You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

BASALIOMA
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 20 RSSA Malang

Oleh :
Nindia Setyaningrum
NIM. 170070301111087

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2017
HALAMAN PENGESAHAN
BASALIOMA
DI RUANG 20 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 20 RSSA Malang

Oleh :
NINDIA SETYANINGRUM
NIM. 170070301111087

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
1. KONSEP ANATOMI KULIT
1.1. ANATOMI KULIT
Kulit terdiri atas dua lapisan dasar yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan bagian terluar yang mengandung empat tipe sel utama: keratinosit,
melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Epidermis ini terbagi menjadi lima
lapisan: stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum,
dan stratum basale. Dermis lebih tebal daripada epidermis dan kaya akan elemen
nonseluler jaringan konektif berupa kolagen, elastin, dan substansi dasar lainnya.
Saraf, pembuluh darah, limfatik, serat otot, pilosebaseus, dan unit apokrin dan ekrin
terdapat pada dermis (Culliford & Hazen, 2007).

Penampang anatomi kulit (Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, 1999)

2. KONSEP BASALIOMA
2.1. DEFINISI
Basalioma adalah karsinoma sel basal merupakan kangker kulit yang timbul
dari sel basal epidermis atau folikel rambut( Brunner & Suddarth,2001). Basalioma
merupakan keganasan kulit yang paling sering ditemukan umumnya di daerah
wajah dan paling banyak timbul pada orang yang kulitnya miskin pelindung terhadap
sinar ultraviolet dari cahaya matahari tumor ini berasal dari sel lapisan basal atau
dari luar sel folikel rambut ( R Sjamsuhidayat, 2004)
Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang berasal dari
pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan appendiks kulit (Graham,R, 2005).
Pertumbuhan tumor ini lambat ,dengan beberapa macam pola pertumbuhan
sehingga memberikan gambaran klinis yang bervariasi,bersifat invasif,serta jarang
mengadakan metastasis (Nila, 2005)
2.2. EPIDEMIOLOGI
Insidens basalioma bebanding lurus dengan umur dan berbanding terbalik
dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis. Sekitar 80 % dari basalioma terjadi
pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala,
dan leher. Basalioma biasanya lambat berkembang dan jarang bermetastasis, tetapi
dapat menyebabkan destruksi lokal yang signifikan secara klinis jika diabaikan atau
diterapi secara tidak adekuat (Culliford & Hazen, 2007).
Insiden basalioma diseluruh dunia sampai saat ini meningkat hingga 10%
pertahun. Di Amerika Serikat, insidens tahunan adalah 900.000 kasus (550.000
pada laki-laki dan 350.000 pada perempuan). Insidens per 100.000 individu berkulit
putih adalah 475 kasus pada laki-laki dan 250 kasus pada perempuan. Resiko
terkena basalioma sepanjang hidup pada populasi kulit putih adalah 33-39 % pada
laki-laki dan 23-28 % pada perempuan. Basalioma dapat terjadi pada umur berapa
pun tetapi umumnya terjadi setelah umur 40 tahun. Insidens tertinggi terjadi pada
orang dengan kulit cerah, jarang terjadi pada orang berkulit gelap. Rasio laki-laki
dan perempuan untuk basalioma adalah 3 : 2 (Culliford & Hazen, 2007).
2.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi TNM digunakan sebagai sistem klasifikasi pada tumor ganas kulit
non melanoma. Klasifikasi TNM Tumor Ganas Kulit ( kecuali Melanoma Maligna ) :
T : tumor primer
Tx : tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0 : tidak ditemukan tumor primer
Tis : karsinoma insitu
T1 : tumor dengan ukuran terbesar tidak melebihi 2 cm.
T2 : tumor dengan ukuran terbesar antara 2-5 cm.
T3 : tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm.
T4 : tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam misalnya kartilago, otot
skelet atau tulang.
N : kelenjar getah bening
Nx : kelenjar getah bening tidak dapat diperiksa
N0 : tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional
N1 : ada metastasis kelenjar limfe regional
M : metastasis jauh
Mx : tidak dapat diperiksa
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh
Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut American Joint Committee
on Cancer tahun 2006 :
Stadium T N M

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

T2 N0 M0
II
T3 N0 M0

T4 N0 M0
III
Tiap T N1 M0

IV Tiap T Tiap N M1

Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut AJCC tahun 2006.

2.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologinya mungkin multifaktorial, tetapi paparan terhadap cahaya matahari
memegang peran penting. Menurut Marwali (2000), lebih dari 90 persen penyebab
basalioma yaitu terpapar sinar matahari atau penyianaran ultraviolet lainnya.Sering
muncul usia> 40 tahun. Faktor resiko antara lain:
a. Faktor genetik (sering terjadi pada kulit terang ,mata biru atau hijau dan rambut
pirang atau merah)
b. paparan sinar X yang berlebihan
c. Senyawa kimia arsen
d. Trauma
e. Ulkus kronis (Marwali,2000)
Menurut Culliford & Hazen (2007), etiologi dan faktor resiko basalioma
adalah:
a. Radiasi sinar ultraviolet
Paparan kronik terhadap sinar matahari merupakan penyebab paling penting
dan paling sering dari basalioma. Radiasi sinar UV gelombang pendek (290-320
nm) dipercaya mempunyai peran penting dalam pembentukan basalioma
daripada radiasi sinar UV gelombang panjang (320-400 nm).
b. Radiasi sinar x juga berhubungan dengan terjadinya basalioma.
c. Terpapar arsen, bahan kimia yang bersifat karsinogenik baik dari makanan
maupun dari pekerjaan berhubungan dengan perkembangan basalioma.
d. Keadaan imunosupresi, berhubungan dengan peningkatan resiko basalioma.
e. Xeroderma pigmentosum. Merupakan penyakit autosomal resesif, berawal dari
perubahan pigmen kemudian berkembang menjadi basalioma, karsinoma sel
squamous, dan melanoma maligna.
f. Sindrom BCC nevoid (sindrom Gorlin). Penyakit autosomal dominan yang terjadi
pada umur muda dengan multipel basalioma. Odontogenik keratocyst,
palmoplantar pitting, kalsifikasi intrakranial, dan anomali tulang iga dapat
ditemui.
g. Sindrom Bazex. Merupakan penyakit genetik kromosom x-linked dominan yang
ditandai dengan atropoderma, multipel basalioma, anhidrosis lokal, dan
kongenital hipotrikosis.
h. Iritasi kronik atau ulserasi
i. Riwayat kanker kulit nonmelanoma sebelumnya meningkatkan resiko seseorang
untuk terkena kanker kulit (Culliford & Hazen, 2007)..
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Predileksi basalioma adalah area yang sering terpapar sinar ultraviolet,
terutama pada wajah (pipi, dahi, hidung, lipat nasolabial, periorbital) dan leher,
kadang juga ditemukan dikulit kepala. Gambaran klasik basalioma memiliki tepi
yang meninggi dan daerah tengah yang mengkilap seperi mutiara dengan
telangiektasis. Dapat nampak bersisik dengan daerah atrofi atau parut akibat
inflamasi kronik (Culliford & Hazen, 2007).
Menurut Culliford & Hazen, (2007), basalioma diklasifikasikan menjadi
subtipe yang menggambarkanapakah basalioma tersebut agresif atau tidak.
a. Nodular
Bentuk ini paling sering dijumpai. Lesi biasanya tampak sebagai lesi tunggal.
Paling sering mengenai wajah, terutama pipi, lipat nasolabial, dahi, dan tepi
kelopak mata. Pada awalnya tampak papul atau nodul kecil, transparan seperti
mutiara, berdiameter kurang dari 2 cm dengan tepi meninggi. Permukaannya
tampak mengkilat, sering dijumpai adanya telangiektasia dan kadang-kadang
dengan skuama yang halus atau krusta yang tipis. Lesi membesar secara
perlahan dan suatu saat bagian tengah lesi menjadi cekung yang dapat
berkembang menjadi ulkus rodens dengan destruksi jaringan di sekitarnya.
Dengan trauma ringan atau bila krusta diangkat, mudah terjadi perdarahan
(Wong & Strange, 2009)

Basalioma tipe nodular(Wong & Strange, 2009)

b. Berpigmen
Gambaran klinisnya sama dengan yang tipe nodular. Bedanya, pada jenis ini
berwarna coklat atau hitam berbintik-bintik atau homogen, yang secara klinis
dapat menyerupai melanoma (Wong & Strange, 2009).

Basalioma tipe berpigmen(Wong & Strange, 2009)


c. Morfea / Fibrosing / sklerosing
Merupakan tipe basalioma agresif dan biasanya terjadi pada kepala dan
leher. Lesi tampak sebagai plak sklerotik yang cekung, berwarna putih
kekuningan dengan batas tidak jelas(Wong & Strange, 2009)
Basalioma tipe morfea(Wong & Strange, 2009)
d. Superfisial
Lesi biasanya multipel, mengenai badan, dan sedikit kemungkinan untuk
invasif. Secara klinis tampak sebagai plak transparan, eritematosa sampai
berpigmen terang, berbentuk oval sampai ireguler dengan tepi berbatas tegas,
sedikit meninggi (Wong & Strange, 2009)

Basalioma tipe superfisial(Wong & Strange, 2009)

Gambaran klinis yang jarang ditemukan adalah tumor metastase ke jaringan


sekitar, ke kelenjar limfe regional dan destruksi terhadap tulang. Destruksi
tulang sering ditemukan pada basalioma wajah dan kepala
Disamping itu terdapat pula 3 sindroma klinis, dimana epitelioma sel basal
berperan penting, yaitu:
a. Sindroma Epitelioma Sel Basalnevoid, dikenal pula sebagai sindroma Gorlin-
Goltz. Merupakan kelainan autosomal dominan dengan penetrasi yang
bervariasi, ditandai oleh 5 gejala mayor yaitu :
Karsinoma sel basal multipel yang terjadi pada usia muda.
Cekungan-cekungan pada telapak tangan dan telapak kaki.
Kelainan pada tulang, terutama tulang rusuk.
Kista pada tulang rahang.
Kalsifikasi ektopik dari falks serebri dan struktur lainnya.
Disamping gejala mayor ini, dijumpai banyak kelainan sistem organ multipel
yang berhubungan dengan sindroma ini.
b. Nevus sel basal unilateral linier, merupakan jenis yang sangat jarang dijumpai.
Lesi berupa nodul dan komedo, dengan daerah atrofi bentuk striae, distribusi
zosteriformis atau linier, unilateral. Lesi biasa dijumpai sejak lahir dan lesi ini
tidak meluas dengan meningkatnya usia.
c. Sindroma bazex, sindroma ini digambarkan pertama kalinya oleh Bazex,
diturunkan secara dominan, dengan cirri khas sebagai berikut :
Atrofoderma folikuler, yang ditandai oleh folikuler yang terbuka lebar, seperti
ice-pick marks, terutama pada ekstremitas.
Epitelioma sel basal kecil, multipel pada wajah, biasanya timbul pertama kali
pada saat remaja atau awal dewasa. Namun kadang-kadang dapat juga
timbul pada akhir masa anak-anak.
Disamping itu dapat pula dijumpai anhidrosis lokal atau hipohidrosis
generalisata, hipotrikosis kongenital pada kulit kepala dan daerah lainnya.
2.6 PATOFISIOLOGI
Basalioma merupakan kanker kulit yang paling sering ditemukan. Basalioma
berasal dari sel epidermis sepanjang lamina basalis. Kanker sel basal terjadi pada
daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan
leher. Untungnya tumor ini jarang sekali bermetastasis. Pasien dengan kanker sel
basal tunggal lebih mudah mendapat kanker kulit.
Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogen adalah sinar yang panjang
gelombangnya, bekisar antara 280 samapi 320 mm. Spektrum inilah yang
membakar dan membuat kulit menjadi cacat. Selain itu, pasien yang memiliki
riwayat kanker sel basal harus menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung
untuk menghindari sinar karsinogen yang terdapat di dalam sinar matahari.
Penyebab lain basalioma adalah riwayat pengobatan, radiologi, sebelumnya untuk
menyembuhkan penyakit kulit lain. Sinar ultraviolet panjang (UVA) yang
dipancarkan oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar
matahari juga merusak epidermis dan di anggap sebagai karsinogen.
Dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah menjadi
sel-sel lain) yang ada pada stratum basalis epidermis atau lapisan folikular. Sel
basal diproduksi sepanjang hidup kita dan membentuk kelenjar sebasea dan
kelenjar apokrin. Tumor tumbuh dari epidermis dan muncul di bagian luar selubung
akar rambut, khususnya dan stem sel folikel rambut, tepat di bawah duktus glandula
sebasea. Sinar UV menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53, yang terletak
pada kromosom 17p. Sebagai tambahan, mutasi gen supresor tumor pada pita 9q22
yang meyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal dominan
ditandai dengan timbulnya basalioma secara dini (Culliford, A. and Alexes Hazen,
2007)
Awalnya terjadi pada lapisan epidermis kulit, kemudian tumbuh pelan- pelan
tanpa rasa sakit. Dengan pertumbuhan kulit baru yang mudah berdarah atau tidak
dapat sembuh, maka diagnosa basalioma sudah dapat ditegakkan. Basalioma
hampir tidak pernah menyebar. Tetapi, jika tidak diterapi, kemungkinan menyebar
ke tulang ataupun jaringan terdekat (Berman, 2008)
2.7 PATHWAY (Terlampir)
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis basalioma yaitu pemeriksaan histopatologis. Biopsi kulit
sering diperlukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan gambaran
histopatologi. Dari pemeriksaan ini dapat ditemukan :
Karsinoma sel basal tipe nodular : nukleus oval besar, hiperkromatik, dan
sitoplasma sedikit. Bentuk sel seragam dan bila ada gambaran mitotik biasanya
sedikit. Bentuk padat biasanya bergabung dengan pola berbentuk palisade di
daerah perifer dan membentuk sarang-sarang. Biasanya ada peningkatan
produksi musin di sekitar stroma dermis. Pembelahan sel, yang dikenal sebagai
artefak retraksi biasanya muncul diantara sarang-sarang basalioma dan stroma,
yang berkurang selama fiksasi dan pewarnaan.
Karsinoma tipe berpigmen : mengandung melanosit yang terdiri dari sitoplasma
granula melanin dan dendrit.
Karsinoma sel basal tipe morfea : pola sarang pertumbuhannya tidak melingkar
tapi membentuk untaian.
Karsinoma sel basal tipe superfisial : penampakannya seperti semak-semak sel
basaloid yang berlekatan dengan epidermis. Sarang-sarang berbagai ukuran
sering terlihat di dermis(Wong & Strange, 2009)

(a) (b)
Gambaran histopatologi kulit normal(a). Basalioma (b).
(Berman, 2008)
Untuk basalioma yang metastasis atau yang berpenetrasi ke tulang dapat
dilakukan pemeriksaan radiologi. Salah satunya adalah dengan MRI (Magnetic
Resonance Imaging). Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi terjadinya destruksi tulang pada basalioma.

a b
(Berman, 2008)
(a) Ulserasi supefisial dari tumor yang berpenetrasi ke lapisan superfisial
pada regio temporalis. (potongan axial)
(b) MRI potongan coronal. Gambaran destruksi tulang zygoma (panah),
tetapi tidak dapat dipastikan berasal dari tumor yang mengalami
penetrasi, sehingga dibutuhkan konfirmasi dengan pemeriksaan
hystopatologi.
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan basalioma tergantung dari jenis, lokasi, ukuran, dan
pilihan atau keahlian operator yang akan melakukan pengobatan. Terapi yang
dapat dilakukan adalah dengan nonbedah maupun pembedahan.
A. Penatalaksanaan non-bedah
Penatalaksanaan nonbedah meliputi radioterapi, terapi fotodinamik,
dan immunomodulator topikal. Kemoterapi topikal dengan bahan
immunomodulasi berguna pada beberapa kasus basalioma. Basalioma
kecil dan superfisial mungkin berespon baik dengan terapi topikal. Sebagai
tambahan, terapi topikal dapat digunakan sebagai profilaksis atau
pemeliharaan pada pasien dengan multipel basalioma seperti sindroma
basal sel nevus(Wong & Strange, 2009).
1. Radioterapi
Prosedur ini perlu untuk kasus inoperabel atau post operasi mikro atau
makroskopis, lebih penting lagi pada kasus rekuren dan residif. Teknik
radiasi yang digunakan yaitu pengobatan standar terdiri dari sinar-x.
Area radiasi adalah tumor yang kelihatan dan safety margin dengan
range 0,5-1,5 cm, tergantung dari ukuran tumor. Jaringan di sekitarnya
seperti mata termasuk palpebra dan glandula lakrimalis harus
dilindungi. Dosis ditentukan oleh ukuran, lokasi, jaringan sekitar, dan
tingkat radiosensitivitasnya. Dosis tunggal antara 1,8-5 Gy. Total
maksimum dosis 50-74 Gy (Culliford & Hazen, 2007).
2. Terapi fotodinamik untuk basalioma telah digunakan lebih dari 20
tahun. Terapi ini efektif untuk basalioma superfisial. Tehnik ini
menggunakan asam aminolaevulinic yang dibuat dalam emulsi 20 %,
dan diberikan topikal pada lesi. Jaringan tumor menyerap metabolit
porfirin ini dan menjadi fotosensitif terhadap konversinya yaitu
protoporfirin IX yang menjadi fotodestruktif ketika dipaparkan pada
sinar dengan panjang gelombang 620-670 nm. 85% basalioma
superfisial yang diberikan terapi fotodinamik sembuh dengan hasil
kosmetik yang sangat baik (Wong & Strange, 2009).
3. Immunomodulator topikal berupa Imiquimod 5% krim. Imiquimod
bekerja dengan menginduksi respon imun seluler sehingga
menyebabkan sekresi interferon gamma (IFN-g), interleukin 12, dan
sitokin lainnya. Masuknya IFN ke dalam tumor akan menyebabkan
perlekatan limfosit dengan CD 4+ serta membunuh sel tumor dengan
regresi tumor. Basalioma superfisial yang diterapi dengan imiquimod
sembuh hingga 85%. 5-Fluorourasil, sitostatik, diberikan secara topikal
setiap hari selama 4-6 minggu (1-5% dalam bentuk krim atau salep).
Sitostatik ini bekerja selektif terhadap tumor epidermal yang
hiperproliferasi. Namun juga dapat mengiritasi kulit yang sehat
sehingga harus diawasi penggunaannya (Wong & Strange, 2009).
B. Penatalaksanaan Bedah
Tujuan penatalaksanaan bedah pada basalioma adalah untuk
mengangkat tumor sehingga tidak ada jaringan tumor yang dapat
berkembang lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih terapi adalah jenis subtipe basalioma, lokasi dan ukuran tumor,
umur pasien, kemampuan pasien untuk menoleransi pembedahan, serta
biaya. Metode bedah yang banyak digunakan adalah kuretase dan
elektrodesikasi, eksisi dengan pemeriksaan tepi tumor atau bedah
mikrografik Mohs. Krioterapi kadang digunakan. Namun dari penelitian
ditemukan bahwa pengobatan basalioma pada wajah adalah pembedahan
metode mikrografik Mohs lebih baik dibanding metode pengobatan lain,
dimana angka kekambuhan sangat minimal, tetapi kekurangannya biaya
operasi lebih mahal dan waktu operasinya lebih lama (Wong & Strange,
2009).
1. Kuretase dan elektrodesikasi
Merupakan pilihan terapi yang umumnya digunakan pada lesi dengan
batas tidak tegas. Dapat digunakan sebagai penatalaksanaan basalioma
nodular dengan ukuran kurang dari 2 cm dan basalioma superfisial dengan
berbagai ukuran. Walaupun dilaporkan tingkat kesembuhan dengan
metode ini lebih dari 90 %, tetapi rekurensi dilaporkan pada 30 % lesi
dengan diameter lebih dari 3 cm. Karena tingkat rekurensi yang tinggi,
luaran kosmetik yang kurang baik, dan kurangnya kontrol histologis,
metode ini tidak diterima sebagai terapi utama pada basalioma (Culliford &
Hazen, 2007).
2. Biopsi eksisi
Metode ini menghasilkan tingkat kesembuhan lebih dari 90 %. Pada
metode ini tumor diangkat seluruhnya hingga jaringan lemak subkutan
dengan dikelilingi oleh jaringan normal. Literatur merekomendasikan batas
3 mm untuk basalioma kecil (<10 mm) dan 5 mm untuk basalioma yang
lebih besar (10-20 mm) pada wajah. Untuk lesi yang ditemukan pada
lokasi lain, direkomendasikan batas 5 mm. Tepi tumor harus dikonfirmasi
negatif dengan pemeriksaan histologis. Teknik ini memerlukan
penutupan lesi bekas eksisi berupa flap atau graft. Metode ini baik
digunakan untuk basalioma tipe noduler, morfea dan basalioma yang telah
berinfiltrasi (Culliford & Hazen, 2007).
3. Bedah mikrografik Mohs
Merupakan teknik bedah yang mengkombinasikan ekstirpasi tumor dan
pemeriksaan mikroskopik tepi jaringan. Eksisi miring dan pemetaan yang
teliti dari tepi perifer dan batas dalam dari horizontal frozen section
memungkinkan pemeriksaan yang komprehensif dari semua tepi jaringan
yang dieksisi dan menjamin tingkat kesembuhan yang sangat baik
melebihi 98% untuk sebagian besar kanker kulit. Indikasi bedah
mikrografik Mohs : basalioma yang terletak pada daerah H (telinga,
periaurikuler, daerah temporal, periokular, hidung, bibir), basalioma yang
rekuren, basalioma yang besar (>2 cm), basalioma dengan batas yang
tidak jelas, basalioma subtipe agresif, pasien dengan imunosupresi,
sindroma basal sel nevus, dan xeroderma pigmentosum. Teknik
operasinya adalah dengan menginsisi daerah tumor, dan langsung
diperiksa histopatologi dibawah mikroskop dengan pewarnaan hematoxilin
dan Eosin atau pewarnaan lainnya. Insisi lapis demi lapis, dan masing-
masing diperiksa secara mikroskopik. Insisi sejauh 5-8 sentimeter dari
batas jaringan yang histopatologinya masih tampak basalioma. Jika benar-
benar jaringan basalioma sudah hilang dengan pemeriksaan mikroskopik,
maka dilakukan bedah rekonstruksi untuk menutupi defek akibat insisi
yang dilakukan. Operasi ini membutuhkan keahlian tersendiri dan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding eksisi biasa dan biaya
yang dibutuhkan lebih mahal (Culliford & Hazen, 2007).
4. Krioterapi
Merupakan teknik yang dapat digunakan pada lesi primer dengan ukuran <
2 cm dan subtipe nonagresif. Tingkat kesembuhan >95 % tetapi
berhubungan dengan hipopigmentasi dan jaringan parut. Tidak ada kontrol
histologis dengan metode ini, dan jaringan biasanya awalnya menjadi
sangat edema. Tingkat rekurensi dilaporkan 3,7 7,5%.
Lesi yang sangat besar mungkin membutuhkan flap atau skin graft untuk
memperbaiki defek pada kulit setelah eksisi. Luas defek harus diperkirakan
sebaik-baiknya, terutama jika defek berada di area yang sulit, agar hasil
operasi sesuai dengan yang diinginkan (Berman, 2008)
2.10 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat di timbulkan dari penyakit kanker kulit ini yaitu:
1. Akibat pembedahan dan terapi radiasi:
i. Jaringan yang di buat tergores/ terluka.
ii. Perubahan warna kulit.
iii. Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik.
iv. Luka kulit yang kronis.
v. Keterbatasan anggota badan jika pengobatan luas.
2. Akibat kemoterapi dan bioterapi:
i. mual dan muntah.
ii. syndrome flulike.
iii. mielosupresi.
iv. paresthesia
v. fibrosis pulmonary.
vi. hipersensivitas.
vii. alopesia.
viii. reaksi alergi
3. Umum:
i. Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik dan citra tubuh.
ii. Kehilangan fungsi pada ekstremitas.
iii. Perlukaan dan perubahan warna kulit.
iv. Proses hasil metastase penyakit pada paengobatan invasif dan potensial
kematian terakhir.
2.11 PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah basalioma adalah dengan mengurangi paparan
sinar ultraviolet, dengan memakai topi, payung, atau menggunakan tabir surya
(Sun-block), sinar UVA dan UVB dengan SPF (faktor perlindungan matahari)
ukuran maksimum 15. Mencegah kemungkinan radiasi sinar x atau paparan arsen
dengan memakai pelindung, untuk pekerja yang harus kontak langsung dengan
bahan tersebut. Berkonsultasi secara dini kepada dokter ahli jika terjadi
perubahan pada kulit (Berman, 2008).

3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1. PENGKAJIAN
Menurut Barbara Engram (1998), dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien pre dan post operasi umum, data yang perlu dikaji adalah :
a. Data dasar
1. Identitas Kajian ini meliputi nama, inisial, umur, jenis kelamin, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji
nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien.
2. Riwayat penyakit dahulu : Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita yang
berhubungan dengan keluhan sekarang.
3. Riwayat penyakit sekarang : Meliputi alasan masuk rumah sakit, kaji keluhan
klien, kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang mempengaruhi, apakah ada
upaya-upaya yang dilakukan.
4. Riwayat kesehatan keluarga : Terdapat anggota keluarga yang menderita
penyakit basalioma atau kanker (Engram, 1998).
5. Data biologis
i. Pola nutrisi : klien mengalami anoreksia, dan ketidakmampuan untuk
makan (Mayers, et, al, 1995).
ii. Pola minum ; Masukan cairan klien adekuat, pasca operasi, klien
puasa total 24 jam (Doenges, et, al, 2002).
iii. Pola eliminasi ; Terjadi konstipasi dan berkemih tergantung masukan
cairan (Brunner & Suddarth, 2002).
iv. Pola istirahat dan tidur : Tidak dapat tidur dalam posisi baring rata
pasca operasi (Doenges, et, al, 1999).
v. Pola kebersihan : Penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-
hari disebabkan pasca operasi (Tucker, et, al, 1998).
vi. Pola aktivitas : Keletihan melakukan aktivitas sehari-hari (Brunner and
Suddarth, 2000).
6. Data psikologis
i. Status emosi : Klien dapat merasa terganggu dan malu dengan
kondisi yang dialaminya atau tidak (Brunner and Suddarth, 2002).
ii. Gaya komunikasi ; kesulitan berbicara dalam kalimat
panjang/perkataan yang lebih dari 4 atau 5 sekaligus (Doenges, et, al,
1999).
iii. Pola interaksi ; tidak ada sistem pendukung, pasangan, keluarga,
orang terdekat. Keterbatasn hubunan dengan orang lain, keluarga
atau tidak (Doenges, et, al, 1999).
iv. Pola koping : Klien marah, cemas, menarik diri atau menyangkal.
7. Data sosial
i. Pendidikan dan pekerjaan : tingkat pengetahuan tentang operasi
minim (Soeparman, et, al, 1998).
ii. Hubungan sosial : kurang harmonisnya hubunan sosial merupakan
stressor emosional pernafasan tidak teratur (Brunner & Suddarth,
2002).
iii. Gaya hidup : kebiasan merokok, minum minuman berakohol, sering
bergadang (Brunner & Suddarth, 2002).
8. Data spiritual : keterbatasan melakukan kegiatan spiritual (Brunner &
Suddarth, 2002).
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum lemah
2. Kesadaran composmentis sampai koma, tergantung tingkat efek
pembedahan dan anestesi.
3. Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi.
4. Kepala, leher, axilla : ekspresi wajah meringis, takut.
5. Hidung : pernafasan cuping hidung
6. Dada : berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan mempengaruhi
pernafasan cepat sampai retraksi.
7. Ekstremitas : ekstremitas berkeringat (Brunner & Suddarth, 2002).
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien
dengan pre dan post operatif Basalioma menurut Doenges, et al (2000), adalah
sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan Pre-Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
2. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis berhubungan dengan
kurang informasi.
Diagnosa Keperawatan Post-Operatif
1. Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru,
energi menurun/kelemahan, nyeri.
2. Kekurangan cairan berhbungan dengan hilangnya cairan tubuh.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah dan kurang nafsu makan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
5. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3.3. RENCANA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan klien merasa
nyaman
Kriteria Hasil :
Didapatkan skor NOC sesuai target
NOC : Comfort Status
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Kenyemanan fisik
2. Kenyamanan psikis
3. Support dari keluarga
Keterangan Penilaian :

Kenyamanan fisik Kenyamanan psikis Support dari keluarga


1. Melaporkan rasa Melaporkan rasa Tidak mendapat
ketidaknyamanan, gelisah, ketidaknyamanan, gelisah, dukungan keluarga
gangguan pola tidur, gangguan pola tidur,
menangis menangis
2. Melaporkan rasa Melaporkan rasa Dukungan berupa
ketidaknyamanan, gelisah, ketidaknyamanan, gelisah, perhatian
gangguan pola tidur gangguan pola tidur
3. Melaporkan rasa Melaporkan rasa Dukungan berupa
ketidaknyamanan, gelisah ketidaknyamanan, gelisah sentuhan
4. Melaporkan rasa Melaporkan rasa Dukungan berupa
ketidaknyamanan ketidaknyamanan sentuhan, perhatian
5. Klien merasa nyaman Klien merasa nyaman Dukungan berupa
sentuhan, perhatian, dan
motivasi
Intervensi NIC : Relaxation therapy
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang bagi klien
Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
Instruksikan klien untuk melakukan hal yang menimbulkan kenyamanan
(misalnya, membayangkan hal yang menenangkan)
Demontrasikan teknik relaksasi pada klien (teknik relaksasi dengan musik,
masase, teknik relaksasi lima jari, dll)
Monitor kekakuan otot, tekanan darah, dan nadi

Ansietas b/d perubahan status kesehatan dan tindakan operatif d/d


melaporkan kecemasan secara verbal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, ansietas berkurang
Kriteria Hasil :
Didapatkan skor NOC sesuai target
NOC : Anxiety Level
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan kecemasan
2. Ekspresi wajah gelisah
Keterangan Penilaian :

Melaporkan Ekspresi wajah


Kecemasan
1. Melaporkan
kecemasan
berulang ulang
(>5kali)
2. Melaporkan
kecemasan 4-5
3. Melaporkan
kecemasan 2-3

4. Melaporkan
kecemasan 1 kali
5. Tidak ada
kecemasan

Intervensi NIC : Anxiety Reduction


Gunakan teknik relaksasi yang menenangkan
Berikan penjelasan terkait prosedur penatalaksanaan yang akan dilakukan
Kaji tingkat kecemasan klien dari laporan verbal dan tingkat ketakutan
Identifikasi adanya perubahan tingkat ansietas
Instruksikan klien untuk melakukan teknik relaksasi (nafas dalam)
Instruksikan keluarga untuk mendampingi klien

Nyeri akut b/d agen cedera fisik (tindakan operatif)


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan nyeri dapat
terkontrol
Kriteria Hasil :
Didapatkan skor NOC sesuai target
NOC : Pain Level
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan nyeri
2. Ekspresi wajah saat nyeri
3. RR
Keterangan Penilaian :

Melaporkan Ekspresi wajah RR


nyeri saat nyeri
1.
VAS 9-10 >24
2. VAS 7-8 23-24

3. VAS 5-6 21-22

4. VAS 3-4 19-20

5. VAS 1-2 16-18

Intervensi NIC : Pain Management ; Analgesic administration


Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri.
Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
Berikan analgesik atau kombinasi analgesik sesuai yang telah diresepkan

Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik (tindakan operatif)


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, dirapatkan tidak ada resiko
infeksi ada perbaikan integritas jaringan post operasi
Kriteria Hasil :
Didapatkan skor NOC sesuai target
NOC : Wound Healing : Primary Intention
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Rembesan purulent
2. Rembesan serous
3. Rembesan serousanguineous
4. Drainase serousanguineous
5. Kemerahan di kulit sekitar luka
Keterangan Penilaian :

Rembesan Drainase Kemerahan


1.
Banyak rembesan (>5 Drainase >200cc/24 jam Kemerahan, bengkak, suhu sekitar
cm) luka meningkat, ada rembesan
2. Rembesan sedang (4- Drainase sedang (100- Kemerahan, suhu sekitar luka
5 cm) 200cc/24 jam) meningkat, ada rembesan
3. Rembesan sedang (2- Drainase sedang (50- Kemerahan, suhu sekitar luka
3 cm) 100cc/24 jam) meningkat
4. Rembesan minimal (1- Drainase minimal (>50 Kemerahan
2cm) cc/24 jam)
5. Tidak ada rembesan Tidak ada drainase Tidak ada tanda tanda infeksi
Intervensi NIC : Wound care ; Wound Care : Closed Drainage ; Infection
Control
Monitor karakteristik luka, dan kondisi balutan termasuk drainase, warna balutan
dan bau
Berikan dressing yang sesuai saat perawatan luka
Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka untuk mencegah infeksi
Inspeksi kondisi luka setiap ganti balutan
Ganti balutan secara rutin atau jika eksudat sudah jenuh
Monitor area insersi drainase
Monitor adanya tanda-tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Culliford, A. and Alexes Hazen. 2007. Dermatology for plastic surgeons. In: Grabb and
Smiths plastic surgery. 6th edition. p.111-2 Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC

Corwin , Elizabeth J . 2000 . Buku : Saku Patofisiologi . EGC . Jakarta

Graham ,R. 2005 .Lecture Note on Dermatologi. Ed. 8.Jakarta :Erlangga

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta :Erlangga

Sjamsudidayat ,R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 1999. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 3. Jakarta: FK
UI

Wong CS, Strange RC, Lear JT. Basal cell carcinoma [Online]. 2009. Available from:
URL:http://bmj.bmjjournals.com/cgi/contaent/full/327/7418/794. Diakses tanggal
18 September 2017 20:45

Berman, K. MD, PhD, Associate. 2008. Basal cell carcinoma [Online] Available from:URL:
/das/journal/view/0/N/15119303?issn=&source=MI. Diakses tanggal 18
September 2017 20:45

You might also like