You are on page 1of 26

Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis

di SDN Percobaan Surabaya

JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS

Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada
Anak Autis di SD

Diajukan kepada Universitas Negeri Surabaya


untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian
Program Sarjana Pendidikan Luar Biasa

Oleh:
KARINA WAHYU DEWI
NIM: 13010044042

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

2017

1
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN PERSONAL


HYGIENE PADA ANAK AUTIS DI SD

Karina Wahyu Dewi dan Ima Kurrotun Ainin


S1 Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya,
karina.wahyudewi@gmail.com

ABSTRACT
Parents were the ones who had the most important role in caring, guiding, and directing the children to become
independent. Therefore, the parents would apply good parenting style to nurture their autism children in order to reach
independence included personal hygiene independence. The personal hygiene independence was an individual ability
not to depend on other people in doing personal hygiene activity. Based on the observation which had been done in
SDN Percobaan Surabaya, three autism children were less realizing the importance of self hygiene. A child whose teeth
appeared yellow and two others had a habit i.e. after cleaning the nose dirt they would absorb it so it required to be
observed the role of parenting style toward personal hygiene independence to autism children in SDN Percobaan
Surabaya.
This research had purpose to describe the parenting style of autism children in SDN Percobaan Surabaya, to
describe personal hygiene independence to autism children in SDN Percobaan Surabaya, and to describe the role of
parenting style toward personal hygiene independence to autism children in SDN Percobaan Surabaya.
This research used qualitative approach with descriptive method. The technique of data collection was done by
interview and observation toward 5 parents, 5 autism children, and 2 siblings of 2 autism children. The technique of
data analysis in this research used the step of data condensation, data display, and conclusion drawing / verifying
suitable with the analysis model of Miles, Huberman, and Saldana.
This research result indicated that a whole or 100% parents of autism children who consisted of 5 parents of 5
autism children in SDN Percobaan Surabaya applied authoritative parenting style as the dominant and authoritarian
parenting style was as the secondary parenting style in one caring at once. In personal hygiene independence, the
independent autism children in SDN Percobaan Surabaya were 3 children (60%), and less independent autism children
were 2 children (40%).
So it could be concluded that the parenting style gave great role toward the personal hygiene independence to
autism children in SDN Percobaan Surabaya. The role of authoritative parenting style was the parents helped personal
hygiene activity of the children physically and verbally, to teach the children doing personal hygiene activity, to assist
the children doing personal hygiene activity, and to remind the children when they did not do personal hygiene activity
yet while in authoritarian parenting style, the parents compelled the children in order to be able to do personal hygiene
activity by themselves, to order each step in personal hygiene activity, and to scold the children when they did not soon
to do personal hygiene activity on time.

Keywords: parenting style, personal hygiene independence

jumlah anak usia 5-19 tahun di Indonesia mencapai


PENDAHULUAN 66.000.805 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2010, maka
diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak autis
Menurut data pusat pengendalian dan pencegahan rentang 5-19 tahun di Indonesia. (Melisa, 2013)
penyakit atau Centers for Disease Control and Rachmawati (2012:3) berpendapat bahwa autis
Prevention, Amerika Serikat sekitar 1 dari 68 (1,5%) adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks
anak di Amerika Serikat teridentifikasi autis pada tahun yang melibatkan terganggunya komunikasi, interaksi
2012. Kejadian autisme dalam data ini 1 dari 42 kejadian sosial, dan aktivitas imajinasi anak. Selain itu, autis
pada anak laki-laki dan 1 dari 189 kejadian pada anak merupakan kelainan perilaku di mana penderita hanya
perempuan. Dan hal ini mengalami peningkatan yang tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri (seperti
signifikan antara 2002 hingga 2010. (Centers for Disease melamun atau berkhayal). Gangguan perilaku dapat
Control and Prevention, 2016) berupa kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak
Pada 2013 lalu, Direktur Bina Kesehatan Jiwa mata, kesulitan dalam mengembangkan bahasa, dan
Kementerian Kesehatan pernah menduga jumlah anak pengulangan tingkah laku.
autis di Indonesia sekitar 112.000 dengan rentang 5-19 Hal ini menyebabkan pola asuh orangtua yang
tahun. Angka ini keluar berdasarkan hitungan prevalensi memiliki anak autis harus menyesuaikan dengan perilaku
autis sebesar 1,68 per 1000 anak di bawah 15 tahun. Jika
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

anak. Selain itu, dibutuhkan pola pengasuhan khusus dilakukannya menghasilkan tingkat kejengkelan
untuk mengasuh anak autis agar memiliki perkembangan (Aggravation range of parenting) orang tua anak autis
sosial yang baik. paling tinggi dibanding orang tua anak berkebutuhan
Pola asuh merupakan gambaran tentang sikap dan kesehatan khusus dengan gangguan perkembangan lain,
perilaku orang tua dalam berinteraksi dan berkomunikasi anak berkebutuhan kesehatan khusus tanpa gangguan
dengan anak (Arifah, 2011). Dalam memberikan pola perkembangan lain dan orang tua anak tanpa kebutuhan
asuh, orang tua memiliki cara interaksi dan komunikasi kesehatan khusus. Perasaan stres dan jengkel tinggi pada
khusus dalam memberi perhatian, menanamkan orang tua anak autis membuat mereka merasa 1) anak
kedisiplinan, memberi peraturan, serta memberi hadiah autis lebih sulit diasuh daripada anak reguler, 2)
dan hukuman. Kualitas dan intensitas perhatian orangtua terganggu dengan sesuatu yang dilakukan anak mereka,
dalam pola asuh mempengaruhi sikap dan perilaku anak. 3) menyerah untuk memenuhi kebutuhan anak.
Pola asuh yang diberikan orangtua dipengaruhi beberapa Orang tua dengan anak autis akan mengalami
faktor antara lain, latar belakang pendidikan orang tua, masalah yang lebih kompleks dalam pembentukan
pekerjaan orang tua, keadaan sosial ekonomi, dan adat kepribadian, perilaku dan pemenuhan kebutuhan anak.
istiadat. Orang tua yang salah memberi pengasuhan pada anak
Baumrind dalam Park (2012) menyatakan bahwa dapat membentuk anak autis menjadi kurang mandiri dan
pola asuh orang tua dibedakan menjadi 3jenis diantaranya tidak sadar akan kebersihan dirinya. Orang tua yang
pola asuh authoritarian, pola asuh authoritative dan pola cenderung memanjakan anak dapat selalu melayani setiap
asuh permissive. Pola asuh authoritarian yaitu orang tua kebutuhan anak autis, termasuk dalam mandi atau
cenderung menetapkan pengawasan yang tinggi pada sekedar menggosok gigi, sehingga anak dapat menjadi
anak. Pola asuh authoritative yaitu orang tua lebih kurang mandiri. Sedangkan orang tua yang otoriter akan
bersikap rasional, kontrol yang tinggi namun dibarengi mendidik anak autis dengan perintah yang keras tanpa
dengan perhatian dan kehangatan. Sedangkanpola asuh membimbing anak untuk mandiri sehingga anak autis
permissive yaitu orang tua yang memberikan kesempatan akan cenderung kurang mandiri dan bahkan acuh
anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan terhadap kebersihan dirinya.
yang cukup. Pengasuhan yang diberikan kepada anak autis yang
Setiap anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, tepat menurut Hurlock (dalam Dewi dan Sari, 2013)
sehingga setiap orangtua di dunia pasti menginginkan adalah menerima secara terbuka kondisi anak secara
anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik. Orangtua demokratis dan memberikan pengakuan kepada anak
pasti akan memberikan yang terbaik untuk anaknya demi autis dalam situasi hayati bersama. Dalam hal ini, orang
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Hal tua seharusnya mengasuh anak autis dengan penuh kasih
ini juga dilakukan oleh orangtua anak autis yang sayang dan menyeimbangkan antara kebebasan dan
mengalami gangguan perkembangan. Anak autis yang pengawasan pada anak. Orang tua memberikan
memiliki kekurangan dalam perkembangan interaksi bimbingan dan kebebasan pada anak autis dengan segala
sosial akan mempengaruhi hubungan kasih sayang hambatannya, namun ketika kebebasan sudah berlebihan,
dengan orang tuanya dan mungkin akan mempengaruhi orang tua akan memberikan teguran namun tetap dengan
cara pengasuhan orang tua (Rutgers et al, 2007). Sebagai kasih sayang dan kehangatan. Dengan demikian anak
orang tua, mempunyai anak yang menderita autis autis dapat menjadi anak yang mandiri dalam melakukan
tentunya sangat berat karena anak autis memerlukan kegiatan kebersihan diri (personal hygiene) di tengah-
penanganan khusus dibandingkan dengan anak normal. tengah keluarganya.
Orangtua anak autis pasti akan lebih berusaha untuk Menurut Fatimah (2010:146), kemandirian pada
memberikan pola pengasuhan khusus demi meningkatkan anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola
kepribadian dan kemampuan anak autis supaya lebih asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang
baik. berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membentu
Pengasuhan anak autis menimbulkan stres yang mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Jika orang tua
berat bagi orang tua dibanding dengan gangguan dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak
perkembangan lain (Dabrowska, 2010). Stres bagi orang autisnya, maka anak autis akan mandiri dalam menjalani
tua yang memiliki anak autis dapat mempengaruhi pola kegiatan sehari-harinya termasuk kemandirian personal
asuhnya terhadap anak autis. Berdasarkan studi yang hygiene.Sedangkan personal hygiene merupakan salah
dilakukan Schieve, et al (2006), bahkan orang tua anak satu cara untuk merawat dan menjaga kesehatan diri
autis yang telah mengetahui tentang autisme dapat sendiri. Hassan (2012) berpendapat bahwa, personal
mengalami stres dan kejengkelan yang tinggi dengan hygieneadalahdasar dari kebersihan, keindahan, dan
perilaku anak autis mereka. Studi yang telah merupakan langkah awal menuju hidup sehat. Selain itu,

3
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

personal hygiene juga bagian penting dari kehidupan METODE


sehari-hari untuk melindungi diri dan selalu menjaga
kebersihan dan kesehatan. Penelitian mengenai peranan pola asuh orang tua
Namun, orangtua yang terlanjur stres akan kesulitan terhadap kemandirian personal hygiene pada anak autis
dalam memberikan pola asuh pada anak autis, sehingga ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
menyebabkan orang tua kesulitan bahkan menyerah Pendekatan penelitian kualitatif dipilih karena penelitian
untuk mengajarkan anak autis tentang kemandirian. ini menyoroti masalah yang terkait dengan perilaku dan
Padahal mengajarkan mengenai kemandirian adalah hal peranan manusia yakni peranan pola asuh orang tua dan
yang penting demi membentuk kepribadian anak autis di kemandirian personal hygiene anak autis, sehingga
masa yang akan datang. Selain itu, kemandirian perlu rincian tentang fenomena tersebut sulit diungkapkan jika
dipupuk dalam keperluan kebersihan diri atau personal menggunakan pendekatan lainnya atau pendekatan
hygiene yang meliputi kebersihan kulit, kebersihan gigi kuantitatif.
dan mulut, kebersihan telinga, hidung dan toileting. Hal Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3)
ini juga penting karena kemandirian personal hygiene mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah suatu
adalah suatu kegiatan untuk menjaga kebersihan diri yang prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-
harus dibiasakan dan dilakukan secara rutin demi kata yang bersifat deskriptif baik secara lisan atau
kesehatan yang optimal. tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dengan potensi Sedangkan menurut Sugiyono (2015:1) menjelaskan
menjadi mandiri. Penelitian yang dilakukan oleh Matson, bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode
et al dan Palmen, et al (dalam Mattson, 2016) penelitian yang digunakan untuk meneliti suatu kondisi
menemukan bahwa individu dengan autisme mengalami objek secara alamiah, dimana seorang peneliti adalah
kesulitan dalam kegiatan merawat diri (grooming and sebagai instrumen utama, teknik pengumpulan data
personal hygiene)dalam semua tingkat keberfungsian dan dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat
usia. Secara keseluruhan, masalah dalam perawatan diri induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan pada
teridentifikasi sebagai masalah yang sudah biasa terjadi makna daripada generalisasi.
pada individu dengan gangguan perkembangan autis. Hal Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif,
ini karena anak autis kurang mandiri dan mempunyai karena data yang yang diperoleh dari lapangan dan
masalah dengan fungsi kemandirian (Palmen et al, 2012). dipaparkan sesuai dengan kenyataan data yang ada.
Jika hal ini dibiarkan dengan pola asuh orang tua buruk, (Wahyudi dan Sujarwanto, 2014:28) mengatakan bahwa
maka anak autis akan semakin tidak peduli dengan tujuan penelitian deskriptif adalah membuat suatu
personal hygiene dirinya sendiri. Orang tua yang tidak gambaran keadaan atau suatu kegiatan secara sistematis,
memberi tindakan maupun bimbingan yang tepat pada faktual, dan akurat terhadap fenomena-fenomena atau
anak autis akan membuat anak autis terlihat kurang faktor-faktor dan karakteristik suatu populasi daerah
bersih, mudah terserang penyakit, dan pada akhirnya tertentu.
akan mengganggu perkembangannya. Penelitian dilaksanakan di rumah 5 siswa autis SDN
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, tiga Percobaan Surabaya. Penelitian ini dilakukan sesuai
anak autis yang ada di SDN Percobaan Surabaya kurang dengan masalah yang akan diteliti yaitu peranan pola
menyadari pentingnya personal hygine atau kebersihan asuh orang tua terhadap kemandirian personal hygiene
diri sendiri. Seorang anak autis yang diamati pada anak autis.
menunjukkan kurangnya sikap mandiri terhadap personal Sumber data dalam penelitian ini adalah anak autis
hygine. Ia jarang menggosok giginya sehingga giginya yang ada di SDN Percobaan Surabaya, orang tua anak
terlihat kuning dan kurang terawat. Sedangkan dua anak autis dan saudara kandungnya. Adapun anak autis yang
autis yang lain memiliki kebiasaan yang aneh, yakni memiliki saudara kandung adalah 4 anak, yakni 2 anak
setelah membersihkan kotoran hidung ia akan menghisap mempunyai kakak, dan 2 anak mempunyai adik.
jarinya. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dan Sehingga saudara kandung yang bisa diwawancarai
kemandirian anak autis terhadap kebersihan dirinya. adalah 2 orang kakak, karena 2 orang adik anak autis ini
Berdasarkan latar belakang di atas maka disini akan juga berkebutuhan khusus. Subjek dalam penelitian ini
dilakukan penelitian mengenai peranan pola asuh adalah 5 anak autis di SDN Percobaan Surabaya, beserta
orangtua terhadap kemandirian personal hygiene pada orang tua dan saudara kandungnya. Lima anak autis yang
anak autis. digunakan sebagai subjek terdiri dari seorang anak kelas
1, seorang orang anak kelas 2, seorang anak kelas 3,
seorang anak kelas 5, dan seorang anak kelas 6. Selain itu
data atau informasi juga dikumpulkan melalui aktivitas
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

peristiwa atau perilaku sebagai sumber data yang Tabel 3 Subjek dan Waktu Pelaksanaan Observasi
berkaitan dengan sasaran penelitian. Peristiwa atau tentang Kemandirian Personal Hygiene Anak Autis
aktivitas yang digunakan sebagai sumber data dalam Waktu Pelaksanaan
penelitian ini adalah kegiatan personal hygiene yang No Subjek Observasi Observasi
Pertama Kedua
dilakukan anak autis serta perilaku orang tua anak autis
1. AF 26 Februari 27 Februari
yang menunjukkan pola asuhnya. 2017 2017
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini 2. AA 11 Maret 2017 14 Maret 2017
adalah wawancara semi terstruktur yang termasuk dalam 3. IG 17 Maret 2017 21 Maret 2017
kategori in depth interview. Teknik wawancara ini dipilih 4. OT 2 Maret 2017 3 Maret 2017
karena pelaksanaannya lebih bebas dan dapat 5. AZ 8 Maret 2017 21 Maret 2017
menemukan permasalahan secara lebih terbuka Tabel 4 Subjek dan Waktu Pelaksanaan Observasi
(Sugiyono, 2015:73). Wawancara dalam penelitian ini tentang Pola Asuh Orang Tua Anak Autis
dilakukan kepada orang tua anak autis untuk mengetahui Waktu Pelaksanaan
No Subjek Observasi Observasi Observasi
pola asuh yang diterapkan orang tua dan kemandirian
Pertama Kedua Ketiga
anak autis dalam melakukan kegiatan personal hygiene 1. AF 26 27 28
atau kebersihan diri. Adapun waktu pelaksanaan Februari Februari Februari
wawancara sebagai berikut: 2017 2017 2017
Tabel 1. Subjek dan Waktu Pelaksanaan Wawancara 2. AA 11 Maret 14 Maret 15 Maret
tentang Kemandirian Personal Hygiene Anak Autis 2017 2017 2017
No Subjek Kode Waktu 3. IG 17 Maret 21 Maret 22 Maret
Subjek Pelaksanaan 2017 2017 2017
1. Orang tua AF AF 26 Februari 2017 4. OT 2 Maret 3 Maret 7 Maret
(NS) 2017 2017 2017
2. Orang tua AA AA 11 Maret 2017 5. AZ 8 Maret 21 Maret 23 Maret
(NW) 2017 2017 2017
3. Orang tua IG (PJ) IG 17 Maret 2017 Teknik keabsahan data yang digunakan dalam
4. Orang tua OT OT 2 Maret 2017 penelitian ini adalah triangulasi dan review informan.
(YN) Triangulasi merupakan cara yang paling umum
5. Orang tua AZ AZ 8 Maret2017 digunakan bagi peningkatan dalam validitas data dalam
(AQ)
penelitian kualitatif. Sedangkan menurut Wahyudi dan
Tabel 2 Subjek dan Waktu Pelaksanaan Wawancara Sujarwanto, (2014:81), beberapa teknik untuk menguji
tentang Pola Asuh Orang Tua Anak Autis keabsahan data yaitu triangulasi, review informan dan
No Subjek Kode Waktu member check. Menurut Sugiyono (2015: 125) triangulasi
Subjek Pelaksanaan dalam uji kredibilitas adalag suatu pengecekan data dari
1. Orang tua AF AF 28 Februari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
(NS) 2017 waktu. Sugiyono menyatakan ada tiga macam triangulasi,
Saudara AF 27 Februari yaitu :
(AR) 2017
a. Triangulasi sumber, yaitu menguji kredibilitas
2. Orang tua AA AA 14 Maret 2017
(NW) data dengan cara mengecek data yang telah
3. Orang tua IG IG 21 Maret 2017 diperoleh melalui beberapa sumber.
(PJ) b. Triangulasi teknik, yaitu menguji kredibilitas
4. Orang tua OT OT 3 Maret 2017 data dengan cara mengecek data pada sumber
(YN) yang sama dengan teknik yang berbeda.
5. Orang tua AZ AZ 21 Maret 2017 c. Triangulasi waktu, yaitu pengujian kredibilitas
(AQ) data dengan cara melakukan pengecekan dengan
Saudara AZ (FI) 21 Maret 2017
wawancara, observasi atau teknik lain dalam
Sedangkan observasi yang dilakukan adalah
observasi partisipasi pasif yakni peneliti datang ke tempat waktu atau situasi yang berbeda
kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian
dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2015:66). Observasi ini adalah triangulasi sumber, triangulasi teknik,
yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk triangulasi waktu dan review informan. Adapun
mengetahui pola asuh orang tua anak autis dan rinciannya triangulasi sumber untuk menggali informasi
kemandirian personal hygiene anak autis di rumahnya. pola asuh orang tua, yakni orang tua dan dua saudara
Adapun waktu pelaksanaan observasi adalah sebagai
kandung dari dua anak yang digunakan sebagai informan.
berikut:
Ketika tidak ada orang lain selain orang tua dan subjek

5
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

anak autis, maka akan dilakukan triangulasi waktu dan dapat berubah. Namun, jika kesimpulan awal tersebut
review informan. Triangulasi waktu dan review didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten,
informan dilakukan dengan menanyakan kembali maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
instrumen wawancara pada subjek atau menanyakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian
apakah yang telah ditulis merupakan suatu hal yang benar kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya
dan sudah disetujui oleh sumber data yang dilakukan di belum pernah ada. (Sugiyono, 2015:99). Temuan dapat
hari lain. Sedangkan dalam menggali informasi berupa deskripsi atau gambaran objek yang sebelumnya
kemandirian personal hygiene anak autis menggunakan masih belum jelas sehingga diteliti menjadi jelas.
triangulasi teknik, yakni dengan observasi dan Deskripsi ini dapat berupa hubungan kausal atau
wawancara. Selain itu, triangulasi teknik juga digunakan interaktif, hipotesis atau teori.
untuk menggali informasi tentang pola asuh orang tua, Pengumpulan Data Penyajian Data
yakni dengan wawancara dan observasi. (Data collection) (Data display)
Sedangkan, teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini analisis data menggunakan model Miles,
Huberman, & Saldana. Pemilihan analisis data dengan Penarikan Kesimpulan dan
menggunakan model ini didasarkan pada kajian penelitian Kondensasi Data Verifikasi (Conclusion:
terdahulu yang banyak menggunakan model serupa, lebih (Data condensation) drawing and verification)
lanjut model Miles, Huberman, & Saldana juga mutakhir Bagan 1 Komponen dalam analisis data (interactive
karena terakhir kali direvisi pada tahun 2014. Model model) (Miles,dkk, 2014:33)
analisis terbaru dari Miles, Huberman, & Saldana
(2014:30-32) meliputi : HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondensasi Data (Data Condensation) Hasil
Kondensasi data adalah meliputi proses memilih, Hasil penelitian ini mendeskripsikan beberapa hal yakni,
memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, dan 1) pola asuh orang tua anak autis di SDN Percobaan
atau mentransformasikan seluruh data yang muncul Surabaya, 2) kemandirian personal hygiene pada anak
dalam kegiatan penelitian. Miles, dkk (2014: 31) autis di SDN Percobaan Surabaya, dan 3) peranan pola
menghindari kata reduksi data (data reduction) yang asuh orang tua terhadap kemandirian personal hygiene
mereka ungkapkan dalam teori sebelumnya karena istilah pada anak autis di SDN Percobaan Surabaya.
tersebut merujuk pada mengurangi data yang membuat 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Autis di SDN
penelitian makin lemah dan menghilangkan suatu hal Percobaan Surabaya
dalam proses penelitian. Sedangkan teori terbaru mereka a. Subjek AF (Kelas 1)
yakni kondensasi data (data condensation) berarti Hasil wawancara baik pada orang tua maupun anak
membuat data semakin kuat karena data yang didapat (saudara kandung subjek) menunjukkan bahwa orang tua
selama penelitian tidak dihilangkan melainkan lebih banyak bersikap demokratis terhadap anak dengan
dikumpulkan, dirangkum, dan digabungkan dengan data menjawab hal-hal yang menunjukkan pola asuh
lainnya. authoritative paling banyak, yakni sebanyak 14
2. Penyajian Data (Data Display) pertanyaan pada nomor, 31 sampai 45, terkecuali nomor
Setelah melalui kondensasi data, maka langkah 41. Sedangkan kakaknya, AR menjawab 14 pertanyaan
selanjutnya adalah menyajikan data. Dan menurut Miles mengenai pola asuh authoritative pada nomor, 31 sampai
dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015:95) yang paling 45 terkecuali pada nomor 34. Orang tua mendengarkan
sering digunakan dalam menyajikan data pada penelitian apa yang anak inginkan, memberi kata-kata pendorong
kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Namun, pada anak, menegur pada hal yang tidak mencerminkan
penyajian data dapat disajikan ke dalam bentuk matrik, kesopanan, dan berbicara dengan pelan saat menasihati
grafik, chart, dan network (jejaring kerja) (Miles, dkk, anak. Orang tua tidak menjadwalkan kegiatan anak,
2014: 32). Penyajian data akan memudahkan untuk namun orang tua memberikan kotrol terhadap kegiatan
memahami apa yang terjadi dan apa yang sudah diteliti, anak. Anak juga diperbolehkan bermain ke luar rumah
sehingga dapat merencanakan langkah kerja selanjutnya asalkan dengan izin orang tua. Orang tua terkadang
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. melarang anak bermain karena ada alasan tertentu,
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion misalkan panas dan nantinya anak akan capai serta sesak
drawing/Verifying) nafas. Orang tua tidak menuntut anak menjadi apa yang
Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles orang tua mau, namun orang tua membebaskan serta
dkk, (2014: 32) adalah penarikan kesimpulan dan tetap memberi arahan serta memfasilitasi. Contohnya
verifikasi. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan adalah saat ada lomba, orang tua menyarankan anak agar
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

mengikuti dan memberi kesempatan anak untuk memenuhi perintah orang tua. Selain itu, orang tua juga
memutuskan. Namun terkadang orang tua menunjukkan bersikap tegas pada anak, memberikan kontrol yang
pola asuh authoritarian atau otoriter. Hal ini ditunjukkan tinggi pada anak serta suka menyuruh anak dalam
dengan hasil dengan NS menjawab hal-hal yang melakukan suatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa orang
menunjukkan pola asuh authoritarian cukup banyak, tua juga menerapkan pola asuh authoritarian sebagai
yakni sebanyak 9 pertanyaan dan AR yang menjawab pola asuh sekundernya.
hal-hal yang menunjukkan pola asuh authoritarian cukup b. Subjek AA (Kelas 2)
banyak, yakni sebanyak 9 pertanyaan pula pada nomor 2, Hasil wawancara pada orang tua menunjukkan
3, 4, 9, 10, 11, 12, 14, dan 15. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua lebih banyak bersikap demokratis dan
bahwa orang tua bersikap tegas pada anak-anaknya. memberikan pola asuh authoritative terhadap anak,
Beberapa hal yang membuktikan itu adalah orang tua yakni dengan menjawab menjawab hal-hal yang
memarahi dan menghukum anak jika anaknya melakukan menunjukkan pola asuh authoritative paling banyak,
kesalahan, menginginkan anak menuruti semua perintah yakni sebanyak 14 pertanyaan pada nomor, 31 sampai 45,
orang tua, sering menyuruh, dan memaksa anak untuk terkecuali nomor 34.. Orang tua mendengarkan apa yang
bisa melakukan kegiatan kebersihan sendiri. Hukuman anak inginkan, menegur anak jika anak tidak segera
yang diberikan biasanya tidak diberi uang saku dan tidak melakukan kegiatan kebersihan, menegur saat tidak
diperbolehkan menggunakan smartphone dalam waktu sopan. Namun, cara menegur ibu dengan pelan dan
tertentu. Orang tua sangat sedikit menunjukkan sikap memberi pengertian saat anak melakukan kesalahan.
permissive, yakni NS menjawab hal-hal yang Orang tua juga memberi fasilitas kepada anak misalnya
menunjukkan pola asuh permissive paling sedikit, yakni dengan memasang internet di rumah dan memfasilitasi
sebanyak 5 pertanyaan pada nomor, 16, 20, 28, 29, dan dalam program terapi program terapi yang
30. Orang tua membebaskan kegiatan anak di rumah dan memungkinkan perilaku anak semakin baik. Hal ini
membebaskan anak belajar tanpa didampingi. Hal ini karena AA termasuk autis dan hiperaktif sehingga
sesuai dengan AR yang hanya menjawab hal-hal yang memerlukan terapi perilaku. Selain itu orang tua juga
menunjukkan pola asuh permissive sebanyak 3 sangat perhatian terhadap saudara kandung AA yakni SN
pertanyaan pada nomor 20, 28, dan 30. yang menyandang autis pula. Orang tua juga memberikan
Hasil observasi yang dilakukan di rumah juga terapi yang baik yang mereka bisa untuk kedua anaknya
menunjukkan hal yang sama yakni menunjukkan pola yang berkebutuhan khusus. Orang tua juga sering
asuh authoritarian dan authoritative. Orang tua suka memberi kata-kata pendorong pada AA dengan
menyuruh anak autis dan saudaranya, baik kegiatan untuk menjadikan teman sekelas AA sebagai motivasi. Hasil
anak autis sendiri maupun untuk orang tuanya. Pola asuh wawancara juga menunjukkan bahwa orang tua juga
authoritative ditunjukkan dengan menegur anak saat memberikan pola asuh authoritarian atau otoriter. Hal ini
melakukan hal yang kurang sopan, berbicara dengan ditunjukkan dengan orang tua menjawab hal-hal yang
pelan saat menegur anak, banyak menghabiskan waktu menunjukkan pola asuh authoritarian cukup banyak,
bersama anak di rumah, menanyai kedua anaknya yakni sebanyak 9 pertanyaan pada nomor 1, 2, 3, 4, 8, 9,
kegiatan saat di sekolah, serta memenuhi kebutuhan anak 11, 14, dan 15., yang berarti orang tua bersikap tegas
saat anak membutuhkan. Saat anak melakukan hal yang pada anak-anaknya. Beberapa hal yang membuktikan itu
kurang sopan, misalnya saat anak teriak-teriak adalah orang tua menginginkan anak menuruti semua
mendengarkan kartun atau berjalan-jalan di depan tamu, perintah orang tua, sering menyuruh anak, memarahi
ibunya menegurnya. Pola asuh permissive kurang anak jika tidak melakukan perintah, dan memaksa anak
ditunjukkan oleh NS selaku orang tua AF. NS selalu untuk bisa melakukan kegiatan kebersihan sendiri. Orang
berada di rumah dan tidak bekerja. Selain itu, NS selalu tua memarahi dan menghukum anak jika anaknya
mengingatkan kakak AA untuk mandi saat sore, tidak melakukan kesalahan. Hukuman yang diberikan biasanya
membiarkan anak bermain dimanapun anak ingin adalah menyita gadget yang digunakan anak untuk
bermain. Orang tua tidak membebaskan anak melakukan bermain selama 3 hingga 4 hari. Orang tua sangat sedikit
hal apapun serta tidak selalu menuruti tiap keinginan menunjukkan sikap permissive, yakni orang tua
anak. membebaskan kegiatan anak di rumah dan membiarkan
Dari hasil wawancara, dan observasi di atas, maka anak melakukan kebersihan dirinya sendiri dan tidak
orang tua AF yaitu NS termasuk ke dalam pola asuh membuatkan jadwal kegiatan anak sehari-hari. Dan orang
authoritative dan authoritarian. Sehingga dalam hal ini tua sedikit menunjukkan sikap permissive, yakni dengan
pola asuh orang tua AF cenderung dan dominan pada menjawab hal-hal yang menunjukkan pola asuh
pola asuh authoritative, karena memberi kebebasan pada permissive paling sedikit, yakni sebanyak 4 pertanyaan
anak namun juga akan menegur anak saat anak tidak pada nomor, 16, 20, 29, dan 30.

7
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

AA mempunyai saudara kandung yakni adik untuk mengetahui kegiatan dan apa yang dibeli di sekolah.
perempuannya, SN yang berusia 3,5 tahun yang juga Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa orang tua juga
menyandang autis. Oleh karena itu, wawancara tidak memberikan pola asuh authoritarian atau otoriter. Hal ini
dilakukan pada saudara kandung. ditunjukkan dengan hasil wawancara mengenai pola asuh
Hasil observasi yang dilakukan di rumah juga authoritarian orang tua menjawab hal-hal yang
menunjukkan hal yang sama yakni pola asuh yang menunjukkan pola asuh authoritarian cukup banyak,
dominan digunakan orang tua AA adalah pola asuh yakni sebanyak 9 pertanyaan pada nomor 1 , 2, 3, 4, 8, 9,
authoritative dan authoritarian sebagai pola asuh 11, 12, dan 15 yang berarti orang tua juga bersikap tegas
sekunder. Orang tua suka menyuruh anak, misalnya pada anak-anaknya. Pola asuh authoritarian yang
membeli barang di warung. Dan memarahi anak saat ditunjukkan orang tua dalam mengasuh anak yaitu
tidak memenuhi apa yang diinginkan. Sedangkan pola memarahi jika anak tidak melakukan perintah dan
asuh authoritative ditunjukkan dengan menegur anak saat melakukan kesalahan. Namun orang tua tidak memberi
melakukan hal yang kurang sopan, misalnya saat anak hukuman, namun memarahi dan menasihati anak.
berteriak-teriak saat bermain pada siang hari yang jelas Misalnya orang tua mendapat laporang dari teman anak,
akan mengganggu tetangga. Orang tua juga berbicara GPK atau wali murid lain bahwa IG jahil di sekolah, maka
dengan pelan saat menegur anak, banyak menghabiskan sepulang sekolah orang tua akan memarahi anak sampai
waktu bersama anak di rumah, serta memenuhi anak menangis dengan nada yang keras. Setelah anak
kebutuhan anak saat anak membutuhkan. menangis, barulah orang tua akan menasihati dan
Dari hasil wawancara, dan observasi di atas, orang memberi pengertian anak dengan nada pelan. Orang tua
tua AA yaitu NW termasuk ke dalam pola asuh menginginkan anak menuruti semua perintah orang tua,
authoritative dan authoritarian. Sehingga dalam hal ini sering menyuruh anak, dan menginginkan anak untuk
pola asuh orang tua AA cenderung dan dominan pada mengikuti semua perintah orang tua. Perintah yang
pola asuh authoritative, karena memberi kebebasan pada diberikan orang tua biasanya mengambilkan sesuatu,
anak namun juga akan menegur anak saat anak tidak menutup pintu gerbang saat malam hari. Orang tua sangat
memenuhi perintah orang tua. Selain itu, orang tua juga sedikit menunjukkan sikap permissive, yakni PJ
bersikap tegas pada anak, memberikan kontrol yang menjawab hal-hal yang menunjukkan pola asuh
tinggi pada anak serta suka menyuruh anak dalam permissive paling sedikit, yakni sebanyak 4 pertanyaan
melakukan suatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa orang pada nomor 16, 27, 29, dan 30. Dalam hal ini, orang tua
tua juga menerapkan pola asuh authoritarian sebagai membebaskan kegiatan anak di rumah dan membebaskan
pola asuh sekundernya. anak untuk masalah jam belajar sesuai keinginan anak dan
tidak membuatkan jadwal kegiatan anak sehari-hari.
c. Subjek IG (Kelas 3) IG mempunyai saudara kandung yakni adik laki-
Hasil wawancara pada orang tua menunjukkan bahwa lakinya, MA yang berusia 4 tahun yang juga berkebutuhan
orang tua lebih banyak memberikan pola asuh khusus hiperaktif. Oleh karena itu, wawancara tidak
authoritative terhadap anak, yakni menjawab hal-hal dilakukan pada saudara kandung.
yang menunjukkan pola asuh authoritative paling banyak, Hasil observasi yang dilakukan di rumah juga
yakni sebanyak 14 pertanyaan pada nomor 31 sampai 45, menunjukkan hal yang sama yakni pola asuh yang
terkecuali nomor 31. Orang tua mendengarkan apa yang dominan digunakan orang tua IG adalah pola asuh
anak inginkan, menegur anak jika anak tidak segera authoritative dan authoritarian sebagai pola asuh
melakukan kegiatan kebersihan, menegur saat tidak sopan sekunder. Orang tua suka menyuruh anak, misalnya
saat di rumah dan di sekolah. Orang tua memberi mengambilkan sesuatu, bernada keras saat memerintah
pengertian saat anak melakukan kesalahan dengan nada anak, dan memarahi anak saat tidak memenuhi apa yang
yang pelan. Orang tua juga memberi fasilitas kepada anak dia inginkan. Sedangkan pola asuh authoritative
misalnya dengan memasang internet di rumah dan ditunjukkan dengan menegur anak saat melakukan hal
mengikutkan anak pada bimbingan belajar agar anak yang kurang sopan, misalnya saat anak berlarian sambil
semakin mampu mengikuti pelajaran. Orang tua juga tidak memakai baju. Orang tua juga berbicara dengan
memberikan layanan yang baik bagi adik IG. Misalnya pelan saat menegur anak. Orang tua banyak
dengan memindahkan adik IG dari sekolah satu ke menghabiskan waktu bersama anak di rumah, serta
sekolah lain supaya lebih terkontrol dan dapat ditangani. memenuhi kebutuhan anak saat anak membutuhkan.
Hal ini dikarenakan adik IG memiliki gejala gangguan Sepulang sekolah, orang tua juga menanyai anak tentang
perhatian dan hiperaktif yang sering keluar kelas. Orang kegiatan di sekolah dan apa yang sudah dibeli di sekolah.
tua juga sering memberi kata-kata pendorong pada anak. Ketika ada hal yang tidak disukai, orang tua langsung
Orang tua juga selalu menanyai kegiatan anak di sekolah menegur anak. Misalnya uang jajannya digunakan untuk
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

membeli mie instan, orang tua langsung menasihati anak sendiri. OT merupakan anak tunggal sehingga wawancara
untuk tidak membelinya lagi. Dari hasil wawancara, dan bersama saudara tidak memungkinkan untuk dilakukan.
observasi di atas, orang tua IG yaitu PJ termasuk ke Hasil observasi yang dilakukan di rumah juga
dalam pola asuh authoritative dan authoritarian. Sehingga menunjukkan hal yang sama yakni pola asuh yang
dalam hal ini pola asuh orang tua IG cenderung dan dominan digunakan orang tua adala pola asuh
dominan pada pola asuh authoritative, karena memberi authoritative dan authoritarian sebagai pola asuh
kebebasan pada anak namun juga akan menegur anak saat sekunder. Orang tua sering menyuruh anak, misalnya
anak tidak memenuhi perintah orang tua. Selain itu, orang mengambilkan sesuatu. Jika permintaannya tidak dituruti,
tua juga bersikap tegas pada anak, memberikan kontrol orang tua akan membentak dan memarahi anak.
yang tinggi pada anak serta suka menyuruh anak dalam Sedangkan pola asuh authoritative ditunjukkan dengan
melakukan suatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa orang menegur anak saat melakukan hal yang kurang sopan,
tua juga menerapkan pola asuh authoritarian sebagai pola misalnya menegur anak saat OT tiduran saat ada tamu
asuh sekundernya. dan berteriak-teriak saat menonton televisi pada siang
hari yang jelas akan mengganggu tetangga. Orang tua
d. Subjek OT (Kelas 5) banyak menghabiskan waktu bersama anak di rumah,
Hasil wawancara pada orang tua menunjukkan sehingga bisa menanyai kegiatan anak serta memenuhi
bahwa orang tua lebih banyak bersikap demokratis dan kebutuhan anak saat anak membutuhkan. Selain itu,
memberikan pola asuh authoritative terhadap anak. Dari orang tua memberikan semangat pada OT dengan kata-
15 pertanyaan yang diberikan, YN menjawab hal-hal kata yang memotivasi.
yang menunjukkan pola asuh authoritative paling Dari hasil wawancara, dan observasi di atas, orang
banyak, yakni sebanyak 12 pertanyaan pada nomor 31, tua OT yaitu YN termasuk ke dalam pola asuh
33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43, dan 44. Orang tua authoritative dan authoritarian. Dalam hal ini pola asuh
mendengarkan apa yang anak inginkan, menegur anak orang tua OT cenderung dan dominan pada pola asuh
jika anak tidak segera melakukan kegiatan kebersihan, authoritative, karena memberi kebebasan pada anak
menegur saat tidak sopan. Orang tua memberikan namun juga akan menegur anak saat anak tidak
pengertian saat menegur anak. Orang tua juga memberi memenuhi perintah orang tua. Selain itu, orang tua juga
fasilitas kepada anak misalnya dengan memberi laptop di bersikap tegas pada anak, memberikan kontrol yang
rumah dan memfasilitasi dalam pembelajaran yang tinggi pada anak serta suka menyuruh anak dalam
memungkinkan anak mengikuti pelajaran semakin baik. melakukan suatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa orang
Selain itu orang tua menyusun dan memberi petunjuk tua juga menerapkan pola asuh authoritarian sebagai
yang jelas terkait aturan untuk anak. Orang tua juga pola asuh sekundernya.
selalu memberi kata-kata pendorong semangat untuk OT.
Orang tua membolehkan anak untuk menonton televisi e. Subjek AZ (Kelas 6)
dan bermain gadget dengan memberi batasan. Orang tua Hasil wawancara baik pada orang tua maupun anak
juga selalu menanyai anak ingin kemana saat liburan tiba. (saudara kandung subjek) menunjukkan bahwa orang tua
Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa orang tua lebih banyak bersikap demokratis terhadap anak dengan
juga memberikan pola asuh authoritarian atau otoriter. hasil jawaban antara AQ dan FI yang sama-sama
Hal ini ditunjukkan dengan hasil pola asuh authoritarian. menjawab pertanyaan pada pola asuh authoritative,
YN menjawab hal-hal yang menunjukkan pola asuh paling banyak, yakni semua pertanyaan dalam aaspek
authoritarian cukup banyak, yakni sebanyak pertanyaan pertanyaan pola asuh authoritative sebanyak 15
pada nomor 1, 4, 8, 9, 10, 11, 12, dan 15 Orang tua pertanyaan pada nomor 31 sampai 45. Dalam hal ini,
bersikap tegas pada anak. Beberapa hal yang orang tua mendengarkan apa yang anak inginkan,
membuktikan itu adalah orang tua memarahi jika memberi kata-kata pendorong pada anak, menegur pada
anaknya melakukan kesalahan dan tidak melakukan hal yang tidak mencerminkan kesopanan, dan berbicara
perintah. Sehingga orang tua menginginkan anak dengan pelan saat menasihati anak. Orang tua tidak
menuruti semua perintah orang tua. Orang tua juga sering menjadwalkan kegiatan anak, namun orang tua
menyuruh anak, memaksa anak untuk bisa melakukan memberikan kontrol terhadap kegiatan anak. Anak juga
kegiatan kebersihan sendiri. Orang tua juga melarang diperbolehkan bermain ke luar rumah asalkan dengan izin
anak untuk bermain ke luar rumah. Dalam hal ini, orang orang tua. Orang tua terkadang melarang anak bermain
tua sangat sedikit menunjukkan pola asuh permissive, bersama temannya karena ada alasan tertentu, misalkan
yakni hanya menjawab 1 pertanyaan pada nomor 30, temannya bukan anak yang baik. Orang tua tidak
orang tua membebaskan anak memilih cita-citanya menuntut anak menjadi apa yang orang tua mau, namun
orang tua membebaskan serta tetap memberi arahan serta

9
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

memfasilitasi. Contohnya adalah anak gemar membaca, hal apapun serta tidak selalu menuruti tiap keinginan
sehingga orang tua membelikan buku-buku atau novel. anak
Namun orang tua menunjukkan pola asuh authoritarian Dari hasil wawancara, dan observasi di atas, maka
atau otoriter yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan orang tua AZ yaitu AQ termasuk ke dalam pola asuh
dengan AQ menjawab hal-hal yang menunjukkan pola authoritative dan authoritarian. Sehingga dalam hal ini
asuh authoritarian cukup banyak, yakni sebanyak 11 pola asuh orang tua AZ cenderung dan dominan pada
pertanyaan pada nomor, 1, 2, 3, 4, 8, 9, 11, 12, 13, 14, pola asuh authoritative, karena memberi kebebasan pada
dan 15 dan FI menjawab hal-hal yang menunjukkan pola anak namun juga akan menegur anak saat anak tidak
asuh authoritarian sebanyak 8 pertanyaan pada nomor 1, memenuhi perintah orang tua. Selain itu, orang tua juga
2, 3, 4, 9, 11, 12, dan 15. Sehingga hal ini membuktikan bersikap tegas pada anak, memberikan kontrol yang
bahwa orang tua memarahi dan menghukum anak jika tinggi pada anak serta suka menyuruh anak dalam
anaknya melakukan kesalahan, sering menyuruh, dan melakukan suatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa orang
memaksa anak untuk bisa melakukan kegiatan kebersihan tua juga menerapkan pola asuh authoritarian sebagai
sendiri. sehingga dalam hal ini, orang tua menginginkan pola asuh sekundernya.
anak menuruti semua perintah orang tua. Orang tua juga
memarahi dan mmenghukum jika anak tidak melakukan f. Kesimpulan Pola Asuh Orang Tua Anak Autis di
perintah. Hukuman yang diberikan biasanya tidak diberi SDN Percobaan Surabaya.
uang saku dan tidak diperbolehkan menggunakan Maka, kesimpulan dari fokus penelitian pola asuh
smartphone dalam waktu tertentu. Orang tua sedikit orang tua anak autis di SDN Percobaan Surabaya yakni
menunjukkan sikap permissive, yakni AQ menjawab hal- seluruh orang tua anak autis yang terdiri dari 5 anak
hal yang menunjukkan pola asuh permissive paling autis dan 5 orang tua di SDN Percobaan Surabaya
sedikit, yakni sebanyak 5 pertanyaan pada nomor, 16, 20, menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola asuh
27, 29, dan 30 dan FI menjawab hal-hal yang dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh
menunjukkan pola asuh permissive paling sedikit, yakni sekunder. Sehingga, jika dituliskan dalam persentase
hanya sebanyak 5 pertanyaan pada nomor 16, 20, 27, 28, adalah 100%= 100 % pola asuh orang tua anak
dan 30. Dalam hal ini, orang tua membebaskan kegiatan
anak di rumah, membiarkan anak melakukan kegiatan autis di SDN Percobaan Surabaya menerapkan pola asuh
kebersihan sendiri dan membebaskan anak untuk masalah authoritative sebagai pola asuh dominan dan pola asuh
jam belajar, dan tidak membuatkan jadwal kegiatan authoritarian sebagai pola asuh sekunder.
sehari-hari.
Hasil observasi yang dilakukan di rumah juga 2. Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
menunjukkan hal yang sama yakni pola asuh yang di SDN Percobaan Surabaya
dominan digunakan orang tua AZ adalah pola asuh a. Subjek AF (Kelas 1)
authoritative dan authoritarian sebagai pola asuh Dari hasil wawancara bersama NS selaku orang tua
sekunder. Orang tua suka menyuruh anak autis dan dan observasi terhadap AF, dapat disimpulkan bahwa AF
saudaranya, baik kegiatan untuk anak autis sendiri adalah anak autis yang kurang mandiri dalam kegiatan
maupun untuk orang tuanya. Orang tua akan memarahi personal hygiene. Dalam mencuci tangan, AF mampu
anak saat anak tidak melakukan perintah. Orang tua juga mencuci tangan seadanya. Jika harus menggunakan
suka memarahi anak jika melakukan kesalahan. Pola asuh sabun, maka harus diperintah dengan verbal. Sikap AF
authoritative ditunjukkan dengan menegur anak saat saat tangannya kotor, kurang ada respon. Dan sikapnya
melakukan hal yang kurang sopan, berbicara dengan jika disuruh mencuci tangan pasti akan langsung
pelan saat menegur anak, banyak menghabiskan waktu dikerjakan. AF belum biasa mencuci tangan tanpa
bersama anak di rumah, menanyai kedua anaknya disuruh. AF belum mampu mencuci tangan sendiri
kegiatan saat di sekolah, serta memenuhi kebutuhan anak dengan sabun batang.
saat anak membutuhkan. Saat anak melakukan hal yang Dalam menyisir rambut, AF belum mampu menyisir
kurang sopan, misalnya saat anak teriak-teriak rambut. Sikap AF saat rambutnya berantakan belum ada
mendengarkan kartun atau berjalan-jalan di depan tamu, respon, dan sikapnya jika disuruh langsung dikerjakan.
ibunya menegurnya. Pola asuh permissive kurang AF belum biasa menyisir rambut tanpa disuruh. AF
ditunjukkan oleh NS selaku orang tua AF. NS selalu belum bisa menyisir rambut dengan sisir.
berada di rumah dan tidak bekerja. Selain itu, NS selalu Dalam kegiatan mencuci rambut, menurut wawancara
mengingatkan kakak AA untuk mandi saat sore, tidak dengan NS selaku ibu AF, AF belum mampu mencuci
membiarkan anak bermain dimanapun anak ingin rambut sendiri. NS tetap mengikuti AF di kamar mandi
bermain. Orang tua tidak membebaskan anak melakukan dan menaruhkan sampo di kepala AF dan menyuruh AF
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

menggosok rambutnya. Dalam menyiram, AF juga belum mampu mencuci tangan sendiri. AA sudah memiliki
berani, sehingga belum maksimal bersihnya dan masih kesadaran dan respon saat tangannya kotor dia pasti akan
memerlukan bantuan NS untuk membersihkan. Saat langsung mencuci tangan. AA sudah biasa mencuci
rambutnya kotor AF tidak memiliki kesadaran dan hanya tangan tanpa disuruh. AA mampu mencuci tangan
cuek. Namun, saat disuruh untuk mencuci rambut, AF dengan sabun cair maupun sabun batang.
langsung melakukannya. Meskipun sudah dibiasakan Dalam hal menyisir rambut, AA masih belum bisa
keramas setiap hari, NS mengatakan bahwa ia harus menyisir rambut sendiri. Jika AA menyisir sendiri
menyuruh AF terlebih dahulu dalam memulai kadang masih belum rapi sehingga orang tuanya
kegiatannya. membantu menyisirkan, AA belum ada kesadaran dan
Dalam kegiatan toilet training, AF masih respon saat rambutnya berantakan. Dan jika disuruh
membutuhkan bantuan secara verbal dalam kegiatan untuk menyisir rambut pasti akan langsung dikerjakan.
buang air kecil. AF juga sudah memiliki kesadaran saat AA sudah biasa menyisir rambut tanpa disuruh sesuai
ingin buang air kecil dan langsung berangkat ke kamar rutinitasnya setelah mandi. AA belum bisa menyisir
mandi. Namun dalam membersihkan kemaluannya NS rambut dengan sisir. Sehingga terlihat tidak rapi dan
mengaku masih memerintah AF dalam membersihkan perlu dibantu.
kemaluannya. AF juga sudah memiliki kesadaran dalam Dalam kegiatan mencuci rambut, menurut wawancara
merasakan ingin buang air besar atau tidak sehingga ia dengan NW selaku ibu AA, AA sudah mampu mencuci
tidak pernah buang air kecil maupun besar di celana sejak rambut sendiri sekarang dengan menggunakan shower.
kelas TK-A. Dalam kegiatan buang air besar, AF masih AA juga sudah pasti tahu waktu-waktunya untuk mencuci
belum mampu dalam membersihkan kemaluan dan rambut sendiri. AA menghafal rutinitasnya untuk
anusnya setelah buang air besar. Menurut NS, sampai mencuci rambut setiap dua hari sekali, misalnya jika hari
sekarang AF masih dibantu dalam kegiatan buang air ini tidak mencuci rambut maka keesokan sorenya dia
besar. Tetapi AF sudah mampu dalam mengenali alat pasti berkata untuk ingin mencuci rambut. Sehingga AA
untuk toilet training, misalnya kran air untuk sudah mampu mencuci rambut tanpa disuruh. NW
membersihkan kemaluan setelah buang air kecil, dan mengaku AA sudah mampu mencuci rambut
gayung untuk membersihkan kemaluan setelah buang air menggunakan sampo secara mandiri sejak AA duduk di
besar. Namun dalam penggunaannya, AF hanya mampu kelas dua sekarang ini.
menggunakan kran air untuk membasuh kemaluannya Dalam kegiatan toilet training, AA sudah mampu
setelah buang air kecil. dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam buang
Dalam kegiatan mandi, AF masih membutuhkan air besar, ia sudah mandiri juga saat kelas dua sekarang
bantuan orang tua. Bantuan orang tua yang diberikan ini. AA sudah mampu melakukan buang air besar dan
secara fisik sehingga cenderung terkesan memandikan buang air kecil sendiri tanpa bantuan orang tua. AA juga
anak. Sebenarnya orang tua pernah memberikan sudah mampu mengenali dan menggunakan alat untuk
kesempatan anak untuk mandi sendiri, tetapi jika toilet training, misalnya gayung, sabun.
dibiarkan sendiri orang tua merasa anak belum maksimal Dalam kegiatan mandi, AA sudah mampu secara
sehingga perlu dibantu. Sikap saat badannya kotor pun mandiri dan tidak membutuhkan bantuan orang tua.
AF cuek-cuek saja. Bahkan orang tuanya mengaku Sikap atau perilaku AA saat badannya kotor langsung
bahwa dalam menyuruh mandi, terkadang harus kejar- minta mandi dan berangkat ke kamar mandi. saat diminta
kejaran dulu karena AF tidak mau mandi. AF sudah biasa dan disuruh untuk mandi, AA langsung mengerjakan. AA
mandi dua kali sehari namun harus diperintah lebih dulu. juga sudah mampu mandi sendiri menggunakan sabun
Dalam kegiatan menggosok gigi, AF belum mampu batang, karena jika menggunakan sabuncair akan dipakai
menggosok gigi tanpa bantuan orang tua, sehingga orang mainan dan cepat habis jika dipakai AA. AA juga sudah
tua selalu memberikan bantuan baik secara verbal biasa mandi minimal dua kali dalam sehari.
maupun fisik. Sikap AF saat giginya kotor atau kurang AA sudah mampu menggosok gigi tanpa bantuan
nyaman belum ada respon ata kesadaran, dan jika disuruh orang tua. Sikap AA saat giginya kurang nyaman akan
untuk meggosok gigi terkadang tidak mau. AF mampu lapor dan menggosok giginya. Dan jika disuruh
meletakkan pasta gigi di atas sikat gigi. menggosok gigi pasti akan langsung dikerjakan AA
sudah biasa menggosok gigi tanpa disuruh. AA sudah
b. Subjek AA (Kelas 2) mampu meletakkan pasta gigi di atas sikat gigi.
Dari hasil wawancara bersama NW selaku orang tua
dan observasi terhadap AA, dapat disimpulkan bahwa c. Subjek IG (Kelas 3)
AA adalah anak autis yang mandiri dalam kegiatan Dari hasil wawancara bersama PJ selaku orang tua dan
personal hygiene. Dalam hal mencuci tangan, AA observasi terhadap IG, dapat disimpulkan bahwa IG

11
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

adalah anak autis yang mandiri dalam kegiatan personal dan inisiatif dalam hal mandi. IG juga sudah mampu
hygiene. IG mampu mencuci tangan sendiri. IG sudah mandi sendiri dengan menggunakan sabun cair maupun
memiliki kesadaran saat merasa tangannya kotor, sabun batang.
misalnya mengelap dengan tisu dan mencuci tangan. dan IG belum mampu menggosok gigi tanpa bantuan
jika disuruh mencuci tangan dia pasti akan laksanakan. IG orang tua. Sehingga orang tua harus membantu. IG belum
belum biasa mencuci tangan tanpa disuruh, terkadang merespon saat giginya kotor atau kurang nyaman. Dan
orang tua masih menyuruh. IG mampu mencuci tangan sikapnya jika disuruh menggosok gigi sering tidak mau.
dengan sabun cair. IG harus disuruh dalam menggosok gigi. IG sudah
IG masih belum mampu menyisir rambut sendiri. IG mampu meletakkan pasta gigi di atas sikat gigi
masih belum memiliki kesadaran dan belum merespon
saat rambutnya berantakan. Dan saat disuruh menyisir d. Subjek OT (Kelas 5)
rambut terkadang mau, terkadang rewel. IG belum biasa Dari hasil wawancara bersama YN selaku orang tua
menyisir rambut tanpa disuruh, sehingga harus disuruh dan observasi terhadap OT, dapat disimpulkan bahwa OT
atau dipaksa. IG belum mampu menyisir rambut dengan adalah anak autis yang mandiri dalam kegiatan personal
sisir. hygiene. OT sudah mampu mencuci tangan sendiri tanpa
Dalam kegiatan ini, menurut wawancara dengan PJ bantuan orang tua. OT sudah merespon saat tangannya
selaku ibu IG, IG sudah mulai mampu mencuci rambut kotor. Ia akan melapor pada ibunya, lalu mengelap dengan
sendiri sekarang dengan menggunakan shower. Dalam hal tisu dan mencuci tangan. Dan jika diminta mencuci tangan
ini, PJ masih harus menyuruh IG untuk mencuci rambut, langsung dikerjakan. Tetapi terkadang, OT masih harus
karena IG belum terbiasa mencuci rambut secara teratur disuruh untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
jika tidak disuruh dulu. Sewaktu kegiatan pun PJ juga makan. OT sudah mampu mencuci tangan sendiri dengan
mengontrol dan membantu secara verbal terhadap IG di sabun cair.
kamar mandi, misalnya PJ menyuruh IG untuk Dalam kegiatan menyisir rambut, OT mampu menyisir
menggosok rambutnya setelah diberi sampo dan rambut sendiri, meskipun belum rapi. OT cuek saja saat
menyiram. Menurut PJ, IG bisa mencuci rambut sendiri rambutnya berantakan. Dan jika disuruh untuk menyisir
tanpa bantuan orang tua secara fisik, namun harus dibantu rambut akan langsung dilakukan. OT belum biasa
secara verbal dengan omongan. IG juga sudah mampu menyisir rambut tanpa disuruh, sehingga harus disuruh.
mencuci rambut dengan sampo. IG mencuci rambut 2 3 OT mampu menyisir rambut dengan sisir.
kali seminggu. Menurut wawancara dengan YN selaku ibu OT, OT
Dalam kegiatan toilet training, PJ mengaku bahwa IG sudah mampu mencuci rambut sendiri tanpa bantuan
sudah mampu melakukan buang air kecil secara mandiri orang tua. Orang tua sudah mempercayakan kegiatan itu
dan baik. Namun dalam kegiatan buang air besar, IG baru pada anak agar anak mandiri. Namun, dalam memulai
mulai mampu saat kelas 3 sekarang ini. Terkadang IG kegiatannya OT perlu disuruh dan diingatkan untuk
melapor pada orang tua jika ingin buang air besar. mencuci rambutnya saat mandi, meskipun OT sudah biasa
Meskipun pada akhirnya IG akan melakukan buang air melakukan kegiatan mencuci rambut setiap hari di sore
besar dan membersihkannya sendiri. Dalam menyiramnya hari. OT senang dan langsung melakukan jika ia disuruh
IG sudah mengetahui flush yang dipencet untuk menyiram untuk mencuci rambut. OT juga sudah mampu mencuci
kotoran dalam kloset. IG juga tidak pernah buang air kecil rambut dan menggosok rambutnya sendiri dengan sampo.
dan buang air besar di celana. Saat di rumah, ketika dia OT mampu mencuci rambut sendiri sejak kelas 2 SD.
sudah merasa ingin buang air kecil, dia lalu menuju kamar Dalam kegiatan toilet training, OT sudah mampu
mandi. IG sudah mengetahui alat-alat untuk toilet training dalam buang air kecil dan buang air besar tanpa bantuan
di rumahnya, misalnya penyemprot, kloset, dan flush. Ia orang tua. Selain itu, OT juga sudah memiliki kesadaran
hanya mengenali bahwa gayung hanya untuk mandi. saat ingin buang air kecil maupun buang air besar
Selain itu, karena IG jijikan jadi menurut PJ agak susah sehingga ia tidak pernah buang air di celana, kecuali saat
untuk menggunakan gayung sebagai alat toilet training diare menurut ibunya. Saat ingin buang air, OT langsung
bagi IG. ke kamar mandi tanpa perlu diingatkan terlebih dahulu.
Dalam kegiatan mandi, PJ menjelaskan bahwa IG OT juga sudah mengenali alat untuk melakukan kegiatan
sudah mampu mandi sendiri. Namun terkadang PJ toilet training misalnya, gayung untuk membersihkan
membantu IG untuk menyabuni bagian punggungnya kemaluan dan anus.
yang tidak bisa diraih IG saat mandi. Sikapnya saat Kegiatan mandi OT sudah mampu dilakukan secara
badannya tidak nyaman, IG langsung mandi sendiri. IG mandiri tanpa bantuan orang tua. OT juga sudah mampu
juga sudah biasa mandi minimal dua kali sehari tanpa mandi sendiri dengan menggunakan air bersih dan sabun
disuruh. Ini menunjukkan bahwa IG memiliki kesadaran cair. Saat badannya terasa kurang nyaman ia langsung
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

melapor pada ibunya dan langsung mandi. Hal ini hari pada saat sore hari. AZ sudah mampu mencuci
menunjukkan, ia sudah memiliki kesadaran dan inisisatif rambut menggunakan sampo. Namun AQ mengakui
untuk melakukan kegiatan mandi secara mandiri. OT juga bahwa ia perlu mengecek lagi setelah AZ mencuci
sudah mandi minimal dua kali dalam sehari saat sebelum rambut.
berangkat sekolah dan akan mengaji. Dalam kegiatan toilet training, AZ sudah mampu
Dalam kegiatannya menggosok gigi, OT sudah mampu dalam kegiatan buang air kecil dan buang air besar tanpa
menggosok gigi tanpa bantuan orang tua. Namun ia belum bantuan orang tua. Saat ingin buang air kecil dan buang
bisa berkumur. Setiap berkumur, OT menelan airnya. OT air besar, AZ sudah langsung berlari ke kamar mandi
sudah mampu merespon saat giginya kotor dia akan minta tanpa disuruh. Menurut keterangan ibunya, AZ sudah
sikat gigi. Dan jika disuruh maka dia akan mau memiliki respon saat dia ingin buang air. AZ juga tidak
melakukannya. OT sudah biasa sikat gigi minimal dua pernah buang air kecil maupun buang air besar di celana
kali sehari dan terkadang harus disuruh. Dan OT sudah karena selalu diungkapkan. Saat di sekolah AZ juga
mampu meletakkan pasta gigi di atas sikat gigi. sudah mampu buang air kecil sendiri. Namun, orang tua
mengaku bahwa AZ masih harus ditemani oleh temannya
e. Subjek AZ (Kelas 6) untuk pergi ke kamar mandi. AZ juga sudah mengenali
Dari hasil wawancara bersama AQ selaku orang tua peralatan untuk buang air, misalnya semprotan dan
dan observasi terhadap AZ, dapat disimpulkan bahwa AZ gayung untuk menyiram.
adalah anak autis yang kurang mandiri dalam kegiatan Dalam kegiatan mandi, AZ masih membutuhkan
personal hygiene. AZ mampu mencuci tangan sendiri, bantuan orang tua secara verbal. Maksudnya adalah
namun perlu diperintah dan disuruh secara verbal dalam ibunya perlu memberi aba-aba dan anggukan dalam
memulai kegiatan. Sikap saat tangannya kotor, pasti akan kegiatan mandinya. Jika orang tuanya tidak mengangguk,
berucap. Namun untuk mencuci tangan belum ada maka AZ hanya akan memegang sabunnya tanpa
inisiatif dan harus diperintah. Jika disuruh langsung mengusapkan ke badannya. AZ mulai mampu mandi
dikerjakan. AZ belum biasa mencuci tangan sendiri tanpa sendiri sejak kelas 4 SD, namun masih dengan perintah
diperintah. AZ mampu mencuci tangan dengan sabun ibunya. Sikap AZ saat badannya kotor atau tidak nyaman,
cair. yakni dengan minta mandi lagi, meskipun hari sudah
Dalam menyisir rambut, AZ belum mampu menyisir malam. AZ juga tahu bahwa di jam lima sore adalah
rambut. Sikap saat rambutnya berantakan tidak ada waktunya mandi, sehingga dia mengingatkan ibunya
respon untuk menyisir, namun jika diingatkan saat untuk memerintah dirinya. Saat AZ disuruh mandi, AZ
rambutnya berantakan adalah dengan menyibak langsung patuh dan mengerjakan. AZ sudah biasa mandi
rambutnya hingga rapi. Dan jika diminta menyisir rambut minimal dua kali dalam sehari malah terkadang lebih.
dia akan melakukan. AZ belum biasa menyisir rambut Saat badannya terasa tidak nyaman, dia ingin mandi lagi.
tanpa disuruh. AZ belum bisa menyisir rambut dengan AZ lebih nyaman menggunakan sabun cair dalam
sisir. mandinya karena lebih berbusa. Sedangkan jika
Dalam kegiatan mencuci rambut, menurut wawancara menggunakan sabun batang, AZ akan geli dan hanya
dengan AQ selaku ibu AZ, AZ sudah mampu sendiri sekilas saja dalam mengusapkan ke badannya.
dalam mencuci rambut, namun masih dengan aba-aba Dalam menggosok gigi, AZ sudah mampu menggosok
dan perintah. AZ sebenarnya sudah mampu melakukan gigi sendiri. Namun masih diiingatkan untuk memulai
sendiri, namun harus dengan perintah untuk memulai kegiatan menggosok gigi. Sikapnya saat giginya sudah
pada hampir semua kegiatan personal hygiene. Hal ini kotor ia sadar dan mengambil tusuk gigi. Namun tidak
seperti sudah stereotip yang dilakukan pada anak autis. ada inisiatif untuk menggosok gigi. Jika diminta
Jika ibunya tidak memberi aba-aba dan perintah, maka menggosok gigi dia terkadang mau dan tidak. AZ sudah
AZ tidak melakukan kegiatan mencuci rambut yang biasa menggosok gigi 2-3 kali sehari. Dan dalam
seharusnya. Misalnya dia sudah memegang botol sampo, penggunaan alat, AZ sudah mampu meletakkan pasta gigi
tetapi AZ tidak akan menuang sampo jika ibunya tidak di atas sikat gigi.
mengiyakan atau mengangguk. Sikap saat rambutnya f. Kesimpulan Kemandirian Personal Hygiene
sudah kotor, AZ selalu berucap bahwa rambutnya gatal pada Anak Autis di SDN Percobaan Surabaya
namun tidak ada inisiatif untuk berangkat ke kamar Maka, kesimpulan dari fokus penelitian kemandirian
mandi dan mencuci rambut. Dan jika diminta untuk personal hygiene pada anak autis di SDN Percobaan
mencuci rambut dia malah senang dan berpikiran bahwa Surabaya yakni 3 dari 5 anak autis di SDN Percobaan
jika tidak keramas itu bukan mandi. jika tidak mencuci Surabaya termasuk dalam kategori mandiri. Sehingga,
rambut saat mandi, ia selalu kembali ke kamar mandi dan jika dituliskan dalam persentase adalah 100%= 60
minta sampo. Sehingga, AZ mencuci rambutnya setiap

13
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

% anak autis di SDN Percobaan Surabaya termasuk anak 9) NS juga selalu menyuruh AF dalam kegiatan
yang mandiri dalam kegiatan personal hygiene. mencuci rambut karena belum ada kesadaran dari
Sedangkan, anak autis yang kurang mandiri yakni anak sendiri.
sebanyak 2 orang. Sehingga, jika dituliskan dalam Toilet Training (BAB dan BAK)
persentase adalah 100%= 40 % anak autis di SDN 10) Dalam mengajari toilet training, NS membiasakan
untuk melapor padanya sejak kecil jika anak sudah
Percobaan Surabaya termasuk anak yang kurang mandiri kebelet. Sehingga hingga sekarang anak belum
dalam kegiatan personal hygiene. pernah buang air kecil maupun besar di celana.
11) Saat buang air kecil, NS mengajari AF
3. Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap membersihkan kemaluannya setelah buang air kecil,
Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis di dan mengajarinya dalam menyiram hingga bersih
SDN Percobaan Surabaya 12) Sejak kelas 1 awal, hingga saat ini dalam toilet
a. Subjek AF (Kelas 1) training, NS masih menyuruh secara verbal dan
Dalam memberikan pengasuhan, orang tua AF yang melihat kegiatannya namun tidak membantu secara
menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola asuh langsung.
dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh Mandi
sekunder melakukan peranan dalam kemandirian 13) Dalam kegiatan mandi, terkadang NS membiarkan
personal hygiene yakni membentuk anak autis yang AF mandi sendiri supaya anak terlatih mandiri.
kurang mandiri dengan cara-cara antara lain sebagai Namun, AF tidak keramas jika mandi sendiri
berikut : sehingga lebih sering NS menyuruh dan memerintah
1) NS mengajari AF dalam mencuci tangan, menyisir saat AF di kamar mandi.
rambut, mencuci rambut, melakukan buang air kecil 14) Namun, sampai sekarang NS mengaku masih tahap
dan buang air besar, mandi dan menggosok gigi. mengajari AF mandi sendiri. Jadi sambil
2) NS sangat mengetahui apa yang belum dan sudah memandikan AF, NS masih menuturkan tatacara
dipahami oleh AF mengenai kemandirian personal mandi yang benar.
hygiene AF. 15) AF belum biasa mandi tanpa disuruh. Bahkan
Mencuci tangan setelah disuruh pun masih kejar-kejaran agar AF
3) Dalam mengajari mencuci tangan, NS langsung mau.
mempraktekkan bersama AF di kamar mandi. NS Menggosok gigi
menaruh tangan AF di kran dan dipraktekkan 16) Dalam mengajari menggosok gigi, awalnya NS
bersama. sudah membiasakan menggosok gigi dengan sikat
4) Selain itu, NS tidak henti-hentinya menyuruh anak gigi bayi. Dan untuk sekarang melatihnya langsung
untuk mencuci tangan sepulang sekolah, setelah mempraktekkan dengan AF.
makan, dan setelah bermain dengan hal-hal yang 17) Namun lebih sering NS mengosokkan gigi AF. Hal
kotor, misalnya plastisin. ini karena NS merasa kurang bersih. AF tidak mau
Menyisir rambut menggosok gigi karena tidak suka rasa pedas pasta
5) Dalam mengajari cara menyisir rambut, NS gigi dan dua gigi seri atas AF sensitif saat digosok.
meminta AF untuk melihat dirinya sebagai model Hal demikian ini sudah dipahami oleh NS selaku
dan benar-benar meminta anak untuk berkontak orang tua AF
mata dengan dirinya. Hal ini karena kontak mata AF 18) NS harus menyuruh AF menggosok gigi karena AF
sangat kurang hanya menggosok gigi setelah mandi dan tidak
6) Terkadang NS menyisirkan rambut AF, jika AF biasa menggosok gigi jika tidak disuruh
benar-benar kesulitan dan kurang rapi NS mengaku kesulitannya mengajarkan kemandirian
7) AF juga perlu disuruh karena belum biasa menyisir personal hygiene adalah AF masih belum merespon
rambut setelah mandi. badannya bersih atau kotor, belum ada kesadaran untuk
Mencuci rambut membersihkan anggota badan sendiri. Selain itu gigi seri
8) NS mengajari mencuci rambut pada AF dengan atas AF sensitif saat digosok dan dia tidak suka pasta
menaruh sampo di kepala dan meminta anak gigi. Jadi perlu lebih dibiasakan. Trik khusus agar AF
menggaruk kepalanya sendiri. Sehingga NS masih mau melakukan kegiatan personal hygiene adalah dengan
mengontrol kegiatan mencuci rambut di kamar diberi reward bermain gadget setelah ia mau mandi.
mandi. b. Subjek AA (Kelas 2)
Dalam memberikan pengasuhan, orang tua AA yang
menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola asuh
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh 11) Dalam kegiatan toilet training, NW sudah tidak
sekunder melakukan peranan dalam kemandirian perlu menyuruh dan membiarkan anak melakukan
personal hygiene yakni membentuk anak autis yang kegiatannya sendiri karena AA sudah termasuk anak
mandiri dengan cara-cara antara lain sebagai berikut : autis yang biasa mandiri.
1) NW mengajari AA dalam mencuci tangan, menyisir Mandi
rambut, mencuci rambut, melakukan buang air kecil 12) Dalam kegiatan mandi, NW mengajari AA dengan
dan buang air besar, mandi dan menggosok gigi. praktek sambil menuturkan tatacara mandi yang
2) NW sangat mengetahui apa yang belum dan sudah benar secara langsung.
dipahami oleh AA mengenai kemandirian personal 13) NW mengaku bahwa AA sudah mandiri dalam
hygiene AA. mandi dan hanya mangingatkan waktunya mandi.
Mencuci tangan Namun NW sudah tidak memberikan bantuan
3) Dalam mengajari mencuci tangan, NW awalnya apapun saat di kamar mandi.
membiarkan AA mencuci tangan tanpa sabun di Menggosok gigi
wastafel. Namun setelah NW memahami bahwa di 14) Dalam mengajari menggosok gigi, NW sudah
sekolah anak sudah diajari mencuci tangan dengan membiasakan sejak usia 6 bulan dengan sikat gigi
sabun, lama kelamaan NW mengajari AA mencuci bayi
tangan dengan sabun secara praktek. 15) NW membiasakan AA melakukan sikat gigi sendiri
4) Hingga sekarang, tanpa disuruh, AA sudah terbiasa sejak kecil, sehingga hingga sekarang AA sudah
untuk mencuci tangan menggunakan sabun. Hal ini terbiasa menggosok gigi dengan mandiri NW juga
karena NW memahami AA adalah anak yang suka membiasakan meskipun sakit dia harus sikat gigi.
jijik. Sehingga kotor sedikit saja pasti langsung cuci 16) NW sudah tidak menyuruh untuk menggosok gigi
tangan. lagi, sehingga AA sudah terbiasa menggosok gigi
Menyisir rambut dua kali sehari bahkan sebelum tidur ia sikat gigi
5) Dalam mengajari cara menyisir rambut, NW meminta lagi.
AA untuk menirukannya dengan modeling. Namun NW mengaku tidak mengalami kesulitan apapun
tetap saja, AA masih memegang sisir dengan dalam mengajarkan kemandirian personal hygiene pada
ngambang dan masih sering minta tolong untuk AA, hal ini karena AA sudah dibiasakan dari kecil dan
menyisir rambut. AA memiliki sifat jijikan sehingga sudah memiliki
6) AA sudah biasa menyisir rambut tanpa disuruh namun kesadaran saat anggota tubuhnya kotor. Tidak ada trik
masih belum rapi. AA sudah mengetahui rutinitas khusus dalam mengajarkan kemandirian personal hygiene
setelah mandi pasti akan memakai baju dan menyisir. pada AA karena AA termasuk anak autis yang biasa
Mencuci rambut mandiri.
7) NW mengajari mencuci rambut pada AA dengan
praktek bersama di kamar mandi. NW mengajari anak c. Subjek IG (Kelas 3)
mencuci rambut menggunakan shower, supaya lebih Dalam memberikan pengasuhan orang tua IG yang
mudah mencuci rambut dengan mandiri. menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola asuh
8) NW tanpa menyuruh AA, AA pasti tahu waktu-waktu dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh
untuk mencuci rambut sehingga tidak perlu disuruh sekunder melakukan peranan dalam kemandirian
dan diingatkan. personal hygiene yakni membentuk anak autis yang
Toilet Training (BAB dan BAK) mandiri dengan cara-cara antara lain sebagai berikut :
9) Dalam mengajari toilet training, NW mengajari secara 1) PJ mengajari IG dalam mencuci tangan, menyisir
langsung dengan praktek dan kata-kata. NW meminta rambut, mencuci rambut, melakukan buang air kecil
anak membasuh kemaluannya dan menyiram setelah dan buang air besar, mandi dan menggosok gigi.
buang air kecil sebanyak lima kali 2) PJ sangat mengetahui apa yang belum dan sudah
10) Saat buang air besar awalnya AA tidak mau dipahami oleh IG mengenai kemandirian personal
membasuh anusnya sendiri karena merasa jijik. Hal hygiene IG.
ini diketahui NW karena saat AA dititipkan di Mencuci tangan
rumah tantenya, AA tidak mau membersihkan 3) Dalam mengajari mencuci tangan, PJ langsung
anusnya sendiri. Dengan masalah itu, NW mempraktekkan bersama AF di wastafel. PJ
memberikan pengertian agar anak mau membasuh awalnya mengajari IG untuk mencuci tangan
anusnya sendiri tanpa bantuan. Dan akhirnya AA dengan air. Lama-kelamaan PJ mengajari IG cara
bersedia untuk diajari. mencuci tangan menggunakan sabun cair di watafel.

15
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

4) PJ selalu menyuruh IG untuk mencuci tangan, 14) PJ selalu menyuruh IG untuk


karena IG masih belum ada inisiatif untuk mencuci menggosok gigi, namun anak sering tidak mau dan
tangan sendiri jika tangannya kotor. Jika tangannya mencari macam-macam alasan.
kotor dia hanya berinisiatif menggunakan tisu untuk Kesulitan PJ dalam mengajarkan kemandirian
membersihkan tangannya. personal hygiene adalah anak suka rewel saat diminta
Menyisir rambut untuk membersihkan dan menggosok giginya. Trik
5) PJ mengaku kesusahan dalam mengajari menyisir khusus dalam mengajarkan IG mengenai kemandirian
rambut pada IG. PJ malah harus memaksa agar IG personal hygiene adalah dengan ancaman-ancaman agar
mau untuk menyisir rambutnya. Bahkan sering PJ anak mau melakukan kegiatan personal hygiene secara
harus menyisirkan rambut IG jika IG tidak mau mandiri. Ancaman yang dikeluarkan misalnya internet
menyisir rambutnya. dimatikan jika tidak mau menggosok gigi, dan tidak mau
6) PJ selalu menyuruh IG menyisir rambut karena membetulkan gadget saat rusak.
belum biasa menyisir rambut setelah mandi.
Mencuci rambut d. Subjek OT (Kelas 5)
7) Awalnya PJ selalu membantu IG dalam mencuci Dalam memberikan pengasuhan orang tua OT yang
rambut. Namun sekarang, IG sudah mampu menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola asuh
mencuci rambut sendiri dengan PJ menyemprot dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh
shower dan meminta IG menggosok rambutnya sekunder melakukan peranan dalam kemandirian
sendiri. Cara mengajar PJ yakni dengan langsung personal hygiene yakni membentuk anak autis yang
praktek di kamar mandi. PJ masih mengontrol mandiri dengan cara-cara antara lain sebagai berikut :
kegiatan mencuci rambut di kamar mandi. 1) YN mengajari OT dalam mencuci tangan, menyisir
8) PJ juga selalu mengingatkan dan menyuruh IG rambut, mencuci rambut, melakukan buang air kecil
dalam kegiatan mencuci rambut karena belum ada dan buang air besar, mandi dan menggosok gigi.
kesadaran dari anak sendiri. 2) YN sangat mengetahui apa yang belum dan sudah
Toilet Training (BAB dan BAK) dipahami oleh OT mengenai kemandirian personal
9) Dalam mengajari toilet training, PJ mengajarkan hygiene OT.
secara praktek di kamar mandi dengan Mencuci tangan
menggunakan semprotan air, bukan gayung. PJ 3) Dalam mengajari mencuci tangan, YN memberikan
selalu mengimbau anak agar membersihkan penjelasan saat waktu luang mengenai cara-cara
anusnya hingga bersih setelah buang air besar mncuci tangan yang kemudian ditirukan oleh OT.
dengan semprotan. kemudian saat mencuci tangan secara praktek, YN
10) Saat buang air kecil, PJ juga mengajari IG juga menjelaskan tatacara mencuci tangan kembali.
membersihkan kemaluannya setelah buang air kecil, 4) Selain itu, YN tidak henti-hentinya menngingatkan
dan mengajarinya dalam menyiram hingga bersih anak untuk mencuci tangan sepulang sekolah.
dan dilakukan dengan berulang-ulang. Misalnya saat di perjalanan pulang, YN menanyai
Mandi anak apa yang harus dilakukan dan OT
11) Dalam kegiatan mandi, PJ mengajari anak mandiri menjawabnya.
dengan cara membiarkan IG mandi sendiri. Namun, Menyisir rambut
IG kesusahan saat membersihkan bagian 5) Dalam mengajari cara menyisir rambut, YN
punggungnya jadi kurang maksimal. Terkadang PJ meminta OT untuk menirukan dirinya sebagai
masih membantu dalam kegiatan mandinya untuk model. YN juga menyisir rambutnya untuk OT
menyiram bagian punggung. Selain itu PJ juga tidak tirukan sendiri. OT sudah bisa namun, terkadang
henti-hentinya mengingatkan anak pada saat mandi belum rapi.
agar anak tidak melewatkan bagian tubuhnya saat 6) YN juga selalu mengingatkan dan menyuruh OT
mandi. dalam menyisir rambut setelah mandi karena belum
12) PJ selalu mengingatkan anak untuk mandi secara biasa menyisir rambut setelah mandi sendiri.
mandiri sesuai dengan waktunya sehingga anak Mencuci rambut
sudah biasa mandi minimal dua kali sehari. 7) YN mengaku cara mengajari OT dalam mencuci
Menggosok gigi rambut hampir sama dengan kegiatan kebersihan
13) PJ sudah berusaha untuk mengajari IG dalam yang lain yakni dengan menjalskan urutan cara
kegiatan menggosok gigi. PJ mengejari dengan mencuci rambut yang benar bersama anak di waktu
praktek langsung. Namun IG tergolong anak yang luang dan praktek dengan penjelasan. Hal ini
malas untuk menggosok gigi.
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

dilakukan sejak kelas 2 SD. Namun sekarang OT e. Subjek AZ (Kelas 6)


sudah mampu mencuci rambut sendiri Dalam memberikan pengasuhan, orang tua AZ
8) OT mencuci rambut setiap hari dan setiap hari pula yang menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola
YN masih menyuruh OT untuk mencuci rambut asuh dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola
karena OT belum terbiasa jika tanpa disuruh. asuh sekunder melakukan peranan dalam kemandirian
Toilet Training (BAB dan BAK) personal hygiene yakni membentuk anak autis yang
9) Dalam mengajari toilet training, YN menjelaskan kurang mandiri dengan cara-cara antara lain sebagai
langsung saat praktek di kamar mandi. Namun berikut :
ketika ada tahapan yang salah YN langsung 1) AQ mengajari AZ dalam mencuci tangan, menyisir
mengingatkan, misalnya anak belum menyiram rambut, mencuci rambut, melakukan buang air kecil
kamar mandi setelah buang air. YN juga dan buang air besar, mandi dan menggosok gigi.
mencontohkan cara menyiram, membersihkan 2) AQ sangat mengetahui apa yang belum dan sudah
kemaluan. dipahami oleh AZ mengenai kemandirian personal
10) Kalau mengajarkan buang air besar, YN kembali hygiene AZ.
menjelaskan dan menasihati OT saat waktu luang. Mencuci tangan
Misalnya menasihati untuk melepas celana di kamar 3) Dalam mengajari mencuci tangan, AQ langsung
mandi, menyiram kloset setelah buang air. mempraktekkan bersama AZ. AQ mengaku bahwa
11) YN tidak perlu lagi menyuruh dan mendampingi AZ sudah mampu dan mandiri dalam mencuci
OT untuk buang air di kamarmandi karena OT tangan, namun harus dengan perintah ibunya.
sudah mampu 4) AZ tidak biasa mencuci tangan sebelum dan
Mandi sesudah makan, sehingga AQ harus menyuruh AZ
12) Dalam kegiatan mandi, YN juga menjelaskan untuk mencuci tangan terlebih dahulu.
tatacara mandi saat waktu luang dan kemudian Menyisir rambut
mengulangi dan menjelaskan langsung dengan 5) Dalam mengajari cara menyisir rambut, AQ
praktekterkadang NS membiarkan AF mandi sendiri mangajari dengan modeling serta mengajarkan
supaya anak terlatih mandiri. Namun, AF tidak menyisir rambut dengan hitungan.
keramas jika mandi sendiri sehingga lebih sering 6) AZ selalu mengingatkan AQ, ibunya untuk
NS menyuruh dan memerintah saat AF di kamar mengingatkan dia kembali. AZ tidak akan menyisir
mandi. rambut tanpa anggukan dan perintah ibunya.
13) Hingga saat ini YN mengingatkan OT dalam jam Padahal AZ selalu ingat kalau sesudah mandi pasti
mandi yakni sebelum berangkat sekolah dan sore menyisir rambut, namun selalu membutuhkan
hari. perintah ibunya.
Menggosok gigi Mencuci rambut
14) Dalam mengajari menggosok gigi, YN langsung 7) AQ mengajari AZ untuk mencuci rambut dengan
mempraktekkan bersama anak. YN langsung praktek secara langsung. Selain itu AQ sesekali
menjelaskan kepada OT. YN juga mencontohkan membiarkan AZ mencuci rambut sendiri, namun
cara mengoleskan pasta gigi ke sikat gigi. AZ tetap tidak melakukan jika tidak dengan
15) Hingga saat ini, YN masih menyuruh dan anggukan dan perintah ibunya.
mengingatkan IG untuk menggosok gigi. Misalnya 8) Seperti kegiatan personal hygiene yang lainnya, AQ
dengan mengingatkan OT untuk menggosok gigi harus selalu memerintah AZ untuk mencuci rambut
dari luar kamar mandi sesaat setelah mandi. sendiri.
Kesulitan YN dalam mengajarkan kemandirian Toilet Training (BAB dan BAK)
personal hygiene adalah OT terkadang masih kurang 9) Dalam mengajari toilet training, AQ membiasakan
memahami urutan tatacara mandi misalnya sehingga menggunakan semprotan dengan WC duduk, namun
masih sering tanya. Meskipun secara umum dia sudah lama kelamaan AQ mengajari AZ menggunakan
melakukannya dengan baik. selain itu, OT masih belum gayung dalam membersihkan anusnya. Selain itu
paham waktu-waktunya dalam kegiatan personal hygiene AQ juga mengajari untuk menyiram. AZ mulai
sehingga masih perlu diingatkan. YN mengaku tidak mandirisejak kelas 4 SD
menerapkan trik khusus dalam mengajarkan kemandirian 10) AQ sudah tidak menyuruh lagi dalam kegiatan
personal hygiene terhadap OT. Hal ini karena YN sudah buang air, karena saat AZ sudah merasa kebelet dia
memahami bahwa OT anak autis yang sudah mandiri. langsung beranjak ke kamar mandi
Mandi

17
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

11) AQ mengajari AZ mandi dengan langsung praktek sebagai pola asuh sekunder dalam satu pengasuhan orang
dan secara verbal dari kelas 2 hingga kelas 4. tua. Orang tua memberikan pola asuh ini menyesuaikan
Namun untuk sekarang AQ masih mengontrol AZ dengan kebutuhan dan kondisi anak. Dalam memberikan
saat mandi sambil mengangguk menyetujui gerakan pola asuhnya, orang tua tidak selalu memberikan pola
yang akan dilakukan AZ. Jika tidak begitu, kegiatan asuh authoritative yang memberikan alternatif dan
mandi AZ terhenti karena AZ menunggu aba-aba memenuhi kebutuhan anak, melainkan juga dapat
ibunya. mendisiplinkan dan memerintah anak autis dengan pola
12) AQ membantu AZ dengan perintah verbal dan aba- asuh authoritarian. Selain itu orang tua juga tidak
aba melalui anggukan kepala dalam kegiatan mandi selamanya membiarkan kegiatan anak seperti pada pola
AZ. asuh permissive. Hal ini sesuai dengan pengertian pola
13) Dalam memulai mandi, AQ terkadang asuh yang dijabarkan oleh Casmini (dalam Septiari
mengingatkan AZ untuk mandi. Namun selebihnya 2012:162) bahwa:
AZ yang mengingatkan untuk mandi untuk meminta Pola asuh adalah suatu cara bagaimana
anggukan ibunya. orang tua memperlakukan anak, meliputi
Menggosok gigi mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan anak dalam mencapai
14) Dalam mengajari menggosok gigi, AQ mengajari
proses kedewasaan sehingga nantinya
dengan praktek secara langsung mengenai tatacara terbentuklah norma-norma yang
menggosok gigi yang benar. AQ juga mengajari dan diharapkan masyarakat pada umumnya.
membiasakan AZ untuk menggosok dengan Sehingga tidak selamanya anak dididik dan
hitungan 1 10 seperti yang diajarkan terapisnya dibimbing pada suatu hal secara terus menerus melainkan
dulu. perlu didisiplinkan agar tercapai kemandirian dalam
15) Seperti kegiatan mandi, AZ mengingatkan hidup dan mencapai norma-norma dalam masyarakat
menggosok gigi untuk meminta anggukan ibunya sehingga dapat diterima dalam masyarakat nantinya.
dan kemudian ibunya mengiyakan. Sehingga AQ Penerimaan dalam masyarakat ini tentunya diperlukan
selalu memberi aba-aba dalam kegiatan personal oleh anak autis.
hygiene pada AZ Jika merujuk pada pendapat Baumrind (dalam
16) AQ masih selalu mengangguk dan memberi aba-aba Efendi, 2012:13), maka pola asuh authoritative
AZ untuk menggosok gigi, namun AZ sendiri sudah bercirikan orang tua memberikan teladan dan inspirasi
tergolong mampu dan mandiri untuk mengerjakan bagi anak-anaknya. Orang tua memberikan kebebasan
kegiatan menggosok giginya sendiri. kepada anak dalam batas kewajaran. Sehingga dalam
Kesulitan AQ dalam mengajarkan kemandirian hasil penelitian, pola asuh authoritative yang diberikan
personal hygiene adalah AZ harus diperintah dan diberi orang tua pada anak autis di SDN Percobaan Surabaya
aba-aba dalam hampir setiap kegiatan personal hygiene yang telah diambil datanya adalah dengan beberapa
sehingga terkadang terkesan masih kurang mandiri. perlakuan yakni, menyusun aturan untuk anak, memberi
Padahal AZ sudah mampu mengerjakannya sendiri, kata-kata pendorong pada anak, menyediakan fasilitas
terutama saat mandi dan mencuci rambut. Trik khusus yang diperlukan anak, serta mengembangkan bakat dan
AQ untuk melatih kemandirian personal hygiene pada minat anak serta mengizinkan anak bermain dan
AZ adalah dengan sesekali membiarkan AZ melakukan menonton TV di acara yang sesuai usianya.
kegiatannya sendiri supaya melatih kemandirian dan Selain itu, orang tua juga mengingatkan jika anak
tidak bergantung pada aba-aba orang tuanya. Hal ini belum melakukan kegiatan personal hygiene sesuai
karena AZ sedang remaja dan tumbuh semakin besar dan waktunya dan menegur saat anak kurang sopan, namun
dewasa. berbicara dengan pelan saat menasihati dan
mengingatkan anak. Hal ini juga senada dengan pendapat
Pembahasan Baumrind (dalam Efendi, 2012:14) bahwa jika orang tua
1. Pola Asuh Orang Tua Anak Autis di SDN telah melihat anaknya menggunakan kebebasan
Percobaan Surabaya melampaui kewajaran, maka orang tua akan menegurnya
Seluruh orang tua anak autis yang terdiri dari 5 anak dengan bahasa dan tindakan yang penuh kasih sayang.
autis dan 5 orang tua di SDN Percobaan Surabaya Sehingga hasil penelitian ini dimana keseluruhan
sebanyak 100% menerapkan pola asuh authoritative orang tua anak autis yang terdiri dari 5 anak autis dan 5
sebagai pola asuh dominan dan pola asuh authoritarian orang tua di SDN Percobaan Surabaya menerapkan pola
sebagai pola asuh sekunder. Dalam hal ini, orang tua asuh authoritative sebagai pola asuh dominan adalah
menerapkan pola asuh authoritative yang paling dominan suatu hal yang tepat. Hal ini telah dituliskan
sebagai pola asuh primer dan pola asuh authoritarian sesungguhnya oleh Hurlock (dalam Dewi dan Sari, 2013)
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

bahwa pengasuhan yang diberikan kepada anak autis 2013:26) mengemukakan anak autis menunjukkan
yang tepat menurut adalah menerima secara terbuka kegagalan membina hubungan interpersonal yang
kondisi anak secara demokratis dan memberikan ditandai kurangnya respon terhadap orang-orang di
pengakuan kepada anak autis dalam situasi hayati sekitarnya. Selain itu pendapat yang sama dikemukakan
bersama. Hal ini sesuai dengan kaidah pola asuh oleh Rachmawati (2005:19) yakni anak autis mengalami
authoritative, yakni orang tua berperilaku demokratis, gangguan interaksi sosial meliputi lebih suka menyendiri,
mengasuh anak autis dengan penuh kasih sayang dan tidak ada kontak mata, tidak tertarik bermain dengan
menyeimbangkan antara kebebasan dan pengawasan pada teman.
anak. Orang tua juga memberikan bimbingan dan 2. Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
kebebasan pada anak autis dengan segala hambatannya, di SDN Percobaan Surabaya
namun ketika kebebasan sudah berlebihan, orang tua Menurut pendapat yang dikemukakan Arini, dkk,
akan memberikan teguran namun tetap dengan kasih (2006:32) kemandirian merupakan kemampuan
sayang dan kehangatan. Dalam hal ini, orang tua seseorang untuk memikirkan, merasakan, serta
memberikan pola asuh ini menyesuaikan dengan melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri serta tidak
kebutuhan dan kondisi anak. tergantung pada orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan
Disamping itu, orang tua anak autis tersebut juga oleh anak autis yang tergolong biasa mandiri dan
menerapkan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh mandiri.
sekunder. Pola asuh authoritarian yang diberikan pada Anak autis yang mandiri di SDN Percobaan
anak autis ini adalah dengan seringnya orang tua Surabaya sebanyak tiga orang atau sebanyak 60% mampu
menyuruh dan memberi perintah terhadap anak autis melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan sudah tidak
dalam banyak hal. Hal ini misalnya menyuruh dan tergantung pada orang tuanya dalam memenuhi kegiatan
cenderung memaksa anak dalam melakukan kegiatan personal hygiene. Anak autis yang mandiri tersebut
personal hygiene sendiri, membereskan barang-barang adalah AA, OT, dan IG. Secara jelas, mereka dapat
miliknya yang berantakan hingga memenuhi kebutuhan memberikan kontrol terhadap dirinya dan mampu dengan
orang tua dengan membeli suatu barang di warung. mandiri untuk melakukan kegiatan personal hygiene
Sehingga dalam hal ini sesuai dengan pendapat Baumrind meliputi mencuci tangan, menyisir rambut, mencuci
(dalam Efendi: 2012:13) pola asuh authoritarian rambut, toilet training, mandi dan menggosok gigi.
bercirikan orang tua sebagai orang yang paling berkuasa Mereka melakukan langkah demi langkah tahapan
serta orang tua akan cenderung memberikan perintah kegiatan personal hygiene dengan tanpa didampingi
secara singkat tanpa penjelasan pada anak dibalik orang tua dan tanpa diperintah oleh orang tua. Hal ini
perintah dan larangan yang telah diberikan. menunjukkan bahwa anak autis yang mandiri tidak
Pendapat Baumrind (dalam Efendi: 2012:13) memiliki rasa ragu-ragu dan dapat lebih bertanggung
mengenai pola asuh authoritarian yang lain adalah jawab terhadap dirinya. Seperti yang diungkapkan
bahwa orang tua menjadi pengontrol utama yang selalu Desmita (2009: 185) kemandirian adalah suatu
memberikan hukuman pada anak, apalagi ketika anak kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran,
tidak berbuat seperti apa yang diinginkan orang tua. perasaan dan perbuatan dari tindakan diri sendiri secara
Dalam kenyataan yang telah ditemui di lapangan, hal ini bebas serta berusaha mengatasi perasaan malu dan ragu-
juga muncul yakni orang tua memarahi dan memberikan ragu yang ada dalam dirinya.
hukuman pada anak jika anak tidak melakukan perintah Sedangkan anak autis kurang mandiri sebanyak
dan melakukan kesalahan. Hukuman yang diberikan 40% atau dua orang anak. Anak autis tersebut yakni AZ
orang tua misalnya dengan menahan gadget untuk dan AF. AZ sudah dapat melakukan kegiatannya sendiri
beberapa waktu dan tidak memberi uang saku untuk tetapi masih sering dibantu orang tua secara verbal.
sekolah. Orang tua masih memerintah anak dalam kegiatan
Suatu kedisiplinan dan ketegasan dalam pola asuh personal hygiene. Salah satu alasan yang dihadapi subjek
authoritarian, dapat diungkapkan oleh orang tua melalui yakni AZ adalah karena suatu ritual yang stereotip yang
perintah dan suruhan pada anak autis. Orang tua mengaku sudah terekam pada anak autis. Misalnya dalam
bahwa dengan menyuruh anak autis akan membuat anak penelitian ini ada anak autis yang sudah ingat apa yang
terlatih untuk mandiri dan dapat berinteraksi dengan harus dia lakukan, tetapi harus mengingatkan orang tua
orang tua maupun orang lain. Hal ini dilakukan orang tua terlebih dahulu untuk mengingatkan dia kembali dalam
karena anak autis mengalami gangguan dalam interaksi kegiatan personal hygiene. Jadi jika ibunya tidak
sosial yang gejalanya harus dikurangi. Pendapat yang mengiyakan apa yang dia ingatkan, dia tidak akan
menjelaskan bahwa anak autis mengalami gangguan melakukan kegiatan personal hygiene nya meskipun ia
interaksi sosial yakni Triantoro (dalam Mudjito, dkk, sudah berada di kamar mandi. Hal ini menurut ibunya

19
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

sudah terjadi berulang-ulang bahkan hampir setiap hari. sudah mengatakan tentang pentingnya menggosok gigi
Hal ini senada dengan pendapat Purwati (dalam dan bahaya jika tidak menggosok gigi. Namun, kedua
Rachmawati, 2012: 16) bahwa anak autis sering anak masih malas menggosok gigi hingga sekarang.
mempunyai ritual yang stereotip dan bila diganggu Dari beberapa penjelasan di atas maka kemandirian
menyebabkan stres dan kadang ia menentang. personal hygiene ini tak luput dari faktor-faktor yang
Selain itu, ada anak autis yang kurang mandiri mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi
lainnya yakni AF, selain masih banyak kegiatan yang kemandirian personal hygiene yang dikemukakan
dibantu secara verbal, banyak pula kegiatan yang perlu Mubarak, dkk (2015:147), antara lain yakni tingkat
dibantu secara fisik oleh orang tua. Sesungguhnya anak pengetahuan atau perkembangan individu. Semakin
sudah mampu dalam beberapa hal kegiatan personal tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin
hygiene namun orang tua masih ragu dan kurang puas tinggi pula kesadaran pentingnya meningkatkan status
saat melihat anaknya melakukan kegiatan personal kesehatan dan memberi pengaruh tertentu pada kualitas
hygiene sendiri. Kegiatan yang masih dibantu secara diri seseorang. Selain itu menurut Mubarak, dkk
fisik ini misalnya membersihkan anus setelah buang air (2015:147), faktor yang mempengaruhi kemandirian
besar, mandi, menyisir rambut dan menggosok gigi. personal hygiene adalah cacat jasmani/mental bawaan.
Kegiatan-kegiatan ini sudah ada beberapa yang Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat
dibiasakan oleh orang tua untuk dilakukan secara kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri
mandiri, namun masih dengan kontrol orang tua. secara mandiri.
Kegiatan personal hygiene misalnya membersihkan anus Jika merujuk pada pendapat di atas dan hasil
setelah buang air besar diakui oleh orang tua masih dalam penelitian yang telah dikemukakan di bab ini, maka
tahap belajar bagi sang anak. Hal ini terjadi khususnya jelaslah bahwa kondisi anak autis akan mempengaruhi
pada subjek AF yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. kemandiriannya dalam kegiatan personal hygiene.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Meskipun diberikan pola asuh yang sama terhadap
Rachmawati (2005:19) bahwa anak autis juga mengalami kelima anak autis di SDN Percobaan Surabaya, tetapi
gangguan sensoris, sensitif terhadap sentuhan. Orang tua masih ada anak autis yang kurang mandiri sebanyak dua
anak autis yang kurang mandiri yakni NS orang tua AF orang (AF dan AZ). Dalam hal ini tingkat pengetahuan
mengakui bahwa anak autisnya mengalami permasalahan atau perkembangan individu autis yang rendah
sensoris pada dua gigi seri atas. Dua gigi seri bagian atas disebabkan oleh hambatan komunikasi dan interaksi
sangat sensitif saat disentuh dan digosok. Hal ini sosial mereka. Jika tingkat pengetahuan mereka rendah
membuat anak selalu berontak saat digosok giginya, mengenai personal hygiene maka anak autis kurang
sehingga membutuhkan bantuan orang tua untuk memahami pentingnya personal hygiene dan berujung
menggosok gigi. pada kemalasannya untuk melakukan kegiatan personal
Mubarak, dkk (2015:143) berpendapat bahwa hygiene secara mandiri. Selain itu, tingkat pengetahuan
personal hygiene adalah upaya yang dilakukan individu individu juga mempengaruhi. Hal ini sangat terlihat
dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya baik bahwa anak autis yang mana memiliki hambatan dalam
secara fisik maupun mental. Bagi anak reguler yang komunikasi dan interaksi sosial yang berbeda-beda pada
secara mental dia adalah anak yang memiliki intelegensi setiap anak. Sehingga hal ini membuat kemampuan
normal dan tidak mengalami gangguan komunikasi pasti menyerap informasi tiap anak juga berbeda-beda
akan mudah untuk dijelaskan bahwa kegiatan personal tergantung derajat keautisannya. Sehingga pada akhirnya
hygiene adalah sesuatu yang sangat penting dan dapat ia anak autis ada yang memiliki pengetahuan lebih dan ada
lakukan dengan mandiri. Sehingga secara fisik, anak yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang
reguler akan dengan mudah mandiri untuk melakukan pentingnya personal hygiene. Ini menyebabkan anak
kegiatan personal hygiene sendiri. Tetapi, hal ini akan autis yang tergolong berat keautisannya akan rendah
berbanding terbalik bagi anak berkebutuhan khusus pengetahuannya sehingga mempengaruhi
terutama anak autis. Menurut Purwati (dalam kemandiriannya dalam personal hygiene. Dalam kasus
Rachmawati, 2012: 16) anak autis mengalami gangguan AZ, terlihat bahwa anak autis tersebut tergolong pasif dan
intelektual dengan kecerdasan yang rendah serta tergolong berat keautisannya, sehingga kemampuan
mengalami gangguan berbahasa. Sehingga hal ini dalam menyerap informasi tentang personal hygiene
menyulitkan anak autis menerima informasi mengenai tergolong rendah. AF yang memiliki usia paling tua yakni
pentingnya personal hygiene bagi kesehatan mereka. duduk di kelas 6, sehingga ia kurang mandiri dalam
Berdasarkan hasil wawancara, ada dua anak autis yakni personal hygiene dibandingkan OT (kelas 5) dan AA
yang tidak mau menggosok gigi karena pasta gigi yang (kelas 2) yang sudah mandiri dalam personal hygiene.
pedas dan agak malas dalam menggosok gigi. Orang tua Selain itu, tingkat perkembangan juga sangat
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

mempengaruhi, hal ini terlihat dari kasus AF. AF yang sesuai oleh pendapat Ali dan Asrori (2012: 118-119)
paling muda yakni kelas 1 dalam subjek penelitian ini yakni faktor yang mempengaruhi kemandirian salah
adalah anak autis yang tergolong kurang mandiri. AF satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Sehingga
masih banyak dibantu secara verbal maupun fisik. Hal ini cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan
karena tingkat perkembangan anak yang tergolong masih mempengaruhi perkembangan kemandirian anaknya.
muda dan kurang dalam pengalamannya. Sehingga dalam Senada dengan hal tersebut Septiari, (2012:171)
kemandirian personal hygiene tingkat perkembangan atau berpendapat bahwa pola asuh authoritative dianggap baik
usia juga mempengaruhi. karena mengakibatkan anak menjadi anak mandiri, dapat
Gangguan mental dan intelektual pada anak autis mengontrol diri, memiliki rasa percaya diri yang kuat.
seperti yang dikemukakan oleh Purwati (dalam Septiari (2012:171) juga berpendapat bahwa pola asuh
Rachmawati, 2012: 16), yakni anak autis mengalami authoritarian menyebabkan anak menjadi penakut dan
gangguan berbahasa. Selain itu, didapatkan IQ di bawah pencemas. Sehingga dalam hal ini anak autis yang
70 pada 70% penderita, dan di bawah 50 pada 50%. mandiri yang orang tuanya menerapkan pola asuh
Namun sekitar 5% memiliki IQ di atas. Oleh karena itu, kombinasi authoritative dan authoritarian, sudah
kondisi gangguan mental dan intelektual yang dialami tergolong mandiri dalam melaksanakan kegiatan personal
anak autis akan membuat kesadaran dan kemandirian hygiene. Namun terkadang mereka masih membutuhkan
personal hygiene semakin berkurang. Hal ini semakin bantuan secara verbal atau perintah karena anak autis ini
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Matson, et masih ragu-ragu dan agak takut dengan kegiatan yang
al dan Palmen, et al (dalam Mattson, 2016). Matson, et al mereka lakukan, misalnya mengguyur muka dengan air
dan Palmen, et al (dalam Mattson, 2016) menemukan dan bahkan memulai kegiatan mandi. Sehingga jelaslah
bahwa individu dengan autisme mengalami kesulitan dalam pengasuhan anak autis ini, pola asuh harus
dalam kegiatan merawat diri (grooming and personal disesuaikan dengan kebutuhan anak. Orang tua tidak
hygiene) dalam semua tingkat keberfungsian dan usia. selalu menerapkan pola asuh authoritative yang selalu
3. Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap membantu dan memenuhi kebutuhan anak, melainkan
Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis juga mendisiplinkan dan memerintah anak autis dengan
di SDN Percobaan Surabaya pola asuh authoritarian demi membentuk anak autis yang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah mandiri.
dikemukakan bahwa sebanyak 100% anak autis yang Sedangkan tujuan utama pengasuhan orang tua yang
bersekolah di SDN Percobaan Surabaya memiliki orang dikemukakan oleh Supartini (2004:35), yaitu untuk
tua yang menerapkan pola asuh authoritative sebagai mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan
pola asuh dominan dan pola asuh authoritarian sebagai kesehatannya. Sehingga dalam hal ini pola asuh orang tua
pola asuh sekunder. juga sangat berperan terhadap kehidupan fisik dan
Pola asuh orang tua akan memberikan pengaruh kesehatan anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh
terhadap perkembangan dan kepribadian anaknya. Hal ini yang baik tentunya akan menginformasikan kepada anak
sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Baumrind mengenai pentingnya personal hygiene, mengajari anak
(dalam Yusuf 2005:51) berpendapat bahwa pola asuh untuk melakukan kegiatan personal hygiene secara
dapat mempengaruhi perilaku anak yang meliputi mandiri. Dalam pola asuh authoritative, peranan orang
kompetensi emosional, sosial, dan intelektual. Masa tua biasanya membantu anak melakukan kegiatan
kanak-kanak yang sekarang dialami oleh anak autis di personal hygiene secara fisik, membantu anak melakukan
SDN Percobaan Surabaya adalah masa dimana orang tua kegiatan personal hygiene secara verbal, mengajari anak
berperan besar dalam memberikan pola asuh yang tepat. melakukan kegiatan personal hygiene secara mandiri,
Pola asuh yang diberikan orang tua meliputi bimbingan, tidak membiarkan anak melakukan kegiatan personal
tuntunan, kedisiplinan akan membentuk anak memiliki hygiene sendiri serta menegur jika anak belum
kepribadian dan perilaku sesuai yang diberikan orang melakukan kegiatan personal hygiene. Sedangkan dalam
tuanya. Maka dari itu dalam hal ini, orang tua yang memberikan pola asuh authoritarian, orang tua memaksa
menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola asuh anak agar bisa melakukan kegiatan personal hygiene
dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh sendiri, memerintah saat anak tidak melakukan kegiatan
sekunder terhadap anak autis menghasilkan anak autis personal hygiene, misalnya mandi, memerintah tiap
yang kurang mandiri sebanyak dua orang, dan anak autis langkah-langkah dalam kegiatan personal hygiene, dan
mandiri sebanyak tiga orang dalam hal kemandirian memarahi anak jika tidak segera melakukan kegiatan
personal hygiene. Sehingga secara umum, sekitar 60% personal hygiene sesuai waktunya. Dengan adanya
anak autis ini memiliki karakter mandiri dalam dirinya peranan dari pola asuh orang tua, maka tujuan
yang dihasilkan oleh pola asuh orang tua mereka. Hal ini pengasuhan dikemukakan oleh Supartini (2004:35) dapat

21
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

tercapai dengan bersihnya kehidupan fisik anak sehingga pendidikan di sekolah, maka hal ini tidak berpengaruh
kesehatan anak dapat terjaga dan meningkat. besar bahkan cenderung kurang berperan. Hal ini
Dalam penelitian ini, 5 orang tua anak autis (100%) ditunjukkan dengan tidak adanya kurikulum dan
di SDN Percobaan Surabaya yang menerapkan pola asuh pelajaran khusus bagi ABK di sekolah yang mengajarkan
authoritative sebagai pola asuh dominan dan pola asuh tentang personal hygiene. Mereka hanya diberi
authoritarian sebagai pola asuh sekunder pada akhirnya pengajaran mengenai kebersihan secara umum dengan
menghasilkan anak yang mandiri dalam personal hygiene teman-temannya yang reguler di dalam kelas. Demikian
sebanyak 3 anak (60%) dan kurang mandiri sebanyak 2 juga menurut observasi, guru pembimbing khusus dalam
anak (40%). Anak autis yang mandiri mampu melakukan ruang sumber juga tidak mengajarkan tentang kegiatan
sesuatu bagi dirinya sendiri, dan sudah tidak tergantung personal hygiene secara praktek langsung dan khusus
pada orang tuanya dalam memenuhi kegiatan personal pada anak autis. Guru pembimbing khusus hanya
hygiene. Secara jelas, mereka dapat memberikan kontrol mengajarkan dan menjelaskan mengenai materi bidang
terhadap dirinya dan mampu dengan mandiri untuk studi yang diajarkan di dalam kelas reguler. Sedangkan
melakukan kegiatan personal hygiene meliputi mencuci pada sistem kehidupan di masyarakat, hampir semua
tangan, menyisir rambut, mencuci rambut, toilet training, anak autis dalam subjek ini tinggal pada lingkungan
mandi dan menggosok gigi. Mereka melakukan langkah perumahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan orang
demi langkah tahapan kegiatan personal hygiene dengan tua, keluarga yang tinggal lingkungan perumahan kurang
tanpa didampingi orang tua dan tanpa diperintah oleh ada interaksi dengan masyarakat sekitar. Selain itu, anak
orang tua. Sedangkan anak autis yang kurang mandiri autis yang mengalami gangguan komunikasi tidak terlalu
sesungguhnya sudah dapat melakukan kegiatannya memperdulikan lingkungan sekitar dan tidak terbiasa
sendiri tetapi masih sering dibantu orang tua secara bergaul dengan masyarakat di sekitarnya. Sehinggak
verbal. Orang tua masih memerintah anak dalam kegiatan sistem pendidikan di masyarakat juga kurang
personal hygiene. Selain itu, pada anak autis lain masih berpengaruh terhadap kemandirian personal hygiene pada
banyak kegiatan yang dibantu secara verbal, banyak pula anak autis tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini sistem
kegiatan yang perlu dibantu secara fisik oleh orang tua. pendidikan di sekolah dan sistem kehidupan di
Sesungguhnya anak sudah mampu dalam beberapa hal masyarakat cenderung tidak berperan dalam kemandirian
kegiatan personal hygiene namun orang tua masih ragu personal hygiene pada anak autis dan pola asuh orang
dan kurang puas saat melihat anaknya melakukan tualah yang paling berperan.
kegiatan personal hygiene sendiri. Disamping itu, kemandirian personal hygiene juga
Pada dasarnya, kemandirian sendiri memiliki 4 dipengaruhi oleh budaya, status sosial ekonomi, agama,
faktor yang mempengaruhinya. Empat faktor yang tingkat pengetahuan dan perkembangan individu, status
mempengaruhi kemandirian yang telah dikemukakan kesehatan, kebiasaan dan cacat jasmani/mental bawaan
oleh Ali dan Asrori (2012: 118-119) meliputi, gen, pola (Mubarak, dkk, 2015:147). Dalam penelitian yang telah
asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, dan sistem dilakukan, pengaruh yang paling besar adalah dari tingkat
kehidupan di masyarakat. Namun sesungguhnya dalam pengetahuan atau perkembangan individu serta cacat
penelitian yang telah dilakukan ini, orang tua memiliki jasmani dan mental bawaan serta kebiasaan. Dalam hal
peran yang paling besar dalam mengajarkan tentang tingkat pengetahuan atau perkembangan individu, hal ini
kemandirian pada anak. Dari gen orang tua yang menurut sangat terlihat bahwa anak autis yang mana memiliki
Ali dan Asrori (2012:118), orang tua yang mempunyai hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial yang
sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak berbeda-beda pada setiap anak. Sehingga hal ini
yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor membuat kemampuan menyerap informasi tiap anak juga
keturunan masih menjadi perdebatan karena ada yang berbeda-beda tergantung derajat keautisannya. Sehingga
berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat pada akhirnya anak autis ada yang memiliki pengetahuan
kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya lebih dan ada yang memiliki tingkat pengetahuan yang
melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara kurang tentang pentingnya personal hygiene. Ini
orang tua mendidik anaknya. Dari penjelasan Ali dan menyebabkan anak autis yang tergolong berat
Asrori di atas, maka jelaslah faktor kedua, yakni pola keautisannya akan rendah pengetahuannya sehingga
asuh orang tua yang memiliki peran paling besar dalam mempengaruhi kemandiriannya dalam personal hygiene.
pembentukan kemandirian pada anak. Hal ini terlihat bahwa anak autis pasif yang paling tua
Dalam penelitian ini pula, diperoleh bahwa pola yakni duduk di kelas 6 dengan inisial AZ kurang mandiri
asuh orang tua memiliki peranan sangat besar terhadap dalam personal hygiene dibandingkan OT (kelas 5) dan
kemandirian personal hygiene pada anak autis. Jika AA (kelas 2) yang sudah mandiri personal hygiene.
ditilik dari faktor kemandirian ketiga yakni sistem Selain itu, tingkat perkembangan juga sangat
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

mempengaruhi, hal ini terlihat dari AF yang paling muda pengasuhan sekaligus. Pada pola asuh authoritative,
yakni kelas 1 dalam subjek penelitian ini adalah anak orang tua menyusun aturan untuk anak, memberi kata-
autis yang tergolong kurang mandiri, karena masih kata pendorong pada anak, menyediakan fasilitas yang
banyak dibantu secara verbal maupun fisik. Sehingga diperlukan anak, serta mengembangkan bakat dan minat
dalam kemandirian personal hygiene tingkat anak serta mengizinkan anak bermain dan menonton TV
perkembangan atau usia juga mempengaruhi. di acara yang sesuai usianya. Sedangkan pada pola asuh
Selain itu, faktor cacat jasmani/mental bawaan pada authoritarian, orang tua memaksa anak dalam melakukan
anak autis yang mengalami gangguan mental dan kegiatan personal hygiene sendiri, membereskan barang-
intelektual menyebabkan anak autis kurang memahami barang miliknya yang berantakan hingga memenuhi
apa saja yang harus dilakukan dalam kegiatan personal kebutuhan orang tua dengan membeli suatu barang di
hygiene. Sehingga, ia harus membutuhkan bantuan orang warung. Selain itu, orang tua memarahi dan memberikan
tua untuk melakukan kegiatan tersebut dan nantinya akan hukuman pada anak jika anak tidak melakukan perintah
mempengaruhi kemandiriannya dalam kegiatan personal dan melakukan kesalahan.
hygiene nya. Orang tua anak autis tidak hanya membantu 2. Kemandirian Personal Hygiene Anak Autis di SDN
secara verbal dan fisik dalam melakukan kegiatan Percobaan Surabaya
personal hygiene, melainkan juga mengajari anak tentang Dalam kemandirian personal hygiene, anak autis yang
pentingnya personal hygiene, mengajari cara dan mandiri di SDN Percobaan Surabaya sebanyak 3 anak
langkah-langkah dalam kegiatan personal hygiene, (60%), dan anak autis yang kurang mandiri sebanyak 2
membiasakan anak autis melakukan kegiatan personal anak (40%). Anak autis yang mandiri mampu dengan
hygiene sendiri. Sehingga dapat diketahui dalam hal ini mandiri untuk melakukan kegiatan personal hygiene
bahwa faktor kebiasaan yang diterapkan oleh orang tua meliputi mencuci tangan, menyisir rambut, mencuci
juga akan membuat anak autis semakin mandiri dalam rambut, toilet training, mandi dan menggosok gigi.
kegiatan personal hygiene. Mereka melakukan langkah demi langkah tahapan
Dalam hal ini pola asuh orang tualah yang paling kegiatan personal hygiene dengan tanpa didampingi
berperan dalam kemandirian personal hygiene pada anak orang tua dan tanpa diperintah oleh orang tua. Hal ini
autis. Disamping itu, tingkat pengetahuan atau menunjukkan bahwa anak autis yang mandiri tidak
perkembangan individu, cacat jasmani dan mental memiliki rasa ragu-ragu dan dapat lebih bertanggung
bawaan serta kebiasaan adalah hal yang paling jawab terhadap dirinya. Sedangkan bagi anak autis yang
berpengaruh juga dalam penelitian mengenai kurang mandiri masih sering dibantu orang tua secara
kemandirian personal hygiene ini. Orang tua yang verbal. Orang tua masih memerintah anak dalam kegiatan
memberikan pola asuh authoritative sebagai pola asuh personal hygiene. Selain masih banyak kegiatan yang
primer dan pola asuh authoritarian sebagai pola asuh dibantu secara verbal, banyak pula kegiatan yang perlu
sekunder akan mendidik, membimbing, mendisiplinkan dibantu secara fisik oleh orang tua. Sesungguhnya anak
dan membiasakan anak autisnya untuk dapat melakukan sudah mampu dalam beberapa hal kegiatan personal
kemandirian personal hygiene. Orang tua akan berusaha hygiene namun orang tua masih ragu dan kurang puas
memahami anak autis yang memiliki gangguan saat melihat anaknya melakukan kegiatan personal
komunikasi, tingkat pengetahuan yang rendah, dan hygiene sendiri.
gangguan mental. Kemudian, orang tua yang selalu 3. Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian
bersama anak di rumah akan memberikan pembiasaan Personal Hygiene Anak Autis di SDN Percobaan
dan bimbingan mengenai kegiatan personal hygiene Surabaya
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak autisnya. Peranan pola asuh orang tua terhadap kemandirian
personal hygiene anak autis di SDN Percobaan Surabaya
PENUTUP adalah menerapkan pola asuh authoritative sebagai pola
Simpulan asuh dominan dan pola asuh authoritarian sebagai pola
1. Pola Asuh Orang Tua Anak Autis di SDN Percobaan asuh sekunder dalam satu pengasuhan sekaligus sehingga
Surabaya menghasilkan anak autis yang mandiri dalam personal
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil hygiene sebanyak 3 anak (60%), dan anak autis yang
penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh atau 100% kurang mandiri sebanyak 2 anak (40%). Peranan pola
orang tua anak autis yang terdiri dan 5 orang tua dari 5 asuh authoritative pada orang tua yakni membantu
anak autis di SDN Percobaan Surabaya menerapkan pola kegiatan personal hygiene anak secara fisik dan verbal,
asuh authoritative sebagai pola asuh dominan dan pola mengajari anak melakukan kegiatan personal hygiene,
asuh authoritarian sebagai pola asuh sekunder dalam satu mendampingi anak melakukan kegiatan personal hygiene
sendiri serta menegur anak jika belum melakukan

23
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

kegiatan personal hygiene. Sedangkan dalam dalam hal kemandirian personal hygiene. Dalam
memberikan pola asuh authoritarian, orang tua hal ini misalnya toilet training, menggosok gigi,
memberikan peranan meliputi memaksa anak agar bisa dan menyisir rambut, yang mana kegiatan ini
melakukan kegiatan personal hygiene sendiri, memiliki hasil yang tampak saat pembelajaran di
memerintah anak saat tidak melakukan kegiatan personal kelas, misalnya kegiatan buang air kecil dan besar
hygiene, memerintah tiap langkah dalam kegiatan di toilet sekolah, gigi yang kuning atau bau nafas
personal hygiene, dan memarahi anak jika tidak segera anak, dan kondisi rambut anak dalam kelas. Jika
melakukan kegiatan personal hygiene sesuai waktunya. anak dirasa perlu bimbingan, maka guru kelas
Faktor yang mempengaruhi kemandirian personal dapat menyampaikan ke GPK dan orang tua.
hygiene pada anak autis yakni memiliki tingkat b. Guru Pembimbing khusus
pengetahuan dan perkembangan, memiliki gangguan Guru pembimbing khusus sebaiknya selalu
mental dan intelektual yang memungkinkan anak kurang menjalin komunikasi dengan guru kelas dan orang
mandiri dalam kegiatan personal hygiene. Sedangkan, tua mengenai perbuatan dan perkembangan anak
faktor kebiasaan yang diterapkan oleh orang tua pun di sekolah. Terutama dalam hal ini adalah
sebaliknya akan berpengaruh baik terhadap kemandirian kemandirian personal hygiene, misalnya toilet
personal hygiene anak autis. Sehingga dapat disimpulkan training, menggosok gigi, dan menyisir rambut
pola asuh orang tua anak autis di SDN Percobaan yang mana guru kelas lebih sering mengetahui
Surabaya menerapkan pola asuh authoritative sebagai bahkan mengamati kegiatan buang air kecil dan
pola asuh dominan dan pola asuh authoritarian sebagai besar anak di toilet sekolah, gigi yang kuning atau
pola asuh sekunder dalam satu pengasuhan sangat bau nafas anak, dan kondisi rambut anak dalam
berperan dan berpengaruh baik terhadap kemandirian kelas.
personal hygiene pada anak autis di SDN Percobaan 3. Kepala Sekolah
Surabaya. Kepala sekolah sebaiknya mengupayakan adanya
pertemuan rutin dengan orang tua agar informasi
Saran mengenai perkembangan siswa di sekolah dapat
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pola asuh orang tersampaikan pada orang tua. Selain itu, kepala
tua anak autis di SDN Percobaan Surabaya menerapkan sekolah di sekolah inklusi juga dapat mengadakan
pola asuh authoritative sebagai pola asuh dominan dan kegiatan penyuluhan mengenai pola asuh atau
pola asuh authoritarian sebagai pola asuh sekunder parenting bagi anak berkebutuhan khusus mengenai
dalam satu pengasuhan sangat berperan dan berpengaruh pentingnya personal hygiene dan cara mengajarkan
baik terhadap kemandirian personal hygiene. Pola asuh kemandirian personal hygiene pada anak
tersebut menghasilkan anak autis yang mandiri dalam berkebutuhan khusus, terutama autis.
personal hygiene sebanyak 3 anak (60%), dan anak autis
yang kurang mandiri sebanyak 2 anak (40%). Oleh 4. Peneliti Lain
karena itu disarankan bagi beberapa pihak: Kemandirian personal hygiene pada anak autis dapat
1. Orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
Orang tua dapat menggunakan pola asuh authoritative adalah pola asuh orang tua. Oleh karena itu, perlu
sebagai pola asuh dominan dan pola asuh dilakukan penelitian yang lebih lanjut, dengan
authoritarian sebagai pola asuh sekunder dalam satu memperhatikan variabel-variabel lain yang
pengasuhan untuk diterapkan pada anak autis. Hal ini mempengaruhi pembentukan kemandirian pada anak
karena pola asuh tersebut banyak membantu dan autis dan juga faktor lain yang mempengaruhi pola
meningkatkan kemandirian anak autis terutama dalam asuh orang tua. Sehingga penelitian dapat dilanjutkan
kemandirian personal hygiene anak autis. Dan bagi dalam bidang pendidikan, keperawatan, dan
anak autis yang kurang mandiri, akan lebih baik dan kesehatan. Penelitian ini juga dapat dilakukan dengan
meningkat kemandiriannya jika menerapkan pola pendekatan penelitian korelasional agar dapat
asuh authoritative yang dominan dan pola asuh mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan
authoritarian sebagai pola asuh sekunder, seperti kemandirian personal hygiene secara terukur.
halnya dalam penelitian ini.
2. Guru DAFTAR PUSTAKA
a. Guru kelas
Guru kelas sebaiknya sering berkomunikasi Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2012.
dengan guru pembimbing khusus dan orang tua Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.
mengenai keadaan anak dalam kelas, terutama Jakarta: Bumi Aksara
Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Hygiene Anak Usia 6-12 Tahun., (Online), Jurnal
Statistical Manual of Mental Disorders: Fifth Ners dan Kebidanan Indonesia,
Edition DSM-5. USA: American Psychiatric (http://ejournal.almaata.ac.id//, diakses pada 11
Publishing November 2016)
Andriyani, Durri, M.Toha Anggoro, Kristianti Ambar Mattson, Jennifer M. Gillis, Matthew Roth dan Melina
Puspitasari, Tian Belawati, Ratna Kesuma, I G A Sevlever. 2016. Chapter 3: Personal Hygiene.
K Wardani. 2012. Metode Penelitian. Tangerang (Online)
Selatan: Universitas Terbuka (http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-
Arifah, Ulin Dian. 2011. Hubungan Pola Asuh Orang 3-319-27297-9_3 diunduh pada 16 Oktober 2016
Tua Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis Di SLB Melisa, Fanny. 2013. 112.000 Anak di Indonesia
Negeri Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. diperkirakan Menyandang Autisme. Dalam
Semarang: Universitas Islam Sultan Agung Republika (Online), 9 April
Arini, Aquilina Tanti, Tjipto Susana, Titik Kristiyani, 2013(http://m.republika.co.id/berita/nasional/umu
Indria L. Gamayanti, Ratri Sunar Astuti, dan m/13/04/09/mkz2un-112 diakses pada 22 Oktober
Dwiyono. 2006. Membuat Prioritas, Melatih Anak 2016)
Mandiri. Yogyakarta: Kanisius Miles, Matthew, Michael Huberman, dan Johnny
Centers for Disease Control and Prevention. 2012. ASD Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis: A
Data and Statistics (Prevalence). (online) Methods Sourcebook 3rd Edition. Arizona: Sage
(cdc.gov/ncbddd/autism/data.html diakses pada 22 Publications
Oktober 2016) Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif.
Dabrowska, A dan Pisula, E. 2010. Parenting stress and Bandung: Remaja Rosdakarya
coping styles in mothers and fathers of pre-school Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu
children with autism and Down syndrome. Journal Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika
of Intellectual Disability Research (Online). Vol Mudjito, Praptono, dan Asep Jiehad. 2013. Pendidikan
volume 54 part 3 pp 266280 March 2010 Anak Autis. Jakarta: Depdiknas
(http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365 Palmen, A., Didden, R., & Lang, R. 2012. A Systematic
-2788.2010.01258.x/abstract, diunduh pada 23 Review of Behavioral Intervention Research on
Oktober 2016) Adaptive Skill Building in High-Functioning
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Young Adults with Autism Spectrum Disorder.
Bandung: Remaja Rosdakarya Research in Autism Spectrum Disordes 6 (Online)
Dewi, Erika Untari dan Sari, Mira Ratna. 2013. hlm. 602-617
Gambaran Pola Asuh Orang Tua yang Memiliki (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
Anak Autis di SLB Negeri Gedangan. Tugas akhir S1750946711001668,diunduh pada 24 Oktober
tidak diterbitkan. Surabaya: Akper Wiliam Booth 2016)
Djamarah, Syaiful Bahri. 2014. Pola Asuh Orang Tua Park, Hyunjeong dan Walton-Moss, Benita. 2012.
dan Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Parenting Style, Parenting Stress, and Childrens
Cipta Health-Related Behaviors, Journal of
Efendi, Jausi. 2012. Tips agar Anak jadi Rangking Kelas. Developmental and Behavioral Pediatrics
Jogjakarta: Buku Biru (Online). Vol 33, No. 5, June 2012
Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22772823,
Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media diunduh pada 17 Oktober 2016)
Fatimah, Enung. 2008. Psikologi Perkembangan Putra, Febri Yunanda. 2012. Hubungan Antara Pola
(Perkembangan Peserta Didik). Bandung : CV Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian
Pustaka Setia Personal Hygiene Anak Usia Pra Sekolah di Desa
Hassan, Rasool. 2012. Importance of Personal Hygiene. Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten
(Online), Volume 3, Issue 8, Jember, (Online), Universitas Jember
(http://dx.doi.org/10.4172/2153-2435.1000e126, (http://digilib.unej.ac.id/ , diakses pada 6 Oktober
diunduh pada 6 Oktober 2016) 2016)
LN, Syamsu Yusuf. 2005. Psikologi Perkembangan Anak Rachmawati, Fauziah. 2012. Pendidikan Seks untuk Anak
dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya Autis. Jakarta: Elex Media Computindo
Mardliyah, Umi, Anafrin Yugistyowati, Veriani Aprilia. Rutgers, Anna, Marinus H. van Ijzendoorn, Marian J.
2014. Pola Asuh Orang Tua Sebagai Faktor Bakermans-Kranenburg, Sophie H. N. Swinkels,
Penentu Kualitas Kebutuhan Dasar Personal Emma van Daalen, Claudine Dietz, Fabienne B.

25
Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Autis
di SDN Percobaan Surabaya

A. Naber, Jan K. Buitelaar, Herman van Engeland.


2007. Autism, Attachment and Parenting: A
Comparison of Children with Autism Spectrum
Disorder, Mental Retardation, Language
Disorder, and Non-clinical Children, Journal of
Abnormal Children Psychology. (Online). Vol 35,
hlm 859870, May 2007
(http://link.springer.com/article/10.1007/s10802-
007-9139-y diunduh pada 17 Oktober 2016)
Schieve, Laura A, Stephen J. Blumberg, Catherine Rice,
PhDa, Susanna N. Visser, dan Coleen Boyle,.
2006. The Relationship Between Autism and
Parenting Stress, Pediatrics (Online) Vol 119,
Supplement, 1 February 2007
(www.pediatrics.org/cgi/doi/10.1542/Peds
diunduh pada 22 Oktober 2016)
Septiari, Bety Bea. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan
Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Nuha Medika
SLB AKW II Surabaya. -. Program Khusus Bina Diri
Tuna Garhita Ringan. Surabaya: SLB AKW II
Surabaya
Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar
Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi Program S-1
Unesa. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi.
Surabaya: Unesa
Tridhonanto, Al dan Beranda Agency. 2014.
Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta:
Elex Media Komputindo
Wahyudi, Ari dan Sujarwanto. 2014. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Surabaya: Unesa
University Press
Zubaidah, Ummi. 2014. Hubungan Pola Asuh Orang Tua
dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene
pada Anak Retardasi Mental di SLBN 2
Yogyakarta.
(online)(http://opac.unisayogya.ac.id/, diakses
pada 5 Oktober 2016)

You might also like