You are on page 1of 15

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN KERTAS LIPAT (ORIGAMI) DALAM

MENINGKATKAN KREATIVITAS PADA ANAK

Aprilia Dyah Kusumaningrum


Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Kapas No. 9 Yogyakarta
apriliadyahk@ymail.com

Abstrack

This research aims to know the effectiveness of the use of folding paper
(origami) in enhancing creativity in children so that this research uses experimental
methods with pretest-posttest control group design. A subject of study as much as 13
a student of class B RA Muslimat Grabag 2 Magelang having creativity with the
category of low based on the pretest. A subject of study divided into two groups
which is the experiment (n=7) and the control group (n=6). Instrument data used is
the test creativity figural (TKF) and observation. Data gain score or difference
between scores pretest posttest and obtained in research analyzed uses statistics
nonparametrik with technique of statistical analysis using test mann-whitney u. This
research result obtained standard significance of p = 0,03 (p < 0,05). This indicated
that there are differences between groups gain score significant of his experiments
with the control group. While the result of the test wilcoxon, in a group of
experiments obtained p = 0,018 ( p < 0,05 ) and in the control group obtained p =
0,400 ( p > 0,05 ) that suggests that the group experiment obtained the result of a
significant compared to the control group. From the results of the research it can be
concluded that there is an influence of the use of folding paper (origami) which
significantly to children's creativity.
Keyword : fold paper (origami), creativity, children

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan kertas lipat
(origami) dalam meningkatkan kreativitas pada anak sehingga penelitian ini
menggunakan metode eksperimen dengan pretest-posttest control group design.
Subjek penelitian sebanyak 13 siswa kelas B RA Muslimat Grabag 2 Magelang yang
memiliki kreativitas dengan kategori rendah berdasarkan hasil pretest. Subjek
penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (n=7) dan
kelompok kontrol (n=6). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Tes
Kreativitas Figural (TKF) dan observasi. Data gain score atau selisih antara skor
pretest dan posttest yang diperoleh dalam penelitian dianalisis menggunakan statistik
nonparametrik dengan teknik analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney U.
Hasil penelitian ini diperoleh taraf signifikansi sebesar p=0,03 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan gain score yang signifikan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol. Sedangkan hasil dari uji Wilcoxon yaitu pada
kelompok eksperimen diperoleh p=0,018 (p<0,05) dan pada kelompok kontrol
diperoleh p=0,400 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen
diperoleh hasil yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan kertas lipat
(origami) yang signifikan terhadap kreativitas anak.
Kata kunci: kertas lipat (origami), kreativitas, anak

PENDAHULUAN
Era globalisasi modern saat ini menuntut sumber daya manusia yang dapat
menciptakan hal baru sehingga kehidupan manusia lebih layak dan baik. Tuntutan
sumber daya manusia (SDM) yang baik juga dibutuhkan dalam mengeksploitasi
lingkungan dan meningkatkan kualitas diri manusia yang selalu mencari dan
menemukan hal-hal baru yang bernilai praktis bagi kehidupan. Untuk menghasilkan
temuan hal-hal baru, memerlukan suatu kemampuan mental tersendiri yang lebih
dikenal sebagai kreativitas. Kreativitas menjadikan ilmu pengetahuan, imajinasi,
logika, intuisi, kejadian aksidental dan evaluasi konstruktif menemukan hubungan
baru antara ide dan objek (Tarnoto, 2009).
Kreativitas dapat membuat individu mewujudkan diri dalam menggapai
sukses yang diangan-angankan dan mampu melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah. Selain itu, kreativitas juga dapat meningkatkan
kualitas hidup dengan menyertakan ide-ide baru, penemuan baru dan teknologi
(Munandar, 1999).
Saat ini, semakin banyak orang menyadari bahwa kreativitas memainkan
peran teramat penting dalam meraih kebahagiaan pribadi dan keunggulan
professional. Orang kreatif adalah mereka yang unggul dalam pekerjaan, mendirikan
usaha baru, menemukan berbagai produk, memproduksi film dan musik, melukis
serta menghasilkan berbagai karya keindahan. Manusia kreatif memiliki kehidupan
sosial yang baik, berinteraksi dengan banyak orang, serta menjelajahi tempat-tempat
menawan (Ayan, 2002).
Kreativitas disamping bermakna penting bagi individu, juga penting bagi
kesejahteraan masyarakat. Orang-orang yang kreatif melalui karya-karyanya telah
memberikan sumbangan besar bagi masyarakat. Bahkan, perlu kita sadari bahwa
majunya peradaban manusia saat ini dengan segala kemudahan dalam kehidupan
adalah sumbangan besar dari sedikit orang-orang kreatif (Khotimah, 2010).
Sebagaimana yang dinyatakan dalam GBHN 1993 bahwa pengembangan
kreativitas (daya cipta) hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan
keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra sekolah.
Kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, disamping
mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan
(Mulyadi, 2004).
Menurut Safaria (2005) ada beberapa alasan mengapa kreativitas perlu
dipupuk sejak dini. Pertama, proses kreatif merupakan perwujudan dari aktualisasi
diri. Kedua, kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan cara-cara baru dalam
memecahkan masalah. Ketiga, menyibukkan diri dalam proses kreatif bermanfaat
bagi masyarakat dan juga bagi anak karena dari kegiatan kreatif anak akan
mendapatkan kepuasan yang tinggi, sehingga hal ini akan meningkatkan makna dan
kebahagiaan hidup anak. Keempat, kreativitas menjadikan peradaban manusia
berkembang dengan pesat.
Usia dini atau disebut juga sebagai usia prasekolah adalah suatu masa ketika
anak-anak belum memasuki pendidikan formal. Oleh sebab itu, pada rentang usia dini
adalah saat yang tepat untuk mengembangkan kreativitas anak. Pengembangan
kreativitas anak secara terarah pada rentang usia tersebut akan berdampak pada
kehidupannya di masa depan. Tapi sebaliknya, jika orangtua tidak dapat
memperhatikan pengembangan kreativitas anak secara benar dan terarah, bisa jadi
akan berakibat fatal terhadap kreativitas anak yang sebenarnya (Wijayanti, 2008).
Faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah dapat berfungsi sebagai
pendorong dalam mengembangkan kreativitas anak sehingga peran orangtua dan
pendidik sangat penting dalam memberikan dorongan dan tuntutan bagi anak
(Munandar, 1999). Kreativitas dapat didorong perkembangannya dengan
menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak. Menurut Hurlock
(1999) kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak adalah waktu, kesempatan
menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang merangsang, hubungan orang tua dan
anak yang tidak posesif, cara mendidik anak, serta kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan.
Pada masa sekolah, anak-anak memiliki ciri-ciri kepribadian kreatif yang
besar. Namun, begitu masuk sekolah, kreativitasnya menurun, sebab pikiran dan
ungkapannya yang spontan, terbuka, dan bebas, kurang mendapat perhatian, begitu
juga dengan rasa ingin tahu, rasa takjub, daya imajinasi dan kesenangannya bertanya
di sekolah tidak mendapat tanggapan (Intisari dalam Khotimah, 2010).
Hal tersebut sangat disayangkan, karena justru pada usia sekolah inilah anak
memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mengembangkan dan mengungkapkan
kreativitasnya. Penurunan kreativitas tersebut terjadi karena disekolah anak tidak
terlatih untuk berpikir kreatif, yaitu cara berpikir mendorong mereka untuk
mengemukakan macam-macam jawaban. Muatan kurikulum hanya menuntut siswa
untuk berpikir konvergen dengan satu jawaban untuk satu pertanyaan. Sistem
pendidikan seperti ini menekankan untuk menemukan satu jawaban yang benar dan
paling tepat terhadap suatu persoalan. Hal ini tidak merangsang pemikiran kreatif
bahkan sebaliknya menjadi kaku dan sempit dalam cara berpikir dan memecahkan
masalah. Akibatnya anak tidak terlatih untuk berpikir secara divergen dan kreatif.
Maka perlu diusahakan alternatif lain yang memungkinkan untuk mendorong
kreativitas anak (Intisari dalam Khotimah, 2010). Kreativitas anak prasekolah perlu
dijaga dan dikembangkan dengan menciptakan lingkungan yang menghargai
kreativitas yaitu memberikan sarana bermain. Namun, kenyataannya banyak TK yang
lebih berorientasi pada hal akademis dibandingkan dengan metode bermain.
Setiap anak memiliki bakat kreatif yang dapat dikembangkan dan karena itu
perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut
tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat
diwujudkan (Torrance, dalam Asrori, 2007). Seorang anak dikatakan kreatif jika
memiliki salah satu atau beberapa dari ciri-ciri anak kreatif. Ciri-ciri tersebut adalah
senang mencari pengalaman baru, memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas,
memiliki ketekunan tinggi, kritis terhadap orang lain, berani menyatakan pendapat,
selalu ingin tahu, peka atau perasa, enerjik dan ulet, menyukai tugas yang majemuk,
percaya diri, mempunyai rasa humor, memiliki rasa keindahan, dan penuh imajinasi
(Munandar, dalam Asrori, 2007).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di PAUD IT Durratul Islam,
Ngablak, Magelang terlihat beberapa anak belum menunjukkan kreativitas yang baik.
Hal ini terlihat dari beberapa anak yang masih ikut-ikutan temannya ketika diberikan
tugas oleh guru. Mereka belum memiliki inisiatif untuk melakukan hal yang berbeda
dengan temannya. Anak yang memiliki kreativitas tinggi, akan segera mengerjakan
tugas dari guru tanpa menunggu teman yang lain. Adapun anak yang memiliki
kreativitas rendah, menunggu teman yang lain untuk mengerjakan tugas tersebut dan
baru melakukannya setelah melihat pekerjaan temannya yang lain.
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di RA Muslimat NU Grabag 2
Magelang saat proses belajar mengajar di kelas juga menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa mempunyai kreativitas yang rendah yang dapat terlihat sedikit siswa yang
langsung mengerjakan tugas yang diberikan guru. Banyak anak-anak yang melihat
pekerjaan temannya terlebih dahulu kemudian mengerjakan tugasnya sendiri. Selain
itu, anak-anak juga belum berani menyatakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan
oleh guru. Hal ini kemungkinan disebabkan guru kurang dapat memberi pujian atas
jawaban yang dilontarkan anak-anak sehingga anak kurang termotivasi untuk
memberikan jawaban yang beragam. Hal ini mengindikasikan belum optimalnya
pembelajaran yang dilakukan guru dalam upaya mengembangkan kreativitas anak.
Melihat permasalahan yang ada di sekolah tersebut, maka salah satu cara
untuk meningkatkan kreativitas anak yaitu dengan bermain kertas lipat (origami).
Origami merupakan seni membuat bentuk yang tercipta dengan cara melipat kertas.
Bahan yang dibutuhkan untuk berkreasi dengan origami adalah kertas. Hampir semua
jenis kertas dapat digunakan untuk origami. Kertas origami standard merupakan
kertas tipis dengan ukuran 15cm x 15cm. Kertas tersebut memiliki suatu warna
tertentu pada satu sisinya, sedangkan sisi lainnya tidak berwarna atau putih. Sebagian
besar model origami dibuat dengan menggunakan kertas berbentuk bujur sangkar
(Paat, 2012).
Bermain kertas lipat dapat menumbuhkan kreativitas anak dan melatih
motorik halus pada anak. Selain itu, dengan bermain kertas lipat (origami) diharapkan
anak-anak dapat menjadi lebih kreatif dalam menciptakan keterampilan yang lain
(Sugeng, 2001).
Pada usia kanak-kanak, fungsi bermain mempunyai pengaruh yang besar
sekali bagi perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar dari
perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan
kerja, maka kegiatan anak sebagian besar diarahkan untuk bermain (Kartono, 2007).
Dengan menggunakan kertas lipat (origami), anak dapat menumbuhkan
kreativitasnya dengan belajar sambil bermain.
Menurut Munandar (1999), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang
diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan
(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Guilford (dalam Munandar, 1999) menyatakan kreativitas merupakan
kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif
jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya.
Menurut Hurlock (1999) definisi kreativitas yang paling tepat adalah yang
dikemukakan oleh Devdal (Hurlock, 1999) yang menyatakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan
yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas
dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintetis pemikiran yang hasilnya bukan hanya
perangkuman. Kreativitas merupakan pembentukan korelasi baru. Kreativitas harus
mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun
merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Kreativitas dapat berupa hasil seni,
kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat procedural atau metodologis.
Oleh karena beragamnya pendapat para ahli akan pengertian kreativitas, maka
dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk
menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada
sebelumnya yang berguna, serta dapat dimengerti.
Guilford (dalam Munandar, 1999) mengemukakan aspek-aspek dari
kreativitas antara lain:
a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran
berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas dan bukan kualitas.
b. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah
ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah
yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan
atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir.
Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan
menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
c. Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau
kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
d. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan
menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik.
Hurlock (1999) menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kreativitas yaitu waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang
merangsang, hubungan orang tua dan anak yang tidak posesif, cara mendidik anak,
dan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, menurut Hurlock (1999)
terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau
perbedaan kreativitas yang dimiliki individu yaitu jenis kelamin, status sosial
ekonomi, urutan kelahiran, ukuran keluarga, lingkungan kota vs lingkungan
pedesaan, dan inteligensi.
Tes untuk mengukur kreativitas menurut Munandar (1999) meliputi:
1. Tes Kreativitas Verbal (TKV)
Keenam subtes dari tes kreativitas verbal yaitu:
a. Permulaan kata
b. Menyusun kata
c. Membentuk kalimat tiga kata
d. Sifat-sifat yang sama
e. Macam-macam penggunaan
f. Apa akibatnya
2. Tes Kreativitas Figural (TKF)
Menurut Munandar (1999), Tes Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi
dari Circle Test yang dibuat oleh Torrance. TKF pertama kali digunakan di Indonesia
oleh Utami Munandar pada tahun 1977. Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki
pengertian sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari
unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam memberi gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan,
merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan. Adapun aspek-aspek yang
mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Guilford,
yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, elaborasi dan originalitas (Munandar,
1999).
Bentuk tes kreativitas figural ini berupa tes lingkaran-lingkaran yang terdiri
dari 65 lingkaran. Subjek diminta untuk menciptakan gambar-gambar yang sesuai
dengan yang dibayangkan oleh setiap subjek. Adapun waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan tes ini adalah 10 menit yang dapat diberikan secara klasikal (tes
kelompok) maupun sendiri (tes individu).
3. Skala Sikap Kreatif
Skala sikap kreatif terdiri dari 32 butir pernyataan, diantaranya delapan butir
diadaptasi dari Creative Attitude Survey yang disusun oleh Schaefer. Sikap kreatif
dioperasionalisasikan dalam dimensi sebagai berikut:
a. Keterbukaan terhadap pengalaman baru
b. Kelenturan dalam berpikir
c. Kebebasan dalam ungkapan diri
d. Menghargai fantasi
e. Minat terhadap kegiatan kreatif
f. Kepercayaan terhadap gagasan sendiri
g. Kemandirian dalam member pertimbangan
Skala ini disusun untuk siswa SD dan SMP dan memerlukan waktu 10 sampai
15 menit untuk diisi, setiap pernyataan dijawab dengan ya atau tidak. Dalam
penelitian ini alat tes yang digunakan untuk mengukur kreativitas subjek yaitu Tes
Kreatifitas Figural (TKF).
Origami merupakan seni membuat bentuk yang tercipta dengan cara melipat
kertas. Kata origami berasal dari bahasa Jepang, ori berasal dari kata kerja oru yang
berarti melipat dan gami yang berarti kertas. Bahan yang dibutuhkan untuk berkreasi
dengan origami adalah kertas. Hampir semua jenis kertas dapat digunakan untuk
origami. Kertas origami standard merupakan kertas tipis dengan ukuran 15cm x
15cm. Kertas tersebut memiliki suatu warna tertentu pada satu sisinya, sedangkan sisi
lainnya tidak berwarna atau putih. Sebagian besar model origami dibuat dengan
menggunakan kertas berbentuk bujur sangkar. Walau begitu, ada juga model-model
yang dibuat dengan menggunakan kertas berbentuk persegi panjang, segitiga, bahkan
lingkaran. Para seniman origami sering bereksperimen dengan beragam jenis kertas,
baik itu kertas origami, kertas fancy, kertas kado, kertas koran, bahkan kertas bekas
sekalipun (Paat, 2012).
Tujuan dari seni ini adalah untuk mengubah kertas menjadi bentuk-bentuk
lipatan melalui teknik-teknik melipat dan dengan demikian penggunaan lem tidak
diperlukan dalam origami. Dasar dari lipatan origami sebenarnya sederhana, namun
lipatan dasar tersebut dapat dikombinasikan dengan variasi yang berbeda sehingga
membentuk suatu lipatan yang rumit.
Ada beberapa macam jenis origami (olvista. com) antara lain:
a. Origami Bergerak (Action Origami)
Origami tidak hanya terdiri dari objek diam, tetapi ada yang bergerak.
Biasanya gerakan origami dibantu dengan tangan untuk membuat gerakan seperti
terbang, melayang, mengepakkan sayap, melompat, atau membuka mulut. Contoh
origami aksi yang populer adalah origami kodok yang dapat melompat jika ujung
belakangnya di tekan, pesawat terbang atau senjata rahasia ninja yang bisa terbang
jika dilempar.

b. Origami Moduler (Modular Origami)


Origami modular disebut juga origami 3D (tiga dimensi). Origami modular
adalah origami yang tersusun dari beberapa lipatan kertas yang berbentuk sama.
Biasanya lipatan modul berbentuk sederhana, namun untuk menyusunnya menjadi
objek tertentu biasanya cukup sulit.
c. Origami Basah (Wet-Folding Origami)
Origami basah adalah seni melipat kertas dimana kertas yang digunakan
dilembabkan atau dibasahi. Setelah bentuk origami selesai kemudian dibiarkan
kering. Kertas yang lembab lebih mudah dibentuk menurut geometri yang lebih
fleksibel dibandingkan dengan kertas kering. Keterampilan seniman origami basah
tidak hanya melipat tetapi juga membentuk permukaan objek seperti lekukan dan
tonjolan.
d. Origami Murni (Pureland Origami)
Origami murni adalah jenis seni melipat kertas dengan aturan yang ketat yaitu
hanya boleh menggunakan lipatan langsung. Jenis origami ini dikembangkan oleh
seniman origami Inggris yang bernama John Smith pada tahun 1970-an untuk
membantu orang belajar origami atau orang yang mempunyai keterbatasan fisik
motorik.
e. Kirigami
Dalam seni origami tradisional tidak dikenal istilah kirigami, istilah kirigami
baru dikenal pada abad ke-20. Kirigami adalah seni melipat dan memotong kertas
untuk membentuk objek seni. Sebagian orang memasukkan kirigami sebagai bagian
dari origami karena kemiripan nama dan adanya unsur melipat kertas pada seni ini.
Adapun jenis origami yang digunakan dalam penelitian ini yaitu origami
murni (pureland origami) dengan membuat bentuk-bentuk sederhana seperti bentuk
perahu, burung, bunga tulip, dompet, baju, tas, tempat surat dan lain-lain.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan kertas
lipat (origami) dalam meningkatkan kreativitas pada anak. Adapun hipotesis yang
diajukan adalah penggunaan kertas lipat (origami) dapat meningkatkan kreativitas
pada anak. Anak yang menggunakan kertas lipat (origami) mempunyai kreativitas
yang lebih tinggi daripada anak yang tidak menggunakan kertas lipat (origami).

Efektifitas penggunaan kertas lipat (origami) dalam meningkatkan kreativitas


pada anak
Setiap anak dilahirkan memiliki potensi kreatif. Hal ini terlihat pada tahun-
tahun pertama sampai anak berusia lima tahun. Pada masa-masa perkembangan yang
kritis ini sangat penting bagi anak untuk memperoleh dorongan dalam
mengembangkan kreativitasnya. Menurut Hurlock (1999), perkembangan kreativitas
dipengaruhi oleh dorongan dari lingkungan, sarana yang mendukung perkembangan
kreativitas anak, lingkungan yang merangsang, dan kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan. Semua hal tersebut kemungkinan besar dapat diperoleh anak saat
mereka mulai bersekolah, di samping lingkungan keluarga yang juga ikut berperan
dalam mengembangkan kreativitas anak. Faktor lingkungan seperti keluarga dan
sekolah dapat berfungsi sebagai pendorong dalam pengembangan kreativitas anak
(Munandar, 1999).
Pada usia dini, pendidikan prasekolah adalah tempat yang kondusif untuk
mengembangkan kreativitas anak karena dengan program-program yang ada di
lembaga pendidikan prasekolah mengajarkan banyak ketrampilan yang memberikan
kebebasan pada anak untuk berkreasi sehingga hal ini akan mengembangkan
kreativitas anak. Anak-anak diberikan kesempatan untuk memperoleh banyak
pengetahuan baru. Anak-anak juga bebas menggunakan fasilitas seperti mainan untuk
merangsang kreativitasnya (Ramli, 2005).
Mengingat dunia anak adalah dunia bermain, dimana anak belajar sambil
bermaian (learning by playing), maka bermain dapat menjadi alternatif untuk
mengembangkan kreativitas anak. Terlebih lagi pada anak usia sekolah, kegiatan
bermain cukup dominan dilakukan, sebagaimana dinyatakan oleh Hurlock (1999)
bahwa salah satu ciri anak usia sekolah adalah usia bermain, dimana anak memiliki
minat dan kegiatan bermain yang luas. Maka permainan dapat menjadi alternatif
upaya mendorong kreativitas anak, karena disamping bermain diyakini dapat
meningkatkan kreativitas anak, bermain juga merupakan salah satu ciri khas pada
anak usia sekolah. Salah satu sarana bermain untuk mengembangkan kreativitasnya
yaitu dengan menggunakan kertas lipat (orgami).
Proses kreatif ketika bermain kertas lipat (origami) hanya akan terjadi jika
dibangkitkan melalui masalah yang memacu pada perilaku kreatif yakni, fluency
(kelancaran), yaitu kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan dengan cepat.
Ketika bermain kertas lipat (origami), pertama-tama anak akan berfikir membuat
suatu bentuk sesuai dengan tema yang diberikan kemudian memulai dengan melipat
kertas sesuai dengan keinginannya. Flexibility (keluwesan), kemampuan untuk
menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan masalah di luar kategori yang
biasa. Ketika bermain kertas lipat (origami), anak akan membuat berbagai macam
bentuk-bentuk yang beragam sesuai dengan tema yang diberikan. Anak dapat
menghasilkan bentuk lebih dari satu dengan bentuk yang berbeda dalam satu tema.
Originality (keaslian), kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang unik
atau luar biasa. Ketika bermain kertas lipat (origami), anak akan membuat bentuk
yang berbeda dengan temannya. Bentuk yang dibuat merupakan bentuk-bentuk dari
hasil pemikirannya sehingga menghasilkan bentuk yang unik dan apik. Elaboration
(keterperincian), kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan
detail-detail dari suatu objek. Ketika bermain kertas lipat (origami), anak akan
menambahkan ciri-ciri serta detail-detail dari bentuk yang dibuatnya. Oleh karena itu,
penggunaan kertas lipat (origami) dapat meningkatkan kreativitas pada anak.

Metode penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas B RA
Muslimat NU Grabag 2 Magelang yang memiliki kreativitas dengan kategori rendah.
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah Tes Kreativitas Figural
(TKF) dan observasi.
1. Alat tes (Tes Kreativitas Figural)
Menurut Munandar (1999), Tes Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi
dari Circle Test yang dibuat oleh Torrance. TKF pertama kali digunakan di
Indonesia oleh Utami Munandar pada tahun 1977.
Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki pengertian sebagai kemampuan
untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang diberikan yang
tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam memberi gagasan serta
kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu
gagasan. Adapun aspek-aspek yang mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas
yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir,
elaborasi dan originalitas (Munandar, 1999).
Bentuk tes kreativitas figural ini berupa tes lingkaran-lingkaran yang terdiri
dari 65 lingkaran. Subjek diminta untuk menciptakan gambar-gambar yang sesuai
dengan yang dibayangkan oleh setiap subjek. Adapun waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan tes ini adalah 10 menit yang dapat diberika n secara klasikal (tes
kelompok) maupun sendiri (tes individu).
Validitas dan reliabilitas tes kreativitas figural (TKF) dalam penelitian ini
telah dinyatakan valid dan reliabel. Laila (Wardani, 2008) melakukan tes kesahihan
circle tes dan menentukan bahwa daya diskriminasi item tes bergerak antara 0,6227
sampai 0,7849, sedangkan koefisien reliabilitas sebesar 0,7553.
Berdasarkan hal ini peneliti tidak perlu melakukan uji coba lagi, meskipun
demikian peneliti telah menetapkan skor originalitas dan skor fleksibilitas
berdasarkan respon subjek sesuai dengan kriteria penilaian kreativitas figural.
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data penelitian yang dilakukan
dengan cara mengamati subjek penelitian (Fudyartanta, 2009). Pengumpulan data
dengan observasi menggunakan anecdotal recods yang merupakan catatan-catatan
perilaku yang luar biasa (typical behavior) yang dipandang penting dan menjadi pusat
perhatian. Tujuan dari dilakukannya observasi adalah untuk mengamati proses-proses
kreativitas yang dapat dilihat dari aspek-aspek kreativitas yakni, kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), originalitas dan elaborasi.rendah berdasarkan hasil pretest.
Metode yang digunakan dalam analisis data adalah statistik nonparametrik
karena jumlah subjek sedikit (<30) dan teknik analisis statistik untuk menguji
hipotesis menggunakan Uji Mann-Whitney U terhadap gain score. Selanjutnya
dilakukan analisis komparatif dua sampel berpasangan menggunakan Wilcoxon. Uji
Wilcoxon digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan dari masing-masing
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sebelum dan sesudah
pemberian perlakuan (Sugiyono, 2011). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
dibantu dengan menggunakan komputer program SPSS 16,00 for Windows.

Hasil dan pembahasan


a. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk memastikan bahwa kedua kelompok subjek
yang akan dikomparasikan memiliki varians skor yang setara (homogen). Kaidah
yang digunakan adalah apabila ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) maka variansi
skor kedua kelompok dinyatakan homogen, sebaliknya jika (p<0,05) maka variansi
skor kedua kelompok dinyatakan heterogen. Berdasarkan hasil uji homogenitas skor
menggunakan levene statistic yang diperoleh pada pretest menunjukkan nilai sebesar
2,583 dengan p=0,136 (p>0,05) maka menunjukkan bahwa variansi skor kedua
kelompok subjek bersifat homogen. Hasil komputerisasi dapat dilihat pada lembar
lampiran.
b. Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan analisis nonparametrik dan teknik analisis statistik
untuk menguji hipotesis berupa Uji Mann-Whitney U, yaitu uji signifikansi hipotesis
komparatif dua sampel independen terhadap gain score. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh nilai Z sebesar -3,004 dan taraf signifikansi sebesar p=0,003 (p<0,05), hal
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan gain score yang signifikan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen lebih tinggi kenaikan
skor kreativitas dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah pemberian perlakuan
penggunaan kertas lipat (origami). Jadi penggunaan kertas lipat (origami)
memberikan pengaruh terhadap kreativitas anak.
c. Analisis tambahan
Berdasarkan hasil analisis utama yang menyebutkan penggunaan kertas lipat
(origami) berpengaruh terhadap kreativitas anak, selanjutnya dianalisis lagi untuk
mengetahui perbedaan perubahan kreativitas pada masing-masing kelompok dengan
uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok
eksperimen diperoleh nilai Z sebesar -2,371 dan p=0,018 (p<0,05) yang berarti
hasilnya signifikan, sedangkan untuk kelompok kontrol diperoleh nilai Z sebesar -
0,841 dan p=0,400 (p>0,05) sehingga hasilnya dikatakan tidak signifikan. Hal ini
berarti bahwa adanya peningkatan skor kreativitas yang signifikan pada kelompok
eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada peningkatan kreativitas.
Hasil penelitian yang didapat setelah dianalisis dengan uji Mann-Whitney U
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Taraf signifikansi yang didapat berdasarkan hasil gain score
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menghasilkan nilai Z sebesar -3,004 dan
p=0,003 (p<0,05), hal ini berarti adanya perbedaan peningkatan skor kreativitas
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang signifikan sehingga
hipotesis diterima. Hal ini membuktikan bahwa kreativitas anak dapat ditingkatkan
dengan permainan kertas lipat (origami).
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen diperoleh
nilai Z sebesar -2,371 dan p=0,018 (p<0,05). Hal ini berarti perlakuan yang diberikan
kepada kelompok eksperimen berupa penggunaan kertas lipat (origami) memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kreativitas anak, sedangkan pada kelompok
kontrol diperoleh nilai Z sebesar -0,841 dan p=0,400 (p>0,05) yang artinya tidak ada
peningkatan skor kreativitas pada kelompok kontrol. Kedua hasil analisis dengan
membandingkan hasil skor sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing
kelompok ini juga digunakan untuk memperkuat hasil pengujian hipotesis utama.
Adanya perbedaan tingkat kreativitas antara anak yang satu dengan yang
lainnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kreativitas secara lebih khusus dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu setiap anak memiliki kecenderungan atau
dorongan untuk mewujudkan potensinya, mewujudkan dirinya, dorongan untuk
berkembang dan menjadi matang, dorongan untuk mengaktifkan semua kapasitas
yang dimiliki sebagai upaya menjadi diri yang sepenuhnya. Faktor internal terkait
dengan potensi diri, adanya kepekaan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran baru
(fluency), hal ini ditunjukkan ketika anak diberikan kertas lipat untuk membentuk
benda dengan tema bebas, anak dengan cepat bisa berpikir dan memberikan gagasan
untuk membentuk benda tersebut. Berbeda dengan ketika anak membuat bentuk
dengan tema tanaman dan tema atribut sekolah yang rata-rata terlihat lama dalam
berpikir untuk membuat bentuk.
Adanya gagasan-gagasan yang beragam dan bebas (flexibility) ditunjukkan
dengan bentuk-bentuk yang dihasilkan anak beragam dari satu tema yang diberikan.
Ketika pemberian tema alat transportasi, ada dua anak yang dapat membuat pesawat
jet dan kapal laut. Masing-masing anak dapat membuat dua bentuk yang berbeda
meskipun bentuk yang dihasilkan sama.
Mencetuskan gagasan-gagasan yang unik (originalitas) seperti ketika anak
membuat bentuk-bentuk yang unik dari kertas yang terkadang bentuk tersebut hanya
diketahui oleh sang anak. Ketika pemberian tema binatang, salah satu anak membuat
binatang bentuk kura-kura. Bentuk yang dibuat berbeda dari bentuk yang sudah
umum dibuat oleh teman-temannya. Untuk mengetahui bentuk yang dibuat oleh
subjek, observer harus menanyakan kepada subjek. Begitu juga dengan bentuk-
bentuk alat transportasi. Beberapa anak menunjukkan keunikan mereka ketika
membuat bentuk yang berbeda dari temannya. Keunikan tersebut ditunjukkan dengan
memberikan tambahan detail-detail (elaborasi) pada bentuk alat transportasi yang
dibuat sehingga menjadi lebih menarik.
Sedangkan faktor eksternal sangat erat hubungannya dengan lingkungan
karena lingkungan memberikan arti penting terhadap perkembangan kreativitas
seseorang. Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan
memberikan dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas.
Hal ini harus dilakukan sedini mungkin sejak masa bayi dan dilanjutkan hingga masa
sekolah dengan menjadikan kreativitas suatu pengalaman yang menyenangkan dan
dihargai secara sosial (Hurlock, 1999).
Mulyadi (2004), mengemukakan kreativitas anak usia sekolah tidak bisa
dilepaskan dari faktor bermain. Kehidupan bermain adalah kehidupan anak-anak.
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-
dorongan kreatifnya juga kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan
untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru untuk mencapai tujuan tersebut.
Menumbuhkan kreativitas dibutuhkan intensitas bermain yang baik dan
berkualitas dalam merangsang imajinasi untuk mengembangkan kreativitas anak
karena proses mental yang dikembangkan sejak dini akan menjadi bagian menetap
dari individu dan akan memberikan dampak terhadap perkembangan intelektual
selanjutnya (Sugiharto, 2000). Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya
diberikan waktu yang banyak untuk bermain-main dengan gagasan-gagasan dan
konsep-konsep serta mencobanya dalam bentuk baru dan orisinal. Selain itu, sarana
bermain untuk merangsang kreativitas harus disediakan agar kreativitas anak bisa
tumbuh dan berkembang.
Manfaat bermain bagi anak bukan hanya hiburan relaksasi, melainkan juga
memungkinkan anak belajar, baik emosional maupun intelektual. Dari segi
intelektual, bermain dapat membuat anak menyerap informasi baru kemudian
memanipulasinya sehingga sesuai dengan apa yang telah diketahuinya. Melalui
bermain seorang anak dapat mempraktekkan dan meningkatkan pemikirannya serta
mengembangkan kreativitasnya (Munandar, 1999). Salah satu bentuk permainan yang
meningkatkan kreativitas adalah permainan konstruktif, dimana anak diberi
kebebasan untuk mengembangkan daya imajinasinya. Jenis permainan konstruktif
yang popular adalah membuat sesuatu dan menggambar. Membuat sesuatu misalnya
dari tanah liat, pasir, balok, lilin, cat, kertas, dan lain sebagainya.
Kelemahan dalam penelitian ini yaitu subjek yang digunakan terlalu sedikit
sehingga penelitian ini dirasa kurang optimal dipakai untuk penelitian dengan subjek
yang banyak.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada pengaruh penggunaan
kertas lipat (origami) yang signifikan terhadap kreativitas anak yakni dapat dilihat
dengan adanya perbedaan peningkatan kreativitas yang signifikan antara anak yang
diberikan perlakuan bermain kertas lipat (origami) dengan yang tidak diberikan
perlakuan bermain kertas lipat (origami). Anak yang diberikan perlakuan bermain
kertas lipat (origami) memiliki peningkatan kreativitas yang lebih tinggi daripada
anak yang tidak diberikan perlakuan bermain kertas lipat (origami). Hal ini
membuktikan bahwa kreativitas anak dapat ditingkatkan melalu bermain kertas lipat
(origami).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Macam-macam origami. http://olvista.com/hobby/macam-macam-
origami/. 6 Juli 2012.
Asrori, M. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Ayan, J.E. 2002. Bengkel Kreativitas. Bandung: Kaifa.
Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2010. Reliabilias dan Validitas . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fudyartanta, K. 2009. Pengantar Psikodiagnostik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartati, L. 2007. Pengaruh Bermain Play Dough Terhadap Kreativitas Anak TK.
Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jilid II Edisi ke 6. Penerjemah:
Tjandrasa, M.M. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan). Jakarta: Erlangga.
Ismail, A. 2009. Education Games. Yogyakarta : Pro-U Media.
Kartono, K. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar
Maju.
Khotimah, S. H. 2010. Pengaruh Bermain Konstruktif terhadap Tingkat Kreativitas
Ditinjau dari Kreativitas Afektif pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Penelitian
Psikologi. Vol. 01, No. 01, 60-74.
Latipun. 2006. Psikologi Eksperimen (edisi kedua). Malang: UMM Press.
Mulyadi, S. 2004. Bermain dan Kreativitas (Upaya Mengembangkan Kreativitas
Anak Melalui Kegiatan Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Munandar, U. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka


Cipta.

Munandar, U. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan : Strategi Mewujudkan Potensi


Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Munandar, U. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah : Petunjuk


Bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Paat, R.D. 2012. Kreasi Kartu Ucapan dengan Origami. Jakarta: Grasindo.
Paat, R.D. 2012. Kreasi Kotak dengan Origami. Jakarta: Grasindo.
Putri, D.J. (2002). Perbedaan Kreativitas Antara Anak Yang Mendapatkan Dan Yang
Tidak Mendapatkan Alat Permainan Edukatif. Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Ramli, M. 2005. Pendampingan Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.

Safari, T. 2005. Creativity Quotient. Panduan Mencetak Anak Super Kreatif.


Yogyakarta: Platinum.

Seniati, L; Aris, Y: Bernadette N.S. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks.


Sugeng, S. 2001. Melipat Kertas Dasar Keterampilan Anak. Semarang: Aneka Ilmu.

Sugiharto. 2000. Meningkatkan kreativitas anak melalui media pembelajaran bermain


di kelompok bermain damar. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan. Vol. IV No. 3. Hal
279-287.

Sugiyono. 2011. Statistik Nonparametrik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.


Tarnoto, N. dan Alfi, P. 2009. Kreativitas Siswa SMP Ditinjau Dari Tingkat
Pendidikan Ibu. Humanitas. Vol. VI No. 2. Hal 190-204.

Wardhani. 2008. Perbedaan Tingkat Kreatifitas Figural antara Anak Usia Dini
Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Penelitian Psikologi. Vol. 1 No.2. Hal 44-
58.

Wijayanti, D. 2008. Peran Pendidikan Prasekolah Terhadap Perkembangan


Kreativitas Anak Usia Dini. Humanitas. Vol. 5 No.2. Hal 135-148.

Zahrah. 2011. Penerapan Belajar Melalui Bermain Dalam Meningkatkan Kreativitas


Dan Motorik Halus Anak Usia Dini. Kiat. Vol. 3 No. 4. Hal 63-79.

You might also like