejak dini. Pertama, proses kreatif merupakan perwujudan dari aktualisasi
diri. Kedua, kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan cara-cara baru dalam
memecahkan masalah. Ketiga, menyibukkan diri dalam proses kreatif bermanfaat
bagi masyarakat dan juga bagi anak karena dari kegiatan kreatif anak akan
mendapatkan kepuasan yang tinggi, sehingga hal ini akan meningkatkan makna dan
kebahagiaan hidup anak. Keempat, kreativitas menjadikan peradaban manusia
berkembang dengan pesat.
Usia dini atau disebut juga sebagai usia prasekolah adalah suatu masa ketika
anak-anak belum memasuki pendidikan formal. Oleh sebab itu, pada rentang usia dini
adalah saat yang tepat untuk mengembangkan kreativitas anak. Pengembangan
kreativitas anak secara terarah pada rentang usia tersebut akan berdampak pada
kehidupannya di masa depan. Tapi sebaliknya, jika orangtua tidak dapat
memperhatikan pengembangan kreativitas anak secara benar dan terarah, bisa jadi
akan berakibat fatal terhadap kreativitas anak yang sebenarnya (Wijayanti, 2008).
Faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah dapat berfungsi sebagai
pendorong dalam mengembangkan kreativitas anak sehingga peran orangtua dan
pendidik sangat penting dalam memberikan dorongan dan tuntutan bagi anak
(Munandar, 1999). Kreativitas dapat didorong perkembangannya dengan
menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak. Menurut Hurlock
(1999) kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak adalah waktu, kesempatan
menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang merangsang, hubungan orang tua dan
anak yang tidak posesif, cara mendidik anak, serta kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan.
Pada masa sekolah, anak-anak memiliki ciri-ciri kepribadian kreatif yang
besar. Namun, begitu masuk sekolah, kreativitasnya menurun, sebab pikiran dan
ungkapannya yang spontan, terbuka, dan bebas, kurang mendapat perhatian, begitu
juga dengan rasa ingin tahu, rasa takjub, daya imajinasi dan kesenangannya bertanya
di sekolah tidak mendapat tanggapan (Intisari dalam Khotimah, 2010).
Hal tersebut sangat disayangkan, karena justru pada usia sekolah inilah anak
memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mengembangkan dan mengungkapkan
kreativitasnya. Penurunan kreativitas tersebut terjadi karena disekolah anak tidak
terlatih untuk berpikir kreatif, yaitu cara berpikir mendorong mereka untuk
mengemukakan macam-macam jawaban. Muatan kurikulum hanya menuntut siswa
untuk berpikir konvergen dengan satu jawaban untuk satu pertanyaan. Sistem
pendidikan seperti ini menekankan untuk menemukan satu jawaban yang benar dan
paling tepat terhadap suatu persoalan. Hal ini tidak merangsang pemikiran kreatif
bahkan sebaliknya menjadi kaku dan sempit dalam cara berpikir dan memecahkan
masalah. Akibatnya anak tidak terlatih untuk berpikir secara divergen dan kreatif.
Maka perlu diusahakan alternatif lain yang memungkinkan untuk mendorong
kreativitas anak (Intisari dalam Khotimah, 2010). Kreativitas anak prasekolah perlu
dijaga dan dikembangkan dengan menciptakan lingkungan yang menghargai
kreativitas yaitu memberikan sarana bermain. Namun, kenyataannya banyak TK yang
lebih berorientasi pada hal akademis dibandingkan dengan metode bermain.
Setiap anak memiliki bakat kreatif yang dapat dikembangkan dan karena itu
perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut
tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat
diwujudkan (Torrance, dalam Asrori, 2007). Seorang anak dikatakan kreatif jika
memiliki salah satu atau beberapa dari ciri-ciri anak kreatif. Ciri-ciri tersebut adalah
senang mencari pengalaman baru, memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas,
memiliki ketekunan tinggi, kritis terhadap orang lain, berani menyatakan pendapat,
selalu ingin tahu, peka atau perasa, enerjik dan ulet, menyukai tugas yang majemuk,
percaya diri, mempunyai rasa humor, memiliki rasa keindahan, dan penuh imajinasi
(Munandar, dalam Asrori, 2007).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di PAUD IT Durratul Islam,
Ngablak, Magelang terlihat beberapa anak belum menunjukkan kreativitas yang baik.
Hal ini terlihat dari beberapa anak yang masih ikut-ikutan temannya ketika diberikan
tugas oleh guru. Mereka belum memiliki inisiatif untuk melakukan hal yang berbeda
dengan temannya. Anak yang memiliki kreativitas tinggi, akan segera mengerjakan
tugas dari guru tanpa menunggu teman yang lain. Adapun anak yang memiliki
kreativitas rendah, menunggu teman yang lain untuk mengerjakan tugas tersebut dan
baru melakukannya setelah melihat pekerjaan temannya yang lain.
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di RA Muslimat NU Grabag 2
Magelang saat proses belajar mengajar di kelas juga menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa mempunyai kreativitas yang rendah yang dapat terlihat sedikit siswa yang
langsung mengerjakan tugas yang diberikan guru. Banyak anak-anak yang melihat
pekerjaan temannya terlebih dahulu kemudian mengerjakan tugasnya sendiri. Selain
itu, anak-anak juga belum berani menyatakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan
oleh guru. Hal ini kemungkinan disebabkan guru kurang dapat memberi pujian atas
jawaban yang dilontarkan anak-anak sehingga anak kurang termotivasi untuk
memberikan jawaban yang beragam. Hal ini mengindikasikan belum optimalnya
pembelajaran yang dilakukan guru dalam upaya mengembangkan kreativitas anak.
Melihat permasalahan yang ada di sekolah tersebut, maka salah satu cara
untuk meningkatkan kreativitas anak yaitu dengan bermain kertas lipat (origami).
Origami merupakan seni membuat bentuk yang tercipta dengan cara melipat kertas.
Bahan yang dibutuhkan untuk berkreasi dengan origami adalah kertas. Hampir semua
jenis kertas dapat digunakan untuk origami. Kertas origami standard merupakan
kertas tipis dengan ukuran 15cm x 15cm. Kertas tersebut memiliki suatu warna
tertentu pada satu sisinya, sedangkan sisi lainnya tidak berwarna atau putih. Sebagian
besar model origami dibuat dengan menggunakan kertas berbentuk bujur sangkar
(Paat, 2012).
Bermain kertas lipat dapat menumbuhkan kreativitas anak dan melatih
motorik halus pada anak. Selain itu, dengan bermain kertas lipat (origami) diharapkan
anak-anak dapat menjadi lebih kreatif dalam menciptakan keterampilan yang lain
(Sugeng, 2001).
Pada usia kanak-kanak, fungsi bermain mempunyai pengaruh yang besar
sekali bagi perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar dari
perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan
kerja, maka kegiatan anak sebagian besar diarahkan untuk bermain (Kartono, 2007).
Dengan menggunakan kertas lipat (origami), anak dapat menumbuhkan
kreativitasnya dengan belajar sambil bermain.
Menurut Munandar (1999), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang
diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan
(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Guilford (dalam Munandar, 1999) menyatakan kreativitas merupakan
kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif
jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya.
Menurut Hurlock (1999) definisi kreativitas yang paling tepat adalah yang
dikemukakan oleh Devdal (Hurlock, 1999) yang menyatakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan
yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas
dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintetis pemikiran yang hasilnya bukan hanya
perangkuman. Kreativitas merupakan pembentukan korelasi baru. Kreativitas harus
mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun
merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Kreativitas dapat berupa hasil seni,
kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat procedural atau metodologis.
Oleh karena beragamnya pendapat para ahli akan pengertian kreativitas, maka
dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk
menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada
sebelumnya yang berguna, serta dapat dimengerti.
Guilford (dalam Munandar, 1999) mengemukakan aspek-aspek dari
kreativitas antara lain:
a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran
berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas dan bukan kualitas.
b. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah
ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah
yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan
atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir.
Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan
menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
c. Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau
kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
d. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan
menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik.
Hurlock (1999) menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kreativitas yaitu waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang
merangsang, hubungan orang tua dan anak yang tidak posesif, cara mendidik anak,
dan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, menurut Hurlock (1999)
terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau
perbedaan kreativitas yang dimiliki individu yaitu jenis kelamin, status sosial
ekonomi, urutan kelahiran, ukuran keluarga, lingkungan kota vs lingkungan
pedesaan, dan inteligensi.
Tes untuk mengukur kreativitas menurut Munandar (1999) meliputi:
1. Tes Kreativitas Verbal (TKV)
Keenam subtes dari tes kreativitas verbal yaitu:
a. Permulaan kata
b. Menyusun kata
c. Membentuk kalimat tiga kata
d. Sifat-sifat yang sama
e. Macam-macam penggunaan
f. Apa akibatnya
2. Tes Kreativitas Figural (TKF)
Menurut Munandar (1999), Tes Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi
dari Circle Test yang dibuat oleh Torrance. TKF pertama kali digunakan di Indonesia
oleh Utami Munandar pada tahun 1977. Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki
pengertian sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari
unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam memberi gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan,
merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan. Adapun aspek-aspek yang
mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Guilford,
yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, elaborasi dan originalitas (Munandar,
1999).
Bentuk tes kreativitas figural ini berupa tes lingkaran-lingkaran yang terdiri
dari 65 lingkaran. Subjek diminta untuk menciptakan gambar-gambar yang sesuai
dengan yang dibayangkan oleh setiap subjek. Adapun waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan tes ini adalah 10 menit yang dapat diberikan secara klasikal (tes
kelompok) maupun sendiri (tes individu).
3. Skala Sikap Kreatif
Skala sikap kreatif terdiri dari 32 butir pernyataan, diantaranya delapan butir
diadaptasi dari Creative Attitude Survey yang disusun oleh Schaefer. Sikap kreatif
dioperasionalisasikan dalam dimensi sebagai berikut:
a. Keterbukaan terhadap pengalaman baru
b. Kelenturan dalam berpikir
c. Kebebasan dalam ungkapan diri
d. Menghargai fantasi
e. Minat terhadap kegiatan kreatif
f. Kepercayaan terhadap gagasan sendiri
g. Kemandirian dalam member pertimbangan
Skala ini disusun untuk siswa SD dan SMP dan memerlukan waktu 10 sampai
15 menit untuk diisi, setiap pernyataan dijawab dengan ya atau tidak. Dalam
penelitian ini alat tes yang digunakan untuk mengukur kreativitas subjek yaitu Tes
Kreatifitas Figural (TKF).
Origami merupakan seni membuat bentuk yang tercipta dengan cara melipat
kertas. Kata origami berasal dari bahasa Jepang, ori berasal dari kata kerja oru yang
berarti melipat dan gami yang berarti kertas. Bahan yang dibutuhkan untuk berkreasi
dengan origami adalah kertas. Hampir semua jenis kertas dapat digunakan untuk
origami. Kertas origami standard merupakan kertas tipis dengan ukuran 15cm x
15cm. Kertas tersebut memiliki suatu warna tertentu pada satu sisinya, sedangkan sisi
lainnya tidak berwarna atau putih. Sebagian besar model origami dibuat dengan
menggunakan kertas berbentuk bujur sangkar. Walau begitu, ada juga model-model
yang dibuat dengan menggunakan kertas berbentuk persegi panjang, segitiga, bahkan
lingkaran. Para seniman origami sering bereksperimen dengan beragam jenis kertas,
baik itu kertas origami, kertas fancy, kertas kado, kertas koran, bahkan kertas bekas
sekalipun (Paat, 2012).
Tujuan dari seni ini adalah untuk mengubah kertas menjadi bentuk-bentuk
lipatan melalui teknik-teknik melipat dan dengan demikian penggunaan lem tidak
diperlukan dalam origami. Dasar dari lipatan origami sebenarnya sederhana, namun
lipatan dasar tersebut dapat dikombinasikan dengan variasi yang berbeda sehingga
membentuk suatu lipatan yang rumit.
Ada beberapa macam jenis origami (olvista. com) antara lain:
a. Origami Bergerak (Action Origami)
Origami tidak hanya terdiri dari objek diam, tetapi ada yang bergerak.
Biasanya gerakan origami dibantu dengan tangan untuk membuat gerakan seperti
terbang, melayang, mengepakkan sayap, melompat, atau membuka mulut. Contoh
origami aksi yang populer adalah origami kodok yang dapat melompat jika ujung
belakangnya di tekan, pesawat terbang atau senjata rahasia ninja yang bisa terbang
jika dilempar.
Metode penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas B RA
Muslimat NU Grabag 2 Magelang yang memiliki kreativitas dengan kategori rendah.
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah Tes Kreativitas Figural
(TKF) dan observasi.
1. Alat tes (Tes Kreativitas Figural)
Menurut Munandar (1999), Tes Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi
dari Circle Test yang dibuat oleh Torrance. TKF pertama kali digunakan di
Indonesia oleh Utami Munandar pada tahun 1977.
Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki pengertian sebagai kemampuan
untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang diberikan yang
tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam memberi gagasan serta
kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu
gagasan. Adapun aspek-aspek yang mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas
yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir,
elaborasi dan originalitas (Munandar, 1999).
Bentuk tes kreativitas figural ini berupa tes lingkaran-lingkaran yang terdiri
dari 65 lingkaran. Subjek diminta untuk menciptakan gambar-gambar yang sesuai
dengan yang dibayangkan oleh setiap subjek. Adapun waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan tes ini adalah 10 menit yang dapat diberika n secara klasikal (tes
kelompok) maupun sendiri (tes individu).
Validitas dan reliabilitas tes kreativitas figural (TKF) dalam penelitian ini
telah dinyatakan valid dan reliabel. Laila (Wardani, 2008) melakukan tes kesahihan
circle tes dan menentukan bahwa daya diskriminasi item tes bergerak antara 0,6227
sampai 0,7849, sedangkan koefisien reliabilitas sebesar 0,7553.
Berdasarkan hal ini peneliti tidak perlu melakukan uji coba lagi, meskipun
demikian peneliti telah menetapkan skor originalitas dan skor fleksibilitas
berdasarkan respon subjek sesuai dengan kriteria penilaian kreativitas figural.
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data penelitian yang dilakukan
dengan cara mengamati subjek penelitian (Fudyartanta, 2009). Pengumpulan data
dengan observasi menggunakan anecdotal recods yang merupakan catatan-catatan
perilaku yang luar biasa (typical behavior) yang dipandang penting dan menjadi pusat
perhatian. Tujuan dari dilakukannya observasi adalah untuk mengamati proses-proses
kreativitas yang dapat dilihat dari aspek-aspek kreativitas yakni, kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), originalitas dan elaborasi.rendah berdasarkan hasil pretest.
Metode yang digunakan dalam analisis data adalah statistik nonparametrik
karena jumlah subjek sedikit (<30) dan teknik analisis statistik untuk menguji
hipotesis menggunakan Uji Mann-Whitney U terhadap gain score. Selanjutnya
dilakukan analisis komparatif dua sampel berpasangan menggunakan Wilcoxon. Uji
Wilcoxon digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan dari masing-masing
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sebelum dan sesudah
pemberian perlakuan (Sugiyono, 2011). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
dibantu dengan menggunakan komputer program SPSS 16,00 for Windows.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada pengaruh penggunaan
kertas lipat (origami) yang signifikan terhadap kreativitas anak yakni dapat dilihat
dengan adanya perbedaan peningkatan kreativitas yang signifikan antara anak yang
diberikan perlakuan bermain kertas lipat (origami) dengan yang tidak diberikan
perlakuan bermain kertas lipat (origami). Anak yang diberikan perlakuan bermain
kertas lipat (origami) memiliki peningkatan kreativitas yang lebih tinggi daripada
anak yang tidak diberikan perlakuan bermain kertas lipat (origami). Hal ini
membuktikan bahwa kreativitas anak dapat ditingkatkan melalu bermain kertas lipat
(origami).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Macam-macam origami. http://olvista.com/hobby/macam-macam-
origami/. 6 Juli 2012.
Asrori, M. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Ayan, J.E. 2002. Bengkel Kreativitas. Bandung: Kaifa.
Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2010. Reliabilias dan Validitas . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fudyartanta, K. 2009. Pengantar Psikodiagnostik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartati, L. 2007. Pengaruh Bermain Play Dough Terhadap Kreativitas Anak TK.
Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jilid II Edisi ke 6. Penerjemah:
Tjandrasa, M.M. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan). Jakarta: Erlangga.
Ismail, A. 2009. Education Games. Yogyakarta : Pro-U Media.
Kartono, K. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar
Maju.
Khotimah, S. H. 2010. Pengaruh Bermain Konstruktif terhadap Tingkat Kreativitas
Ditinjau dari Kreativitas Afektif pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Penelitian
Psikologi. Vol. 01, No. 01, 60-74.
Latipun. 2006. Psikologi Eksperimen (edisi kedua). Malang: UMM Press.
Mulyadi, S. 2004. Bermain dan Kreativitas (Upaya Mengembangkan Kreativitas
Anak Melalui Kegiatan Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Paat, R.D. 2012. Kreasi Kartu Ucapan dengan Origami. Jakarta: Grasindo.
Paat, R.D. 2012. Kreasi Kotak dengan Origami. Jakarta: Grasindo.
Putri, D.J. (2002). Perbedaan Kreativitas Antara Anak Yang Mendapatkan Dan Yang
Tidak Mendapatkan Alat Permainan Edukatif. Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Ramli, M. 2005. Pendampingan Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Wardhani. 2008. Perbedaan Tingkat Kreatifitas Figural antara Anak Usia Dini
Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Penelitian Psikologi. Vol. 1 No.2. Hal 44-
58.